1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Bagian ini menjelaskan latar belakang pribadi Jim Wallis, termasuk kelahirannya, lingkungan masa kanak-kanak, pendidikan, dan pengalaman awal yang membentuk kesadaran sosial dan spiritualnya.
1.1. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan
Wallis lahir di Detroit, Michigan, sebagai putra dari Phyllis (née Morrell) dan James E. Wallis, Sr. Ia dibesarkan dalam keluarga tradisional Plymouth Brethren. Sebagai seorang pemuda dan mahasiswa di Universitas Negeri Michigan, Wallis mengamati ketidakpedulian Kristen kulit putih terhadap diskriminasi rasial. Pengamatan ini, ditambah dengan pengaruh Matteo 25 dan peristiwa pembunuhan Martin Luther King Jr., memicu kesadaran kritis sosialnya dan mendorongnya untuk menjadi seorang Kristen radikal yang berfokus pada keadilan sosial dan gerakan perdamaian.
1.2. Keterlibatan Sosial Awal dan Kebangkitan
Wallis menjadi aktif dalam Siswa untuk Masyarakat Demokratis dan Gerakan hak-hak sipil Amerika. Pengalaman-pengalaman awal ini memperdalam minatnya pada isu-isu keadilan sosial dan membentuk fondasi bagi aktivisme seumur hidupnya. Ia kemudian melanjutkan studinya di Sekolah Teologi Injili Trinity di Illinois, di mana ia bergabung dengan seminarian muda lainnya dalam mendirikan komunitas yang akhirnya dikenal sebagai Sojourners.
2. Pendirian dan Aktivitas Sojourners
Bagian ini menjelaskan bagaimana majalah dan komunitas Sojourners didirikan oleh Jim Wallis, serta aktivitas utama yang dilakukan melalui organisasi tersebut untuk mempromosikan keadilan sosial.
2.1. Peluncuran 'Post-American' dan 'Sojourners'
Pada tahun 1970, saat masih belajar di Sekolah Teologi Injili Trinity, Jim Wallis bersama teman-temannya menerbitkan majalah The Post-AmericanThe Post-AmericanBahasa Inggris pada tahun 1971 di Deerfield, Illinois. Mereka membentuk kelompok yang bertujuan untuk mengejar keadilan sosial. Keyakinan progresif ini membuatnya dicap sebagai "anak bermasalah" di sekolah teologi konservatif dan akhirnya ia meninggalkan studi seminari. Majalah The Post-American kemudian diluncurkan kembali dengan nama Sojourners pada tahun 1975.
2.2. Operasi Komunitas Sojourners dan Dampaknya
Komunitas Sojourners, yang berbasis di Washington D.C., memiliki peran penting dalam gerakan sosial Kristen di Amerika Serikat dan internasional. Filosofi komunitas ini berpusat pada perwujudan iman Kristen melalui aksi dan advokasi sosial. Pengaruh Sojourners meluas, bahkan memberikan dampak pada gerakan sosial Kristen di Korea Selatan melalui terjemahan artikel-artikelnya.
3. Teologi dan Pemikiran
Bagian ini membahas secara sistematis teologi dan pemikiran Kristen inti Jim Wallis, serta bagaimana hal itu diterapkan pada isu-isu sosial.
3.1. Injiliisme dan Keadilan Sosial
Teologi inti Jim Wallis ditandai dengan fokusnya pada Injil untuk memahami masalah politik dan masalah sosial, tanpa menyamakan iman Kristen dengan ideologi politik tertentu. Ia menegaskan bahwa Tuhan bukanlah milik Partai Demokrat maupun Partai Republik di Amerika Serikat.
