1. Early Life and Education
Jung Hong-won lahir pada 9 Oktober 1944, di Geumnam-myeonGeumnam-myeonBahasa Korea, Hadong-gun, Gyeongsangnam-do, yang saat itu berada di bawah pemerintahan Jepang. Ia adalah anak kesepuluh dari dua belas bersaudara (enam putra dan enam putri). Menurut kerabatnya, ayahnya berasal dari keluarga terpelajar dan memiliki pelayan di rumah, menunjukkan bahwa keluarganya tidak miskin. Seorang kerabat yang tinggal di Busan memperhatikan kecerdasannya dan membawanya ke sana, di mana ia lulus dari Sekolah Dasar Yeongdo dan Sekolah Menengah Gyeongnam. Namun, setelah kakak ketiganya menyerah dalam studi ujian negara, ayahnya merasa kecewa dan memanggilnya kembali ke kampung halaman, juga karena kondisi keuangan keluarga besar yang tidak memungkinkan. Akibatnya, ia tidak dapat melanjutkan ke Sekolah Menengah Gyeongnam yang ia inginkan.
Ia berkompromi dengan ayahnya untuk masuk sekolah guru, yaitu Sekolah Normal Jinju. Setelah lulus dari sekolah guru, penugasan pertamanya adalah di Seoul. Ia bekerja sebagai guru di Sekolah Dasar Inwang di Hongje-dong, Seodaemun-gu, pada siang hari, dan kuliah di program malam Fakultas Hukum Universitas Sungkyunkwan. Ia berhasil lulus ujian yudisial ke-14 pada tahun 1972. Ia adalah teman seangkatan Kim Hwang-sik (Perdana Menteri terakhir di bawah pemerintahan Lee Myung-bak) dalam ujian yudisial dan di Lembaga Pelatihan Kehakiman (angkatan ke-4). Ia empat tahun lebih tua dari Kim Hwang-sik. Pada tahun 1975, tak lama setelah menikah, ia kehilangan istri pertamanya dalam sebuah kebakaran. Ia kemudian menikah lagi dengan Choi Ok-ja (lahir 1951) dan memiliki seorang putra bernama Jung Woo-jun (lahir 1978).
2. Legal Career
Jung Hong-won memulai kariernya sebagai jaksa pada tahun 1974 di Kantor Kejaksaan Distrik Seoul, Cabang Yeongdeungpo. Ia menghabiskan 30 tahun dalam profesi jaksa, menjabat di berbagai posisi penting. Ia menjadi terkenal setelah berhasil menangani beberapa kasus profil tinggi.
Pada tahun 1982, ia menangani Skandal Lee-Chang (kasus penipuan surat promes Lee Cheol-hui dan Jang Yeong-ja), di mana kerabat Presiden Chun Doo-hwan dituntut. Ia juga terlibat dalam kasus pelarian "Pencuri Besar" Jo Se-hyeong dan kasus penyelundupan mata uang asing Kasino Walker Hill. Pada tahun 1991, saat menjabat sebagai Kepala Divisi 3 Departemen Investigasi Pusat di Kantor Kejaksaan Agung, ia berhasil mengidentifikasi peretas komputer pertama di Korea Selatan.
Selama menjabat sebagai Kepala Jaksa Kantor Kejaksaan Distrik Seoul, Cabang Nambu, ia memperkenalkan sistem "Wali Pengadu" (민원인 후견인 제도minwon-in hugyeon-in jedoBahasa Korea) untuk membantu masyarakat dalam proses hukum. Ia juga memimpin reformasi di kalangan jaksa, seperti memberlakukan larangan "minum alkohol di siang hari bagi jaksa" saat menjabat sebagai Kepala Departemen Inspeksi di Kantor Kejaksaan Agung dari tahun 1999 hingga 2000.
Posisi penting lainnya yang pernah dipegangnya antara lain Wakil Kepala Jaksa Kantor Kejaksaan Distrik Daejeon (1995), Kepala Kantor Kejaksaan Cabang Ulsan, Kantor Kejaksaan Distrik Busan (1995-1996), Wakil Kepala Jaksa Kantor Kejaksaan Tinggi Gwangju (1999), Kepala Jaksa Kantor Kejaksaan Distrik Gwangju (2000-2002), dan Kepala Jaksa Kantor Kejaksaan Distrik Busan (2002-2003). Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai jaksa pada tahun 2003.
