1. Masa Awal dan Latar Belakang
Clotilde lahir dari keluarga kerajaan Burgundia dan menjalani masa kecil yang diwarnai oleh konflik keluarga serta pengasuhan dengan pendidikan Katolik di tengah dominasi iman Arian.
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Clotilde lahir sekitar tahun 474 atau 475 di Lyon, yang saat itu merupakan bagian dari Kerajaan Burgundia. Ia adalah putri dari Chilperic II dari Burgundia dan Caretena. Kakeknya adalah Gondioc, seorang raja Burgundia. Gondioc memiliki empat putra: Gundobad, Chilperic II (ayah Clotilde), Gondemar, dan Godegisel. Setelah kematian Gondioc pada tahun 473, Kerajaan Burgundia dibagi di antara putra-putranya, dengan Chilperic II diduga memerintah di Lyon, Gundobad di Vienne, dan Godegisel di Jenewa.
Namun, kekuasaan Gundobad atas Burgundia semakin kuat setelah ia membunuh saudara-saudaranya. Sumber-sumber sejarah, terutama Gregorius dari Tours, menyatakan bahwa Gundobad membunuh Chilperic II pada tahun 493 dan menenggelamkan ibunda Clotilde, Caretena, dengan sebuah batu yang digantung di lehernya. Versi lain menyebutkan bahwa Caretena mungkin telah mengkonversi suaminya ke Kristen dan disebut "wanita luar biasa" oleh Sidonius Apollinaris dan Venantius Fortunatus. Menurut beberapa pandangan, Caretena dan putrinya, Clotilde, "menetapkan pola untuk serangkaian misionaris Katolik perempuan ke istana raja-raja pagan dan Arian yang mereka nikahi". Meskipun demikian, beberapa sejarawan modern, seperti Godefroid Kurth, meragukan kisah pembunuhan orang tua Clotilde oleh Gundobad, menyebutnya sebagai fitnah terhadap Clotilde dan menganggapnya sebagai apokrifa. Mereka berpendapat bahwa Clotilde justru mengatur gencatan senjata antara Clovis dan Gundobad.
Clotilde memiliki seorang saudari bernama Sedeleuba atau Chrona. Setelah tragedi yang menimpa orang tua mereka, Sedeleuba menjadi biarawati dan mendirikan gereja Saint-Victor di Jenewa.
1.2. Masa Kecil dan Pendidikan
Clotilde dan saudarinya, Sedeleuba, dibesarkan di istana Gundobad. Meskipun sebagian besar raja Burgundia, termasuk Gundobad, adalah penganut Arianisme, Clotilde menerima pendidikan Katolik. Hagiographer Sabine Baring-Gould menggambarkan Clotilde sebagai pribadi yang "tumbuh besar penuh kesalehan dan kelembutan terhadap penderita." Pendidikan Katoliknya ini menjadi fondasi kuat bagi keimanannya yang kelak akan sangat memengaruhi sejarah Franka.
2. Pernikahan dengan Clovis I dan Konversi ke Kristen
Hubungan Clotilde dengan Clovis I adalah titik balik penting dalam sejarah Franka. Pernikahannya tidak hanya menandai penyatuan dua kerajaan, tetapi juga secara fundamental mengubah lanskap keagamaan Franka melalui konversi Clovis ke agama Katolik, sebuah peristiwa yang dipengaruhi secara signifikan oleh Clotilde.
2.1. Pernikahan dengan Clovis I
Tak lama setelah kematian Caretena, Clotilde menikah dengan Clovis I, raja pertama Franka, pada tahun 492 atau 493. Pernikahan mereka dilatarbelakangi oleh Clovis yang terkesan oleh "kecantikan dan kebijaksanaannya." Sejak abad ke-6, pernikahan mereka telah menjadi tema narasi epik, di mana fakta-fakta aslinya seringkali diubah secara material. Kisah pernikahan Clotilde dan Clovis menjadi pusat perjuangan antara populasi Katolik Roma yang lama melawan Arianisme dari suku-suku Jermanik. Meskipun demikian, tidak ada bukti bahwa Clovis adalah simpatisan Arian sebelum pernikahan dan konversinya ke Katolik.

2.2. Pengaruh terhadap Konversi Clovis I ke Kristen
Clotilde memiliki pengaruh besar terhadap Clovis dan secara aktif mendorongnya untuk masuk agama Katolik. Ia mengizinkan pembaptisan putra sulung mereka, Ingomir, yang meninggal saat bayi. Kemudian, ia juga mengizinkan pembaptisan putra kedua mereka, Clodomir, yang awalnya sakit tetapi kemudian sembuh. Awalnya, Clovis menyalahkan kematian anak sulung mereka pada iman Clotilde dan menolak upaya istrinya untuk mengkonversinya.
