1. Gambaran Umum
Korea Utara, secara resmi Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK), adalah sebuah negara di Asia Timur yang mencakup bagian utara Semenanjung Korea. Negara ini berbatasan dengan Tiongkok dan Rusia di utara, serta Korea Selatan di selatan melalui Zona Demiliterisasi Korea (DMZ). Sejarahnya dimulai dari pembagian Korea setelah Perang Dunia II, yang kemudian memicu Perang Korea pada tahun 1950. Meskipun gencatan senjata ditandatangani pada tahun 1953, kedua Korea secara teknis masih dalam keadaan perang.
Korea Utara adalah negara sosialis berideologi Juche dengan sistem politik satu partai yang dipimpin oleh Partai Buruh Korea. Pemerintahan berpusat pada dinasti Kim, dimulai dari Kim Il-sung, dilanjutkan oleh Kim Jong-il, dan kini Kim Jong-un. Negara ini menganut kebijakan "Songun" (militer utama), yang memprioritaskan Tentara Rakyat Korea dalam urusan negara dan alokasi sumber daya. Korea Utara juga dikenal memiliki senjata nuklir, yang memicu kontroversi internasional dan sanksi ekonomi.
Secara geografis, sebagian besar wilayah Korea Utara terdiri dari pegunungan dan dataran tinggi. Iklimnya bersifat kontinental dengan empat musim yang jelas. Pyongyang adalah ibu kota dan kota terbesar. Ekonomi negara ini terpusat dan terencana, meskipun dalam beberapa dekade terakhir telah ada upaya terbatas untuk memperkenalkan elemen pasar. Kesulitan ekonomi kronis, diperparah oleh sanksi internasional dan bencana alam, telah berdampak signifikan pada kehidupan penduduk, termasuk masalah pangan.
Masyarakat Korea Utara sangat terstruktur, dengan sistem klasifikasi sosial yang dikenal sebagai Songbun yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan warganya. Pendidikan dan layanan kesehatan disediakan oleh negara, namun kualitas dan aksesibilitasnya sering menjadi perhatian. Situasi hak asasi manusia di Korea Utara telah menjadi subjek kritik tajam dari komunitas internasional, dengan laporan mengenai kamp penjara politik, kerja paksa, dan pembatasan kebebasan mendasar.
Budaya Korea Utara menekankan ideologi Juche dan kolektivisme, yang tercermin dalam seni, sastra, dan pertunjukan massal seperti Festival Arirang. Media massa dikontrol ketat oleh negara. Meskipun terisolasi, ada tren terbatas masuknya budaya eksternal dalam beberapa tahun terakhir.
Artikel ini akan mengupas berbagai aspek Korea Utara, mulai dari sejarah, geografi, sistem politik dan militer, hubungan luar negeri, kondisi ekonomi dan sosial, hingga budaya, dengan merefleksikan perspektif kiri-tengah/liberalisme sosial yang menekankan dampak sosial, hak asasi manusia, dan perkembangan demokrasi.
2. Etimologi dan Nama Negara
Nama "Korea" berasal dari Goguryeo, juga dikenal sebagai Koryŏ, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea. Ejaan modern "Korea" pertama kali muncul pada tahun 1671 dalam catatan perjalanan Hendrick Hamel dari Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Setelah pembagian Korea menjadi Utara dan Selatan, kedua belah pihak menggunakan istilah yang berbeda untuk merujuk pada Korea: 조선ChosŏnBahasa Korea di Korea Utara, dan 한국HangukBahasa Korea di Korea Selatan. Warga Korea Utara menggunakan nama 조선ChosŏnBahasa Korea ketika merujuk pada Korea Utara atau Korea secara keseluruhan. Terjemahan harfiah dari Korea Utara, 북조선PukchosŏnBahasa Korea, jarang digunakan oleh mereka, meskipun dapat ditemukan dalam sumber-sumber sebelum Perang Korea. Sebaliknya, warga Korea Selatan menggunakan istilah 북한BukhanBahasa Korea ketika merujuk pada Korea Utara, yang berasal dari nama Korea Selatan untuk Korea, 한국HangukBahasa Korea. Di Indonesia, nama "Korea Utara" umum digunakan.
