1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Kehidupan awal Hisayuki Machii ditandai oleh percampuran budaya dan pengalaman yang membentuk karirnya di dunia bawah tanah Jepang.
1.1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
Hisayuki Machii, yang lahir dengan nama Jeong Geon-yeong, dilahirkan di Tokyo, Kekaisaran Jepang, tepatnya di Minami-Sakuma Cho, Distrik Shiba, pada tahun 1923. Menurut istrinya, Yasuyo, ia adalah generasi pertama Korea yang lahir di Jepang. Saat masih kecil, ibunya menitipkannya kepada neneknya di Seoul, yang pada waktu itu berada di bawah pendudukan Kekaisaran Jepang dan dikenal sebagai Keijō. Ia kembali ke Tokyo ketika berusia tiga belas tahun. Setelah Perang Dunia II, Machii sempat menempuh pendidikan di Universitas Senshu pada tahun 1943, namun ia memutuskan untuk keluar dari universitas tersebut.
1.2. Aktivitas Awal
Setelah keluar dari universitas, Machii terlibat dalam pasar gelap yang berkembang pesat di Jepang pasca-perang. Pada periode ini, ia mendirikan perusahaan-perusahaan seperti "Chuo Shokai" (sebuah perusahaan penanganan insiden) dan "Chuo Kogyosha" (sebuah perusahaan hiburan). Pendirian perusahaan-perusahaan ini didorong oleh fakta bahwa pada masa itu, warga negara Jepang tidak dapat mencairkan PD (semacam cek yang diterbitkan untuk pengadaan GHQ) sebelum jatuh tempo. Oleh karena itu, banyak perusahaan serupa didirikan di Shinbashi, dekat loket penukaran, dan mereka memperoleh keuntungan besar dari dolar pasar gelap yang beredar di kalangan masyarakat sipil. Perusahaan-perusahaan ini menjadi dasar bagi pembentukan guren-tai (kelompok jalanan) yang dikenal sebagai Machii Ikka, atau Kanto Machii Ikka. Pada tahun 1948, ia telah membentuk gengnya sendiri, Tosei-kai, yang kemudian menjadi sangat berpengaruh.
2. Pendirian dan Aktivitas Tosei-kai
Tosei-kai, di bawah kepemimpinan Hisayuki Machii, tumbuh menjadi salah satu organisasi yakuza paling dominan di Jepang pasca-perang, dengan pengaruh yang meluas di berbagai sektor masyarakat dan ekonomi.
2.1. Pendirian Tosei-kai dan Ideologi
Pada tahun 1947, Hisayuki Machii mendirikan Tosei-kai di Ginza, Tokyo, dengan Machii Ikka sebagai cikal bakalnya. Pembentukan organisasi ini dipicu oleh pertemuannya dengan Cho Neung-joo, yang membuatnya menganut ideologi "Asia Raya". Tosei-kai didirikan dengan filosofi "mendengarkan suara Asia", yang mencerminkan pandangan Machii tentang pentingnya peran Asia dalam tatanan dunia. Salah satu tujuan tersembunyi dari pembentukan Tosei-kai adalah untuk mengimbangi pengaruh Liga Korea di Jepang (sekarang Asosiasi Umum Korea di Jepang). Meskipun Machii kemudian memperoleh kewarganegaraan Korea Selatan setelah pendirian Republik Korea, ia tetap tinggal di Jepang.
2.2. Ekspansi Kekuatan dan Pengaruh
Tosei-kai mengalami pertumbuhan pesat, dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 1.500 orang pada awal tahun 1960-an, dan bahkan mencapai 1.600 orang menurut beberapa sumber. Organisasi ini mendirikan cabang di berbagai kota di Jepang, termasuk Yokohama, Fujisawa, Hiratsuka, Chiba, Kawaguchi, dan Takasaki. Tosei-kai menjadi begitu kuat di Tokyo sehingga mereka dikenal sebagai "polisi Ginza". Ekspansi kekuasaan yang cepat ini menyebabkan kelompok-kelompok yakuza lain bersatu untuk menghadapinya, membuat Tosei-kai berada dalam posisi terisolasi. Selain itu, Tosei-kai juga menghadapi penindasan intensif dari kepolisian, yang mengakibatkan banyak anggota seniornya ditangkap. Menanggapi situasi ini, pada tahun 1963, melalui mediasi Yoshio Kodama, Machii menjadi `kyodai` (adik angkat) dari Kazuo Taoka, pemimpin Yamaguchi-gumi generasi ketiga, yang memungkinkan Yamaguchi-gumi untuk beroperasi di Tokyo.
