1. Overview
Diogenes dari Apollonia (Διογένης ὁ ἈπολλωνιάτηςDiogénēs ho ApollōniátēsBahasa Yunani Kuno, kira-kira abad ke-5 SM) adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang berasal dari Apollonia di Thrace. Ia dianggap sebagai salah satu filsuf pra-Sokratik terakhir yang mengusung monisme material, berpendapat bahwa udara adalah prinsip fundamental dari segala sesuatu di alam semesta, yang ia samakan dengan entitas ilahi dan berakal. Pemikirannya mencakup kosmologi yang menjelaskan pembentukan dunia, serta fisiologi detail mengenai tubuh manusia, termasuk deskripsi sistem pembuluh darah. Karyanya yang paling penting, "Tentang Alam", tidak bertahan dalam bentuk lengkap, namun doktrin-doktrinnya sebagian besar dikenal melalui kutipan-kutipan panjang dari Simplicius dan ringkasan dari Aristoteles, Theophrastus, dan Aetius. Ide-idenya diparodikan oleh dramawan Aristofanes dan mungkin memengaruhi komentar filosofis Orfik yang ditemukan dalam Papirus Derveni, menunjukkan signifikansi intelektualnya pada masa itu dan kontribusinya terhadap pemikiran rasional dan ilmiah di Yunani Kuno.
2. Kehidupan
Diogenes dari Apollonia hidup dan berkarya pada paruh kedua abad ke-5 SM, diperkirakan sekitar tahun 430-420 SM.
2.1. Latar Belakang dan Kehidupan Awal
Diogenes berasal dari koloni Miletus di Apollonia Pontika di Thrace, yang saat ini merupakan Sozopol di Laut Hitam. Nama ayahnya adalah Apollothemis. Ada pandangan alternatif yang menyatakan bahwa Apollonia yang dimaksud adalah kota Apollonia di Kreta (yang awalnya adalah Eleutherna), namun pandangan ini tidak banyak diterima oleh cendekiawan modern. Ia dianggap sebagai penerus pemikiran Anaximenes dan sezaman dengan Anaxagoras.
2.2. Aktivitas di Athena
Diogenes diketahui pernah tinggal di Athena selama beberapa waktu. Menurut catatan Diogenes Laërtius, ia menghadapi "kecemburuan besar yang hampir membahayakan nyawanya" di Athena. Ada kemungkinan informasi ini keliru atau merupakan kebingungan dengan kasus Anaxagoras yang menghadapi tuduhan kemurtadan di kota yang sama. Seperti semua "physiologoi" (filsuf alam), ia menulis karya-karyanya dalam dialek Ionia.

3. Filsafat
Diogenes dari Apollonia dikenal sebagai filsuf alam ("physiologoi") terakhir dan sebagai seorang monis material yang mengintegrasikan pemikiran monis sebelumnya dengan pluralisme kontemporer.
3.1. Udara sebagai Prinsip Fundamental
Diogenes, seperti Anaximenes, percaya bahwa udara adalah satu-satunya sumber dari segala keberadaan, dan semua substansi lain berasal darinya melalui proses kondensasi dan rarefaksi. Ia memodifikasi teori ini dengan gagasan dari sezamannya, Anaxagoras, dan menyatakan bahwa udara, sebagai kekuatan purba, adalah cerdas dan bersifat ilahi.
Menurutnya:
"Dan bagiku tampaknya bahwa yang memiliki pemikiran adalah apa yang orang sebut udara, dan bahwa oleh ini setiap orang diperintah dan memiliki kekuasaan atas segalanya. Karena ini adalah apa yang bagiku tampaknya menjadi dewa dan telah mencapai segalanya dan mengatur segalanya dan berada di segalanya. Dan tidak ada satu pun yang tidak berbagi di dalamnya."
Udara dipandang sebagai entitas yang tak terbatas dan abadi. Dari udara inilah, ketika ia mengental dan menipis serta mengubah sifat-sifatnya, bentuk-bentuk lain mulai terbentuk. Ia juga berpendapat bahwa tidak ada yang dapat diciptakan dari ketiadaan, dan tidak ada yang dapat direduksi menjadi ketiadaan, yang berarti segala sesuatu yang ada harus berasal dari prinsip dasar yang sama dan akan kembali kepadanya.
3.2. Kosmologi
Dalam pandangan kosmologinya, Diogenes meyakini adanya jumlah dunia yang tak terbatas dan kekosongan yang tak terbatas. Ia menjelaskan bahwa udara, yang mengalami densifikasi dan rarefaksi, menghasilkan berbagai dunia ini. Mengenai Bumi, ia berpendapat bahwa bentuknya bulat (atau lingkaran), ditopang di bagian tengah, dan memperoleh bentuknya dari perputaran uap panas, serta proses pemadatan dan pengerasannya berasal dari hawa dingin.
3.3. Tentang Makhluk Hidup
Diogenes berpendapat bahwa udara merupakan unsur vital yang diperlukan oleh manusia dan binatang untuk hidup dan berpikir. Jika tidak ada lagi udara, maka mereka akan mati dan berhenti berpikir. Ia menjelaskan bahwa yang membedakan antara satu makhluk hidup dengan yang lain, termasuk juga dengan benda mati, adalah sifat udara yang membentuknya. Sebagai contoh, udara yang terdapat pada binatang lebih panas dari udara di luar, tetapi lebih dingin dari udara yang terdapat di matahari. Demikian pula, perbedaan di antara berbagai jenis binatang dan manusia disebabkan oleh variasi sifat udara yang ada di dalamnya.
