1. Overview
Ahmad ibn Ismail (احمد سامانیBahasa Persia; meninggal 24 Januari 914) adalah seorang amir dari Dinasti Samani yang memerintah dari tahun 907 hingga 914. Sebagai putra dari Ismail Samani, pendiri dinasti, masa pemerintahannya ditandai oleh ekspansi wilayah yang signifikan, khususnya penaklukan wilayah Saffarid di Sistan. Namun, di balik keberhasilan militer tersebut, pemerintahannya juga menghadapi tantangan internal, termasuk kebijakan yang kontroversial dan pemberontakan yang dipicu oleh administrasi yang menindas. Peristiwa-peristiwa ini, bersama dengan keputusan pribadinya, mungkin telah berkontribusi pada ketidakpopulerannya di kalangan sebagian rakyatnya, yang berpuncak pada pembunuhannya oleh budak-budaknya sendiri. Ia kemudian dikenal sebagai "Amir Martir," sebuah julukan yang mencerminkan akhir hidupnya yang tragis dan kontroversial.
2. Biography
Kehidupan Ahmad ibn Ismail ditandai oleh perannya dalam konsolidasi dan ekspansi kekuasaan Dinasti Samani, meskipun ia menghadapi berbagai tantangan baik dari luar maupun dari dalam pemerintahannya.
2.1. Birth and Family
Ahmad ibn Ismail adalah putra dari Ismail Samani, pendiri dan amir pertama Dinasti Samani yang memerintah dari tahun 892 hingga 907. Ia merupakan bagian dari garis keturunan Samani yang memiliki akar kuat di wilayah Transoxiana dan Khurasan.
2.2. Early Career and Rule
Ahmad pertama kali disebutkan pada awal tahun 900-an ketika ia diangkat sebagai gubernur Gurgan. Namun, masa jabatannya sebagai gubernur tidak berlangsung lama. Ia segera dicopot dari jabatannya karena kegagalannya dalam melancarkan perang melawan Dinasti Justanid di Daylam. Setelah kematian ayahnya, Ismail Samani, pada akhir tahun 907, Ahmad ibn Ismail naik takhta sebagai amir Dinasti Samani.
2.3. Conquest of the Saffarids
Beberapa waktu setelah naik takhta, Ahmad diberikan hak atas Sistan, wilayah inti dari kekuasaan Dinasti Saffarid, oleh Khalifah al-Muqtadir dari Kekhalifahan Abbasiyah. Pertikaian internal yang terjadi di antara para pemimpin Saffarid sangat mempermudah tugas Ahmad. Pasukan Ahmad bergerak dari Farah menuju Bust, di mana mereka menghadapi sedikit perlawanan. Pada saat yang sama, jenderal Turkik Ahmad, Simjur al-Dawati, menerima penyerahan Zarang dari al-Mu'addal. Penaklukan Dinasti Saffarid berhasil diselesaikan pada tahun 911. Setelah kemenangan ini, Ahmad menunjuk sepupunya, Abu Salih Mansur, sebagai gubernur Sistan pada tahun berikutnya. Selain itu, pasukan Samani juga berhasil menangkap seorang pemberontak Khalifah, seorang panglima perang Turkik bernama Sebük-eri, dan mengirimnya ke Baghdad.

2.4. Sistan Administration and Revolt
Meskipun penaklukan Sistan berhasil, kebijakan administrasi yang diterapkan oleh gubernur baru, Abu Salih Mansur, segera menimbulkan masalah. Kebijakan pajak Mansur yang menindas memicu pemberontakan di Sistan dalam waktu satu tahun setelah pengangkatannya. Garnisun di Zarang dihancurkan, dan Abu Salih Mansur ditangkap. Dalam kekacauan ini, seorang Saffarid bernama Amr ibn Ya'qub diangkat, awalnya sebagai boneka pemimpin pemberontakan, kemudian sebagai amir dengan haknya sendiri. Namun, pasukan Samani di bawah kendali Husain ibn 'Ali Marvarrudhi berhasil memulihkan kendali Samani atas wilayah tersebut. Amr dikirim ke Samarkand, sementara para pemimpin pemberontak lainnya dieksekusi. Setelah itu, Simjur al-Dawati diangkat sebagai gubernur Sistan yang baru.
2.5. Other Regional Revolts and Death
Meskipun kendali atas Sistan berhasil dipulihkan, masalah internal terus menghantui pemerintahan Ahmad. Tak lama kemudian, wilayah Tabaristan dan Gurgan juga memberontak terhadap otoritas Samani. Ahmad ibn Ismail tewas terbunuh sebelum ia sempat mengatasi pemberontakan-pemberontakan ini. Ia dipenggal saat tidur di tendanya di dekat Bukhara oleh beberapa budak Turkik miliknya pada 24 Januari 914. Setelah kematiannya, jenazahnya dibawa ke Bukhara dan dimakamkan di Naukanda. Beberapa budak yang membunuh amir tersebut berhasil ditangkap dan dieksekusi, sementara yang lain melarikan diri ke Turkestan.
3. Rule Policies and Evaluation
Masa pemerintahan Ahmad ibn Ismail mencerminkan upaya untuk memperkuat kekuasaan Samani, namun juga menunjukkan beberapa kebijakan yang mungkin berdampak negatif pada hubungan antara penguasa dan rakyatnya, serta warisan yang kompleks.
3.1. Language Policy
Salah satu kebijakan kontroversial yang diterapkan oleh Ahmad ibn Ismail adalah perintahnya untuk mengubah bahasa istana dari bahasa Persia ke bahasa Arab. Perintah ini kemungkinan besar bertujuan untuk lebih menyelaraskan pemerintahan Samani dengan Kekhalifahan Abbasiyah dan tradisi keilmuan Arab yang dominan pada masa itu. Namun, kebijakan ini tidak populer di kalangan rakyatnya, yang sebagian besar berbahasa Persia. Akibatnya, perintah tersebut segera dibatalkan. Keputusan ini menunjukkan adanya ketegangan antara aspirasi politik dan budaya istana dengan identitas linguistik dan budaya masyarakat luas.
3.2. The Title "Martyred Amir"
Setelah kematiannya yang tragis dan mendadak di tangan budak-budaknya sendiri, Ahmad ibn Ismail diberi julukan "Amir Martir." Julukan ini mencerminkan cara kematiannya yang tidak wajar dan mungkin upaya untuk mengagungkan atau memberikan legitimasi atas akhir pemerintahannya. Namun, dari perspektif sosial, kematiannya di tangan budak-budaknya sendiri dapat juga diinterpretasikan sebagai indikasi adanya ketidakpuasan mendalam atau kondisi yang menindas di dalam istana atau masyarakatnya, yang berpuncak pada tindakan kekerasan tersebut.
4. Succession
Setelah pembunuhan Ahmad ibn Ismail pada tahun 914, takhta Dinasti Samani diwariskan kepada putranya yang masih muda, Nasr II. Transisi kekuasaan ini menandai awal periode baru bagi dinasti tersebut.