1. Kehidupan dan Aktivitas Akademik
Fang Xiaoru menunjukkan bakat luar biasa sejak usia muda, membentuk dasar bagi karier akademis dan politiknya yang cemerlang.
1.1. Masa Kecil dan Latar Belakang Keluarga
Fang Xiaoru lahir pada tahun 1357 (tahun ke-17 era Zhizheng dari Dinasti Yuan) di Kabupaten Ninghai, Provinsi Zhejiang. Ia adalah putra dari Fang Kekun (方克勤), seorang pejabat yang pernah bertugas di bawah Kaisar Hongwu, pendiri Dinasti Ming. Sejak kecil, Fang Xiaoru telah menunjukkan kecerdasan dan ketajaman yang luar biasa dalam menulis dan puisi. Ia dikenal memiliki sepasang mata yang cemerlang dan mampu membaca berlembar-lembar buku setiap hari. Bakatnya yang menonjol membuatnya dijuluki "Han Yu Kecil" (小韓子) oleh penduduk setempat, merujuk pada Han Yu, seorang sastrawan terkemuka dari Dinasti Tang.
1.2. Pertumbuhan Akademik dan Guru
Pada tahun 1376 (tahun ke-9 era Hongwu), Fang Xiaoru menjadi murid dari Song Lian (宋濂), salah satu dari "Empat Guru Besar" pada masa itu. Di bawah bimbingan Song Lian, Fang Xiaoru mendalami Konfusianisme, sejarah, dan sastra, dan dengan cepat menunjukkan keunggulannya di antara murid-murid Song Lian lainnya. Bahkan para sarjana senior seperti Hu Han dan Su Boheng mengakui keunggulan Fang Xiaoru. Ia juga dikenal karena keterkaitannya dengan aliran Jinhua, sebuah tradisi akademik yang menekankan studi klasik dan penerapan prinsip-prinsip Konfusianisme dalam pemerintahan. Namun, hubungan guru-murid mereka terputus pada tahun 1381 ketika Song Lian terlibat dalam pembersihan pejabat oleh Kaisar Hongwu dan meninggal di pengasingan. Meskipun demikian, Fang Xiaoru terus mengembangkan reputasi akademisnya, meskipun ia memandang rendah seni dan sastra semata, dan selalu menganggap pencerahan jalan raja dan pencapaian perdamaian abadi sebagai tanggung jawab utamanya.
1.3. Karier Awal
Setelah direkomendasikan, Fang Xiaoru diangkat sebagai Profesor Hanzhong (漢中敎授). Namun, karena ia adalah murid dari seorang pejabat yang telah dibersihkan, ia tidak mendapatkan posisi penting di pemerintahan pusat. Sekitar waktu ini, ia diundang oleh Zhu Chun (朱椿), Pangeran Xian dari Shu, untuk menjadi guru bagi putranya, Zhu Yuelian. Pangeran Zhu Chun bahkan membangun sebuah perpustakaan untuknya dan menamakannya "Zhengxue" (正學), yang kemudian menjadi salah satu nama penanya, "Tuan Zhengxue". Selama periode ini, Fang Xiaoru aktif dalam kegiatan akademis, menulis berbagai karya seperti Zhouli Bianzheng (周禮辨正) dan Xunzhizhai Ji (遜志齋集) yang terdiri dari 24 jilid, serta berkontribusi pada pendidikan anggota keluarga kekaisaran.
2. Aktivitas Era Kaisar Jianwen
Di bawah pemerintahan Kaisar Jianwen, Fang Xiaoru memainkan peran sentral sebagai penasihat utama dan arsitek reformasi politik.
2.1. Guru dan Penasihat Kaisar Jianwen
Pada April 1392 (tahun ke-25 era Hongwu), setelah kematian Putra Mahkota Zhu Biao yang sakit-sakitan, cucu Kaisar Hongwu, Zhu Yunwen yang baru berusia 15 tahun, diangkat sebagai cucu mahkota. Fang Xiaoru, bersama dengan Liu Sanwu, Huang Zicheng, dan Qi Tai, ditunjuk sebagai guru bagi Zhu Yunwen. Fang Xiaoru tidak hanya berperan sebagai guru, tetapi juga sebagai penasihat politik, membantu Zhu Yunwen untuk menjadi kaisar yang kuat. Hasilnya, Fang Xiaoru mendapatkan kepercayaan penuh dari Zhu Yunwen. Namun, karena Kaisar Hongwu meninggal sebelum Zhu Yunwen mencapai usia dewasa, basis kekuatan Zhu Yunwen menjadi goyah.

