1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang Keluarga
1.1. Kelahiran dan Hubungan Keluarga
Franco lahir secara prematur di laut, di atas sebuah kapal yang berlayar antara Salvador dan Rio de Janeiro, dan pendaftarannya dilakukan di Salvador. Nama ayahnya adalah Cautiero, sedangkan ibunya bernama Itália, yang berarti "Italia" dalam bahasa Portugis. Ayah Franco meninggal sebelum kelahirannya.
Dari pihak ayah, ia memiliki keturunan sebagian Jerman (keluarga Stiebler dari Minas Gerais), sementara dari pihak ibu, ia memiliki keturunan Italia, dengan kedua kakek-nenek dari pihak ibunya beremigrasi ke Brasil dari Italia. Anak laki-laki itu diberi nama Itamar, yang merupakan kombinasi dari nama kapal "Ita" dan kata "mar" (laut) dalam bahasa Portugis. Keluarganya berasal dari Juiz de Fora, Minas Gerais, tempat ia tumbuh besar.
1.2. Pendidikan dan Kegiatan Awal
Itamar Franco tumbuh di Juiz de Fora, Minas Gerais. Ia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Federal Juiz de Fora (UFJF), dan pada tahun 1955, ia berhasil lulus sebagai insinyur sipil dari Sekolah Teknik Juiz de Fora, sebuah lembaga yang berafiliasi dengan UFJF.
2. Karier Politik
Itamar Franco memulai karier politiknya pada pertengahan tahun 1950-an dan secara bertahap memegang berbagai jabatan penting, termasuk sebagai wakil presiden dan presiden, serta melanjutkan aktivitas politiknya setelah masa kepresidenan.

2.1. Awal Karier Politik dan Kegiatan sebagai Senator
Itamar Franco memasuki dunia politik pada pertengahan 1950-an. Ia pertama kali menjabat sebagai anggota dewan dan wakil wali kota Juiz de Fora, sebelum akhirnya terpilih sebagai wali kota kota tersebut dalam dua periode (1967 hingga 1971 dan kembali pada 1973 hingga 1974). Pada tahun 1974, ia mengundurkan diri sebagai wali kota dan berhasil mencalonkan diri sebagai Senator Federal, mewakili negara bagian Minas Gerais.
Ia dengan cepat menjadi tokoh senior dalam Gerakan Demokratik Brasil (Movimento Democrático BrasileiroBahasa Portugis, MDB), yang merupakan oposisi resmi terhadap rezim militer yang memerintah Brasil dari tahun 1964 hingga 1985. Franco menjabat sebagai wakil pemimpin MDB pada tahun 1976 dan 1977. Ia terpilih kembali sebagai senator pada tahun 1982. Namun, ia dikalahkan dalam upaya untuk terpilih sebagai Gubernur Minas Gerais pada tahun 1986 sebagai kandidat dari Partai Liberal (PL).
Selama masa jabatannya sebagai senator, ia adalah salah satu tokoh kunci dalam inisiatif (yang kemudian gagal) untuk segera memulihkan pemilihan umum langsung bagi presiden. Ia juga menjabat sebagai pemimpin PL di majelis tersebut. Sebagai anggota Majelis Konstituen Nasional yang dimulai pada 1 Februari 1987, Franco memberikan suaranya untuk memutuskan hubungan antara Brasil dan negara-negara yang menerapkan kebijakan diskriminasi rasial (seperti kasus Afrika Selatan saat itu), pembentukan writ of mandamus kolektif, pembayaran 50% lebih untuk upah lembur setelah 40 jam kerja per minggu, legalisasi aborsi, shift terus-menerus enam jam dengan pemberitahuan proporsional terhadap masa kerja, kesatuan serikat pekerja, kedaulatan rakyat, nasionalisasi subsoil, nasionalisasi sistem keuangan yang membatasi pembayaran beban utang luar negeri, dan penciptaan dana untuk mendukung reformasi agraria. Sementara itu, ia menentang usulan untuk memperkenalkan kembali hukuman mati, mengkonfirmasi sistem presidensial, dan perpanjangan masa jabatan Presiden José Sarney, yang ia tentang dan serukan untuk diberhentikan karena dugaan korupsi. Ironisnya, ketika Franco menjadi presiden, Sarney kemudian menjadi salah satu sekutunya.