Pada tahun 1948, Korea Utara mengadopsi nama resmi Republik Rakyat Demokratik Korea (조선민주주의인민공화국Chosŏn Minjujuŭi Inmin KonghwagukBahasa Korea, disingkat RRDK). Dalam aksara Hanja, nama ini ditulis 朝鮮民主主義人民共和國Chosŏn Minjujuŭi Inmin Konghwaguk (aksara Hanja)Bahasa Korea. Di dunia internasional, karena pemerintahannya menguasai bagian utara Semenanjung Korea, negara ini umum disebut Korea Utara (North KoreaBahasa Inggris) untuk membedakannya dari Korea Selatan, yang secara resmi disebut Republik Korea. Kedua pemerintah menganggap diri mereka sebagai pemerintah yang sah atas seluruh Semenanjung Korea dan pulau-pulau yang berdekatan. Oleh karena itu, rakyat Korea Utara umumnya tidak menganggap diri mereka sebagai 'orang Korea Utara' tetapi sebagai orang Korea di negara yang terbagi, sama seperti rekan sebangsa mereka di Selatan, dan pengunjung asing dianjurkan untuk tidak menggunakan istilah 'Korea Utara' saat berada di negara tersebut.
3. Sejarah
Bagian ini menjelaskan proses perubahan sejarah di bagian utara Semenanjung Korea dan pembentukan serta peristiwa-peristiwa utama Republik Rakyat Demokratik Korea secara kronologis, dimulai dari zaman kuno hingga era modern di bawah kepemimpinan Kim Jong-un.
3.1. Dari Zaman Kuno hingga Modern
Semenanjung Korea pertama kali dihuni sejak periode Paleolitikum Bawah. Menurut mitologi Korea, pada tahun 2333 SM, Kerajaan Gojoseon didirikan oleh raja-dewa Dangun. Kerajaan pertama ini tercatat dalam catatan Tiongkok pada awal abad ke-7 SM. Menyusul penyatuan Tiga Kerajaan Korea di bawah nama Silla Bersatu pada tahun 668 M, Korea kemudian diperintah oleh Dinasti Goryeo (918-1392) dan Dinasti Joseon (1392-1897). Pada tahun 1897, Raja Gojong memproklamasikan Kekaisaran Korea, yang kemudian dianeksasi oleh Kekaisaran Jepang pada tahun 1910.
Wilayah utara Semenanjung Korea memiliki sejarah panjang yang terkait dengan negara-negara kuno seperti Gojoseon, Goguryeo, dan Balhae. Goguryeo, khususnya, adalah kerajaan besar yang wilayahnya mencakup sebagian besar Manchuria dan bagian utara Semenanjung Korea. Setelah jatuhnya Goguryeo, Balhae didirikan oleh para pengungsi Goguryeo dan suku Mohe, melanjutkan warisan Goguryeo di wilayah utara. Selama periode Goryeo, wilayah utara menjadi benteng pertahanan penting melawan invasi dari utara, seperti dari Khitan dan Mongol. Pada masa Dinasti Joseon, wilayah ini terus memainkan peran strategis, dengan upaya untuk mengamankan perbatasan dan mengembangkan wilayah tersebut. Era modern ditandai dengan pembukaan pelabuhan dan meningkatnya pengaruh kekuatan asing di Semenanjung Korea, yang pada akhirnya mengarah pada penjajahan Jepang.
3.2. Masa Penjajahan Jepang
Dari tahun 1910 hingga akhir Perang Dunia II pada tahun 1945, Korea berada di bawah pemerintahan Jepang. Sebagian besar orang Korea adalah petani yang melakukan pertanian subsisten. Pada tahun 1930-an, Jepang mengembangkan tambang, bendungan hidroelektrik, pabrik baja, dan pabrik manufaktur di Korea bagian utara dan Manchuria yang berdekatan. Kelas pekerja industri Korea berkembang pesat, dan banyak orang Korea pergi bekerja di Manchuria. Akibatnya, 65% industri berat Korea berlokasi di utara, tetapi karena medan yang berat, hanya 37% dari pertaniannya.
Korea bagian utara memiliki sedikit paparan terhadap ide-ide Barat modern. Satu pengecualian parsial adalah penetrasi agama. Sejak kedatangan misionaris pada akhir abad kesembilan belas, bagian barat laut Korea, dan Pyongyang khususnya, telah menjadi benteng Kekristenan. Akibatnya, Pyongyang disebut "Yerusalem dari Timur".
