1. Kehidupan Awal dan Karier Tinju
Bae Ki-suk memiliki latar belakang yang menantang sebelum memasuki dunia tinju profesional, dan kariernya sebagai petinju ditandai dengan perjuangan yang gigih.
1.1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Bae Ki-suk lahir pada 29 Mei 1987 di Busan, Korea Selatan. Keluarganya menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan. Sebelum menjadi seorang petinju, Bae Ki-suk bekerja di sebuah pabrik selama sekitar 10 jam setiap hari untuk membantu menghidupi keluarganya, menunjukkan tekad dan tanggung jawabnya sejak usia muda.
q=Busan|position=right
1.2. Debut Profesional dan Catatan Karier
Bae Ki-suk membuat debut profesionalnya pada Mei 2003. Ia berkompetisi di kelas super flyweight (sekitar 52 kg (115 lb)). Sepanjang karier profesionalnya, Bae Ki-suk mencatat rekor 7 kemenangan (4 di antaranya dengan KO), 1 hasil imbang, dan 7 kekalahan dari total 15 pertandingan. Pertandingan fatal yang merenggut nyawanya direncanakan sebagai pertandingan terakhirnya sebelum ia secara resmi pensiun dari dunia tinju.
2. Pertandingan Tinju Fatal
Pertandingan pada 17 Juli 2010 menjadi titik balik tragis dalam karier Bae Ki-suk dan memicu perhatian publik terhadap isu keamanan dalam olahraga tinju.
2.1. Jalannya Pertandingan dan Cedera
Pada 17 Juli 2010, Bae Ki-suk bertanding melawan Jung Jin-ki untuk memperebutkan gelar juara kelas super flyweight Korea Selatan yang kosong. Pertandingan ini berlangsung di Yesan, Chungcheongnam-do. Bae Ki-suk kalah melalui TKO (Technical Knockout) pada ronde ke-8 setelah menerima banyak pukulan. Setelah benturan yang terjadi, ia kehilangan kesadaran dan segera dilarikan ke rumah sakit di Daejeon untuk mendapatkan perawatan darurat.
q=Yesan, Chungcheongnam-do|position=right
2.2. Kematian dan Temuan Medis
Setelah dilarikan ke rumah sakit, Bae Ki-suk menjalani operasi otak darurat yang berlangsung selama lima jam. Meskipun suhu tubuh, tekanan darah, dan denyut nadinya kembali mendekati normal setelah operasi, ia tetap tidak sadarkan diri. Empat hari setelah pertandingan, pada 21 Juli 2010, Bae Ki-suk meninggal dunia pada usia 23 tahun. Penyebab kematiannya dikonfirmasi sebagai pendarahan otak.
3. Dampak dan Kontroversi
Kematian Bae Ki-suk memicu gelombang kritik dan sengketa hukum yang menyoroti praktik dan pengawasan dalam olahraga tinju Korea Selatan.
3.1. Kritik terhadap Komisi Tinju Korea
Setelah insiden tragis ini, banyak kritikus tinju menyuarakan pandangan bahwa pertandingan tersebut seharusnya tidak diizinkan oleh Komisi Tinju Korea (KBC). Keputusan KBC untuk menyetujui pertandingan 10 ronde untuk gelar Korea Selatan tersebut menjadi sorotan, terutama mengingat catatan Bae Ki-suk. Ia memiliki rekor 7-7 dengan 5 KO, dan sebelumnya pernah kalah KO pada tahun 2009, serta kalah KO lagi pada ronde keempat di bulan Oktober 2009. Selain itu, Bae Ki-suk juga naik satu kelas berat untuk pertandingan ini, yang seharusnya menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi KBC mengenai kondisi dan keamanannya. Komisioner KBC, Kim Jae-bong, membenarkan bahwa Bae Ki-suk dilarikan ke rumah sakit setelah kehilangan kesadaran. Kritik ini menekankan kurangnya perhatian KBC terhadap rekam jejak dan kondisi kesehatan petinju, serta kecenderungan untuk memprioritaskan jadwal pertandingan di atas keselamatan atlet.
3.2. Sengketa Hukum
Menyusul kematiannya, keluarga Bae Ki-suk mengajukan gugatan terhadap Komisi Tinju Korea (KBC), menuntut pertanggungjawaban atas insiden tragis tersebut. Namun, keluarga Bae Ki-suk mengalami kekalahan dalam putusan pengadilan baik di tingkat pertama maupun kedua. Putusan ini menimbulkan keprihatinan lebih lanjut di kalangan masyarakat sipil dan pendukung hak-hak atlet, karena dianggap tidak memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
4. Warisan dan Dampak
Kematian Bae Ki-suk meninggalkan warisan penting dalam dunia tinju Korea Selatan, mendorong refleksi ulang terhadap keamanan dan regulasi olahraga.
4.1. Konteks Sejarah Kematian Petinju
Kematian Bae Ki-suk bukan insiden fatal pertama yang menimpa petinju Korea Selatan. Kasus serupa telah terjadi sebelumnya, seperti kematian Kim Deuk-gu pada tahun 1982 setelah pertandingan perebutan gelar kelas ringan World Boxing Association (WBA), dan kematian Choi Yo-Sam. Choi Yo-Sam, mantan juara World Boxing Council (WBC) kelas light flyweight, kolaps pada Hari Natal 2007 setelah pertandingan melawan Heri Amol dan meninggal dunia pada Januari 2008. Insiden-insiden ini secara historis telah meningkatkan kesadaran publik mengenai masalah keamanan petinju dan risiko serius yang melekat dalam olahraga tinju profesional. Kematian Bae Ki-suk menjadi kasus ketiga bagi petinju Korea Selatan yang meninggal akibat pertandingan.
4.2. Pengaruh terhadap Regulasi Tinju
Insiden kematian Bae Ki-suk, bersama dengan kasus-kasus sebelumnya, telah memperkuat diskusi dan desakan untuk memperketat regulasi keamanan di dunia tinju Korea Selatan. Peristiwa ini menyoroti perlunya perbaikan sistem perlindungan atlet, termasuk pemeriksaan kesehatan yang lebih ketat sebelum pertandingan, pemantauan yang lebih baik selama pertandingan, dan peningkatan protokol medis darurat. Kematiannya menjadi pengingat yang menyakitkan akan pentingnya keselamatan atlet dan tanggung jawab federasi olahraga dalam memastikan kesejahteraan para petinju.