Titik balik bagi Clovis terjadi pada tahun 496. Dalam Pertempuran Tolbiac melawan Alemanni, pasukannya hampir kalah. Clovis berdoa kepada Tuhan istrinya, berjanji bahwa jika ia menang, ia akan menerima iman Kristen. Setelah kemenangannya, Clovis dibaptis oleh Santo Remigius di Reims pada Hari Raya Natal tahun itu, bersama dengan 3.000 orang Franka lainnya. Menurut tradisi, saat Clotilde berdoa dan Clovis mulai memenangkan pertempuran, seorang malaikat membawakan tiga bunga lili putih kepadanya; Clovis kemudian mengganti tiga katak pada lambang perisai pertempurannya dengan bunga lili.
Sabine Baring-Gould menganggap konversi Clovis tulus dan bukan karena pertimbangan politik. Ia juga tidak percaya bahwa Clotilde memengaruhi Clovis untuk berperang dalam perang ini atau perang lainnya demi membalas dendam atas kematian keluarganya. Pencapaian militer Clovis berikutnya melawan Burgundia dan Visigoth juga tidak terlihat terkait dengan Clotilde secara langsung. Namun, karena pengaruh Clotilde, bangsa Franka menjadi Katolik selama berabad-abad.
2.3. Anak-anak
Clotilde memiliki lima anak dengan Clovis I:
- Ingomir (lahir dan meninggal sekitar 494), meninggal saat bayi.
- Clodomir (495-524), Raja Franka di Orléans dari tahun 511. Ia sakit setelah dibaptis tetapi kemudian sembuh.
- Childebert I (496-558), Raja Franka di Paris dari tahun 511.
- Clotaire I (497-561), Raja Franka di Soissons dari tahun 511, dan menjadi Raja seluruh Franka dari tahun 558.
- Clotilde (putri, 500-531), dinamai sesuai nama ibunya. Ia menikah dengan seorang pria Visigoth bernama Amalarik, yang ia coba konversi ke Katolik tetapi tidak berhasil, dan Amalarik "memperlakukan" putrinya "dengan kejam." Putrinya meninggal dalam perjalanan kembali ke Paris setelah saudara lelakinya, Childebert, menyerang Amalarik.
Sedikit yang diketahui tentang kehidupan Clotilde selama masa hidup Clovis dan tentang pernikahan mereka. Namun, ia mungkin terlibat dalam intervensi Clovis dalam perselisihan antara raja-raja Burgundia saat itu dan dukungan Clovis terhadap Gundobad.
3. Kehidupan Akhir dan Aktivitas
Setelah kematian suaminya, Clovis I, Clotilde menjalani kehidupan yang didedikasikan untuk kesalehan, amal, dan pendirian institusi keagamaan. Namun, ia juga terlibat dalam perselisihan keluarga yang kontroversial dan peristiwa politik yang rumit.
3.1. Kehidupan sebagai Janda dan Kesalehan
Clovis meninggal pada tahun 511, dan Clotilde menguburkannya di Basilika Rasul Suci, yang kemudian dikenal sebagai Gereja Sainte-Geneviève. Mereka membangun gereja ini bersama sebagai makam untuk menghormati Santa Genevieve, pelindung Paris. Setelah kematian Clovis dan juga cucu-cucunya, Clotilde meninggalkan Paris dan pindah ke Tours, di mana ia menghabiskan sebagian besar waktunya di dekat makam Santo Martinus dari Tours. Ia menjadi sangat terkait dengan keuskupan Tours; ia dan Clovis memiliki devosi kepada Santo Martinus. Sejak saat itu, ia "menjalani kehidupan yang saleh" dan menjadi "sepenuhnya terlepas dari politik dan perebutan kekuasaan kecuali melalui doa." Ia berdoa, berpuasa, menangis, dan memberikan semua yang dimilikinya kepada orang miskin.

3.2. Aktivitas Amal dan Pendirian
Clotilde aktif dalam pembangunan gereja dan biara. Ia mendirikan biara St. Maria dari Les Audelya di Touraine dan sebuah biara di Chelles. Biara di Chelles dibangun untuk para biarawati, untuk menghormati Santo Georgius. Santa Bathilde dari Chelles, istri Clovis II, memulihkannya 100 tahun kemudian. Biara ini kaya hingga zaman modern dan selama bertahun-tahun menjadi "tempat kunjungan dan pendidikan yang bagus bagi para putri Inggris," yang merupakan keturunan Clovis dan Clotilde.
Clotilde juga dilaporkan membangun gereja-gereja di Rouen, Lyon, dan Les Andelys. Pada tahun 511, ia mendirikan sebuah konven untuk gadis-gadis bangsawan muda di Les Andelys, di mana gereja perguruan tinggi sekarang berdiri. Sebuah kisah yang terkait di situs web kantor pariwisata Les Andelys menceritakan bahwa sebuah mukjizat terjadi di sana selama pembangunan konven. Suatu hari, para pekerja mengeluh tentang panas dan kehausan mereka; sebagai tanggapan, Clotilde berdoa dan air dari air mancur terdekat "memiliki kekuatan dan rasa anggur untuk para pekerja." Area di depan air mancur lebih besar dari yang sekarang, sehingga ada cukup ruang bagi para peziarah yang datang untuk penyembuhan, yang memperkuat keyakinan orang akan kekuatannya. Mata air tersebut telah dikenal untuk menyembuhkan penyakit kulit.