2.3. Aktivitas di Bawah Pendudukan Amerika
Selama periode pendudukan Amerika Serikat di Jepang, Hisayuki Machii, seperti Yoshio Kodama yang juga merupakan tokoh berpengaruh di dunia yakuza, menjalin hubungan baik dengan otoritas pendudukan Amerika Serikat. Hubungan ini didasari oleh sikap anti-komunis Machii yang kuat. Anggota Tosei-kai sering digunakan sebagai pemecah pemogokan selama tahun-tahun pendudukan. Machii sendiri bekerja sama dengan Korps Kontra Intelijen Amerika Serikat. Sementara para pemimpin yakuza Jepang dipenjara atau diawasi ketat oleh pasukan pendudukan Amerika, yakuza Korea bebas mengambil alih pasar gelap yang menguntungkan. Namun, Machii memilih untuk tidak bersaing dengan bos-bos yakuza Jepang, melainkan menjalin aliansi dengan mereka, dan sepanjang karirnya, ia tetap dekat dengan Kodama dan Taoka.
Kerajaan bisnis Machii yang luas mencakup pariwisata, hiburan, bar dan restoran, prostitusi, serta impor minyak. Ia dan Kodama memperoleh kekayaan besar dari investasi properti saja. Yang lebih penting, ia menjadi perantara kesepakatan antara pemerintah Korea Selatan dan yakuza, yang memungkinkan para kriminal Jepang untuk mendirikan jaringan kejahatan di Korea. Berkat Machii, Korea menjadi "rumah kedua" bagi yakuza. Sesuai dengan perannya sebagai perantara antara dunia bawah tanah kedua negara, Machii diizinkan untuk mengakuisisi layanan feri terbesar antara Shimonoseki, Jepang, dan Busan, Korea Selatan, yang merupakan rute terpendek antara kedua negara.
3. Hubungan dan Insiden Penting
Hisayuki Machii terlibat dalam berbagai hubungan strategis dan insiden krusial yang membentuk lintasan karirnya dan memengaruhi lanskap politik serta kriminal di Jepang dan Korea.
3.1. Hubungan dengan Yamaguchi-gumi dan Kodama
Sebagai tokoh sentral dalam dunia bawah tanah Jepang, Hisayuki Machii menjalin aliansi strategis dengan figur-figur yakuza terkemuka. Hubungannya dengan Kazuo Taoka, pemimpin Yamaguchi-gumi generasi ketiga, sangat signifikan; Machii menjadi `kyodai` (adik angkat) Taoka pada tahun 1963 melalui mediasi Yoshio Kodama. Kemitraan ini memungkinkan Yamaguchi-gumi untuk beroperasi di Tokyo dan memperkuat posisi Tosei-kai di tengah tekanan dari kelompok yakuza lain dan kepolisian. Machii juga mempertahankan hubungan erat dengan Kodama sepanjang karirnya, yang kemudian menjadi ketua di salah satu organisasi front bisnis Machii, Toa Sogo Kigyo.
3.2. Insiden Penembakan Tanaka Seigen
Pada tanggal 9 November 1963, sekitar pukul 18.09, Tanaka Seigen, seorang politisi, ditembak di jalan di depan Tokyo Kaikan oleh Kinoshita Rikuo, seorang anggota Tosei-kai. Insiden ini terjadi saat Tanaka sedang dalam perjalanan pulang dari pesta peluncuran buku di Tokyo Kaikan. Kepolisian mencurigai adanya keterlibatan Machii di balik insiden tersebut dan menangkapnya dengan tuduhan kepemilikan senjata api secara ilegal sebagai "penangkapan terpisah". Namun, kepolisian tidak dapat mendakwa Machii atas keterlibatan langsung dalam penembakan tersebut, dan ia akhirnya tidak dituntut. Dalam otobiografinya, Tanaka Seigen menulis bahwa Kinoshita Rikuo melakukan penembakan tersebut atas perintah dan bayaran dari Yoshio Kodama.
