1. Kehidupan
Chand Kaur memiliki latar belakang keluarga yang terkemuka dan pernikahannya dengan putra mahkota Kekaisaran Sikh menempatkannya dalam posisi penting di lingkungan kerajaan.
1.1. Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga
Chand Kaur lahir pada tahun 1802 di Fatehgarh Churian, Distrik Gurdaspur, Punjab, dari keluarga Jat Sikh Sandhu. Ayahnya adalah Sardar Jaimal Singh, kepala Misl Kanhaiya, salah satu konfederasi yang kuat di wilayah Punjab. Garis keturunannya memberikan pondasi yang kuat dalam struktur politik dan sosial Sikh.
1.2. Pernikahan dan Anak
Pada Februari 1812, di usianya yang kesepuluh, Chand Kaur menikah dengan Kunwar Kharak Singh, putra sulung Maharaja Ranjit Singh dan Maharani Datar Kaur. Pernikahan ini mengukuhkan posisinya dalam keluarga kerajaan Sikh. Pada tahun 1816, Ranjit Singh secara resmi mengumumkan Kharak Singh sebagai ahli warisnya dan menganugerahinya gelar "Tikka Kanwar" (Putra Mahkota), yang secara otomatis menjadikan Chand Kaur sebagai "Tikka Rani Sahiba" (Putri Mahkota).
Pada 23 Februari 1821, Chand Kaur melahirkan putra tunggal mereka, Nau Nihal Singh. Kelahiran Nau Nihal Singh menempatkannya pada posisi kedua dalam garis suksesi takhta Punjab. Selama pemerintahan singkat suaminya, Kharak Singh, Chand Kaur menjabat sebagai permaisuri Kekaisaran Sikh. Setelah putranya, Nau Nihal Singh, naik takhta, ia mendapatkan gelar Rajmata (Ibu Suri). Pada Maret 1837, Nau Nihal Singh menikah dengan Bibi Nanaki Kaur Sahiba, putri Sham Singh Atariwala.
2. Pemerintahan di Kekaisaran Sikh
Periode setelah kematian Maharaja Ranjit Singh ditandai oleh ketidakstabilan politik yang parah dan perebutan kekuasaan. Chand Kaur memainkan peran penting dalam krisis suksesi ini, bahkan sempat menjadi wali Kekaisaran Sikh.
2.1. Pemerintahan dan Kematian Suami dan Anak
Setelah kematian Maharaja Ranjit Singh pada 27 Juni 1839, Kharak Singh diangkat sebagai penggantinya, dengan Raja Dhian Singh Dogra sebagai wazir-nya. Namun, pemerintahan Kharak Singh berlangsung kurang dari empat bulan. Pada Oktober 1839, ia digulingkan dalam sebuah kudeta yang dipimpin oleh putranya sendiri, Nau Nihal Singh, dan Dhian Singh. Kharak Singh dipenjarakan di Lahore hingga kematiannya pada November 1840 akibat keracunan lambat, yang menurut para penulis sejarah kontemporer, kemungkinan besar dilakukan atas perintah Dhian Singh.
Kematian Nau Nihal Singh juga diselimuti misteri. Pada 5 November 1840, saat kembali dari kremasi ayahnya, Nau Nihal Singh melewati gerbang Hazuri Bagh bersama rekannya, Udam Singh, putra Gulab Singh dari Jammu dan Kashmir, dan keponakan Dhian Singh. Saat mereka melewati gerbang, batu-batu jatuh dari atas, menewaskan Udam Singh dan melukai sang pangeran. Dhian Singh, yang berada beberapa langkah di belakang, segera mengatur agar pangeran dibawa ke dalam benteng. Tidak ada orang lain yang diizinkan masuk ke dalam benteng, bahkan ibunya, Chand Kaur, yang memukul gerbang benteng dengan tangan kosong karena cemas. Saksi mata menyatakan bahwa sebelum dibawa ke dalam benteng, pangeran tampak hanya sedikit terluka, sadar, dan meminta air. Namun, ketika ibu dan teman-temannya diizinkan masuk untuk menemuinya, ia sudah meninggal dengan luka parah di kepalanya. Peristiwa ini sangat mencurigakan dan banyak yang menduga adanya konspirasi di balik kematiannya.