3.3. Peran dalam Perselisihan Keluarga dan Peristiwa Politik
Clotilde tetap memiliki peran politik dalam "dunia Merovingian yang kejam," terutama melalui putra-putranya. Catatan epik tentang bangsa Franka menyatakan bahwa Clotilde menghasut putranya, Clodomir, untuk memulai perang dengan sepupunya, Sigismund dari Burgundia, untuk membalas kematian orang tuanya. Namun, sejarawan Godefroid Kurth meragukan kebenaran kisah ini, menganggapnya sebagai fitnah terhadap Clotilde, dan menyatakan bahwa ia justru mengatur gencatan senjata antara Clovis dan Gundobad, ayah Sigismund. Sumber lain juga menyatakan bahwa tuduhan "keganasan dan pendendam" terhadap Clotilde telah dibantah, karena tidak sesuai dengan karakter salehnya.
Menurut catatan, Clodomir menangkap dan membunuh Sigismund, serta istri dan anak-anaknya. Namun, Clodomir kemudian terbunuh oleh saudara Sigismund, Godomar, dalam Pertempuran Vézeronce. Clotilde mengadopsi ketiga putra muda putranya, tetapi dibujuk untuk mengirim anak-anak itu kepada putra-putranya yang lain, Childebert I dan Clotaire I, yang kemudian membunuh dua yang tertua. Putra bungsu, Clodoald, diselamatkan dan kemudian menjadi biarawan di Paris, di biara di Nogent-sur-Marne, yang kemudian berganti nama untuk menghormatinya.
Putri Clotilde yang juga bernama Clotilde, meninggal sekitar waktu yang sama dengan kematian Clodomir. Konon, suaminya mengirim kerudung berlumuran darah kepada saudara-saudara Clotilde; saudara lelakinya Childebert membalas dendam padanya, menjarah kota-kotanya, dan membawa saudara perempuannya menjauh dari suaminya, tetapi ia meninggal dalam perjalanan ke Paris.
Meskipun demikian, Clotilde terus berperan melalui doa. Gregorius dari Tours menulis bahwa doa-doanya menunda perang antara kedua putranya yang masih hidup. Ia menulis, "Keesokan harinya, saat pasukan akan bertempur, muncul badai sehingga semua operasi militer harus dihentikan."

4. Kematian
Clotilde meninggal di Tours pada tanggal 3 Juni 545, 34 tahun setelah kematian suaminya. Ia dimakamkan di Basilika Rasul Suci (yang kemudian menjadi Gereja Sainte-Geneviève) di kaki Santa Genevieve dan di samping Clovis serta anak-anaknya yang lebih tua.
5. Warisan dan Kanonisasi
Warisan Santa Clotilde mencakup perannya sebagai santa pelindung, penggambaran yang beragam dalam seni, dan evaluasi sejarah yang kompleks atas kehidupannya yang berpengaruh.
5.1. Pelindung dan Devosi
Clotilde adalah seorang santa yang dihormati, dengan hari rayanya diperingati pada tanggal 3 Juni. Ia adalah santa pelindung bagi orang lumpuh di Normandia dan pelindung Les Andelys. Ia juga "diseru untuk melindungi dari kematian mendadak dan suami-suami yang tidak adil." Kultus terhadap Clotilde menjadikannya pelindung para ratu, janda, pengantin wanita, dan orang-orang yang diasingkan.
5.2. Penggambaran dalam Seni
Clotilde telah digambarkan dalam seni selama beberapa abad, seringkali sebagai ratu yang berdoa atau sebagai biarawati, dengan mahkota di kepala atau di sampingnya. Ia juga digambarkan memimpin pembaptisan Clovis atau sebagai pemohon di makam Santo Martinus. Gereja yang didedikasikan untuknya di Les Andelys memiliki "jendela kaca patri abad ke-16 yang indah yang menceritakan kehidupannya." Ada juga lukisan Clotilde dalam Bedford Missal, kemungkinan oleh Jan van Eyck, yang digambarkan sebagai "representasi yang indah dan cemerlang tentang pemberian bunga lili kepada Clovis."
5.3. Evaluasi Sejarah dan Kontroversi
Relik Clotilde selamat dari Revolusi Prancis dan, hingga tahun 1997, disimpan di Gereja Saint Louis dari Prancis di Paris. Pada tahun 1857, sebuah "gereja baru yang megah" didirikan untuk menghormatinya di Paris.
Penilaian sejarah terhadap Clotilde seringkali terbagi, terutama terkait dengan perannya dalam perselisihan keluarga. Meskipun beberapa sumber, seperti Gregorius dari Tours, menuduhnya menghasut putra-putranya untuk berperang demi balas dendam, sejarawan lain meragukan kebenaran ini dan membelanya. Terlepas dari kontroversi ini, pengaruh Clotilde terhadap konversi Clovis dan Kristenisasi Franka tetap diakui sebagai salah satu peristiwa paling signifikan dalam sejarah Eropa. Peran Clotilde sebagai misionaris Katolik dan fondasi yang ia letakkan bagi kerajaan Kristen di Franka mengukuhkan warisannya sebagai tokoh sentral pada periode awal Abad Pertengahan.