1. Kehidupan
Kehidupan Kōda Rohan ditandai oleh transisi dari latar belakang keluarga samurai tradisional menuju karier sastra yang inovatif, di mana ia mengembangkan minat mendalam pada klasikisme dan filsafat.
1.1. Kehidupan Awal
Kōda Rohan lahir pada 23 Juli 1867 (tanggal 23 bulan 7 tahun ketiga Keiō) di Distrik Kanda, Edo (sekarang Shitaya Sanmaibashi-chō, Distrik Taitō, Tokyo). Ia adalah putra keempat dari Koda Shigenobu (juga dikenal sebagai Koda Risaburō), seorang samurai berpangkat rendah yang bertugas sebagai pejabat daimyō di Keshogunan Tokugawa, dan Koda Yu. Nama masa kecilnya adalah Tetsushiro. Sejak lahir, Rohan dikenal sebagai anak yang sakit-sakitan; ia membutuhkan perawatan dokter pada usia 27 hari dan beberapa kali nyaris meninggal dunia di masa kanak-kanak. Pada tahun berikutnya, terjadi Perang Ueno, yang menyebabkan keluarganya pindah ke Asakusa Suwa-chō.
Setelah kembali ke Shitaya, keluarganya akhirnya menetap di Kanda. Rohan memulai pendidikannya di juku milik Seki Chiyo (kakak dari kaligrafer Seki Setsuko) di Shitaya Izumibashi-dōri untuk belajar kaligrafi, dan di juku milik Aida di Okachimachi untuk belajar sodoku (membaca teks tanpa penjelasan).
1.2. Pendidikan dan Pengaruh Awal
Pada tahun 1875 (tahun ke-8 Meiji), atas rekomendasi Seki Chiyo, Rohan masuk Sekolah Dasar Afiliasi Sekolah Normal Tokyo (sekarang Sekolah Dasar Afiliasi Universitas Tsukuba). Pada masa ini, ia mulai gemar membaca kusazōshi dan dokuhon, yang menumbuhkan minat awalnya pada sastra.
Setelah lulus pada tahun 1878 (tahun ke-11 Meiji), ia masuk program reguler di Sekolah Menengah Pertama Pertama Tokyo Prefektur (sekarang Sekolah Menengah Atas Hibiya Tokyo Metropolitan). Di sana, ia sekelas dengan tokoh-tokoh sastra dan akademik masa depan seperti Ozaki Kōyō, Ueda Mannen, dan Kano Kōkichi. Namun, karena masalah keuangan keluarga, ia terpaksa putus sekolah dan pada usia 14 tahun (menurut perhitungan Jepang), ia melanjutkan ke Sekolah Bahasa Inggris Tokyo (sekarang Universitas Aoyama Gakuin), tetapi juga putus di tengah jalan. Setelah itu, ia sering mengunjungi Perpustakaan Prefektur Tokyo dan berkenalan dengan Awashima Kangetsu. Ia juga mengembangkan ketertarikan pada haikai di bawah pengaruh kakak laki-lakinya, Naritsune. Selain itu, ia belajar Sinologi dan puisi Tiongkok di Yingxi Juku milik Kikuchi Soken bersama Chizuka Reisui.
1.3. Karier Awal dan Awal Mula Aktivitas Sastra
Pada usia 16 tahun, Rohan menjadi mahasiswa penerima beasiswa di Sekolah Teknik Telegraf Resmi Kementerian Komunikasi (kemudian menjadi Pusat Pelatihan Pejabat Komunikasi). Setelah lulus, ia diangkat sebagai insinyur telegraf dan ditugaskan di Yoichi, Hokkaido. Konon, ia sangat populer di kalangan geisha setempat. Namun, pertemuannya dengan karya-karya Tsubouchi Shōyō, seperti Shōsetsu Shinzui (Inti Novel) dan Tōsei Shosei Katagi (Karakter Mahasiswa Zaman Sekarang), membangkitkan gairah mendalamnya terhadap sastra.