3.3. Penculikan Kim Dae-jung
Hisayuki Machii secara luas diyakini telah membantu KCIA dalam penculikan Kim Dae-jung, pemimpin oposisi Korea Selatan saat itu, dari sebuah hotel di Tokyo pada tahun 1973. Kim Dae-jung diculik dan dibawa ke laut, di mana ia diikat, disumpal, ditutup matanya, dan dipasangi pemberat agar tubuhnya tidak pernah muncul ke permukaan. Peristiwa ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan menimbulkan ketegangan diplomatik antara Jepang dan Korea Selatan, serta mengancam stabilitas politik di kawasan tersebut. Dugaan keterlibatan Machii dalam insiden ini menyoroti jangkauan pengaruhnya yang melampaui batas-batas kriminalitas biasa dan masuk ke ranah politik internasional.
4. Pembubaran dan Restrukturisasi Tosei-kai
Di tengah tekanan yang meningkat dari kepolisian, Hisayuki Machii mengambil langkah untuk membubarkan Tosei-kai, namun dengan cepat membentuk organisasi pengganti yang beroperasi di bawah payung hukum, menandai transisi dari aktivitas kriminal terbuka ke ranah bisnis yang lebih legal.
4.1. Pembubaran Tosei-kai
Pada Februari 1964, Badan Kepolisian Nasional Jepang mendirikan "Markas Besar Penumpasan Kejahatan Kekerasan Terorganisir" dan melancarkan operasi penumpasan yakuza secara nasional yang dikenal sebagai "Operasi Puncak Pertama". Dalam operasi ini, Tosei-kai di bawah Machii ditetapkan sebagai salah satu dari 10 organisasi yakuza besar yang menjadi target utama kepolisian. Ke-10 organisasi tersebut adalah:
Organisasi | Markas |
---|---|
Yamaguchi-gumi | Kobe |
Hondakai | Kobe |
Yanagawa-gumi | Osaka |
Kinseikai | Atami |
Matsubakai | Tokyo |
Sumiyoshikai | Tokyo |
Nihon Kokusui-kai | Tokyo |
Tosei-kai | Tokyo |
Nihon Gijin-to | Kawasaki |
Hokusei-kai | Tokyo |
Karena tekanan polisi yang semakin intensif, pada tanggal 1 September 1966, Machii mengumumkan pembubaran Tosei-kai. Seminggu kemudian, upacara pembubaran diadakan di Ikegami Honmon-ji di Tokyo. Dengan demikian, Machii secara resmi menarik diri dari panggung depan masyarakat yakuza.
4.2. Pembentukan Organisasi Depan
Setelah pembubaran Tosei-kai, Machii tidak sepenuhnya meninggalkan aktivitasnya. Pada April 1967, ia merekonstruksi Tosei-kai dalam bentuk yang lebih berorientasi bisnis, yaitu "Toa Yuai Jigyo Kyodo Kumiai" (Asosiasi Koperasi Bisnis Persahabatan Asia Timur), dan ia sendiri menjabat sebagai ketua kehormatan. Dikatakan bahwa Machii terus menyediakan dana untuk Toa Yuai Jigyo Kyodo Kumiai dan memegang kendali atas urusan kepegawaiannya. Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi "Toa Yuai Jigyo Kumiai".
Selanjutnya, Machii mendirikan Toa Sogo Kigyo (Perusahaan Usaha Bersama Asia Timur), dengan Yoshio Kodama sebagai ketuanya. Toa Sogo Kigyo mengoperasikan restoran Jepang "Hien" di Ginza. Pada tahun 1968, Machii dianugerahi Orde Jasa Nasional kelas Camellia oleh pemerintah Korea Selatan. Setahun kemudian, ia mendirikan dan meluncurkan Pugwan Ferry Co., Ltd. Pada tahun 1971, ia diangkat sebagai penasihat di markas besar Mindan (Asosiasi Warga Korea di Jepang). Toa Yuai Jigyo Kumiai, yang umumnya dikenal sebagai Toa-kai, masih menjadi geng yakuza aktif di Jepang dengan perkiraan 1.000 anggota, dan sebagian besar anggotanya masih merupakan etnis Korea, berkat Machii yang membuka jalan bagi keterlibatan Korea dalam dunia bawah tanah Jepang. Machii sendiri pensiun pada tahun 1980-an.
