1. Kehidupan Awal dan Masuk Istana
Jang Ok-jeong lahir pada 3 November 1659 (tanggal 19 bulan ke-9 kalender lunar) di Sangpyeongbang, Hanseongbu (sekarang wilayah Eunpyeong-gu, Seoul). Ayahandanya adalah Jang Hyeong (장형Jang HyeongBahasa Korea; 1623-1669), seorang mantan 봉사 (봉사BongsaBahasa Korea, pejabat kelas jong 8-pum) di Sa-yeokwon (Kantor Penerjemah Negara), dan ibundanya adalah Lady Yun dari klan Papyeong Yun (파평 윤씨Papyeong Yun-ssiBahasa Korea; 1626-1698), istri kedua Jang Hyeong.
Keluarga Jang Ok-jeong berasal dari kelas Jungin, yang terdiri dari spesialis teknis seperti penerjemah dan dokter. Kakek paternalnya, Jang Eung-in (장응인Jang Eung-inBahasa Korea), adalah seorang penerjemah terkenal pada masa Raja Seonjo dan mencapai posisi Uuijeong (우의정UuijeongBahasa Korea, Penasihat Negara Kanan) secara anumerta. Kakek maternalnya, Yun Seong-rip (윤성립Yun Seong-ripBahasa Korea), adalah seorang penerjemah bahasa Jepang. Pamannya dari pihak ibu, Yun Jeong-seok (윤정석Yun Jeong-seokBahasa Korea), adalah seorang pedagang kain katun di Yukui-jeon, yang menunjukkan kekayaan dan posisi sosial yang signifikan. Saudara laki-laki Jang Ok-jeong, Jang Hui-jae (장희재Jang Hui-jaeBahasa Korea; 1651-1701), juga memiliki karier militer yang sukses, menjabat sebagai Naegeumwi (pengawal kerajaan) pada tahun 1680 dan Podobujang (komandan polisi) pada tahun 1683, bahkan sebelum Jang Ok-jeong menjadi selir raja. Keluarga Jang Ok-jeong, meskipun bukan dari golongan sarjana-pejabat (Yangban), adalah keluarga yang sangat kaya dan berpengaruh melalui peran mereka sebagai penerjemah dan pedagang.
Ok-jeong secara luas dianggap sebagai salah satu wanita tercantik di Joseon, dan pesonanya disebutkan dalam Babad Dinasti Joseon. Ia memasuki istana sebagai seorang Gungnyeo (dayang istana) untuk Ibu Suri Agung Jaui (자의대비Jaui DaebiBahasa Korea), yang merupakan nenek buyut tiri Raja Sukjong. Beberapa catatan menyebutkan ia masuk istana pada usia muda, bahkan sebelum rambutnya dikepang, menunjukkan bahwa ia tidak masuk karena kemiskinan seperti yang sering disalahpahami, melainkan sebagai bagian dari tradisi istana. Pangeran Dongpyeong (동평군Dongpyeong-gunBahasa Korea), sepupu pertama Sukjong, merekomendasikannya.
Saat mengunjungi Ibu Suri Jaui, Raja Sukjong terpikat oleh kecantikan Jang Ok-jeong dan memberinya pangkat Seungeun Sanggung (승은 상궁Seungeun SanggungBahasa Korea), yang berarti dayang yang telah menerima anugerah raja. Namun, ibunda Raja, Ibu Suri Hyeonyeol (현렬왕후Hyeonyeol WanghuBahasa Korea, yang kemudian dikenal sebagai Ratu Myeongseong), yang merupakan pendukung faksi Seoin, khawatir bahwa Jang Ok-jeong akan memengaruhi putranya untuk berpihak pada faksi Namin asalnya. Karena kekhawatiran ini, Ibu Suri Hyeonyeol memerintahkan pengusiran Jang Ok-jeong dari istana. Beberapa sejarawan menduga pengusiran ini juga bertujuan untuk membersihkan jalan bagi pemilihan Ratu Inhyeon sebagai ratu baru Sukjong. Jang Ok-jeong tinggal di luar istana hingga tahun 1683. Setelah Ibu Suri Hyeonyeol meninggal pada tahun 1683, Ratu Inhyeon mengizinkan Jang Ok-jeong untuk kembali ke istana.