Pada tahun 1887 (tahun ke-20 Meiji), ia meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke Tokyo tanpa izin. Perjalanan dari Hokkaido ke Tokyo ini menjadi inspirasi bagi karyanya, Tokkan Kikō (Catatan Perjalanan Mendadak). Selama perjalanan ini, ia membuat haiku yang berbunyi, "里遠し いざ露と寝ん 草枕" (Sato tōshi iza tsuyu to nen kusamakura, "Desa jauh, mari tidur dengan embun di bantal rumput"), yang kemudian menjadi asal usul nama penanya, Rohan (露伴, "pendamping embun").
Setelah diberhentikan dari jabatannya, ia bekerja di toko kertas ayahnya, Aiaidō. Pada saat yang sama, ia sangat menyukai karya-karya Ihara Saikaku dan bahkan menyalin manuskrip Kōshoku Gonin Onna (Lima Wanita Pencinta Nafsu). Pada tahun 1889 (tahun ke-22 Meiji), Rohan menulis Tsuyu Dandan (Tetesan Embun), yang kemudian diterbitkan di majalah Miyako no Hana (Bunga Ibu Kota) melalui perantara Awashima Kangetsu. Karya ini mendapat pujian tinggi dari Yamada Bimyo. Rohan kemudian menerbitkan Fūryū Butsu (Buddha Anggun) pada tahun 1889 dan Gojūnotō (Pagoda Lima Lantai) pada tahun 1892, yang modelnya diambil dari Kuil Yanaka Tennoji di Distrik Shitaya. Publikasi karya-karya ini dengan cepat mengukuhkan posisinya sebagai seorang penulis.
2. Aktivitas Sastra dan Karya
Kōda Rohan dikenal karena gaya sastranya yang unik, menggabungkan klasikisme dengan idealisme, serta kontribusinya yang signifikan dalam studi klasik Jepang dan Taoisme.
2.1. Novel dan Cerpen Utama
Pada tahun 1894 (tahun ke-27 Meiji), Rohan menderita tifus dan nyaris meninggal, tetapi berhasil pulih dan menikah pada tahun berikutnya. Dalam beberapa tahun setelah itu, ia menerbitkan sejumlah karya penting, termasuk Hige Otoko (Pria Berjanggut, 1896), Shin Hagoromo Monogatari (Kisah Gaun Surgawi Baru, 1897), dan Wankyu Monogatari (Kisah Wankyu, 1899-1900).
Karya-karya novel dan cerpen utama Kōda Rohan meliputi:
- Tsuyu Dandan (Tetesan Embun, 1889, diterbitkan oleh Kinkōdō)
- Fūryū Butsu (Buddha Anggun, 1889, diterbitkan di Shincho Hyakushu dan Yoshioka Shosekiten)
- Yuki Funpun (Salju Bertebaran, 1889-1890, diserialkan di Yomiuri Shimbun, diterbitkan oleh Shun'yōdō)
- En'gai En (Tepi di Luar Tepi, 1890, diterbitkan di Nihon no Bunka, kemudian diubah judul menjadi Tai Dokuro (Menghadapi Tengkorak) dan dimasukkan dalam kumpulan cerpen Hazue-shū)
- Isanatori (Pemburu Paus, 1891-1892, diterbitkan oleh Aoki Sōzandō)
- Gojūnotō (Pagoda Lima Lantai, 1892, termasuk dalam Shōsetsu Obana-shū oleh Aoki Sōzandō)
- Fūryū Mijinzō (Gudang Debu Anggun, 1893-1895, diserialkan di Kokkai, tidak selesai)
- Hige Otoko (Pria Berjanggut, 1896, diterbitkan oleh Hakubunkan)
- Shin Hagoromo Monogatari (Kisah Gaun Surgawi Baru, 1897, diterbitkan oleh Murai Kyōdai Shōkai sebagai hadiah produk rokok baru)
- Ten Utsu Nami (Ombak yang Memukul Langit, 1903-1905, diterbitkan oleh Shun'yōdō, tidak selesai)
- Kokei Otesei Miraiki (Catatan Masa Depan Buatan Tangan yang Lucu, 1911, diterbitkan di Jitsugyō Shōnen oleh Hakubunkan)
- Yūjōki (Catatan Perasaan Mendalam, kumpulan cerpen dari 1915-1917)
- Unmei (Takdir, 1919, diterbitkan di majalah Kaizō)
- Yuki Tataki (Memukul Salju, 1939, diterbitkan di Nihon Hyōron, kemudian dalam Gentan)
- Renkan Ki (Catatan Rantai, 1941, diserialkan di Nihon Hyōron, kemudian dalam Gentan)
Karya-karya Rohan sering ditulis dalam bungotai (gaya bahasa sastra klasik Jepang) dan dikenal karena gaya idealisme dan neoklasikismenya. Novel-novelnya yang terinspirasi dari klasik Tiongkok, seperti Unmei, mendapat pujian luas, meskipun ada kritik yang menyatakan bahwa beberapa di antaranya terlalu mirip dengan salinan catatan sejarah Tiongkok.