Sebuah gerakan gerilya Korea muncul di pedalaman pegunungan dan di Manchuria, mengganggu otoritas kekaisaran Jepang. Salah satu pemimpin gerilya yang paling menonjol adalah Kim Il-sung yang berhaluan Komunis. Selama periode ini, masyarakat Korea mengalami penindasan politik dan eksploitasi ekonomi. Kebijakan asimilasi budaya Jepang memaksa orang Korea untuk mengadopsi nama Jepang, berbicara bahasa Jepang, dan meninggalkan adat istiadat tradisional mereka. Namun, penindasan ini juga memicu gerakan kemerdekaan yang kuat, baik di dalam maupun di luar negeri, yang berjuang untuk memulihkan kedaulatan Korea. Dampak sosial dari penjajahan ini sangat mendalam, meninggalkan luka sejarah dan memengaruhi identitas nasional Korea.
3.3. Pembebasan dan Pembagian

Setelah penyerahan Jepang pada akhir Perang Dunia II pada tahun 1945, Semenanjung Korea dibagi menjadi dua zona di sepanjang paralel utara ke-38, dengan bagian utara semenanjung diduduki oleh Uni Soviet dan bagian selatan oleh Amerika Serikat. Negosiasi mengenai reunifikasi gagal. Jenderal Soviet Terenty Shtykov merekomendasikan pembentukan Administrasi Sipil Soviet pada Oktober 1945, dan mendukung Kim Il-sung sebagai ketua Komite Rakyat Sementara Korea Utara, yang didirikan pada Februari 1946.
Pembagian ini dengan cepat mengarah pada polarisasi politik. Di Utara, Soviet mendukung pembentukan rezim komunis di bawah Kim Il-sung, sementara di Selatan, Amerika Serikat mendukung tokoh-tokoh anti-komunis. Perbedaan ideologi dan kepentingan kekuatan besar ini menjadi dasar konflik Utara-Selatan yang akan datang. Proses pembagian ini berdampak besar pada masyarakat Korea, memisahkan keluarga dan menciptakan dua entitas politik yang saling bermusuhan di semenanjung yang dulunya satu.
Pada September 1946, warga Korea Selatan bangkit melawan Pemerintahan Militer Sekutu. Pada April 1948, pemberontakan penduduk pulau Jeju ditumpas dengan kekerasan. Selatan mendeklarasikan status kenegaraannya pada Mei 1948 dan dua bulan kemudian, Syngman Rhee yang anti-komunis menjadi penguasanya. Republik Rakyat Demokratik Korea didirikan di Utara pada 9 September 1948. Shtykov menjabat sebagai duta besar Soviet pertama, sementara Kim Il-sung menjadi perdana menteri. Pasukan Soviet menarik diri dari Utara pada tahun 1948, dan sebagian besar pasukan Amerika menarik diri dari Selatan pada tahun 1949. Duta Besar Shtykov mencurigai Rhee berencana untuk menyerang Utara dan bersimpati pada tujuan Kim untuk unifikasi Korea di bawah sosialisme. Keduanya berhasil melobi pemimpin Soviet Joseph Stalin untuk mendukung perang cepat melawan Selatan, yang memuncak pada pecahnya Perang Korea.
3.4. Pendirian Republik Rakyat Demokratik Korea dan Perang Korea

Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) secara resmi didirikan pada 9 September 1948, dengan Kim Il-sung sebagai perdana menteri. Pembentukan ini merupakan puncak dari proses konsolidasi kekuasaan komunis di wilayah utara Semenanjung Korea yang diduduki Soviet. Ideologi negara yang baru ini berakar pada Marxisme-Leninisme, dengan penekanan pada kemandirian nasional dan pembangunan sosialis.
Pada 25 Juni 1950, militer Korea Utara menyerbu Korea Selatan, dengan cepat menguasai sebagian besar negara itu. Peristiwa ini memicu Perang Korea. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dipimpin oleh Amerika Serikat, melakukan intervensi untuk membela Selatan dan dengan cepat maju ke Korea Utara. Ketika mereka mendekati perbatasan dengan Tiongkok, pasukan Tiongkok turun tangan atas nama Korea Utara, mengubah kembali keseimbangan perang. Penyebab perang ini kompleks, berakar pada pembagian semenanjung pasca-Perang Dunia II, ambisi reunifikasi dari kedua belah pihak di bawah ideologi masing-masing, serta dinamika Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Pertempuran berakhir pada 27 Juli 1953, dengan sebuah gencatan senjata yang secara kasar memulihkan batas-batas asli antara Korea Utara dan Selatan, tetapi tidak ada perjanjian damai formal yang pernah ditandatangani. Perang ini mengakibatkan kehancuran yang luas dan jutaan korban jiwa, baik sipil maupun militer. Diperkirakan 3 juta orang tewas dalam Perang Korea, dengan proporsi kematian warga sipil yang lebih tinggi daripada Perang Dunia II atau Perang Vietnam. Baik secara per kapita maupun absolut, Korea Utara adalah negara yang paling hancur akibat perang, yang mengakibatkan kematian sekitar 12-15% dari populasi Korea Utara, sebuah angka yang mendekati atau melampaui proporsi warga Soviet yang tewas dalam Perang Dunia II. Akibat perang, hampir setiap bangunan penting di Korea Utara hancur.