2. Kehidupan sebagai Selir Kerajaan
Setelah kembali ke istana sekitar Februari 1686, Jang Ok-jeong segera mendapatkan kembali kasih sayang Raja Sukjong. Pada Desember 1686, ia secara resmi diangkat sebagai selir kerajaan dengan pangkat Sug-won (숙원Sug-wonBahasa Korea, peringkat jong 4-pum). Kasih sayang raja yang berlebihan terhadap Jang Ok-jeong menimbulkan protes keras dari faksi Seoin dan Ratu Inhyeon. Ratu Inhyeon, yang didukung oleh faksi Seoin, mencoba mendisiplinkan Jang Ok-jeong, bahkan dilaporkan memerintahkannya untuk dicambuk.
Untuk menandingi pengaruh Jang Ok-jeong, Ratu Inhyeon dan faksi Seoin mendorong pengangkatan Kim Gwi-in (영빈 김씨Yeongbin Kim-ssiBahasa Korea), cucu dari pemimpin Seoin Kim Su-hang (김수항Kim Su-hangBahasa Korea), sebagai selir. Namun, Kim Gwi-in tidak mendapatkan kasih sayang raja. Raja Sukjong, untuk melindungi Jang Ok-jeong, secara rahasia membangun tempat tinggal baru untuknya di Istana Changgyeonggung, terpisah dari kediaman Ratu di Istana Changdeokgung.
Pada tahun 1688, Jang Ok-jeong dinaikkan pangkat menjadi So-ui (소의So-uiBahasa Korea, peringkat Jeong 2-pum) setelah melahirkan putra pertama Raja Sukjong, Yi Yun (이윤Yi YunBahasa Korea). Yi Yun kemudian menjadi Raja Gyeongjong. Kelahiran seorang putra mahkota yang telah lama dinantikan meningkatkan posisi Jang Ok-jeong secara signifikan.
Namun, peristiwa ini juga memicu krisis politik yang dikenal sebagai Insiden Okgyo (옥교 사건Okgyo SageonBahasa Korea). Pada November 1688, ibunda Jang Ok-jeong menggunakan tandu tertutup (okgyo) untuk mengunjungi putrinya di istana dalam rangka perawatan pascapersalinan. Ini melanggar hukum karena statusnya sebagai istri pejabat rendahan. Pejabat Saheonbu (Kantor Inspektur Umum), termasuk Yi Ik-su (이익수Yi Ik-suBahasa Korea), secara paksa menariknya dari tandu dan memukuli para pelayannya. Raja Sukjong sangat marah atas penghinaan ini, tetapi meskipun ia memerintahkan penangkapan dan hukuman mati bagi para pejabat yang terlibat, ia akhirnya harus mengalah karena penggunaan tandu semacam itu sudah umum dan oposisi dari para pejabat tinggi. Insiden ini semakin memperdalam kebencian Sukjong terhadap faksi Seoin.
Pada Januari 1689, Raja Sukjong mengumumkan niatnya untuk mengangkat Yi Yun sebagai Wonja (원자WonjaBahasa Korea, putra sulung raja yang sah), yang berarti ia akan menjadi putra mahkota. Keputusan ini didukung oleh faksi Namin, tetapi ditentang keras oleh faksi Seoin, yang dipimpin oleh Song Si-yeol (송시열Song Si-yeolBahasa Korea). Mereka berpendapat bahwa Ratu Inhyeon masih muda dan bisa melahirkan putra mahkota sendiri. Ratu Inhyeon sendiri menolak untuk mengadopsi Yi Yun sebagai putranya.
Kemarahan Raja Sukjong atas penolakan ini menyebabkan pembersihan politik besar-besaran yang dikenal sebagai Gisa Hwanguk (기사환국Gisa HwangukBahasa Korea). Banyak pejabat Seoin, termasuk Song Si-yeol, diasingkan atau dihukum mati. Faksi Namin merebut kekuasaan, dan ayah Ratu Inhyeon serta para pemimpin Seoin diasingkan. Pada 2 Februari 1689, Sukjong secara anumerta menaikkan pangkat tiga generasi leluhur Jang Ok-jeong menjadi Jeongseung (정승JeongseungBahasa Korea, Penasihat Negara), termasuk ayahandanya Jang Hyeong sebagai Yeonguijeong (영의정YeonguijeongBahasa Korea, Kepala Penasihat Negara). Ini adalah kasus langka di mana tiga generasi berturut-turut diberi gelar kehormatan setinggi itu, menandakan pengakuan atas status Jang Ok-jeong yang baru.