Pada tahun 1974, Wallis menulis bahwa "kesadaran injili baru paling dicirikan oleh kembalinya pada kekristenan biblis dan keinginan untuk menerapkan wawasan alkitabiah pada kebutuhan akan bentuk-bentuk baru keterlibatan sosiopolitik." Dalam bukunya The Call to Conversion, Wallis berpendapat bahwa sejak era gereja perdana, setiap gerakan pembaruan Kristen telah memulihkan "keseluruhan" pertobatan sejati, membebaskannya dari batasan duniawi. Ia menegaskan bahwa kekuatan evangelisme telah dipulihkan, mengubah Injil menjadi pesan yang subversif. Menurutnya, tugas penginjil bukanlah untuk membuat Injil nyaman, tetapi untuk menyampaikannya dengan jelas, menuntut dan mengharapkan perubahan total dalam tindakan dan cara hidup, bukan hanya penyampaian pengetahuan atau berbagi pengalaman. Dasar teologi politik Wallis berakar pada Kristologi, di mana ia berpendapat bahwa kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus telah membawa kemenangan atas "kekuatan-kekuatan duniawi." Kristus menantang kekuasaan mereka dan tidak tunduk. Penyaliban menyimbolkan kebebasan di mana kematian ditelan oleh kemenangan. Kebangkitan Kristus membenarkan cara hidup dan kematian-Nya, meneguhkan kemenangan-Nya, dan memungkinkan orang lain untuk hidup bebas di tengah "kekuatan-kekuatan duniawi" melalui "berada dalam Kristus." Ini harus menjadi proklamasi dan kesaksian gereja. Gereja adalah kekuatan baru dalam sejarah yang menjadi tanda bagi "kekuatan-kekuatan" bahwa dominasi mereka telah dipatahkan. Kehadiran nyata dari sekelompok orang yang menjalankan kemerdekaan moral mereka adalah elemen penting bagi Wallis, karena "tanpa demonstrasi kemerdekaan yang terlihat dan konkret, semua serangan luar gereja terhadap lembaga-lembaga dunia akan ditakdirkan untuk gagal."
Pada tahun 1980, Wallis menyatakan dalam Sojourners bahwa proklamasi injil, karunia karismatik, aksi sosial, dan kesaksian profetik saja tidak cukup untuk memberikan ancaman nyata bagi dunia, terutama jika dipisahkan dari komunitas yang mewujudkan tatanan baru secara keseluruhan. Kehidupan berkelanjutan dari komunitas imanlah yang memberikan tantangan mendasar bagi dunia dan menawarkan alternatif yang layak dan konkret. Gereja harus dipanggil untuk menjadi gereja, untuk membangun kembali jenis komunitas yang memberikan substansi pada klaim iman.
3.2. Posisi tentang Isu-isu Sosial Utama
Jim Wallis telah mengambil posisi yang jelas dan terkadang berubah pada berbagai isu sosial penting:
- Pernikahan Sesama Jenis: Pada tahun 2004, Wallis mencatat bahwa Yesus sama sekali tidak berbicara tentang homoseksualitas, sementara ada ribuan ayat dalam Alkitab yang berbicara tentang kemiskinan. Pada tahun 2008, ia menyatakan bahwa pernikahan ada di seluruh Alkitab dan tidak netral gender, serta ia belum pernah memberkati pasangan sesama jenis. Ia menyerukan dialog biblis dan teologis antar gereja mengenai masalah ini, daripada menghabiskan 90% waktu denominasi untuk berdebat tentang hal ini, mengingat fakta bahwa 30.000 anak meninggal setiap hari karena kemiskinan dan penyakit. Namun, pada tahun 2013, Wallis mengubah posisinya dan menyatakan dukungannya untuk pernikahan sesama jenis, dengan mengatakan: "Pernikahan butuh penguatan. Mari kita mulai dengan pernikahan, dan kemudian saya pikir kita harus membicarakan, sekarang, bagaimana memasukkan pasangan sesama jenis dalam pemahaman pernikahan yang lebih dalam itu."
- Aborsi: Wallis menyatakan dukungan kuat untuk pengurangan aborsi tanpa mengkriminalkannya. Ia menekankan pentingnya menyediakan pilihan, seperti adopsi, daripada menghilangkan hak seorang wanita untuk memilih. Ia berpendapat bahwa "kemiskinan adalah perbudakan baru" dan merupakan isu moral fundamental zaman ini, bukan aborsi.
- Hukuman Mati: Wallis secara konsisten menentang hukuman mati, menyelaraskan pandangannya dengan pandangan Gereja Anglikan dan Gereja Katolik.
- Perawatan Kesehatan: Ia mendukung Undang-Undang Perawatan Terjangkau dari Presiden Obama dan bahkan menandatangani surat yang mendesak pengesahan undang-undang tersebut meskipun tidak secara eksplisit melarang pendanaan federal untuk aborsi.