Pada tahun 1398 (tahun ke-31 era Hongwu), setelah Kaisar Hongwu mangkat, Zhu Yunwen naik takhta sebagai Kaisar Jianwen, kaisar kedua Dinasti Ming. Fang Xiaoru, yang sangat dipercaya oleh Jianwen, diangkat menjadi Sarjana Pengajar Akademi Hanlin (侍講學士) dan mulai terlibat dalam urusan negara. Sebagai penasihat utama Jianwen, Fang Xiaoru bertujuan untuk membangun sistem politik berdasarkan kebajikan dan mendorong reformasi nasional. Ia percaya bahwa tugasnya adalah mencerahkan jalan kerajaan dan mencapai perdamaian abadi. Fang Xiaoru mengubah kebijakan keras Kaisar Hongwu menjadi kebijakan yang lebih lunak, sehingga mendapatkan dukungan dari para sarjana. Ia juga secara parsial melonggarkan sistem otokrasi kekaisaran. Kaisar Jianwen, yang gemar membaca, selalu memanggil Fang Xiaoru untuk menjelaskan setiap kali ia memiliki pertanyaan tentang buku, dan bahkan meminta nasihatnya untuk semua urusan penting negara. Selain itu, semua keputusan besar di istana harus melalui persetujuan langsung dari Fang Xiaoru.
2.2. Reformasi dan Kebijakan Jianwen
Masalah paling mendesak yang dihadapi Fang Xiaoru dan Kaisar Jianwen saat itu adalah usia kaisar yang masih muda dan basis kekuasaannya yang lemah. Mengkhawatirkan hal ini, Fang Xiaoru mempersembahkan sebuah esai berjudul Simnyeollon (深慮論, "Diskusi tentang Kekhawatiran Mendalam") kepada Jianwen. Dalam esai ini, ia berpendapat bahwa "bencana selalu muncul dari hal-hal yang diabaikan, dan kekacauan selalu berasal dari hal-hal yang tidak mencurigakan."
Kaisar Hongwu, karena khawatir cucu mahkotanya akan dimanipulasi oleh para pejabat senior yang berpengalaman, telah membantai banyak pejabat berjasa selama hidupnya. Akibatnya, hanya sedikit pejabat yang cakap yang tersisa di sekitar Kaisar Jianwen, yang secara signifikan melemahkan basis dukungannya. Sebaliknya, paman-paman kaisar, termasuk Zhu Di (Pangeran Yan) yang ditempatkan di perbatasan, mengembangkan ambisi mereka dan memiliki kekuatan militer yang besar. Setelah banyak pertimbangan, istana Nanjing memutuskan untuk memanggil para pangeran satu per satu ke istana dan menyingkirkan mereka. Namun, Kaisar Jianwen yang berkarakter lemah lembut, enggan untuk secara aktif mendukung kebijakan ini karena khawatir akan dicap menindas paman-pamannya. Meskipun demikian, atas desakan Fang Xiaoru dan para menteri pro-kaisar lainnya, mata-mata dan pembunuh dikirim ke wilayah para pangeran regional untuk memantau perilaku mereka secara rahasia.
3. Kampanye Jingnan dan Perlawanan
Keterlibatan Fang Xiaoru dalam Kampanye Jingnan dan penolakannya yang teguh terhadap rezim baru Kaisar Yongle menjadi puncak dari kesetiaan dan tragedi hidupnya.
3.1. Latar Belakang Kampanye Jingnan
Ketika ketegangan antara kaisar dan paman-pamannya meningkat, dan para pangeran di berbagai wilayah mulai dicabut gelarnya, Zhu Di, Pangeran Yan yang memerintah Beiping (sekarang Beijing) dan merupakan putra tertua Kaisar Hongwu yang masih hidup, akhirnya melancarkan Kampanye Jingnan. Ia menyatakan tujuannya adalah untuk "menghukum para pejabat pengkhianat yang mengelilingi kaisar dan meluruskan negara."
Meskipun pasukan kekaisaran secara numerik lebih unggul, mereka kekurangan jenderal-jenderal yang cakap karena pembersihan yang dilakukan oleh Kaisar Hongwu. Sebaliknya, pasukan Zhu Di berpengalaman dalam pertempuran panjang melawan suku Mongol di utara dan memiliki moral yang tinggi. Sementara itu, penasihat Zhu Di, Yao Guangxiao (道衍), memohon kepada Zhu Di, "Fang Xiaoru tidak akan menyerah bahkan jika kota jatuh, jadi jangan bunuh dia. Jika Anda membunuh Fang Xiaoru, pembelajaran di seluruh negeri akan terhenti!"