5. Aktivitas Bisnis Lanjutan dan Masalah Hukum
Setelah membubarkan organisasi yakuza resminya, Hisayuki Machii mengalihkan fokusnya ke berbagai usaha bisnis yang lebih legal, meskipun ia tetap menghadapi tantangan finansial dan masalah hukum yang signifikan.
5.1. Proyek Gedung Terminal TSK/CCC
Pada Juli 1973, Toa Sogo Kigyo Co., Ltd. membuka TSK・CCC Terminal Building di Roppongi. Pendanaan untuk proyek ini sangat kompleks: Korea Exchange Bank cabang Tokyo memberikan jaminan pembayaran sekitar 60.00 B JPY kepada Toa Sogo Kigyo Co., Ltd. Berdasarkan jaminan pembayaran tersebut, Toa Sogo Kigyo Co., Ltd. menerima pinjaman sebesar 54.00 B JPY dari Nippon Fudosan Bank (yang kemudian berganti nama menjadi Nippon Credit Bank setelah kebangkrutan akibat gelembung ekonomi, dan sekarang menjadi Aozora Bank). Toa Sogo Kigyo Co., Ltd. menginvestasikan 33.00 B JPY untuk proyek pengembangan komprehensif di Nasu Kogen dan Shirakawa Kogen, serta 21.00 B JPY untuk pembangunan Gedung Terminal TSK/CCC.
Pembangunan Gedung Terminal TSK/CCC ini memiliki tujuan utama untuk menampilkan Machii sebagai "orang sukses di masyarakat umum" dan untuk memisahkan diri dari citra aktivitas ilegal yakuza. Oleh karena itu, anggota Tosei-kai dilarang keras memasuki kantor Toa Sogo Kigyo dan perusahaan-perusahaan grupnya yang berada di gedung perkantoran TSK/CCC Terminal Building.
5.2. Kebangkrutan dan Masalah Hukum
Meskipun upaya untuk membangun citra bisnis yang sah, Machii dan perusahaannya menghadapi masalah finansial dan hukum. Terkait pengembangan Shirakawa Kogen, pada tanggal 5 Juli 1976, tiga orang termasuk Kurosawa Katsutoshi dari Toa Sogo Kigyo ditangkap atas tuduhan penyuapan sebesar 5.00 M JPY kepada Kimura Morie, Gubernur Prefektur Fukushima. Pada tanggal 6 Agustus di tahun yang sama, Kimura Morie sendiri ditangkap oleh Kantor Kejaksaan Distrik Fukushima atas tuduhan suap. Machii juga diinterogasi secara sukarela.
Akhirnya, pada Juni 1977, Toa Sogo Kigyo mengalami kebangkrutan karena gagal membayar tagihan. Setelah peristiwa ini, Machii hampir tidak pernah muncul di depan umum dan menghabiskan hari-harinya mengasingkan diri di apartemennya dekat Gedung Terminal TSK/CCC.
Pada akhir abad ke-20, menyusul meningkatnya permintaan perjalanan di Korea Selatan karena pertumbuhan ekonomi negara tersebut, perusahaan feri Pugwan Ferry yang melayani rute Busan-Shimonoseki mencoba untuk berekspansi ke pulau Kyushu. Namun, proyek tersebut akhirnya dibatalkan. Beberapa artikel dari masa itu mengungkapkan bahwa hampir 70 anggota Toa-kai ditembak atau ditikam dalam seminggu di Tokyo. Sangat diyakini bahwa para pelaku, dari dunia bawah tanah, adalah anggota Kudo-kai (yang menguasai Pelabuhan Kokura) atau Dojin-kai (yang menguasai sebagian besar pelabuhan di Kyushu barat). Teori Dojin-kai, yang menyatakan bahwa Dojin-kai mencoba memaksa Toa-kai untuk bekerja sama dalam perdagangan narkoba tetapi Toa-kai menolaknya, dan kemudian serangan massal dimulai dan berlanjut sampai Toa-kai memutuskan untuk meninggalkan proyek tersebut dan membayar sejumlah besar "uang penyelesaian" kepada Dojin-kai, lebih dipercaya. Hal ini karena jenis serangan geng ini secara historis adalah spesialisasi Dojin-kai, bukan Kudo-kai. Spekulasi muncul bahwa jika Machii masih aktif, hal ini tidak akan pernah terjadi; pada saat itu, Toa-kai dipimpin oleh Morihiro Okita, presiden generasi ketiga dengan reputasi buruk di kalangan anggota karena kepemimpinannya yang buruk. Kantor Pugwan Ferry di Pelabuhan Hiroshima dibuka pada tahun 2002 dan aktif hingga 2005 sebelum ditutup. Kantor Shimonoseki masih aktif hingga saat ini.