- Kemiskinan: Wallis dikenal karena frase ciptaannya "anggaran adalah dokumen moral," yang menekankan dimensi moral dari kebijakan fiskal pemerintah. Untuk menggambarkan kurangnya perhatian terhadap masalah kemiskinan dalam kekristenan Amerika, Wallis pernah menceritakan sebuah eksperimen di mana seorang muridnya memotong semua ayat Alkitab yang berbicara tentang orang miskin. Ia menyatakan bahwa kitab-kitab nabi menjadi "lusuh", dan hampir semua perintah yang diberikan oleh Tuhan kepada negara, penguasa, dan umat-Nya terkait orang miskin hilang. Bagian mengenai tradisi Yobel Ibrani, yang menyerukan pembebasan budak, penghapusan utang, dan redistribusi tanah, juga dipotong. Wallis menyebut hasilnya sebagai Alkitab yang "penuh lubang" atau "compang-camping," yang ia gunakan untuk menunjukkan bagaimana Alkitab di Amerika sering kali diabaikan dalam kaitannya dengan isu kemiskinan. Ia berpartisipasi dalam puasa hanya cairan pada tahun 2011 sebagai protes terhadap kompromi anggaran Kongres, menyatakan, "Adalah panggilan kita sebagai umat Allah untuk melindungi yang termiskin dan paling rentan."
4. Pengaruh Politik dan Aktivitas Pembangkangan Sipil
Bagian ini secara khusus mencakup pengaruh Jim Wallis terhadap politik Amerika Serikat dan internasional, perannya sebagai penasihat pemerintah, partisipasi aktifnya dalam pembangkangan sipil sebagai seorang aktivis sosial, dan berbagai kritik serta kontroversi yang melingkupinya.
4.1. Konsultan Pemerintah dan Interaksi dengan Politisi Kunci
Pada 2 Desember 2006, Wallis diundang oleh Senator Harry Reid untuk memberikan pidato radio mingguan Partai Demokrat. Dalam pidatonya, ia membahas pentingnya kepemimpinan moral di Washington dan menyentuh berbagai keprihatinan sosial. Pada Februari 2007, ia menulis di majalah Time tentang era pasca-Kanan Religius dan kebangkitan kembali kekristenan arus utama, dengan kaum injili "meninggalkan Kanan Religius berbondong-bondong."
Wallis menjabat di Dewan Penasihat untuk Kantor Gedung Putih Kemitrahan Berbasis Iman dan Lingkungan milik Presiden Barack Obama dan sebagai penasihat spiritual bagi Presiden Obama. Selain itu, Wallis menjalin persahabatan pribadi dengan mantan Perdana Menteri Britania Raya Gordon Brown dan mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd. Dalam bukunya tahun 2010 Rediscovering Values, Wallis menulis, "Saya menganggap Rudd salah satu pemimpin politik muda paling penuh harapan di dunia saat ini, seorang Kristen yang berkomitmen yang berusaha menerapkan imannya pada pelayanan publiknya; kami menganggap satu sama lain teman baik."
4.2. Partisipasi dalam Gerakan Pembangkangan Sipil
Hingga Maret 2009, Wallis telah ditangkap sebanyak 22 kali atas tindakan pembangkangan sipil. Ia terlibat aktif dalam aktivisme anti-perang selama Perang Vietnam, yang pada tahun 1974 ia sebut sebagai "perang brutal dan kriminal."
Pada musim semi tahun 2011, Wallis berpartisipasi dalam puasa hanya cairan sebagai bentuk protes terhadap kompromi anggaran Kongres. Ia mengatakan, "Isu anggaran benar-benar memberi energi dan memobilisasi komunitas iman... Adalah panggilan kita sebagai umat Allah untuk melindungi yang termiskin dan paling rentan." Wallis juga diyakini sebagai pencetus frasa "anggaran adalah dokumen moral."
Pada Desember 2013, Jim Wallis menulis sebuah op-ed di HuffPost yang membahas gerakan Puasa untuk Keluarga (Fast for Families) dari Persatuan Internasional Pegawai Jasa (SEIU). Para pemimpin agama dan Dreamers muda menyelesaikan puasa 22 hari tersebut untuk "mengingatkan para pemimpin [politik] apa yang sebenarnya dipertaruhkan dalam perjuangan untuk reformasi imigrasi."