3. Public Service and Other Roles
Setelah mengakhiri kariernya sebagai jaksa, Jung Hong-won melanjutkan pengabdiannya di berbagai posisi layanan publik dan organisasi hukum. Dari April 2003 hingga 2004, ia menjabat sebagai Presiden Lembaga Pelatihan Kehakiman (법무연수원Beopmu Yeon-suwonBahasa Korea). Ia mengundurkan diri dari posisi ini pada tahun 2004 untuk memberi kesempatan kepada juniornya.
Dari Oktober 2004 hingga September 2006, ia menjabat sebagai Anggota Tetap ke-12 Komisi Pemilihan Umum Nasional Republik Korea (중앙선거관리위원회Jungang Seongeo Gwan-ri WiwonhoeBahasa Korea). Selama masa jabatannya, ia aktif dalam reformasi sistem pemilu, menjadi orang pertama di Korea yang mengadvokasi gerakan manifesto dan terlibat dalam pengenalan sistem pemungutan suara elektronik.
Dari Juni 2008 hingga Juni 2011, ia menjabat sebagai Ketua ke-9 Badan Bantuan Hukum Korea (대한법률구조공단Daehan Beopnyul Gujo GongdanBahasa Korea). Ia juga pernah direkomendasikan oleh Asosiasi Pengacara Korea sebagai kandidat jaksa khusus untuk kasus dana gelap Samsung. Setelah tahun 2008, ia juga berpraktik sebagai pengacara. Dari 2004 hingga 2006, ia adalah perwakilan pengacara untuk firma hukum Logos, dan dari 2006 hingga 2008, ia adalah penasihat senior untuk firma hukum Yuhan Logos.
4. Political Career
Jung Hong-won memasuki dunia politik menjelang pemilihan umum legislatif Korea Selatan 2012. Dari Januari hingga Februari 2012, ia menjabat sebagai Ketua Komite Rekomendasi Calon Pejabat Publik untuk Partai Hannara, yang kemudian berganti nama menjadi Partai Saenuri pada Februari 2012. Ia melanjutkan perannya sebagai ketua komite tersebut hingga Februari 2013. Melalui peran ini, ia membangun hubungan dekat dengan Park Geun-hye, yang saat itu menjabat sebagai ketua komite tanggap darurat partai. Setelah menyelesaikan tugasnya di komite tersebut, ia sempat pensiun dari dunia politik dan menjaga sikap yang bersih dari pernyataan politik, sebelum akhirnya dinominasikan sebagai Perdana Menteri.
5. Prime Ministership
Jung Hong-won ditunjuk sebagai kandidat Perdana Menteri Korea Selatan pertama di bawah pemerintahan Presiden terpilih Park Geun-hye. Penunjukan ini terjadi pada 8 Februari 2013, setelah kandidat sebelumnya, Kim Yong-jun (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), mengundurkan diri karena berbagai tuduhan, termasuk masalah wajib militer putranya dan spekulasi properti yang tidak pantas.
Pada 26 Februari 2013, setelah Majelis Nasional Korea Selatan mengonfirmasi pencalonannya, Jung Hong-won secara resmi dilantik sebagai Perdana Menteri. Selama masa jabatannya, ia menghadapi berbagai isu dan peristiwa penting. Ia pernah dikritik sebagai "Perdana Menteri pengganti" karena sering kali hanya membacakan naskah yang ditulis oleh Presiden Park Geun-hye.
Pada 2 Agustus 2013, dalam rapat koordinasi kebijakan nasional di Kantor Pusat Pemerintahan Seoul, Perdana Menteri Jung Hong-won menyatakan bahwa rumor palsu mengenai "makanan terkontaminasi radiasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima di Jepang" menyebar dengan cepat di internet dan menyebabkan kecemasan publik. Ia meminta lembaga terkait untuk melacak dan menghukum pihak-pihak yang menyebarkan "rumor jahat" tersebut.
Pada 25 November 2013, dalam sesi pertanyaan kepada pemerintah, Jung Hong-won menghindari jawaban langsung mengenai masalah distorsi sejarah dalam buku teks Kyohaksa yang menggambarkan invasi Jepang sebagai "kemajuan" (진출jin-chulBahasa Korea), dengan menyatakan bahwa itu adalah "masalah yang harus dinilai oleh sejarawan". Pernyataan ini menuai kritik tajam dari anggota parlemen oposisi, yang mempertanyakan apakah ia benar-benar Perdana Menteri Korea Selatan. Insiden ini bahkan menyebabkan anggota parlemen dari Partai Demokrat meninggalkan sesi tersebut.