6. Kehidupan Pribadi dan Reputasi
Hisayuki Machii dikenal dengan julukan-julukan yang mencerminkan kepribadiannya yang kuat, serta memiliki hubungan pribadi yang luas dan pengaruh tersembunyi dalam komunitas Korea di Jepang.
6.1. Julukan dan Hubungan Pribadi
Di masa mudanya, Hisayuki Machii dikenal dengan julukan "Macan Ginza" (銀座の虎Ginza no ToraBahasa Jepang) dan "Banteng" atau "Banteng Liar" (猛牛MōgyūBahasa Jepang), yang mencerminkan kekuatan dan keganasannya dalam dunia bawah tanah. Machii memiliki hubungan dekat dengan Mita Yoshiko, seorang aktris terkenal, bersama dengan Yoshio Kodama. Mita Yoshiko bahkan menghadiri resepsi pembukaan Gedung Terminal TSK/CCC.
6.2. Pengaruh dalam Komunitas Korea di Jepang (Zainichi)
Meskipun ia adalah sosok dari dunia bawah tanah, Machii memiliki pengaruh yang tersembunyi namun signifikan dalam komunitas etnis Korea yang tinggal di Jepang (Zainichi). Ia dikenal sebagai pendukung di balik layar bagi atlet-atlet dari komunitas Zainichi. Perannya sebagai penasihat di markas besar Mindan (Asosiasi Warga Korea di Jepang) juga menunjukkan posisinya yang berpengaruh dalam komunitas tersebut. Ia dianggap telah membuka jalan bagi keterlibatan etnis Korea dalam dunia bawah tanah Jepang.
7. Kematian dan Warisan
Tahun-tahun terakhir Hisayuki Machii ditandai oleh masalah kesehatan, dan kematiannya menutup babak dalam sejarah dunia bawah tanah Jepang, meninggalkan warisan yang kompleks dan kontroversial.
7.1. Kematian
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Hisayuki Machii menderita diabetes yang parah, sehingga ia menjadi sangat lemah dan kehilangan citra "banteng" yang pernah melekat padanya. Ia meninggal dunia pada tanggal 14 September 2002, sekitar pukul 05.00 pagi, di sebuah rumah sakit di Tokyo karena gagal jantung. Ia wafat pada usia 79 tahun. Tiga hari kemudian, pada tanggal 17 September, upacara semayamannya diadakan, dan pada tanggal 18 September, upacara pemakaman hanya untuk kerabat dekat diadakan di kediamannya di Roppongi. Makamnya berada di Ikegami Honmon-ji, Distrik Ota, Tokyo.
7.2. Warisan dan Evaluasi
Hisayuki Machii meninggalkan warisan yang kompleks, mencerminkan perannya sebagai tokoh sentral dalam dunia bawah tanah Jepang pasca-perang dan pengaruhnya yang meluas. Aktivitasnya, mulai dari keterlibatan di pasar gelap hingga pendirian Tosei-kai dan transisi ke bisnis "legal", mencerminkan dinamika masyarakat Jepang yang bergejolak pada masa itu. Perannya dalam budaya yakuza sangat signifikan, karena ia membuka jalan bagi keterlibatan etnis Korea dalam dunia tersebut.
Namun, warisannya juga ditandai oleh kontroversi, terutama dugaan keterlibatannya dalam penculikan Kim Dae-jung, yang menjadi noda hitam dalam catatan hak asasi manusia dan stabilitas politik regional. Meskipun ia memiliki pengaruh tersembunyi dan memberikan dukungan kepada komunitas Zainichi, terutama atlet, kontribusinya harus dilihat dalam konteks aktivitasnya sebagai pemimpin organisasi kriminal. Secara keseluruhan, Hisayuki Machii adalah sosok yang mencerminkan kompleksitas sejarah pasca-perang Jepang, di mana batas antara legalitas dan ilegalitas seringkali kabur, dan individu-individu kuat dapat memengaruhi arah masyarakat dari balik layar.