Dampak internasional dari Perang Korea sangat signifikan. Perang ini memperkuat Perang Dingin, mengarah pada peningkatan belanja militer global, dan memperkuat aliansi militer seperti NATO. Bagi Semenanjung Korea, perang ini mengukuhkan pembagian dan memperdalam permusuhan antara Utara dan Selatan. Konsekuensi perang bagi kelompok-kelompok terkait, termasuk para korban perang, pengungsi, dan keluarga yang terpisah, sangat mendalam dan bertahan lama. Zona Demiliterisasi Korea (DMZ) yang dijaga ketat masih membagi semenanjung, dan sentimen anti-komunis serta anti-Korea Utara tetap ada di Korea Selatan. Sejak perang, Amerika Serikat telah mempertahankan kehadiran militer yang kuat di Selatan yang digambarkan oleh pemerintah Korea Utara sebagai pasukan pendudukan imperialis. Pemerintah Korea Utara mengklaim bahwa Perang Korea disebabkan oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Pada Oktober 2024, Korea Utara mengklaim bahwa 1,4 juta orang telah bergabung dengan militernya setelah menuduh Korea Selatan melakukan intrusi drone. Sebagai tanggapan, Korea Selatan membatasi peluncuran selebaran di dekat perbatasan untuk mencegah potensi konflik, sementara kedua belah pihak terlibat dalam perang psikologis, termasuk siaran yang mengganggu di perbatasan.
3.5. Rekonstruksi Pasca-Perang dan Era Kim Il-sung

Setelah Perang Korea, Korea Utara memulai proses rekonstruksi besar-besaran dengan bantuan ekonomi dan keahlian dari negara-negara Blok Timur lainnya, terutama Uni Soviet dan Tiongkok. Periode pasca-perang tahun 1950-an dan 1960-an menyaksikan pergeseran ideologis di Korea Utara, ketika Kim Il-sung berupaya mengkonsolidasikan kekuasaannya. Kim Il-sung sangat kritis terhadap perdana menteri Soviet Nikita Khrushchev dan kebijakan de-Stalinisasi-nya, serta mengkritik Khrushchev sebagai seorang revisionis. Selama Insiden Faksi Agustus 1956, Kim Il-sung berhasil menahan upaya Uni Soviet dan Tiongkok untuk menggulingkannya demi orang Korea Soviet atau faksi Yan'an yang pro-Tiongkok. Sebagian besar cendekiawan menganggap penarikan terakhir pasukan Tiongkok dari Korea Utara pada Oktober 1958 sebagai tanggal terakhir ketika Korea Utara secara efektif menjadi independen.
Kim Il-sung mempromosikan filosofi pribadinya, Juche, sebagai ideologi negara. Juche, yang berarti "kemandirian" atau "berdiri di atas kaki sendiri", menekankan kemandirian politik, ekonomi, dan militer. Ideologi ini menjadi landasan bagi pembentukan sistem kekuasaan tunggal Kim Il-sung, di mana ia dipuja sebagai pemimpin besar dan figur sentral negara. Gerakan Chollima (kuda bersayap mitologis) diluncurkan pada akhir 1950-an untuk memobilisasi massa guna mencapai target produksi yang tinggi dan mempercepat pembangunan ekonomi. Gerakan ini awalnya menunjukkan beberapa keberhasilan dalam industrialisasi, terutama di sektor industri berat. Produksi industri kembali ke tingkat sebelum perang pada tahun 1957.
Pada tahun 1959, hubungan dengan Jepang agak membaik, dan Korea Utara mulai mengizinkan repatriasi warga negara Jepang di negara itu. Pada tahun yang sama, Korea Utara merevaluasi won Korea Utara, yang memiliki nilai lebih besar daripada mata uang Korea Selatan. Hingga tahun 1960-an, pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada di Korea Selatan, dan PDB per kapita Korea Utara setara dengan tetangga selatannya hingga tahun 1976.