2.2. Biografi Sejarah dan Esai
Setelah tahun 1904, Rohan lebih banyak berfokus pada penulisan biografi sejarah (史伝, shiden) dan kritik klasik. Karya-karya biografi sejarahnya meliputi:
- Ninomiya Sontoku Ō (Ninomiya Sontoku yang Agung, 1891, Hakubunkan)
- Yoritomo (1908, Tōadō)
- Unmei (Takdir, 1919, majalah Kaizō edisi perdana April)
- Karya ini berkisah tentang legenda Kaisar Jianwen dari Dinasti Ming yang melarikan diri dari Kaisar Yongle dan hidup bersembunyi selama puluhan tahun. Rohan banyak menulis karya bergaya bungotai yang berlatar di Tiongkok.
- Gamō Ujisato
- Taira no Masakado
Dalam bidang esai dan kritik, Rohan juga menghasilkan karya-karya penting, termasuk studi perkotaan yang inovatif pada masanya:
- Ichikoku no Shuto (Ibu Kota Sebuah Negara, 1899-1901, majalah Shin Shōsetsu)
- Mizu no Tokyo (Tokyo Air, 1901, majalah Bungei Kurabu)
- Shio Machigusa (Rumput Penunggu Pasang, 1906, Tōadō)
- Kagyūan Yatan (Kisah Malam Pondok Siput, 1907, Shun'yōdō), yang mencakup esai Yūsenkutsu.
- Shōhin Jisshu (Sepuluh Jenis Karya Kecil, 1908, Seikō Zasshi-sha)
- Futsū Bunshōron (Esai tentang Penulisan Umum, 1908, Hakubunkan), sebuah panduan menulis untuk pemula yang menekankan bahwa "tulisan harus ditulis dengan menyenangkan."
- Doryokuron (Teori Usaha, 1912, Tōadō)
- Henkō mo Hozon mo (Perubahan dan Pelestarian, 1921, Kokuhonsha)

2.3. Gerakan Sastra dan Pengaruh
Pada masanya, Kōda Rohan bersama Ozaki Kōyō menciptakan era keemasan sastra yang dikenal sebagai "Kōro Jidai" (時代, Era Kōro). Mereka sering disebut sebagai "Ozaki Kōyō yang realistis dan Kōda Rohan yang idealis," membentuk salah satu periode penting dalam sastra Meiji. Rohan dianggap sebagai salah satu penulis yang mengarahkan perkembangan sastra modern Jepang. Terkadang, era ini juga disebut "Kōro Shōō Jidai," yang mencakup Tsubouchi Shōyō dan Mori Ōgai.
2.4. Studi Klasik dan Aktivitas Akademik
Rohan juga seorang sarjana yang berdedikasi pada studi klasik. Ia melakukan kritik terhadap karya-karya Ihara Saikaku dan Nansō Satomi Hakkenden. Bersama enam anggota Bashō Kenkyūkai (Perkumpulan Studi Bashō), termasuk Numami Keion dan Ōta Mizuho, ia menerbitkan Bashō Haiku Kenkyū (Studi Haiku Bashō). Pada tahun 1920 (tahun ke-9 Taishō), ia memulai anotasi Bashō Shichibushū (Tujuh Kumpulan Bashō) dan menyelesaikannya pada tahun 1947 (tahun ke-22 Shōwa), tak lama sebelum kematiannya, setelah 17 tahun pengerjaan.