3. Permaisuri dan Gejolak Politik
Pada 2 Mei 1689, Ratu Inhyeon secara resmi digulingkan dan diasingkan dari istana. Raja Sukjong menuduhnya melakukan kebohongan, memfitnah Jang Ok-jeong, dan menyebabkan perpecahan faksi di istana. Ia bahkan membandingkan Ratu Inhyeon dengan Permaisuri Lü dari Dinasti Han, yang dikenal karena kekejaman dan intriknya. Sukjong memerintahkan semua barang milik Ratu Inhyeon dibakar.
Setelah penggulingan Ratu Inhyeon, Raja Sukjong mengumumkan niatnya untuk mengangkat Jang Ok-jeong sebagai ratu baru. Pada 13 Mei 1689, Jang Ok-jeong secara resmi diangkat menjadi Bin (빈BinBahasa Korea, peringkat Jeong 1-pum), gelar tertinggi untuk selir, dengan awalan "Hui" (희HuiBahasa Korea), yang berarti "cantik". Ia kemudian dikenal sebagai Jang Hui-bin. Pengangkatannya menjadi ratu adalah peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Joseon, karena ia adalah selir pertama dari kelas Jungin yang mencapai posisi tertinggi ini. Namun, karena masa berkabung Ibu Suri Agung Jaui belum berakhir, Jang Hui-bin baru secara resmi dinobatkan sebagai ratu pada 22 Oktober 1690.
Pada 16 Juni 1690, putra Jang Hui-bin, Yi Yun, secara resmi diangkat sebagai Putra Mahkota. Pada 19 Juli 1690, Ratu Jang melahirkan putra keduanya, Yi Seong-su (이성수Yi Seong-suBahasa Korea), yang meskipun tidak mendapatkan gelar resmi, diperlakukan sebagai Dae-gun (대군Dae-gunBahasa Korea, pangeran agung yang lahir dari ratu). Sayangnya, Pangeran Seong-su meninggal mendadak pada 16 September 1690, kurang dari seratus hari setelah kelahirannya, yang menyebabkan kesedihan mendalam bagi Raja Sukjong. Selama masa jabatannya sebagai ratu, Jang Hui-bin menderita berbagai penyakit, termasuk bisul dan "demam dahak" (담화damhwaBahasa Korea), yang memerlukan perawatan intensif hingga ia diturunkan pangkatnya.
Sementara itu, faksi Namin, yang sekarang mendominasi pemerintahan dengan dukungan Jang Hui-bin, mulai menyalahgunakan kekuasaan mereka dan menunjukkan keserakahan, yang membuat Raja Sukjong semakin tidak senang.
4. Kejatuhan dan Penurunan Pangkat
Pada tahun 1693, Choe Suk-bin (숙빈 최씨Suk-bin ChoeBahasa Korea), seorang dayang istana dari klan Haeju Choe, menjadi selir favorit baru Raja Sukjong. Choe Suk-bin adalah pendukung setia Ratu Inhyeon yang digulingkan dan secara terbuka mendorong Raja untuk mengembalikannya ke posisi semula. Sementara itu, Kim Chun-taek (김춘택Kim Chun-taekBahasa Korea) dari faksi Noron dan Han Jung-hyuk (한중혁Han Jung-hyukBahasa Korea) dari faksi Soron melancarkan kampanye untuk mengembalikan Ratu Inhyeon.
Pada tahun 1694, Jang Ok-jeong mulai kehilangan dukungan Raja Sukjong. Raja merasa jijik dengan keserakahan faksi Namin dan pengaruh keluarga Jang yang semakin besar. Ia juga menyesali tindakan tergesa-gesanya selama Gisa Hwanguk. Upaya faksi Namin untuk membersihkan faksi Seoin dengan tuduhan merencanakan pengembalian Ratu Inhyeon justru menjadi bumerang.
Raja Sukjong kemudian membuang Jang Hui-jae, kakak laki-laki Jang Ok-jeong, dan para pemimpin faksi Namin. Ia secara resmi menurunkan pangkat Jang Ok-jeong kembali ke posisi sebelumnya, Hui-bin, dan mengembalikan Ratu Inhyeon ke posisi ratu. Insiden ini dikenal sebagai Gapsul Hwanguk (갑술환국Gapsul HwangukBahasa Korea). Faksi Namin tidak pernah pulih secara politik dari pembersihan ini. Setelah penurunan pangkatnya, Jang Hui-bin dipindahkan kembali ke kediaman lamanya, Chwiseondang, di Istana Changgyeonggung, dan segel ratunya dihancurkan.
Peristiwa ini juga memperdalam perpecahan antara faksi Noron dan Soron. Faksi Soron mendukung Yi Yun, putra Jang Hui-bin, sebagai Putra Mahkota, sementara faksi Noron mendukung Yi Geum (kemudian Raja Yeongjo), putra Choe Suk-bin.