Peristiwa paling signifikan selama masa jabatannya adalah bencana kapal feri Sewol pada 16 April 2014, yang menewaskan lebih dari 300 orang. Pemerintah Korea Selatan mendapat kritik keras atas penanganan bencana tersebut yang dianggap tidak memadai. Pada 27 April 2014, Jung Hong-won mengadakan konferensi pers darurat di Kantor Pusat Pemerintahan Seoul dan menyatakan pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri, mengambil tanggung jawab atas insiden tersebut.

Meskipun Presiden Park Geun-hye pada prinsipnya menerima pengunduran dirinya, Jung Hong-won terus memimpin Kabinet setelah operasi pencarian dan penyelamatan Sewol berakhir. Beberapa kandidat pengganti dicalonkan, termasuk Ahn Dae-hee dan Moon Chang-geuk, namun tidak ada yang berhasil menggantikannya. Ahn Dae-hee mengundurkan diri dari pencalonan karena kontroversi mengenai biaya hukum yang tinggi saat menjadi pengacara, sementara Moon Chang-geuk mengundurkan diri karena pernyataan masa lalunya yang dianggap pro-Jepang. Akhirnya, pada 26 Juni 2014, diumumkan bahwa Jung Hong-won akan tetap menjabat sebagai Perdana Menteri. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah konstitusional Korea Selatan seorang Perdana Menteri yang telah mengajukan pengunduran diri dan diterima secara prinsip oleh Presiden, kemudian tetap menjabat. Jung Hong-won secara resmi digantikan oleh Lee Wan-koo pada 16 Februari 2015, mengakhiri masa jabatannya setelah 296 hari sejak ia pertama kali menyatakan niatnya untuk mengundurkan diri.
6. Foreign Relations and Statements
Jung Hong-won juga membuat beberapa pernyataan publik mengenai isu-isu luar negeri, terutama terkait hubungan dengan Jepang.
Pada 17 November 2013, ia berpartisipasi dalam upacara peringatan Hari Pahlawan Nasional ke-75 yang diadakan di Museum Baekbeom Kim Gu di Seoul. Dalam pidatonya, ia menyatakan bahwa "Jepang belum menunjukkan permintaan maaf dan refleksi yang tulus mengenai sejarah."
Pada 10 Januari 2015, dalam konferensi pers di Sejong City, ia mengomentari sentimen anti-Korea di Jepang. Ia berpendapat bahwa "Jepang bahkan menyebut kita 'negara kakak', yang berarti kita melampaui Jepang dalam berbagai aspek," dan menambahkan, "Tampaknya ada masalah psikologis Jepang terkait hal ini."
7. Controversies
Selama masa pencalonan dan jabatannya sebagai Perdana Menteri, Jung Hong-won menghadapi beberapa tuduhan terkait moralitas dan etika.
- Pemalsuan Alamat Kependudukan (Weijangjeonip)
Pada 13 Februari 2013, kandidat Perdana Menteri Jung Hong-won mengakui tuduhan pemalsuan alamat kependudukan (위장전입wi-jang jeon-ipBahasa Korea) yang terjadi saat ia menjabat sebagai Kepala Departemen Investigasi Khusus di Kantor Kejaksaan Distrik Busan pada tahun 1988. Menurut tim persiapan dengar pendapat, ia memindahkan alamatnya ke rumah saudara perempuannya di Doksan-dong, Guro-gu, Seoul, sementara seluruh keluarganya pindah ke Busan. Hal ini dilakukan karena ia adalah seorang yang tidak memiliki rumah dan telah mendaftar untuk tabungan perumahan. Jika ia memindahkan alamatnya ke Busan, status prioritas pertamanya untuk aplikasi perumahan nasional akan batal.
Pada saat itu, sistemnya sangat kaku, di mana orang yang pindah tugas ke luar Seoul akan kehilangan hak aplikasi perumahan prioritas pertama mereka. Namun, Kementerian Konstruksi (sekarang Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi) merevisi sistem pada Maret 1989 untuk mengembalikan status prioritas pertama bagi mereka yang pindah alamat kembali ke Seoul karena alasan seperti pendidikan, penyakit, atau pekerjaan. Akibatnya, berkat pemalsuan alamat ini, Jung Hong-won dapat mempertahankan status prioritas pertamanya dan menerima alokasi apartemen di Banpo-dong, Seocho-gu, Seoul, pada Desember 1992, di mana ia masih tinggal hingga saat ini.