3.4. Tentang Fisiologi Manusia
Diogenes dari Apollonia juga memberikan deskripsi mendetail tentang fisiologi manusia, khususnya mengenai sistem pembuluh darah dan bagaimana udara memengaruhi kondisi kesehatan serta proses kognitif.
3.4.1. Tentang Anatomi
Fragmen terpanjang yang bertahan dari karya Diogenes adalah deskripsinya mengenai distribusi pembuluh darah dalam tubuh manusia, yang disisipkan oleh Aristoteles dalam buku ketiga karyanya Sejarah Hewan. Deskripsi ini penting karena merupakan salah satu upaya awal yang mendalam untuk menjelaskan struktur dan organisasi dunia fisik secara ilmiah. Diogenes menjelaskan adanya dua pembuluh darah besar dalam tubuh manusia yang membentang melalui perut sepanjang tulang belakang, satu di sisi kanan dan satu di sisi kiri. Kedua pembuluh ini masuk ke arah lengan dan kemudian menuju ke atas melalui kerongkongan. Dari sinilah, pembuluh darah memanjang lagi ke seluruh tubuh, dengan pembuluh di bagian kanan memanjang ke bagian tubuh sebelah kanan, dan pembuluh di bagian kiri memanjang ke bagian tubuh sebelah kiri. Ia juga mencatat bahwa dua pembuluh besar ini melewati jantung, dan memberikan gambaran lengkap tentang jalur pembuluh darah di seluruh tubuh.
3.4.2. Tentang Penyakit dan Kesenangan
Diogenes berpendapat bahwa penyakit dan kesenangan pada manusia juga dipengaruhi oleh udara. Menurutnya, rasa senang muncul ketika banyak udara tercampur dalam darah, membuat darah menjadi ringan. Sebaliknya, ketika udara tidak bercampur dengan darah, darah akan menjadi tebal dan lebih lemah, dan inilah yang menyebabkan munculnya penyakit.
3.4.3. Tentang Berpikir
Mengenai proses berpikir, Diogenes menjelaskan bahwa bayi tidak dapat berpikir seperti manusia dewasa karena di dalam tubuhnya terdapat uap dalam jumlah yang besar, sehingga udara tidak dapat memasuki seluruh tubuh mereka, melainkan hanya tersimpan di bagian dada. Fenomena lupa juga dijelaskan dengan cara serupa: lupa terjadi karena udara tidak memasuki seluruh tubuh sebagaimana mestinya. Sebagai bukti dari teorinya ini, ia mengamati bahwa ketika seseorang mencoba mengingat sesuatu, dadanya akan mengkerut, dan ketika berhasil mengingatnya, ada relaksasi dan perasaan lega.
4. Karya
Meskipun Diogenes dari Apollonia adalah seorang filsuf yang berpengaruh, tidak ada karyanya yang bertahan dalam bentuk lengkap hingga saat ini.
4.1. Karya yang Bertahan dan Hilang
Mayoritas fragmen karyanya yang masih ada berasal dari kutipan panjang yang dibuat oleh Simplicius, seorang filsuf dari Akademi Neoplatonik akhir yang menulis komentar tentang Fisika karya Aristoteles. Karya utamanya yang dikenal adalah "Tentang Alam" (De naturaBahasa Latin). Namun, cendekiawan modern masih memperdebatkan apakah Diogenes menulis empat karya terpisah - "Tentang Alam", "Tentang Hakikat Manusia" (On the Nature of Man), "Meteorologi" (Meteorology), dan "Melawan Kaum Sofis" (Against the Sophist) - atau hanya satu karya "Tentang Alam" yang mencakup semua topik tersebut. Selain Simplicius, doktrin-doktrinnya juga dikenal dari beberapa ringkasan dalam karya Aristoteles, Theophrastus, dan Aetius.
5. Warisan dan Penerimaan
Pemikiran Diogenes dari Apollonia memiliki dampak yang signifikan pada masanya dan telah dievaluasi ulang dalam kajian modern.
5.1. Penerimaan dan Pengaruh Kuno
Pandangan-pandangan Diogenes secara luas diyakini telah memengaruhi penggambaran Sokrates oleh dramawan Aristofanes dalam komedinya Awan, serta dalam sebuah fragmen karya Philemon. Hal ini menunjukkan bahwa ide-idenya cukup dikenal dan menjadi bagian dari diskursus intelektual publik di Athena.
Selain itu, jenis meteorit yang dikenal sebagai Diogenit dinamai dari Diogenes dari Apollonia. Penamaan ini didasarkan pada fakta bahwa ia adalah filsuf pertama yang mengemukakan teori tentang asal-usul meteorit dari luar angkasa. Ia menyatakan:
"Bersama bintang-bintang yang terlihat, berputar pula batu-batu yang tidak terlihat, dan karena alasan itu tidak bernama. Mereka sering jatuh ke tanah dan padam, seperti bintang batu yang jatuh terbakar di Aigospotamoi."
5.2. Kajian Modern dan Penemuan Kembali
Berdasarkan evaluasi awal oleh Hermann Diels, karya Diogenes tidak sering dipelajari dalam kajian modern hingga beberapa dekade terakhir. Namun, dengan ditemukannya Papirus Derveni, sebuah puisi filosofis Orfik yang memiliki banyak paralel dengan filsafat Diogenes dan Anaxagoras, banyak cendekiawan telah menganalisis ulang karya Diogenes. Penemuan ini memicu minat baru untuk memahami hubungan antara filsafatnya dengan agama Yunani kuno dan bagaimana pemikirannya mungkin telah memengaruhi tradisi-tradisi keagamaan dan filosofis yang lebih luas.