Pada Oktober 2014, Wallis termasuk di antara para ulama Kristen, Yahudi, dan Muslim yang ditangkap karena mengganggu ketertiban umum setelah aksi pembangkangan sipil yang direncanakan di luar markas polisi di Ferguson, Missouri, menyusul penembakan Michael Brown oleh polisi. Mengenai pengalamannya di Ferguson, Wallis mengatakan: "Ini bukan hanya tentang mengakui kesalahan tetapi juga berkomitmen untuk melakukan perubahan yang mencegah bahaya lebih lanjut terjadi, dan belum ada pengakuan kesalahan oleh pihak berwenang di Ferguson." Ia juga menyatakan dukungan untuk Gerakan Occupy Wall Street, mengatakan, "Keinginan para pengunjuk rasa untuk perubahan dan kesediaan untuk mengambil tindakan demi perubahan tersebut harus menjadi inspirasi bagi kita semua."
4.3. Kritik dan Kontroversi Politik
Pandangan dan tindakan Jim Wallis sering kali menimbulkan kritik dan kontroversi:
- Pada tahun 2009, Wallis mengeluarkan malediksi terhadap Sarah Palin dalam konteks debat reformasi perawatan kesehatan di Amerika Serikat. Ia menuduh Palin bertindak "jahat" dan menjadi demagog, serta berharap karier politik Palin akan gagal.
- Pada tahun 2010, Wallis mengakui bahwa Sojourners menerima dana dari filantropis George Soros setelah awalnya membantah hal tersebut. Ketika penulis konservatif Marvin Olasky menunjukkan hal ini, dan bahwa Soros juga mendanai kelompok-kelompok yang mendukung aborsi, ateisme baru, dan pernikahan sesama jenis, Wallis awalnya menyerang Olasky, namun kemudian meminta maaf atas komentarnya. Pada tahun 2011, Wallis mengakui bahwa Sojourners telah menerima 150.00 K USD lagi dari Yayasan Masyarakat Terbuka milik Soros. Isu ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi keuangan dan potensi keselarasan dengan agenda sekularisme, terutama mengingat dukungan Soros terhadap kelompok-kelompok yang mengadvokasi posisi yang awalnya tidak sepenuhnya didukung Wallis (misalnya, hak aborsi, pernikahan sesama jenis).
- Wallis juga kritis terhadap apa yang disebutnya pengaruh "kiri budaya" dalam Partai Demokrat. Ia mengkritik Hillary Clinton dan Partai Demokrat karena gagal merangkul pendekatan "jalan tengah" terhadap aborsi. Ia menyatakan bahwa baik Clinton maupun Donald Trump adalah "pilihan yang cacat" dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2016, namun ia juga memahami mengapa banyak umat Kristen konservatif enggan memilih Clinton karena dukungannya terhadap akses aborsi. Ia juga mengkritik penolakan Clinton untuk mengatakan bahwa aborsi harus "jarang." Beberapa kritikus dari sudut pandang konservatif berpendapat bahwa teologinya terlalu fokus pada aksi sosial dengan mengorbankan doktrin injili tradisional atau bahwa aktivisme politiknya melampaui batas pemisahan gereja dan negara yang sesuai.
- Wallis mendukung kandidat presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2024.
5. Karya
Jim Wallis adalah penulis dari berbagai buku penting yang membahas teologi, politik, dan keadilan sosial:
- Agenda for Biblical People (1976)
- The Call to Conversion (1981, direvisi 2005): Diterjemahkan dalam bahasa Korea dengan judul 회심Hoe-simBahasa Korea. Buku ini membahas tentang pentingnya pertobatan sejati dan perubahan dalam hidup.
- The New Radical (1983)
- Waging Peace: A Handbook for the Struggle to Abolish Nuclear Weapons (editor, 1982)
- The Soul of Politics: A practical and prophetic vision of change (1994): Buku ini memberikan visi praktis dan profetik tentang perubahan politik dan sosial.
- Who Speaks for God? A New Politics of Compassion, Community and Civility (1996)
- Faith Works: Lessons from the Life of an Activist Preacher (2000, direvisi dengan subtitle baru: How to Live Your Beliefs and Ignite Positive Social Change, 2005): Buku ini membahas bagaimana iman dapat diwujudkan dalam tindakan dan memicu perubahan sosial yang positif.