2.2. Pemerintahan sebagai Wali dan Penurunan Takhta
Setelah kematian Kharak Singh dan Nau Nihal Singh, Dhian Singh mendukung klaim Sher Singh, putra dari istri pertama Ranjit Singh yang terasing, Mehtab Kaur. Chand Kaur, di sisi lain, mencari dukungan dari Gulab Singh. Sebuah kompromi diusulkan agar Chand Kaur mengadopsi Pratap Singh, putra Sher Singh. Namun, ia menolak, dengan alasan bahwa janda Nau Nihal Singh, Maharani Sahib Kaur, sedang hamil dan mungkin akan melahirkan penerus yang sah. Kedatangan dua lawan kuat Sher Singh di Lahore, Sardar Atar Singh Sandhawalia dan Sardar Ajit Singh Sandhawalia, menyelesaikan masalah ini.

Pada 2 Desember 1840, Chand Kaur diproklamasikan sebagai Maharani Punjab, dengan gelar Malika Muqaddasa. Namun, pemerintahannya segera menghadapi tantangan besar. Pada 13 Januari 1841, Sher Singh tiba di Lahore. Resimen-resimen di luar tembok kota berpihak padanya, meninggalkan Chand Kaur dengan hanya 5.000 orang dan persediaan mesiu yang terbatas, melawan pasukan Sher Singh yang terdiri dari 26.000 infanteri, 8.000 kavaleri, dan 45 meriam. Pasukan Chand Kaur di benteng bertempur selama dua hari. Dhian Singh tiba pada malam 17 Januari dan mengatur gencatan senjata. Chand Kaur dibujuk untuk menerima pensiun dan melepaskan klaimnya atas takhta. Pada 27 Januari, Sher Singh secara resmi dinobatkan sebagai Maharaja. Chand Kaur kemudian menerima pensiun sebesar 90.00 K INR dan pensiun ke haveli putranya, Nau Nihal Singh, di Lahore.
3. Pembunuhan
Pada Juli 1841, putra Sahib Kaur lahir dalam keadaan meninggal, yang secara efektif mengakhiri pembenaran Chand Kaur atas klaim perwalian. Meskipun ia telah pensiun dari kehidupan politik aktif, musuh-musuhnya masih melihatnya sebagai ancaman.

Pada 11 Juni 1842, Chand Kaur dibunuh secara brutal oleh para pelayannya sendiri. Ia dipukuli hingga tewas dengan tombak kayu. Meskipun sumber-sumber menyebutkan pelayannya sebagai pelaku langsung, banyak yang meyakini bahwa pembunuhan ini dihasut oleh pendukung Sher Singh, yang masih menganggapnya sebagai ancaman terhadap kekuasaan.
4. Warisan dan Peringatan
Meskipun masa pemerintahannya singkat dan berakhir tragis, Chand Kaur tetap dikenang dalam sejarah Sikh. Samadhi (makam peringatan) Maharani Chand Kaur terletak di dekat Gumat, Jammu. Sebuah gurudwara megah, yang dikenal sebagai Gurudwara Maharani Chand Kaur, juga telah dibangun di kompleks yang sama, dan lingkungan sekitarnya dikenal sebagai Chand Nagar. Samadhi lain untuknya juga ada di The Royal Lahore Garden. Di sebelah selatan samadhi-nya, berdiri samadhi ibu mertuanya, Maharani Datar Kaur, yang dikenal dengan nama Mai Nakain oleh Maharaja Ranjit Singh. Di antara samadhi kedua Maharani ini, terdapat samadhi yang lebih kecil dari menantu perempuannya, Maharani Sahib Kaur.