5. Tahun-tahun Terakhir dan Eksekusi
Pada 14 Agustus 1701 (tanggal 14 bulan ke-8 kalender lunar), Ratu Inhyeon meninggal dunia karena penyakit yang tidak diketahui. Kematiannya memicu gejolak politik baru. Pada September 1701, Choe Suk-bin menuduh Jang Hui-bin melakukan praktik sihir hitam dan mengutuk Ratu Inhyeon hingga meninggal. Ia mengklaim bahwa Jang Hui-bin telah mendirikan kuil (Sindang, 신당SindangBahasa Korea) di kediamannya, Chwiseondang, dan melakukan ritual kutukan dengan bantuan seorang dukun. Saudara laki-laki Ratu Inhyeon, Min Jin-hu (민진후Min Jin-huBahasa Korea), juga bersaksi bahwa Ratu Inhyeon sebelumnya telah menyatakan bahwa penyakitnya "pasti memiliki penyebab," yang diartikan sebagai kutukan Jang Hui-bin.
Jang Hui-bin memang memiliki kuil di Chwiseondang dan melakukan ritual. Namun, para pendukungnya bersikeras bahwa ritual tersebut dilakukan untuk mendoakan kesembuhan Putra Mahkota Yi Yun dari penyakit cacar air pada tahun 1699, dan mereka tidak berani membongkar kuil tersebut karena peringatan dukun. Meskipun praktik perdukunan dilarang keras dalam masyarakat Joseon yang menganut Neo-Konfusianisme, praktik tersebut sering dilakukan di dalam maupun di luar istana, bahkan oleh Ibu Suri Myeongseong sendiri. Oleh karena itu, keberadaan kuil Jang Hui-bin sendiri mungkin tidak akan menjadi masalah besar jika tidak ada tuduhan kutukan. Investigasi yang dilakukan Raja Sukjong, yang dikenal sebagai Muguo-ui Ok (무고의 옥Muguo-ui OkBahasa Korea, "Insiden Sihir/Kutukan"), sangat bias, kurang bukti kuat, dan mengandalkan pengakuan yang didapat melalui penyiksaan.
Meskipun faksi Soron memohon pengampunan, Raja Sukjong tetap tak tergoyahkan. Ia menjatuhkan hukuman mati kepada Jang Hui-bin, ibundanya, saudara laki-lakinya Jang Hui-jae (yang telah diasingkan ke Pulau Jeju), para pemimpin faksi Soron, dan semua pengikutnya yang terlibat. Sekitar 1.700 orang dilaporkan meninggal akibat insiden ini. Para pejabat istana yang memohon agar Jang Hui-bin diampuni juga diasingkan.
Pada 7 Oktober 1701, Raja Sukjong mengeluarkan dekret yang melarang selir mana pun untuk diangkat menjadi ratu di masa depan. Dekret ini memiliki dampak besar pada sistem suksesi Joseon. Pada 8 Oktober, Sukjong secara resmi memerintahkan Jang Hui-bin untuk melakukan bunuh diri. Pada 10 Oktober 1701, Jang Hui-bin meninggal dunia di Chwiseondang Hall, Istana Changgyeonggung, pada usia 42 tahun.
Cara kematian Jang Hui-bin masih menjadi subjek perdebatan sejarah. Catatan populer, terutama dalam novel seperti Inhyeonwanghu-jeon (인현왕후전Inhyeonwanghu-jeonBahasa Korea) dan Sumunrok (수문록SumunrokBahasa Korea), menggambarkan bahwa ia dipaksa minum racun oleh Raja Sukjong, dengan detail yang dramatis mengenai perjuangannya dan kemarahan raja. Namun, catatan resmi seperti Sukjong Sillok (숙종실록Sukjong SillokBahasa Korea) dan Seungjeongwon Ilgi (승정원일기Seungjeongwon IlgiBahasa Korea) mencatat kematiannya sebagai "bunuh diri" (자진jajinBahasa Korea). Catatan-catatan ini juga menunjukkan bahwa para pejabat menasihati Sukjong agar tidak memberikan racun di dalam istana karena larangan hukum dan tradisi (berdasarkan Jurye). Mereka menyarankan agar ia digantung di luar istana. Perintah awal Sukjong untuk memberikan racun kemudian ditarik kembali, dan ia mengumumkan "bunuh diri" Jang Hui-bin dalam laporan pagi. Hal ini menunjukkan bahwa kematiannya mungkin lebih merupakan bunuh diri terkontrol, kemungkinan dengan gantung diri, daripada pemaksaan minum racun.