Kasus ini memicu perbandingan dengan insiden serupa di masa lalu, seperti Jang Sang, calon Perdana Menteri di bawah pemerintahan Kim Dae-jung, yang gagal dalam dengar pendapat karena masalah pemalsuan alamat, dan Lee Heon-jae, Wakil Perdana Menteri Ekonomi di bawah pemerintahan Roh Moo-hyun, yang mengundurkan diri karena masalah yang sama.
Pada 14 Februari 2013, anggota parlemen Hong Il-pyo dari Partai Saenuri, yang merupakan anggota komite dengar pendapat calon Perdana Menteri, menyatakan dalam sebuah wawancara radio bahwa pemalsuan alamat Jung Hong-won tidak menjadi masalah besar. Ia berpendapat bahwa sistem pada saat itu terlalu kaku, yang menghukum orang yang pindah tugas, dan bahwa revisi sistem pada tahun 1989 menunjukkan ketidakrasionalan aturan sebelumnya. Ia menyimpulkan bahwa tindakan Jung Hong-won tidak pantas dikritik keras mengingat motivasi dan keadaannya.
Pada dengar pendapat parlemen untuk calon Perdana Menteri pada 21 Februari 2013, Jung Hong-won menyatakan, "Saya minta maaf, tetapi saya harus pindah. Pada saat itu, saya tidak punya rumah dan telah mendaftar untuk tabungan perumahan, dan jika saya memindahkan alamat saya ke Busan, itu akan batal." Ia menambahkan, "Saya melanggar hukum, tetapi saya merasa sedikit tidak adil."
- Dugaan Pembebasan Wajib Militer Putranya
Putra Jung Hong-won, Jung Woo-jun, yang lahir pada tahun 1978, menghadapi kontroversi terkait pembebasan wajib militernya. Pada pemeriksaan fisik pertamanya pada tahun 1997, saat ia masih mahasiswa tahun kedua, ia menerima klasifikasi aktif (Kelas 1). Namun, pada pemeriksaan ulang pada tahun 2001, saat ia masih mahasiswa pascasarjana, ia menerima klasifikasi pembebasan (Kelas 5) karena "herniasi nukleus pulposus" (수핵탈추증su-haek tal-chu-jeungBahasa Korea, yaitu herniasi diskus). Ia telah menunda pendaftaran wajib militernya selama empat tahun karena alasan akademis.
Pihak Jung Hong-won menjelaskan bahwa putranya mengalami masalah punggung karena berpartisipasi dalam eksperimen jangka panjang yang melibatkan penanganan berbagai peralatan, seperti penguat daya, selama program masternya. Rasa sakitnya memburuk setelah perjalanan ke pantai timur bersama teman-temannya. Ia didiagnosis di Rumah Sakit Gangnam 21C, sebuah rumah sakit spesialis tulang belakang, dan disarankan untuk operasi, tetapi memilih perawatan selama lebih dari setahun karena kekhawatiran akan efek samping operasi.
Catatan medis yang dirilis oleh Kantor Perdana Menteri menunjukkan bahwa Jung Woo-jun menerima diagnosis dari Rumah Sakit Gangnam St. Mary pada 30 Oktober 2001, dan menyerahkannya ke Administrasi Tenaga Kerja Militer Seoul. Administrasi tersebut melakukan pemeriksaan ulang dengan CT scan dan memberikan klasifikasi pembebasan Kelas 5 pada 8 November 2001, dengan kesepakatan bulat dari Komite Penilaian Tingkat Fisik. Diagnosis dari Rumah Sakit Gangnam St. Mary menyatakan "nyeri punggung bawah dan nyeri menjalar ke kaki kanan yang menyebabkan keterbatasan gerak."
Kantor Perdana Menteri juga menjelaskan bahwa pada saat pembebasan (2001), Jung Hong-won adalah seorang jaksa senior (Kepala Jaksa Kantor Kejaksaan Distrik Gwangju), sehingga tidak mungkin baginya untuk secara palsu mendapatkan pembebasan wajib militer bagi putranya. Selain itu, pemeriksaan fisik militer telah diperketat secara signifikan setelah pemilihan presiden tahun 1997.