3.2. Penolakan Menyusun Maklumat Naik Takhta Yongle
Perang yang berlangsung selama empat tahun itu akhirnya berakhir dengan kekalahan pasukan kekaisaran. Meskipun Fang Xiaoru, yang tidak memiliki pengalaman militer, diangkat sebagai panglima tertinggi pasukan kekaisaran karena kekurangan jenderal, ia tidak dapat membalikkan keadaan. Pada tahun 1402 (tahun ke-4 era Jianwen), ibu kota Nanjing akhirnya jatuh. Kaisar Jianwen membakar istana, dan meskipun jenazah permaisurinya, Permaisuri Xiaominxiang, ditemukan terbakar, jenazah Kaisar Jianwen sendiri tidak pernah ditemukan.
Setelah merebut Nanjing, Zhu Di menggeledah istana selama tiga hari dan mengeksekusi hampir semua pejabat yang setia kepada Kaisar Jianwen. Namun, Fang Xiaoru, yang merupakan guru Jianwen dan pendukung utama kebijakan penghapusan pangeran regional, diselamatkan karena reputasi dan otoritas akademisnya yang tinggi. Meskipun ia dipenjara karena berduka atas Jianwen di depan gerbang istana, ia diperlakukan dengan hormat. Zhu Di berusaha membujuk Fang Xiaoru, seorang sarjana terkemuka pada masanya, untuk menulis maklumat kenaikan takhtanya. Tujuannya adalah untuk memulihkan legitimasi perebutan takhta dari keponakannya dan mendapatkan dukungan dari para sarjana. Namun, Fang Xiaoru telah bertekad bersama Jing Qing untuk tetap setia kepada Kaisar Jianwen. Jing Qing menyembunyikan pedang dan memasuki istana, berniat membalas dendam, tetapi pedangnya ditemukan. Ketika ditanya, Jing Qing menyatakan bahwa ia hanya ingin membalas dendam untuk tuannya. Zhu Di yang marah segera mengeksekusi Jing Qing dan keluarganya, tetapi tetap memperlakukan Fang Xiaoru dengan hormat.
Zhu Di membawa Fang Xiaoru ke hadapannya. Fang Xiaoru mengenakan pakaian berkabung sebagai tanda penghormatan kepada Kaisar Jianwen. Zhu Di dengan lembut berusaha meyakinkan Fang Xiaoru tentang motif di balik pemberontakannya. Namun, Fang Xiaoru tetap teguh dalam ketidakpercayaannya terhadap Zhu Di dan kesetiaannya kepada Jianwen. Dialog antara Zhu Di dan Fang Xiaoru berlangsung sebagai berikut:
Zhu Di: Anda hanya mengikuti Adipati Zhou yang membantu Raja Cheng dari Zhou.
Fang Xiaoru: Di mana Raja Cheng sekarang?
Zhu Di: Dia membakar dirinya sendiri sampai mati.
Fang Xiaoru: Mengapa Anda tidak menempatkan putra Raja Cheng sebagai kaisar?
Zhu Di: Negara membutuhkan penguasa yang dewasa.
Fang Xiaoru: Mengapa Anda tidak menempatkan adik Raja Cheng sebagai kaisar?
Zhu Di: Ini adalah urusan keluarga saya, Tuan tidak perlu khawatir.
Akhirnya, Zhu Di dengan sungguh-sungguh meminta Fang Xiaoru untuk menyusun draf maklumat kenaikan takhtanya dan memberikan pena serta tinta kepadanya. Fang Xiaoru hanya menulis empat karakter: "Yan Ze Cuan Wei" (燕賊纂位), yang berarti "Pencuri dari Yan merebut takhta." Zhu Di sangat murka dan mengancam akan memusnahkan sembilan klannya. Namun, Fang Xiaoru membalas, "Bahkan jika Anda memusnahkan 'sepuluh klan', saya tidak akan bersekutu dengan pemberontak!"
4. Eksekusi dan Pemusnahan Sepuluh Klan
Penolakan Fang Xiaoru yang berani berujung pada salah satu hukuman paling brutal dalam sejarah Tiongkok, yang dikenal sebagai "pemusnahan sepuluh klan".