2.2. Masa Jabatan Wakil Presiden (1990-1992)
Pada tahun 1989, Franco meninggalkan PL dan bergabung dengan Partai Rekonstruksi Nasional (PRN) yang kecil untuk dipilih sebagai calon wakil presiden mendampingi kandidat presiden Fernando Collor de Mello. Salah satu alasan utama di balik pemilihan Franco adalah karena ia mewakili salah satu negara bagian terbesar (berbeda dengan Collor, yang berasal dari negara bagian kecil Alagoas), dan publisitas yang ia peroleh selama seruannya untuk pemakzulan terhadap Presiden José Sarney atas dugaan korupsi. Collor dan Franco memenangkan pemilihan yang sangat ketat melawan seorang politikus yang kemudian menjadi Presiden (2003-2010), yaitu Luiz Inácio Lula da Silva.

Setelah menjabat, Franco berselisih dengan Collor, mengancam untuk mengundurkan diri beberapa kali, karena ia tidak setuju dengan beberapa kebijakan Presiden, terutama mengenai privatisasi, dan ia secara terbuka menyuarakan oposisinya. Pada Selasa, 29 September 1992, Collor didakwa dengan korupsi dan dimakzulkan oleh Kongres. Menurut Konstitusi Brasil, kekuasaan seorang presiden yang dimakzulkan ditangguhkan selama 180 hari. Dengan demikian, Franco menjadi pelaksana tugas presiden pada 2 Oktober 1992. Collor mengundurkan diri pada 29 Desember ketika jelas bahwa Senat akan menghukum dan memberhentikannya, dan pada saat itulah Franco secara resmi menjabat sebagai presiden. Ketika ia menjadi pelaksana tugas presiden, meskipun telah menjabat wakil presiden selama hampir tiga tahun, survei menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk tidak mengenalnya.
2.3. Masa Jabatan Presiden (1992-1995)
Masa jabatan Itamar Franco sebagai presiden ditandai oleh upaya stabilisasi ekonomi dan politik yang signifikan, serta kontribusinya terhadap hubungan internasional Brasil.
2.3.1. Kebijakan Domestik dan Gaya Kepemimpinan

Franco mengambil alih kekuasaan saat Brasil berada di tengah krisis ekonomi yang parah, dengan inflasi mencapai 1.110% pada tahun 1992 dan melonjak hampir 2.400% pada tahun 1993. Franco dikenal sebagai pemimpin yang tidak dapat diprediksi, namun ia memilih Fernando Henrique Cardoso sebagai Menteri Keuangan, yang kemudian meluncurkan "Plano Real" yang menstabilkan ekonomi dan mengakhiri inflasi.
Dalam sebuah tindakan yang tidak biasa, sesaat sebelum menjabat, Franco menyerahkan selembar kertas kepada para senator yang berisi daftar kekayaan bersih dan properti pribadinya. Awalnya, tingkat persetujuannya mencapai 60%. Setelah masa kepresidenan Collor yang penuh gejolak, Franco dengan cepat membentuk kabinet yang seimbang secara politik dan mencari dukungan luas di Kongres.
Selama masa kepresidenannya, pada April 1993, Brasil mengadakan referendum yang telah lama diumumkan untuk menentukan sistem politik (tetap republik atau restorasi monarki) dan bentuk pemerintahan (sistem presidensial atau sistem parlementer). Sistem republik dan presidensial masing-masing menang dengan mayoritas besar. Franco sendiri selalu lebih menyukai pemerintahan parlementer. Pada tahun 1993, Franco menolak seruan dari berbagai kantor militer dan sipil untuk membubarkan Kongres, yang oleh beberapa sumber digambarkan sebagai "percobaan kudeta".