Meskipun citra Jang Hui-bin sering digambarkan sebagai "wanita jahat" dalam sejarah populer, upacara pemakaman dan penguburannya sangatlah mewah, tidak seperti selir biasa, bahkan mendekati upacara pemakaman ratu. Putra Mahkota Yi Yun dan istrinya diperintahkan untuk mengenakan pakaian berkabung selama tiga tahun, yang merupakan perlakuan istimewa bagi seorang putra selir. Pemakamannya juga dilakukan sebagai "pemakaman empat bulan," lebih lama dari pemakaman tiga bulan yang biasa untuk selir, hanya satu hari lebih pendek dari pemakaman ratu. Makamnya, yang disebut Daebinmyo (대빈묘DaebinmyoBahasa Korea), dipilih oleh anggota keluarga kerajaan dan pejabat, bukan oleh keluarganya sendiri atau kasim istana.
6. Silsilah dan Keluarga
Bagian ini menjelaskan silsilah leluhur Jang Ok-jeong dan hubungan keluarganya dengan tokoh-tokoh penting Dinasti Joseon.

Jang Ok-jeong berasal dari klan Indong Jang (인동 장씨Indong Jang-ssiBahasa Korea).
6.1. Silsilah Leluhur
Berikut adalah silsilah leluhur Jang Ok-jeong:
Hubungan | Nama | Gelar Anumerta | Klan |
---|---|---|---|
Ayah | Jang Hyeong (장형Jang HyeongBahasa Korea; 1623-1669) | Yeonguijeong (Kepala Penasihat Negara) | Indong Jang |
Kakek Paternal | Jang Eung-in (장응인Jang Eung-inBahasa Korea; 張應仁) | Uuijeong (Penasihat Negara Kanan) | Indong Jang |
Nenek Paternal | Lady Park (남포 박씨Nampo Bak-ssiBahasa Korea; 貞敬夫人 藍浦 朴氏) | Jeonggyeong Bubuin | Nampo Park |
Kakek Buyut Paternal | Jang Su (장수Jang SuBahasa Korea; 張壽) | Jwauijeong (Penasihat Negara Kiri) | Indong Jang |
Nenek Buyut Paternal | Lady Park (남포 박씨Nampo Bak-ssiBahasa Korea) | - | Nampo Park |
Ibu | Lady Yun (파평 윤씨Papyeong Yun-ssiBahasa Korea; 1626-1698) | Pasan Bubuin (坡山府夫人) | Papyeong Yun |
Kakek Maternal | Yun Seong-rip (윤성립Yun Seong-ripBahasa Korea; 尹成立) | Jeonggyeong | Papyeong Yun |
Nenek Maternal | Lady Byeon (초계 변씨Chogye Byeon-ssiBahasa Korea; 草溪 卞氏) | - | Chogye Byeon |
6.2. Hubungan Keluarga
Hubungan | Nama | Tanggal Lahir-Meninggal | Catatan |
---|---|---|---|
Ayah | Jang Hyeong (장형Jang HyeongBahasa Korea) | 25 Februari 1623 - 12 Januari 1669 | |
Ibu Tiri | Lady Go (제주 고씨Jeju Go-ssiBahasa Korea) | ? - 1645 | |
Ibu Kandung | Lady Yun (파평 윤씨Papyeong Yun-ssiBahasa Korea) | 1626-1698 | Istri kedua Jang Hyeong |
Kakak Tiri Laki-laki | Jang Hui-sik (장희식Jang Hui-sikBahasa Korea) | 1640 - ? | |
Kakak Perempuan | Lady Jang (장씨Jang-ssiBahasa Korea) | Tanggal tidak diketahui | Menikah dengan Kim Ji-jung |
Kakak Laki-laki | Jang Hui-jae (장희재Jang Hui-jaeBahasa Korea) | 1651 - 29 Oktober 1701 | Dieksekusi dalam Insiden Muguo-ui Ok |
Suami | Raja Sukjong dari Joseon (이순 조선 숙종Yi Sun Joseon SukjongBahasa Korea) | 7 Oktober 1661 - 12 Juli 1720 | Raja ke-19 Dinasti Joseon |
Putra | Raja Gyeongjong dari Joseon (이윤 조선 경종Yi Yun Joseon GyeongjongBahasa Korea) | 20 November 1688 - 30 September 1724 | Raja ke-20 Dinasti Joseon |
Putra | Yi Seong-su (이성수Yi Seong-suBahasa Korea) | 19 Juli 1690 - 16 September 1690 | Meninggal saat bayi |
7. Evaluasi dan Kontroversi Sejarah
Jang Hui-bin adalah salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah Joseon, dan penilaian terhadapnya sangat beragam.