Meskipun dibebaskan dari wajib militer, Jung Woo-jun kemudian lulus ujian yudisial pada tahun 2006 dan diangkat sebagai jaksa di Kantor Kejaksaan Cabang Tongyeong, Kantor Kejaksaan Distrik Changwon, pada tahun 2009. Ia kemudian bergabung dengan tim investigasi khusus manipulasi opini publik Druking. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana ia bisa mempersiapkan ujian yang membutuhkan waktu belajar yang lama dengan kondisi diskus. Beberapa pihak menunjukkan bahwa diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana ia menjalani perawatan diskus sambil mempersiapkan ujian yudisial, terutama karena catatan medis untuk tahun 2005-2006 (sekitar waktu ujian) tidak diungkapkan.
Anggota parlemen Hong Il-pyo dari Partai Saenuri menyatakan bahwa masalah wajib militer putra Jung Hong-won tidak akan menyebabkan diskualifikasi, tetapi perlu diverifikasi apakah penjelasannya sesuai dengan fakta.
8. Post-Premiership Activities
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri, Jung Hong-won aktif dalam berbagai kegiatan. Sebagai seorang penatua Kristen, ia terlibat dalam kegiatan keagamaan di Gereja Sanmaru (산마루교회Sanmaru GyohoeBahasa Korea), termasuk beribadah bersama tunawisma, melayani makanan, dan memberikan ceramah.
Pada tahun 2018, ia menerbitkan bukunya yang berjudul "Jung Hong-won Story" (정홍원 스토리Jeong Hong-won SeutoriBahasa Korea). Ia mengadakan acara penandatanganan buku di Sanmaru Space pada 23 Desember 2018, bertepatan dengan ibadah peringatan Natal.
Pada 23 Agustus 2021, ia diangkat sebagai Ketua Komite Manajemen Pemilihan Calon Presiden ke-20 untuk Partai Kekuatan Rakyat (국민의힘Gungminui HimBahasa Korea). Ia menjabat posisi ini hingga November 2021. Dari November 2023 hingga Mei 2024, ia menjabat sebagai Ketua Tetap Dewan Tetua Negara (국가원로회의Gukga Wonro HoeuiBahasa Korea). Ia juga merupakan penasihat untuk Asosiasi Alumni Universitas Nasional Seoul.
9. Assessment and Legacy
Karier publik dan politik Jung Hong-won telah menerima berbagai evaluasi historis dan sosial. Sebagai seorang jaksa selama tiga dekade, ia dikenal sebagai "penyelidik khusus" (특별 수사통teukbyeol susa-tongBahasa Korea) karena kemampuannya dalam menangani kasus-kasus besar, termasuk skandal korupsi dan kejahatan teknologi pertama di Korea. Kontribusinya terhadap reformasi sistem peradilan dan pemilu, seperti pengenalan sistem "Wali Pengadu" dan advokasi gerakan manifesto serta sistem pemungutan suara elektronik, diakui sebagai upaya untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam layanan publik.
Namun, masa jabatannya sebagai Perdana Menteri juga diwarnai oleh kritik. Ia sering disebut sebagai "Perdana Menteri pengganti" karena dianggap hanya membacakan pernyataan yang ditulis oleh Presiden Park Geun-hye, yang menunjukkan kurangnya otonomi dalam perannya. Kontroversi seputar pemalsuan alamat kependudukan untuk aplikasi perumahan dan dugaan pembebasan wajib militer putranya, meskipun ia memberikan klarifikasi, menimbulkan pertanyaan tentang standar moral bagi pejabat publik.
Peristiwa paling menonjol yang membentuk warisannya sebagai Perdana Menteri adalah penanganan bencana kapal feri Sewol. Meskipun ia mengajukan pengunduran diri sebagai bentuk tanggung jawab, penolakannya dan penahanannya dalam jabatan menjadikannya Perdana Menteri pertama dalam sejarah konstitusional Korea yang mengalami situasi seperti itu. Insiden ini menyoroti tantangan dalam kepemimpinan krisis dan akuntabilitas pemerintah. Secara keseluruhan, Jung Hong-won dikenang sebagai seorang birokrat berpengalaman yang berusaha membawa reformasi ke dalam sistem hukum dan pemilu Korea, namun juga sebagai seorang politikus yang menghadapi kritik signifikan dan kontroversi selama masa jabatannya di puncak pemerintahan.