Pada tahun 1907 (tahun ke-40 Meiji), ia menerbitkan Yūsenkutsu, sebuah esai yang berargumen bahwa novel fantasi Dinasti Tang Youxian Ku (Gua Perjalanan Abadi) memiliki pengaruh mendalam terhadap Man'yōshū, kumpulan puisi Jepang kuno. Pada tahun 1908 (tahun ke-41 Meiji), atas undangan teman lamanya, Kano Kōkichi, rektor pertama Fakultas Sastra Universitas Kekaisaran Kyoto (sekarang Universitas Kyoto), Rohan menjadi dosen di program Sastra Jepang. Pada saat yang sama, Naitō Konan juga diundang sebagai dosen di program Sejarah Oriental. Keduanya terkenal sebagai penulis dan jurnalis, tetapi kemampuan mereka sebagai akademisi belum teruji, sehingga undangan dari Kano dianggap sangat tidak konvensional.
Menurut Aoki Masaru, seorang sinolog yang belajar di bawah bimbingan Rohan, kuliahnya mencakup teori sintaksis Jepang (sejarah perkembangan gaya tulisan Jepang), teori sastra tentang Soga Monogatari dan Wasan, serta Chikamatsu Sewa Jōruri. Meskipun ia bukan pembicara yang mahir, Rohan sangat populer di kalangan mahasiswa. Namun, ia menulis di papan tulis dengan aksara kursif yang sulit dibaca, dan karena tubuhnya yang kekar serta kepalanya yang besar, ia sering menutupi tulisannya, sehingga menyulitkan mahasiswa untuk mencatat. Meskipun Rohan memiliki kualifikasi yang cukup sebagai seorang sarjana, ia meninggalkan universitas setelah kurang dari setahun (ia pindah ke Kyoto pada awal tahun itu) dan kembali ke Tokyo selama liburan musim panas karena alasan yang tidak jelas. Rohan sendiri bercanda bahwa ia pergi karena "tidak bisa memancing di Kyoto yang hanya ada gunung," tetapi kemungkinan besar ia tidak cocok dengan suasana universitas yang birokratis dan kaku. Penyakit istrinya, Kimi, juga mungkin menjadi alasan (istrinya meninggal pada tahun 1910). Ironisnya, setahun setelah ia meninggalkan universitas, pada tahun 1911 (tahun ke-44 Meiji), ia dianugerahi gelar Doktor Sastra atas kontribusi utamanya, Yūsenkutsu.
Setelah periode singkat tanpa publikasi, Rohan kembali ke dunia sastra dengan Yūjōki (Catatan Perasaan Mendalam, kumpulan cerpen dari 1915-1917) dan Unmei (Takdir, 1919), yang keduanya mendapat sambutan hangat. Karya-karya ini, dan banyak karya berikutnya, mengambil inspirasi dari klasik Tiongkok. Rohan juga merupakan salah satu pelopor dalam studi Taoisme di Jepang. Ia menulis beberapa esai perintis tentang Taoisme pada saat studi tentang topik ini masih sangat jarang di dunia. Mengenai evaluasi karya-karyanya, Unmei mendapat pujian tinggi dari Tanizaki Jun'ichirō dan lainnya, tetapi Takashima Toshio mengkritiknya sebagai "tidak lebih dari salinan catatan sejarah Tiongkok." Namun, penelitiannya tentang Taoisme dipuji oleh Nanjo Takenori, yang menyatakan bahwa "dari semua buku Taoisme yang saya baca, yang paling mengesankan adalah karya Rohan dan Maspero," menempatkannya setara dengan Le Taoïsme et les religions chinoises karya Henri Maspero sebagai klasik dalam studi Taoisme.
3. Minat Pribadi dan Hobi
Selain kegiatan sastranya, Kōda Rohan memiliki berbagai minat dan hobi yang beragam, mencerminkan kepribadiannya yang luas. Ia dikenal sebagai penggemar berat memancing, dan ia sering mencatat perjalanan memancingnya ke various sungai, pengetahuannya tentang bentuk kail, dan cara memelihara cacing tanah sebagai umpan dalam buku harian, esai, dan puisi-puisinya.