Pemerintahannya dipuji karena mengembalikan integritas dan stabilitas dalam pemerintahan, terutama setelah masa kepresidenan Collor yang bermasalah. Presiden sendiri menjaga reputasi kejujurannya, dan gaya pribadinya dipandang sangat berbeda dari Collor, yang mempraktikkan "peran kepresidenan yang imperial dan seremonial". Di sisi lain, perilaku pribadi Franco sendiri terkadang digambarkan sebagai temperamental dan eksentrik. Pada akhir 1993, Franco menawarkan pengunduran diri untuk mengadakan pemilihan umum lebih awal, tetapi Kongres menolaknya. Pada akhir masa jabatannya, tingkat persetujuan kerja Franco melonjak menjadi hampir 80-90%. Hingga Michel Temer pada Mei 2016, Franco tetap menjadi Presiden Brasil terakhir yang tidak terpilih melalui pemilu langsung.
2.3.2. Kebijakan Luar Negeri
Meskipun kadang-kadang digambarkan sebagai "pria dengan keterampilan diplomatik terbatas", Franco dipuji atas peluncuran gagasan zona perdagangan bebas yang mencakup seluruh Amerika Selatan, yang mendapat pujian dari para pemimpin seperti Presiden AS Bill Clinton.
Juga selama pemerintahannya, Brasil meratifikasi pakta-pakta penting, seperti Perjanjian Tlatelolco dan perjanjian quadripartit yang melibatkan Argentina serta Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengenai jaminan penuh, yang menempatkan Brasil pada jalur non-proliferasi senjata nuklir.
2.4. Kegiatan Setelah Meninggalkan Jabatan Presiden
Franco dilarang mencalonkan diri untuk masa jabatan penuh dalam pemilihan umum Brasil 1994. Setiap kali seorang wakil presiden Brasil menjabat sebagian dari masa jabatan presiden, hal itu dihitung sebagai satu masa jabatan penuh, dan pada saat itu presiden Brasil dilarang untuk terpilih kembali secara langsung. Fernando Henrique Cardoso menjadi kandidat resmi (kadang-kadang digambarkan sebagai pilihan Franco) untuk menggantikan Franco dan terpilih sebagai presiden pada akhir 1994. Namun, Franco segera menjadi kritikus keras terhadap pemerintahan Cardoso dan tidak setuju dengan program privatisasi.
Setelah itu, ia menjabat sebagai Duta Besar Brasil untuk Portugal di Lisbon dan kemudian sebagai duta besar untuk Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) di Washington, D.C., hingga tahun 1998.

Franco mempertimbangkan untuk mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan umum Brasil 1998, tetapi akhirnya mundur setelah perubahan konstitusi memungkinkan Cardoso untuk mencalonkan diri lagi. Namun, ia terpilih sebagai Gubernur Minas Gerais pada tahun 1998, mengalahkan petahana yang didukung Cardoso dengan kemenangan telak. Segera setelah menjabat, ia memberlakukan moratorium pembayaran utang negara bagian, yang memperburuk krisis ekonomi nasional. Ini dikenal sebagai tindakan politik untuk menyulitkan Presiden Cardoso. Itamar Franco menjabat sebagai gubernur hingga tahun 2003, menolak untuk mencalonkan diri kembali dan mendukung kandidat pemenang berikutnya, Aécio Neves. Ia kemudian menjabat sebagai duta besar untuk Italia, hingga meninggalkan posisi tersebut pada tahun 2005.
Dalam pemilihan presiden tahun 2002, Franco mendukung Luiz Inácio Lula da Silva, yang kemudian terpilih, meskipun ia sendiri lagi-lagi menolak untuk mencalonkan diri. Pada tahun 2006, setelah gagal mencari nominasi presiden PMDB pada usia 76 tahun, ia mendukung Geraldo Alckmin melawan Lula, meskipun ia kembali dipertimbangkan, meskipun usianya sudah lanjut, sebagai kandidat presiden pada tahun 2010. Franco kemudian mencalonkan diri sebagai Senator dari Minas Gerais, dan memenangkan pemilihan tersebut bersama Neves. Pada saat kematiannya, ia masih menjabat sebagai senator.