Namun, pada tahun 1980-an, ekonomi mulai mengalami stagnasi; penurunan panjang dimulai pada tahun 1987 dan hampir sepenuhnya runtuh setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991, ketika semua bantuan Soviet tiba-tiba dihentikan. Sebuah studi internal CIA mengakui berbagai pencapaian pemerintah Korea Utara pasca-perang: perawatan penuh kasih untuk anak yatim piatu perang dan anak-anak secara umum, peningkatan radikal dalam status perempuan, perumahan gratis, perawatan kesehatan gratis, dan statistik kesehatan terutama dalam harapan hidup dan angka kematian bayi yang sebanding bahkan dengan negara-negara paling maju hingga bencana kelaparan Korea Utara. Harapan hidup di Utara adalah 72 tahun sebelum bencana kelaparan, yang hanya sedikit lebih rendah daripada di Selatan. Negara ini pernah memiliki sistem perawatan kesehatan yang relatif maju; Korea Utara sebelum bencana kelaparan memiliki jaringan hampir 45.000 dokter keluarga dengan sekitar 800 rumah sakit dan 1.000 klinik.
Dampak pemerintahan Kim Il-sung terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan kemajuan sosial sangatlah signifikan dan sebagian besar negatif. Pembentukan sistem kekuasaan tunggal dan kultus individu yang ekstrem meniadakan segala bentuk oposisi politik dan partisipasi demokratis. Hak asasi manusia secara sistematis dilanggar, dengan adanya kamp-kamp penjara politik, kerja paksa, dan kontrol ketat atas kehidupan sehari-hari warga. Meskipun ada kemajuan awal dalam rekonstruksi dan industrialisasi, fokus pada industri berat dan militer dengan mengorbankan sektor konsumen dan pertanian, ditambah dengan isolasi yang semakin meningkat, akhirnya menyebabkan kesulitan ekonomi dan stagnasi sosial. Meskipun negara menyediakan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, kualitasnya menurun seiring waktu dan akses seringkali dibatasi oleh status sosial dan loyalitas politik.
Periode damai relatif antara Utara dan Selatan setelah gencatan senjata terganggu oleh pertempuran kecil di perbatasan, penculikan selebriti, dan upaya pembunuhan. Utara gagal dalam beberapa upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Korea Selatan, seperti dalam serangan tahun 1968, 1974, dan Pengeboman Rangoon pada tahun 1983; terowongan ditemukan di bawah DMZ dan ketegangan memuncak atas insiden pembunuhan kapak di Panmunjom pada tahun 1976. Selama hampir dua dekade setelah perang, kedua negara tidak berupaya untuk bernegosiasi satu sama lain. Pada tahun 1971, kontak rahasia tingkat tinggi mulai dilakukan yang berpuncak pada Pernyataan Bersama Utara-Selatan 4 Juli tahun 1972 yang menetapkan prinsip-prinsip untuk bekerja menuju reunifikasi damai. Pembicaraan tersebut akhirnya gagal karena pada tahun 1973, Korea Selatan menyatakan preferensinya agar kedua Korea mencari keanggotaan terpisah di organisasi internasional.
3.6. Era Kim Jong-il dan Politik Songun

Setelah kematian Kim Il-sung pada tahun 1994, putranya Kim Jong-il menggantikannya sebagai pemimpin tertinggi. Uni Soviet dibubarkan pada 26 Desember 1991, mengakhiri bantuan dan dukungannya kepada Korea Utara. Pada tahun 1992, ketika kesehatan Kim Il-sung mulai memburuk, putranya Kim Jong-il perlahan mulai mengambil alih berbagai tugas negara. Kim Il-sung meninggal karena serangan jantung pada tahun 1994; Kim Jong-il mendeklarasikan periode berkabung nasional selama tiga tahun, setelah itu secara resmi mengumumkan posisinya sebagai pemimpin baru.
Kim Jong-il memperkenalkan kebijakan Songun (militer utama), yang memprioritaskan Tentara Rakyat Korea dalam urusan negara dan alokasi sumber daya. Kebijakan ini memperkuat peran militer dalam politik dan ekonomi, serta mengarah pada peningkatan belanja militer yang signifikan. Korea Utara berjanji untuk menghentikan pengembangan senjata nuklirnya di bawah Kerangka Kerja yang Disepakati, yang dinegosiasikan dengan presiden AS Bill Clinton dan ditandatangani pada tahun 1994. Membangun Nordpolitik, Korea Selatan mulai terlibat dengan Utara sebagai bagian dari Kebijakan Sinar Matahari-nya.