7.1. Penilaian Sejarah
Secara tradisional, Jang Hui-bin sering digambarkan sebagai salah satu "wanita jahat terbesar" atau "femme fatale" Joseon, bersama dengan Jang Nok-su (selir Yeonsangun) dan Jeong Nan-jeong (kerabat Ratu Munjeong). Pandangan ini menekankan ambisinya yang tak terkendali, kecemburuannya, dan perannya dalam intrik politik yang menyebabkan kekacauan di istana.
Namun, sejarawan modern menawarkan interpretasi yang lebih bernuansa. Mereka berpendapat bahwa Jang Hui-bin mungkin adalah korban dari perebutan kekuasaan yang kejam antara faksi Namin dan Seoin (kemudian Noron dan Soron). Catatan sejarah resmi, seperti Joseon Sillok, disusun pada masa pemerintahan Raja Yeongjo (putra Choe Suk-bin, yang didukung oleh faksi Noron, musuh Jang Hui-bin). Oleh karena itu, catatan-catatan ini mungkin bias dan cenderung menggambarkan Jang Hui-bin secara negatif untuk membenarkan tindakan faksi Noron dan legitimasi takhta Yeongjo. Pandangan ini menyoroti bahwa ia adalah seorang wanita yang berjuang untuk bertahan hidup dan mendapatkan posisi di lingkungan istana yang sangat kompetitif dan berbahaya, menggunakan satu-satunya kekuatan yang ia miliki: kasih sayang raja.
7.2. Kritik dan Kontroversi
Aspek-aspek yang paling banyak dikritik dari Jang Hui-bin meliputi:
- Ambisi Kekuasaan: Kenaikannya yang cepat dari dayang istana menjadi ratu dipandang sebagai bukti ambisi pribadinya yang besar, yang dianggap melampaui batas yang pantas bagi seorang selir.
- Kecemburuan: Ia dituduh sangat cemburu terhadap Ratu Inhyeon dan selir lainnya, terutama Choe Suk-bin.
- Tuduhan Praktik Sihir: Tuduhan melakukan sihir hitam dan mengutuk Ratu Inhyeon adalah salah satu poin paling gelap dalam sejarahnya, meskipun kebenarannya masih diperdebatkan.
- Peran dalam Kekacauan Politik: Keterlibatannya dalam Hwanguk (perubahan pemerintahan) yang menyebabkan pembersihan faksi-faksi politik, terutama faksi Seoin, seringkali disalahkan atas ketidakstabilan kerajaan.
Salah satu klaim kontroversial yang muncul dalam beberapa catatan tidak resmi, seperti Sumunrok, adalah bahwa Jang Hui-bin melukai putranya sendiri, Yi Yun (Raja Gyeongjong), hingga membuatnya impoten. Namun, klaim ini sangat diragukan oleh banyak sejarawan. Jang Hui-bin sangat menginginkan putranya menjadi raja dan mengamankan posisinya sendiri, sehingga sangat tidak mungkin ia akan melukai satu-satunya jalan menuju kekuasaan tersebut. Klaim semacam itu kemungkinan besar adalah propaganda yang disebarkan oleh musuh-musuh politiknya untuk lebih merusak reputasinya.
Selain itu, terdapat kontroversi mengenai status sosial ibunda Jang Hui-bin. Beberapa catatan awal, yang kemudian dikoreksi, mengklaim bahwa ibundanya adalah seorang pelayan di rumah kerabat Jo Sa-seok. Namun, catatan yang lebih akurat dan koreksi dalam Sukjong Sillok Bogweoljeong-o (edisi revisi Sukjong Sillok) secara tegas membantah klaim ini, menyatakan bahwa ibundanya adalah istri kedua yang sah dari Jang Hyeong, dan keluarga Jang adalah bagian dari kelas Jungin yang terhormat, bukan budak. Kemampuan kakak laki-laki Jang Ok-jeong, Jang Hui-jae, untuk menjabat di posisi militer penting juga membuktikan bahwa keluarga mereka memiliki status sosial yang memadai untuk itu.