- God's Politics: Why the Right Gets It Wrong and the Left Doesn't Get It (2005): Diterjemahkan dalam bahasa Korea dengan judul 하나님의 정치Hananim-ui JeongchiBahasa Korea. Karya ini mengkritik pandangan politik kaum konservatif dan progresif, menyerukan pendekatan yang lebih mendalam dari sudut pandang iman.
- Living God's Politics: A Guide to Putting Your Faith into Action (2006)
- The Great Awakening: Reviving Faith and Politics in a Post-Religious Right America (2008)
- Rediscovering Values: On Main Street, Wall Street, and Your Street (2010)
- On God's Side: What Religion Forgets and Politics Hasn't Learned (2013)
- America's Original Sin (2015): Buku ini secara khusus membahas rasisme sistemik di Amerika Serikat.
- Christ in Crisis?: Why We Need to Reclaim Jesus (2019)
6. Kehidupan Pribadi
Jim Wallis menikah dengan Joy Carroll Wallis. Joy Carroll Wallis adalah salah satu imam wanita pertama di Gereja Inggris dan menjadi inspirasi sebagian karakter utama dalam sitkom BBC The Vicar of Dibley. Mereka memiliki dua putra, Luke dan Jack. Jim Wallis juga aktif dalam kehidupan putra-putranya, bahkan pernah melatih tim bisbol Liga Kecil mereka.
7. Penilaian dan Warisan
7.1. Penilaian Positif dan Kontribusi
Jim Wallis telah memberikan kontribusi signifikan terhadap gerakan sosial Kristen di Amerika Serikat dan internasional. Perannya sebagai pendiri majalah dan komunitas Sojourners telah menyediakan platform penting bagi pemikiran dan aktivisme Kristen progresif selama beberapa dekade. Advokasinya untuk perdamaian dan keadilan sosial, khususnya pada isu-isu kemiskinan, reformasi imigrasi, dan keadilan rasial, telah sangat berdampak. Penunjukannya sebagai Ketua Perdana Uskup Agung Desmond Tutu dalam Iman dan Keadilan di Universitas Georgetown dan kepemimpinannya di Pusat Iman dan Keadilan menunjukkan pengaruh akademik dan sosialnya yang berkelanjutan. Frase ciptaannya "anggaran adalah dokumen moral" secara signifikan membingkai dimensi moral dari kebijakan fiskal. Perspektif teologisnya yang mengintegrasikan kekristenan biblis dengan keterlibatan sosiopolitik telah menginspirasi banyak orang. Kritiknya terhadap sayap kanan dan kiri politik, yang mendorong pendekatan berbasis iman yang tidak terikat pada dogma partai, dianggap sebagai kontribusi penting dalam wacana politik.
7.2. Kritik dan Perdebatan
Meskipun banyak pujian, Jim Wallis juga menghadapi kritik dan perdebatan. Sikap politiknya yang keras dan kritik terhadap tokoh publik, seperti Sarah Palin, telah memicu kontroversi. Kontroversi seputar dana yang diterima dari George Soros menimbulkan pertanyaan tentang transparansi keuangan dan potensi keselarasan dengan agenda sekularisme, terutama mengingat dukungan Soros terhadap kelompok-kelompok yang mengadvokasi posisi yang awalnya tidak sepenuhnya didukung Wallis (misalnya, hak aborsi, pernikahan sesama jenis). Kritiknya internal terhadap pengaruh "kiri budaya" di Partai Demokrat, terutama pada isu aborsi, telah menjadi titik perdebatan di antara para sekutu progresifnya sendiri. Beberapa kritikus dari sudut pandang konservatif berpendapat bahwa teologinya terlalu fokus pada aksi sosial dengan mengorbankan doktrin injili tradisional atau bahwa aktivisme politiknya melampaui batas pemisahan gereja dan negara yang sesuai.
8. Pranala Luar
- [https://www.sojo.net Sojourners]
- [https://faithandjustice.georgetown.edu/# Center on Faith and Justice at Georgetown]
- [https://web.archive.org/web/20160304212111/http://www.ivp.co.kr/bookinfo/?gdno=624&smpose=&ctpose=&page=&wno= Pengantar Penulis Internasional Christian Student Fellowship (IVP)]
- [http://www.chungrim.com/booktotal/bin/view.php?&code=book&isbn=978-89-352-0738-1&cpage=1 Pengantar Penulis dari Chungrim Publishing]