3. Kehidupan Pribadi
Franco bercerai pada tahun 1978 dan memiliki dua putri. Sebelum dan selama masa kepresidenannya, ia memiliki reputasi sebagai seorang "playboy", dan kehidupan pribadinya menjadi subjek minat publik yang besar. Ia juga merupakan penulis dari sekitar 19 karya yang diterbitkan, mulai dari diskusi tentang energi nuklir hingga cerita pendek.

4. Kematian
Itamar Franco didiagnosis menderita leukemia dan dirawat di Rumah Sakit Israelita Albert Einstein, di São Paulo, pada 21 Mei 2011. Pada 28 Juni, ulang tahunnya yang ke-81, kondisinya memburuk dan ia menderita pneumonia parah. Ia kemudian dibawa ke unit perawatan intensif (ICU) dan dipasangi ventilasi mekanis. Itamar Franco meninggal pada pagi hari Sabtu, 2 Juli 2011, setelah menderita stroke.
Setelah kematiannya, Presiden Dilma Rousseff menyatakan tujuh hari berkabung nasional. Jenazahnya disemayamkan di kota Juiz de Fora, basis politiknya, dan di Belo Horizonte, ibu kota Minas Gerais. Jasadnya kemudian dikremasi pada Senin, 4 Juli 2011, di Contagem, di wilayah metropolitan kota tersebut.
5. Penilaian dan Warisan
Kehidupan dan pencapaian Itamar Franco telah meninggalkan warisan yang signifikan dalam sejarah Brasil, terutama terkait stabilisasi ekonomi dan pemulihan demokrasi.
5.1. Pencapaian Utama dan Penilaian Positif
Pencapaian utama Itamar Franco selama masa kepresidenannya adalah stabilisasi ekonomi Brasil dan pengakhiran hiperinflasi melalui implementasi Plano Real. Ia menunjuk Fernando Henrique Cardoso sebagai Menteri Keuangan, yang berhasil merumuskan dan menerapkan rencana tersebut, sehingga mengembalikan stabilitas ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh negara. Pemerintahannya juga dipuji karena berhasil mengembalikan integritas dan stabilitas dalam pemerintahan setelah periode yang penuh gejolak di bawah kepemimpinan sebelumnya. Franco sendiri mempertahankan reputasi kejujurannya.
Kontribusinya terhadap pemulihan demokrasi juga sangat signifikan. Ia memastikan kelanjutan republik presidensial setelah referendum konstitusional tahun 1993, dan ia berhasil menahan tekanan untuk membubarkan kongres, yang digambarkan oleh beberapa pihak sebagai "percobaan kudeta". Dalam kebijakan luar negeri, ia dipuji karena meluncurkan gagasan zona perdagangan bebas di seluruh Amerika Selatan, yang mendapat pengakuan dari para pemimpin internasional. Selain itu, Brasil di bawah kepemimpinannya meratifikasi perjanjian-perjanjian penting, seperti Perjanjian Tlatelolco dan perjanjian IAEA tentang jaminan penuh, yang menempatkan negara itu pada jalur non-proliferasi nuklir. Pada akhir masa jabatannya, Franco menikmati tingkat persetujuan publik yang sangat tinggi, mencapai antara 80% hingga 90%.
5.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun memiliki banyak pencapaian positif, Itamar Franco juga menghadapi kritik dan kontroversi. Salah satu isu awal adalah bahwa ketika ia menjadi pelaksana tugas presiden, sebagian besar penduduk Brasil tidak mengenalnya, meskipun ia telah menjabat sebagai wakil presiden selama hampir tiga tahun. Gaya pribadinya juga terkadang digambarkan sebagai temperamental dan eksentrik.
Kontroversi terbesar selama kariernya setelah kepresidenan adalah ketika ia menjabat sebagai Gubernur Minas Gerais. Pada tahun 1999, ia memberlakukan moratorium pembayaran utang negara bagian. Keputusan ini memperburuk krisis ekonomi nasional yang sedang berlangsung dan secara luas dilihat sebagai tindakan politik yang dirancang untuk menyulitkan Presiden Fernando Henrique Cardoso, yang merupakan penerusnya dan mantan Menteri Keuangannya. Meskipun memiliki keterampilan diplomatik yang terbatas, ia tetap berhasil mendorong gagasan zona perdagangan bebas di Amerika Selatan.