4.1. Pertemuan dengan Kaisar Yongle
Setelah Fang Xiaoru menuliskan "燕賊篡位" dan menolak untuk bekerja sama, Kaisar Yongle yang murka memerintahkan agar mulut Fang Xiaoru disobek hingga ke telinga dan kedua telinganya dipotong. Meskipun demikian, Fang Xiaoru hanya menatap tajam ke arah Zhu Di, menahan rasa sakitnya. Zhu Di kemudian memerintahkan penangkapan seluruh kerabat Fang Xiaoru. Mereka dibawa ke tempat eksekusi dan dipenggal satu per satu di hadapan Fang Xiaoru. Meskipun terus-menerus diancam untuk menulis maklumat, Fang Xiaoru tetap teguh pada prinsipnya, dan pembersihan itu berlanjut sepanjang malam.
4.2. Hukuman 'Pemusnahan Sepuluh Klan'
Zhu Di akhirnya mengeksekusi kesembilan klan Fang Xiaoru. Namun, kemarahannya belum reda. Ia kemudian menangkap murid-murid, senior, teman-teman, dan pengikut Fang Xiaoru, menggolongkan mereka sebagai 'klan kesepuluh', dan memenggal kepala mereka. Akibatnya, total 873 orang yang terkait dengan Fang Xiaoru dieksekusi, dan tak terhitung banyaknya yang diasingkan. Hukuman ini dikenal sebagai Zhulian Shizu (誅連十族), atau "pemusnahan sepuluh klan". Fang Xiaoru dipaksa menyaksikan semua kekejaman ini satu per satu sebelum akhirnya ia sendiri dieksekusi.
4.3. Puisi Perpisahan dan Momen Terakhir
Tepat sebelum eksekusinya, saat ia diseret keluar menuju Gerbang Jubao (聚寶門), Fang Xiaoru meninggalkan puisi perpisahan yang dikenal sebagai "Jue Ming Shi" (絕命詩):
| Original Text | Indonesian Translation |
|---|---|
| 天降亂離兮、孰知其由 | Langit menurunkan kekacauan dan perpisahan, siapa yang tahu mengapa? |
| 奸臣得計兮、謀国用猷 | Tiga ikatan (penguasa-menteri, ayah-anak, suami-istri) berubah tempat, empat kebajikan (kesopanan, kebenaran, integritas, rasa malu) tidak ditegakkan. |
| 忠臣発憤兮、血涙交流 | Daging dan darah saling membunuh, kerabat terdekat menjadi musuh. |
| 以此殉君兮、抑有何求 | Menteri pengkhianat mendapatkan rencana, dan menggunakan tipu daya untuk menguasai negara. |
| 嗚呼哀哉兮、庶不我尤 | Pejabat setia meluapkan kemarahan, darah dan air mata mengalir bersama. |
Fang Xiaoru dieksekusi pada usia 46 tahun.
5. Karya Tulis dan Pencapaian Akademik
Fang Xiaoru adalah seorang sarjana yang produktif, meskipun sebagian besar karyanya dihancurkan setelah kematiannya.

5.1. Ideologi Konfusianisme dan Aliran Pemikiran
Fang Xiaoru adalah seorang sarjana-birokrat Konfusianisme ortodoks yang terkenal karena melanjutkan aliran Jinhua dari Zhu Xi. Ia sangat percaya pada prinsip-prinsip Konfusianisme, khususnya dalam konsep "jalan raja" (王道) dan pencapaian "perdamaian abadi" (太平). Baginya, ini bukan hanya teori abstrak, tetapi misi pribadi yang harus diwujudkan melalui pemerintahan yang adil dan berlandaskan kebajikan. Ia mengadvokasi reformasi yang bertujuan untuk melunakkan kebijakan keras pendahulunya, Kaisar Hongwu, dan secara parsial melonggarkan otokrasi kekaisaran, dengan keyakinan bahwa hal ini akan membawa stabilitas dan dukungan dari kalangan terpelajar.
5.2. Karya Utama dan Pemusnahannya
Karya-karya utama Fang Xiaoru meliputi:
- Zhouli Bianzheng (周禮辨正)
- Xunzhizhai Ji (遜志齋集) (24 jilid)
- Zhouli Kaocha (周禮考次)
- Dayi Zhici (大易枝辭)
- Wuwang Jiexu Zhu (武王戒書註)
- Songshi Yaoyan (宋史要言)
- Diwang Jiminglu (帝王基命錄)
- Wentong (文統)
Sayangnya, sebagian besar karya-karya ini diperintahkan untuk dibakar oleh Kaisar Yongle setelah eksekusinya, sebagai bagian dari upaya untuk menghapus warisan intelektualnya. Akibatnya, hanya sebagian kecil dari karya-karyanya yang bertahan hingga kini, termasuk Xunzhizhai Ji dan kumpulan esai Fang Zhengxue Wenji (方正學文集).