Rohan juga seorang pemain Go dan Shogi yang antusias. Dalam Shogi, ia belajar dari master-master terkemuka seperti Ono Gohei (Meijin ke-12), Sekine Kinjirō (Meijin ke-13), dan Kimura Yoshio (Meijin ke-14). Ia bahkan melakukan penelitian tentang sejarah Shogi dan menyumbangkan esai-esai seperti "Shogi Zakkō" dan "Shogi Zatsuwa" ke majalah Taiyō. Ia dianugerahi peringkat amatir: Dan 1 pada tahun 1916 oleh Ono Meijin, Dan 2 pada tahun 1917 oleh Inoue Yoshio Hachidan, dan Dan 4 pada tahun 1922 oleh Sekine Meijin. Pada peringatan sepuluh tahun kematiannya pada tahun 1957, Federasi Shogi Jepang secara anumerta menganugerahinya peringkat Dan 6.
Selain itu, Rohan juga tertarik pada fotografi dan memasak. Ia bahkan memiliki sisi sebagai seorang futuris. Dalam karyanya Kokei Otesei Miraiki (Catatan Masa Depan Buatan Tangan yang Lucu) yang diterbitkan pada tahun 1911, ia memprediksi teknologi seperti transmisi daya nirkabel, moving walkway, monorel, dan mobil listrik.
4. Penghargaan dan Pengakuan
Pada 28 April 1937 (tahun ke-12 Shōwa), Kōda Rohan menjadi salah satu penerima pertama Ordo Kebudayaan Jepang, sebuah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh pemerintah Jepang untuk kontribusi luar biasa dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan. Pada tahun yang sama, ia juga menjadi anggota Akademi Seni Kekaisaran. Saat menerima penghargaan tersebut, ia berkomentar, "Selama beberapa tahun terakhir ini, saya hampir tidak pernah menulis."
Evaluasi terhadap Rohan, baik pada masanya maupun oleh generasi berikutnya, menempatkannya sebagai salah satu penulis terkemuka dalam sejarah sastra Jepang, sering kali disejajarkan dengan Natsume Sōseki dan Mori Ōgai.
5. Kehidupan Pribadi
Kehidupan pribadi Kōda Rohan, terutama hubungan keluarga dan pengalaman di masa tuanya, memberikan wawasan lebih jauh tentang sosok di balik karya-karya besarnya.
5.1. Pernikahan dan Keluarga
Rohan adalah putra keempat dari Koda Shigenobu dan Yu. Ayahnya, Shigenobu, berasal dari keluarga Imanishi yang bertugas sebagai pelayan di O-oku (bagian dalam Kastil Edo) dan kemudian menjadi menantu tunggal Koda Risada, seorang pelayan di bagian luar kastil. Setelah Restorasi Meiji, Shigenobu berganti nama menjadi Narinobu dan bekerja sebagai pejabat rendahan di Kementerian Keuangan, tetapi diberhentikan pada tahun 1885.
Kakak tertua Rohan, Naritsune (1858-1925), menjadi pengusaha dan menjabat sebagai direktur pelaksana Sagami Bōseki. Kakak keduanya, Naritada (juga dikenal sebagai Shigetada), adalah seorang perwira Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dan penjelajah yang kemudian diadopsi ke keluarga Gunji. Adik laki-lakinya, Naritomo (juga dikenal sebagai Shigetomo), adalah seorang sejarawan. Adik bungsunya, Shūzō, meninggal muda saat masih kuliah di Sekolah Musik Tokyo. Rohan juga memiliki dua adik perempuan: Nobu, seorang pianis dan pemain biola, dan Kō, juga seorang pemain biola. Putra Kō adalah penulis Takagi Taku, yang menulis tentang Rohan dan menerbitkan novel Chi to Chi (Darah dan Darah), yang didasarkan pada perselisihan warisan di keluarga Kōda.