Pada pertengahan 1990-an, Korea Utara dilanda kesulitan ekonomi parah yang dikenal sebagai Pawai Kesulitan (Arduous March). Banjir pada pertengahan 1990-an memperburuk krisis ekonomi, merusak tanaman dan infrastruktur secara parah dan menyebabkan kelaparan yang meluas yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah, mengakibatkan kematian antara 240.000 hingga 420.000 orang. Bencana kelaparan ini disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk runtuhnya Uni Soviet (yang merupakan penyedia bantuan utama), bencana alam (banjir dan kekeringan), dan salah urus ekonomi struktural. Dampaknya terhadap masyarakat sangat menghancurkan, dengan laporan meluas mengenai kekurangan gizi, penyakit, dan kematian. Situasi ini memaksa banyak warga Korea Utara untuk melarikan diri ke Tiongkok, Korea Selatan, dan negara-negara tetangga. Di Tiongkok, anak-anak imigran ilegal Korea Utara ini disebut Kotjebi. Pada tahun 1996, pemerintah menerima bantuan pangan dari PBB.
Isu pengembangan nuklir Korea Utara menjadi semakin menonjol selama era Kim Jong-il. Lingkungan internasional berubah setelah George W. Bush menjadi Presiden AS pada tahun 2001. Pemerintahannya menolak Kebijakan Sinar Matahari Korea Selatan dan Kerangka Kerja yang Disepakati. Bush memasukkan Korea Utara dalam poros setan-nya dalam Pidato Kenegaraan tahun 2002. Pemerintah AS memperlakukan Korea Utara sebagai negara jahat, sementara Korea Utara melipatgandakan upayanya untuk memperoleh senjata nuklir. Pada 9 Oktober 2006, Korea Utara mengumumkan telah melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya. Hal ini memicu kecaman internasional dan sanksi ekonomi yang lebih ketat.
Presiden AS Barack Obama mengadopsi kebijakan "kesabaran strategis", menolak membuat kesepakatan dengan Korea Utara. Ketegangan dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat meningkat pada tahun 2010 dengan tenggelamnya kapal perang Korea Selatan Cheonan dan penembakan Korea Utara di Pulau Yeonpyeong.
Dampak pemerintahan Kim Jong-il terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan kemajuan sosial melanjutkan tren negatif dari era ayahnya. Kebijakan Songun semakin memiliterisasi masyarakat dan mengalihkan sumber daya dari kebutuhan sipil. Pelanggaran hak asasi manusia terus berlanjut, dengan kamp penjara politik yang tetap beroperasi dan kebebasan sipil yang sangat dibatasi. Kesulitan ekonomi dan bencana kelaparan menunjukkan kegagalan sistem dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi warganya. Meskipun ada beberapa upaya reformasi ekonomi terbatas, secara keseluruhan, kemajuan sosial sangat terhambat.
3.7. Era Kim Jong-un

Setelah kematian Kim Jong-il pada 17 Desember 2011 akibat serangan jantung, putra bungsunya Kim Jong-un diumumkan sebagai penggantinya. Di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, Korea Utara melanjutkan dan mempercepat program pengembangan nuklir dan misil balistiknya. Menghadapi kecaman internasional, Korea Utara terus mengembangkan persenjataan nuklirnya, yang mungkin termasuk bom hidrogen dan misil yang mampu mencapai Amerika Serikat. Sejumlah uji coba nuklir dan peluncuran misil dilakukan, yang meningkatkan ketegangan di kawasan dan memicu sanksi internasional yang lebih keras dari PBB.
Pada 10 Januari 2021, Kim Jong-un secara resmi terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Buruh Korea, sebuah gelar yang sebelumnya dipegang oleh Kim Jong-il. Pada 24 Maret 2022, Korea Utara melakukan uji coba peluncuran ICBM yang berhasil untuk pertama kalinya sejak krisis 2017. Pada September 2022, Korea Utara mengesahkan undang-undang yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara bersenjata nuklir.
Selama tahun 2017, menyusul naiknya Donald Trump ke kursi kepresidenan AS, ketegangan antara Amerika Serikat dan Korea Utara meningkat, dan terjadi retorika yang memanas antara kedua negara, dengan Trump mengancam "api dan kemarahan" jika Korea Utara pernah menyerang wilayah AS, di tengah ancaman Korea Utara untuk menguji misil yang akan mendarat di dekat Guam. Ketegangan menurun secara substansial pada tahun 2018, dan détente berkembang. Serangkaian pertemuan puncak berlangsung antara Kim Jong-un dari Korea Utara, Presiden Moon Jae-in dari Korea Selatan, dan Presiden Trump.