6. Evaluasi dan Warisan
Reputasi Fang Xiaoru sebagai simbol kesetiaan dan integritas telah bertahan selama berabad-abad, meskipun ada pula pandangan kritis terhadap tindakannya.
6.1. Reputasi sebagai Pejabat Setia
Di Korea dan Jepang, Fang Xiaoru umumnya dianggap sebagai pejabat yang setia dan berintegritas tinggi. Di kemudian hari, bahkan di Dinasti Ming sendiri, ia mulai dihormati sebagai seorang loyalis yang mulia. Kaisar Hongguang dari Dinasti Ming Selatan menganugerahkan gelar anumerta "Wenzheng" (文正) kepadanya, sebuah gelar yang diberikan kepada sarjana-pejabat yang memiliki karakter dan integritas moral yang luar biasa. Ia sering dibandingkan dengan Sayuksin (Enam Martir) dari Dinasti Joseon di Korea, yang juga dieksekusi karena menolak untuk melayani seorang kaisar yang merebut takhta dari keponakannya. Raja Sukjong dari Joseon bahkan pernah menyatakan, "Apa bedanya Enam Martir dengan Fang Xiaoru dari Ming?"
6.2. Perspektif Kritis
Meskipun sebagian besar dihormati, ada pula kritik terhadap Fang Xiaoru. Beberapa pihak mengkritik kepribadiannya yang terlalu kaku dan teguh, yang menyebabkan kematian ribuan kerabat dan pengikutnya secara brutal. Mereka berpendapat bahwa kekukuhannya yang ekstrem, meskipun menunjukkan integritas, juga membawa konsekuensi yang mengerikan bagi orang-orang di sekitarnya. Profesor Park No-ja, seorang sejarawan Korea-Rusia, mengkritik moralisme Fang Xiaoru sebagai "sekadar justifikasi bagi kelas penguasa." Ia mempertanyakan relevansi moralisme tersebut bagi petani biasa, yang mungkin tidak terlalu peduli siapa yang mengumpulkan pajak dari mereka.
6.3. Penghormatan dan Pengaruh di Kemudian Hari
Di Fujian, Fang Xiaoru, bersama dengan Tie Xuan dan Jing Qing, dihormati sebagai dewa yang dikenal sebagai Sanfu Qiansui (三府千岁; "tiga rumah, seribu tahun") atau Sanwang (三王; "tiga raja"), dalam praktik pemujaan Wang Ye. Penghormatan ini menunjukkan betapa dalam pengaruhnya dalam budaya rakyat setempat sebagai simbol kesetiaan dan keberanian. Makam Fang Xiaoru terletak di Uhuatai, Nanjing, dan menjadi tempat penghormatan bagi banyak orang.
7. Hubungan Keluarga
Keluarga Fang Xiaoru menghadapi nasib tragis akibat kesetiaannya.
7.1. Nasib Keluarga
Fang Xiaoru memiliki seorang kakak laki-laki, Fang Xiaowen (方孝聞), seorang adik laki-laki, Fang Xiaoyou (方孝友), serta dua putra dan dua putri. Namun, karena hukuman Zhulian Shizu, seluruh keluarganya dieksekusi, dan garis keturunannya secara resmi terputus. Adiknya, Fang Xiaoyou, menulis puisi improvisasi saat bertemu kakaknya di penjara:
Fang Xiaoyou: Mengapa Kakak meneteskan air mata?
Mencapai kebenaran dan menjadi manusia mulia ada di sini.
Tiang dan kepala pilar akan tetap ada ribuan tahun kemudian,
Bersandar padanya, jiwa kita akan kembali bersama ke kampung halaman.
Istri Fang Xiaoru, Nyonya Zheng, ada yang mengatakan ia bunuh diri dengan racun untuk menghindari malapetaka. Namun, catatan lain menyebutkan bahwa ia menyaksikan nasib suaminya yang mengerikan, meneteskan air mata, dan tetap teguh pada kesetiaannya sebelum akhirnya dipenggal. Kedua putri Fang Xiaoru, yang masih di bawah umur saat Zhulian Shizu terjadi, dilaporkan melompat ke sungai Huai dan tenggelam saat mereka dibawa melewati sungai tersebut.
8. Item Terkait
8.1. Tokoh dan Peristiwa Terkait
- Kaisar Jianwen
- Kampanye Jingnan
- Kaisar Yongle