Keluarga Kōda awalnya menganut Buddhisme Nichiren. Namun, setelah ayahnya, Shigenobu, diberhentikan dari pekerjaannya, ia dan anggota keluarga lainnya beralih ke Kristen atas rekomendasi teman kuliahnya, Iwaki Hiroshi, dan Uemura Masahisa. Rohan sendiri menolak untuk berpindah agama ketika Uemura mencoba membujuknya setelah ia kembali dari penugasannya di Yoichi. Dengan demikian, Rohan adalah satu-satunya anggota keluarga inti yang tidak menjadi Kristen.
Pada usia 29 tahun (menurut perhitungan Jepang), Rohan menikah dengan Yamamuro Kimi. Kimi adalah sosok yang sangat memahami Rohan, dan mereka memiliki tiga anak: Uta (putri sulung), Aya Kōda (putri kedua), dan Shigetoyo (putra sulung). Kimi meninggal pada tahun 1910 (tahun ke-43 Meiji) karena influenza. Dua tahun kemudian, pada tahun 1912 (tahun pertama Taishō), putri sulung mereka, Uta, juga meninggal pada usia muda. Pada tahun yang sama, Rohan menikah lagi dengan Kodama Yayo, seorang Kristen. Berkat upaya Yayo, Aya dapat bersekolah di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama Joshi Gakuin, sebuah sekolah misi Kristen. Pada tahun 1926 (tahun ke-15 Taishō), putra sulungnya, Shigetoyo, meninggal karena tuberkulosis-peristiwa yang kemudian menjadi inspirasi bagi novel Aya Kōda, Otōto (Adik Laki-laki). Yayo berpisah dari Rohan pada tahun 1933 (tahun ke-8 Shōwa) dan meninggal pada tahun 1945.
Aya Kōda menulis esai tentang ayahnya, Zakki (Catatan Aneka), tak lama sebelum kematian Rohan. Meskipun Rohan tidak sempat melihatnya, Zakki diterbitkan tak lama setelah kematiannya dan menarik perhatian publik. Aya kemudian memulai karier sebagai penulis novel dan esai, banyak di antaranya berpusat pada ayahnya. Putri Aya, Aoki Tama, juga seorang penulis esai, dan putrinya, Aoki Nao, adalah seorang esais di bidang sastra Jerman.
5.2. Masa Tua dan Kematian
Sekitar sepuluh tahun, dari tahun 1897 (tahun ke-30 Meiji) hingga 1907, Kōda Rohan tinggal di "Mukōjima Kagyūan" (Pondok Siput Mukōjima) di Desa Terajima, Distrik Minamikatsushika, Prefektur Tokyo. Rumah ini kemudian dipindahkan dan dilestarikan di Museum Meiji Mura dan terdaftar sebagai Properti Budaya Berwujud Terdaftar (Bangunan).
Pada tahun 1945, selama Perang Dunia II, Rohan mengungsi bersama Aya dan Tama ke Prefektur Nagano, tempat Yayo tinggal setelah berpisah. Mereka kemudian pindah ke Itō, Prefektur Shizuoka. Aya dan Tama sempat tinggal sementara di rumah Toshihiko Shioya sebelum akhirnya menyewa rumah di Sugano, Ichikawa, Prefektur Chiba, pada Oktober 1945. Pada 28 Januari 1946, Rohan juga pindah ke rumah di Sugano.
Selama tinggal di Ichikawa, Rohan yang sudah tua menderita katarak dan sebagian besar hidupnya dihabiskan di tempat tidur. Meskipun demikian, ia berhasil menyelesaikan Bashō Shichibushū Hyōshaku melalui dikte kepada Toshihiko Shioya. Kōda Rohan meninggal pada 30 Juli 1947 (tahun ke-22 Shōwa), pada usia 80 tahun (menurut perhitungan Barat, 79 tahun), di Sugano, Ichikawa, Prefektur Chiba, akibat pneumonia yang diperparah oleh angina pektoris.