Di bidang ekonomi, Kim Jong-un telah mengisyaratkan beberapa upaya perubahan kebijakan, termasuk memberikan lebih banyak otonomi kepada perusahaan negara dan mengizinkan beberapa bentuk aktivitas pasar. Namun, dampak dari perubahan ini terbatas oleh sanksi internasional yang ketat dan struktur ekonomi terpusat yang masih dominan.
Hubungan luar negeri Korea Utara di bawah Kim Jong-un tetap kompleks. Selain konfrontasi terkait program nuklir, ada juga periode diplomasi, termasuk pertemuan puncak dengan para pemimpin Korea Selatan, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Namun, kemajuan menuju denuklirisasi atau normalisasi hubungan tetap sulit dicapai. Pada 30 Desember 2023, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un secara provokatif menyatakan Korea Selatan, di bawah kepemimpinan Yoon Suk Yeol, sebagai "negara jajahan kolonial", menandai penyimpangan signifikan dari posisi klaim bersama atas seluruh Semenanjung Korea oleh Korea Utara dan Selatan yang telah lama ada. Pernyataan ini diikuti oleh seruan pada 15 Januari 2024, untuk amandemen konstitusi guna mendefinisikan kembali batas dengan Korea Selatan sebagai 'Garis Batas Nasional Selatan', yang semakin mengintensifkan retorika terhadap Korea Selatan. Kim Jong-un juga menyatakan bahwa jika terjadi perang, Korea Utara akan berupaya untuk mencaplok seluruh Korea Selatan. Pada tahun 2024, Korea Utara secara resmi meninggalkan upaya untuk menyatukan kembali Korea secara damai dan telah mengerahkan kontingen pasukan ke Rusia untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina.
Dampak pemerintahan Kim Jong-un terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan kemajuan sosial terus menjadi perhatian serius. Meskipun ada beberapa sinyal perubahan ekonomi, penekanan pada pengembangan senjata nuklir mengalihkan sumber daya yang sangat dibutuhkan. Situasi hak asasi manusia tetap buruk, dengan laporan terus-menerus mengenai kamp penjara politik, kurangnya kebebasan sipil, dan kontrol ketat negara atas warganya. Prospek kemajuan demokrasi tetap suram di bawah sistem politik yang ada.
4. Geografi
Korea Utara menempati bagian utara Semenanjung Korea, terletak antara garis lintang 37°LU dan 43°LU, serta garis bujur 124°BT dan 131°BT. Luas wilayahnya adalah 120.54 K km2. Di sebelah barat berbatasan dengan Laut Kuning dan Teluk Korea, dan di sebelah timur terletak Jepang di seberang Laut Jepang. Bagian ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai lingkungan alam, iklim, dan kota-kota utama di negara ini.

4.1. Lingkungan Alam
Sekitar 80 persen wilayah Korea Utara terdiri dari pegunungan dan dataran tinggi, yang dipisahkan oleh lembah-lembah yang dalam dan sempit. Semua gunung di Semenanjung Korea dengan ketinggian 2.00 K m atau lebih terletak di Korea Utara. Titik tertinggi di Korea Utara adalah Gunung Paektu, sebuah gunung berapi dengan ketinggian 2.74 K m di atas permukaan laut. Gunung Paektu dianggap sebagai tempat suci oleh orang Korea Utara dan memiliki signifikansi dalam budaya Korea serta telah dimasukkan dalam cerita rakyat dan kultus individu keluarga Kim. Contohnya, lagu "Kita Akan Pergi ke Gunung Paektu" memuji Kim Jong-un dan menggambarkan perjalanan simbolis ke gunung tersebut.
Rangkaian pegunungan utama lainnya adalah Pegunungan Hamgyong di timur laut ekstrem dan Pegunungan Rangrim, yang terletak di bagian utara-tengah Korea Utara. Gunung Kumgang di Pegunungan Taebaek, yang memanjang hingga ke Korea Selatan, terkenal karena keindahan pemandangannya.