8. Dampak Politik
Jang Hui-bin adalah tokoh sentral dalam serangkaian pembersihan politik yang dikenal sebagai Hwanguk (환국HwangukBahasa Korea) selama pemerintahan Raja Sukjong, terutama Gisa Hwanguk (1689) dan Gapsul Hwanguk (1694). Kenaikannya ke posisi ratu menandai dominasi faksi Namin, yang sebelumnya telah tersingkir dari kekuasaan. Ini membalikkan keseimbangan kekuasaan yang telah lama dipegang oleh faksi Seoin.
Namun, kejatuhannya dari takhta ratu dan penurunan pangkatnya kembali menjadi selir, diikuti dengan eksekusinya, secara efektif mengakhiri pengaruh politik faksi Namin untuk selamanya. Peristiwa ini juga memperdalam perpecahan antara faksi Noron dan Soron yang muncul dari faksi Seoin, dengan Soron mendukung putra Jang Hui-bin, Raja Gyeongjong, dan Noron mendukung putra Choe Suk-bin, Raja Yeongjo.
Eksekusi Jang Hui-bin juga mendorong Raja Sukjong untuk mengeluarkan dekret yang melarang selir mana pun untuk diangkat menjadi ratu di masa depan. Dekret ini memiliki dampak jangka panjang pada politik suksesi Joseon, mencegah selir, bahkan jika mereka melahirkan putra mahkota, untuk naik ke posisi tertinggi di istana.
9. Warisan Budaya
Kisah hidup Jang Hui-bin yang dramatis dan kontroversial telah menjadikannya salah satu tokoh sejarah yang paling sering digambarkan dalam budaya populer Korea. Ia telah menjadi subjek berbagai film dan drama televisi, yang seringkali mengeksplorasi ambisi, kecemburuan, dan tragedi hidupnya. Penggambaran ini telah membentuk persepsi publik dan interpretasi sejarahnya.
Berikut adalah beberapa adaptasi terkenal yang menampilkan Jang Hui-bin:
Tipe | Tahun | Judul | Pemeran |
---|---|---|---|
Film | 1961 | Jang Hui-bin | Kim Ji-mee |
1968 | Femme Fatale, Jang Hee-bin | Nam Jeong-im | |
Drama Televisi | 1971 | Jang Hui-bin | Youn Yuh-jung |
1981 | Women of History: Jang Hui-bin | Lee Mi-sook | |
1988 | 500 Years of Joseon Dynasty: Queen Inhyeon | Jun In-hwa | |
1995 | Jang Hee Bin | Jung Sun-kyung | |
2002-2003 | Royal Story: Jang Hui-bin | Kim Hye-soo | |
2007 | HDTV Munhakgwan - Seoreowora Icheojindaneun Geoseun | Lee Jae-eun | |
2010 | Dong Yi | Lee So-yeon | |
2012 | Queen Inhyun's Man | Choi Woo-ri | |
2013 | Jang Ok-jung, Living by Love | Kim Tae-hee, Kang Min-ah | |
2015 | Tundra Show | Shin Bo-ra | |
2016 | Jackpot | Oh Yeon-ah | |
Parodi | 2012 | Shinhwa Broadcasting (episode 25 Agustus) | Anggota grup pop Shinhwa |
2018-2019 | Comedy Big League: Jang Hui-bin | Park Na-rae |
10. Makam dan Peringatan
10.1. Makam Daebinmyo
Makam Jang Hui-bin dikenal sebagai Daebinmyo (대빈묘DaebinmyoBahasa Korea). Awalnya, makamnya terletak di Munhyeong-ri, Opo-myeon, Gwangju-gun, Provinsi Gyeonggi. Namun, pada Juni 1969, makam tersebut dipindahkan ke lokasi saat ini di Klaster Seooreung (서오릉SeooreungBahasa Korea), Distrik Deogyang, Goyang, Provinsi Gyeonggi. Pemindahan ini dilakukan karena makam aslinya menghalangi rencana perluasan kota oleh pemerintah. Lokasi barunya berada di dekat Myeongneung (명릉MyeongneungBahasa Korea), yang merupakan makam Raja Sukjong dan dua istrinya, Ratu Inhyeon dan Ratu Inwon.
Di belakang makam Daebinmyo, terdapat sebuah batu besar dengan pohon pinus yang tumbuh menembus batu tersebut. Ada spekulasi bahwa ini melambangkan ki (energi) Jang Hui-bin yang sangat kuat, bahkan setelah kematiannya. Beberapa situs web Korea juga melaporkan adanya kepercayaan bahwa jika wanita muda lajang yang menginginkan kekasih mengunjungi makam ini dan memberikan penghormatan, mereka akan segera menemukan cinta.