Pemakamannya diadakan secara sederhana di rumah kecilnya yang hanya memiliki tiga ruangan. Namun, acara tersebut dihadiri oleh Tetsu Katayama, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang, dan Abe Yoshishige. Dewan Perwakilan Rakyat Jepang dan Dewan Penasihat Jepang juga mengirimkan ucapan belasungkawa. Makamnya berada di Kuil Ikegami Honmon-ji. Nama anumertanya adalah Rohan Koji. Setelah kematiannya, rumah tua Rohan di Terajima-chō, Distrik Sumida, yang telah lama ia tinggali, dirobohkan karena lapuk. Di lokasi tersebut kemudian dibangun sebuah taman yang diresmikan pada 24 April 1963, dan dibuka pada awal Mei dengan nama "Taman Rohan." Taman ini masih ada hingga saat ini sebagai "Taman Anak-anak Rohan Sumida Ward."

6. Warisan dan Pengaruh
Warisan Kōda Rohan mencakup kontribusi signifikan terhadap sastra Jepang modern dan studi klasik, yang terus memengaruhi generasi berikutnya.
6.1. Evaluasi Sejarah Sastra
Kōda Rohan dianggap sebagai salah satu penulis terkemuka dalam sejarah sastra Jepang modern, sering kali disejajarkan dengan Natsume Sōseki dan Mori Ōgai. Bersama Ozaki Kōyō, ia membentuk "Kōro Jidai," sebuah periode penting yang ditandai oleh perdebatan antara realisme dan idealisme dalam sastra. Rohan adalah perwakilan utama dari neoklasikisme dan idealisme dalam sastra Jepang.
Ia memiliki pengetahuan mendalam tentang sastra Tiongkok, klasik Jepang, dan berbagai agama. Rohan meninggalkan banyak esai dan biografi sejarah, serta penelitian klasik seperti Bashō Shichibushū Hyōshaku. Meskipun karyanya Unmei mendapat pujian tinggi dari Tanizaki Jun'ichirō, ada juga kritik, seperti dari Takashima Toshio, yang menganggapnya sebagai "sekadar salinan langsung dari catatan sejarah Tiongkok." Namun, penelitiannya tentang Taoisme dipuji oleh Nanjo Takenori, yang menyatakannya setara dengan karya Henri Maspero, menjadikannya klasik dalam studi Taoisme hingga saat ini.
6.2. Pengaruh pada Generasi Berikutnya
Karya-karya dan studi Kōda Rohan memiliki pengaruh yang luas terhadap penulis dan cendekiawan Jepang di masa mendatang. Pengaruhnya paling jelas terlihat pada putrinya, Aya Kōda, yang menjadi penulis terkenal dan banyak menulis tentang ayahnya serta kehidupan keluarga mereka. Melalui karya-karyanya, Rohan tidak hanya membentuk arah sastra modern Jepang tetapi juga membuka jalan bagi studi mendalam tentang klasik dan filsafat Timur.
7. Kōda Rohan dalam Budaya Populer
Kōda Rohan dan kehidupannya telah digambarkan dalam berbagai media, termasuk film, drama televisi, teater, dan anime.
- Film
- Otōto (1960), diperankan oleh Masayuki Mori
- Otōto (1976), diperankan oleh Isao Kimura
- Teito Monogatari (1988), diperankan oleh Kōji Takahashi
- Waga Ai no Fu: Taki Rentarō Monogatari (1993), diperankan oleh Kyōhei Shibata
- Drama Televisi
- Otōto (1958), diperankan oleh Yoshi Katō
- Otōto (1981), diperankan oleh Mizuho Suzuki
- Otōto (1990), diperankan oleh Shizuo Naka
- Koishikawa no Ie (1996), diperankan oleh Hisaya Morishige
- Yamada Fūtarō Karakuri Jikenchō (2001), diperankan oleh Yūta Minowa
- Kōda-ke no Hitobito (2002), diperankan oleh Nakamura Baijaku II
- Teater
- Arifuku Shijin (1964), diperankan oleh Mikijirō Hira
- Arifuku Shijin (1989), diperankan oleh Seiya Nakano
- Opera Taki Rentarō (1998), diperankan oleh Yoshihisa Fujita
- Anime
- Teito Monogatari (OVA, 1991), disuarakan oleh Yūsaku Yara