10.2. Chilgung
Tablet peringatan Jang Hui-bin diabadikan di Daebingung (대빈궁DaebingungBahasa Korea) yang merupakan salah satu dari tujuh kuil di kompleks Chilgung (칠궁ChilgungBahasa Korea), atau "Istana Tujuh Selir Kerajaan." Chilgung adalah kompleks kuil yang didedikasikan untuk selir-selir kerajaan yang menjadi ibu dari raja-raja Joseon. Keberadaan tablet peringatannya di Chilgung, khususnya di Daebingung, yang menunjukkan gaya arsitektur dengan pilar bundar yang biasanya digunakan untuk ratu, merupakan pengakuan atas statusnya sebagai ibu raja dan posisinya yang pernah menjadi ratu.
11. Tokoh dan Peristiwa Terkait
Kehidupan Jang Hui-bin secara erat terkait dengan beberapa tokoh kunci dan peristiwa politik penting dalam sejarah Dinasti Joseon:
- Tokoh Kunci:
- Raja Sukjong: Suaminya dan raja yang mengalami pergolakan politik besar.
- Raja Gyeongjong: Putranya, yang menjadi raja ke-20 Joseon.
- Ratu Inhyeon: Istri utama Raja Sukjong yang digulingkan dan kemudian dikembalikan, saingan utama Jang Hui-bin.
- Ratu Myeongseong: Ibunda Raja Sukjong, yang awalnya mengusir Jang Ok-jeong dari istana.
- Choe Suk-bin: Selir lain Raja Sukjong dan pendukung Ratu Inhyeon, ibunda dari Raja Yeongjo.
- Jang Hui-jae: Kakak laki-laki Jang Hui-bin, yang juga dieksekusi dalam insiden Muguo-ui Ok.
- Song Si-yeol: Pemimpin faksi Seoin/Noron yang menentang pengangkatan Yi Yun sebagai putra mahkota dan dihukum mati.
- Min Am: Pemimpin faksi Namin yang berkuasa setelah Gisa Hwanguk dan kemudian dieksekusi dalam Gapsul Hwanguk.
- Nam Gu-man: Pemimpin faksi Soron yang mencoba menengahi konflik politik.
- Min Jin-hu: Kakak laki-laki Ratu Inhyeon yang bersaksi melawan Jang Hui-bin.
- Peristiwa Politik Penting:
- Gyeongsin Hwanguk (경신환국Gyeongsin HwangukBahasa Korea): Pembersihan politik pada tahun 1680 yang menggeser faksi Namin dari kekuasaan, meskipun Jang Ok-jeong belum menjadi selir resmi saat itu, peristiwa ini memengaruhi dinamika politik yang akan datang.
- Gisa Hwanguk (기사환국Gisa HwangukBahasa Korea): Perubahan pemerintahan pada tahun 1689 yang menyebabkan penggulingan Ratu Inhyeon dan kenaikan faksi Namin ke tampuk kekuasaan, serta pengangkatan Jang Hui-bin sebagai ratu.
- Gapsul Hwanguk (갑술환국Gapsul HwangukBahasa Korea): Perubahan pemerintahan pada tahun 1694 yang mengembalikan Ratu Inhyeon ke takhta dan menurunkan pangkat Jang Hui-bin, serta secara permanen melemahkan faksi Namin.
- Muguo-ui Ok (무고의 옥Muguo-ui OkBahasa Korea): "Insiden Sihir/Kutukan" pada tahun 1701 yang menyebabkan eksekusi Jang Hui-bin.
- Sinim Sahwa (신임사화Sinim SahwaBahasa Korea): Pembersihan politik pada awal pemerintahan Raja Gyeongjong yang melibatkan konflik antara faksi Noron dan Soron terkait suksesi dan rehabilitasi Jang Hui-bin.
- Istilah Terkait:
- Jungin: Kelas menengah Joseon tempat Jang Hui-bin berasal.
- Gungnyeo: Dayang istana.
- Naemyeongbu: Struktur hierarki selir dan dayang istana.
- Wonja: Gelar untuk putra sulung raja yang sah.
- Hwanguk: Istilah umum untuk perubahan pemerintahan yang drastis.
- Noron, Soron, Namin: Faksi-faksi politik utama pada masa Dinasti Joseon.
- Sillok: Catatan sejarah resmi raja-raja Joseon.
- Seungjeongwon Ilgi: Buku harian Sekretariat Kerajaan.
- Chilgung: Kompleks kuil untuk selir kerajaan yang menjadi ibu raja.
- Daebinmyo: Makam Jang Hui-bin.