Dataran pantai lebar di bagian barat dan terputus-putus di bagian timur. Sebagian besar penduduk tinggal di dataran dan dataran rendah. Menurut laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2003, hutan menutupi lebih dari 70 persen negara, sebagian besar di lereng curam. Korea Utara memiliki skor rata-rata Indeks Integritas Lanskap Hutan 2019 sebesar 8,02/10, menempatkannya di peringkat ke-28 secara global dari 172 negara. Sungai terpanjang adalah Sungai Amnok (Yalu) yang mengalir sepanjang 790 km. Negara ini memiliki tiga ekoregion terestrial: hutan gugur Korea Tengah, hutan campuran Pegunungan Changbai, dan hutan campuran Manchuria.
Ekosistem Korea Utara beragam, mulai dari hutan alpen hingga lahan basah pesisir. Namun, masalah lingkungan seperti deforestasi dan polusi menjadi perhatian akibat industrialisasi dan kekurangan sumber daya.
4.2. Iklim
Korea Utara mengalami iklim kontinental lembap dalam skema klasifikasi iklim Köppen. Musim dingin membawa cuaca cerah yang diselingi badai salju sebagai akibat dari angin utara dan barat laut yang bertiup dari Siberia. Musim panas cenderung menjadi waktu terpanas, paling lembap, dan paling banyak hujan dalam setahun karena angin monsun selatan dan tenggara yang membawa udara lembap dari Samudra Pasifik. Sekitar 60 persen dari seluruh curah hujan terjadi dari Juni hingga September. Musim semi dan musim gugur adalah musim transisi antara musim panas dan musim dingin. Suhu tinggi dan rendah rata-rata harian untuk Pyongyang adalah -3 °C dan -13 °C pada bulan Januari, serta 29 °C dan 20 °C pada bulan Agustus.
Perubahan iklim global juga berpotensi memengaruhi Korea Utara, dengan kemungkinan peningkatan frekuensi bencana alam seperti banjir dan kekeringan, yang dapat berdampak buruk pada ketahanan pangan dan infrastruktur negara.
4.3. Kota-kota Utama
Ibu kota dan kota terbesar Korea Utara adalah Pyongyang. Kota ini merupakan pusat politik, ekonomi, dan budaya negara. Diperkirakan populasinya sekitar 3 juta jiwa. Pyongyang dikenal dengan arsitektur monumental era Soviet, jalan-jalan lebar, dan berbagai monumen yang didedikasikan untuk keluarga Kim dan ideologi Juche.
Kota-kota utama lainnya meliputi:
- Hamhung: Kota terbesar kedua dan pusat industri kimia utama.
- Chongjin: Kota pelabuhan penting di pantai timur laut dan pusat industri baja.
- Nampo: Kota pelabuhan utama di pantai barat, berfungsi sebagai gerbang maritim utama Pyongyang.
- Wonsan: Kota pelabuhan dan resor wisata di pantai timur, dengan pengembangan pariwisata baru-baru ini seperti Resor Ski Masikryong.
- Sinuiju: Kota di perbatasan dengan Tiongkok, di seberang Sungai Amnok dari Dandong, merupakan pusat perdagangan penting.
- Kaesong: Kota bersejarah di dekat DMZ, pernah menjadi ibu kota Dinasti Goryeo dan lokasi Kawasan Industri Kaesong yang merupakan proyek kerja sama antar-Korea.
- Sariwon: Ibu kota Provinsi Hwanghae Utara, dikenal dengan industri ringan dan pertanian.
Kota-kota ini memainkan peran penting dalam ekonomi dan administrasi regional Korea Utara. Populasi dan fungsi masing-masing kota bervariasi, mencerminkan geografi dan kebijakan pembangunan negara.
5. Pembagian Administratif
Korea Utara dibagi menjadi beberapa tingkatan unit administratif. Tingkat tertinggi terdiri dari sembilan provinsi (do), dua kota yang dikelola langsung (chikhalsi), dan tiga wilayah administratif khusus. Tingkat kedua adalah kota (si), daerah (kun), dan distrik (kuyŏk untuk kota yang dikelola langsung). Tingkat ketiga lebih lanjut adalah kota kecil (ŭp), lingkungan (tong), desa (ri), dan distrik pekerja (rodongjagu).
Berikut adalah pembagian administratif tingkat pertama:
Kota yang Dikelola Langsung (Chikhalsi 직할시)
- Pyongyang (평양직할시; 平壤直轄市) - Ibu kota negara, pusat politik, ekonomi, dan budaya.
Kota Khusus (Teukbyeolsi 특별시)
- Nampo (남포특별시; 南浦特別市) - Kota pelabuhan penting di pantai barat.
- Rason (라선특별시; 羅先特別市) - Zona ekonomi khusus di timur laut, berbatasan dengan Tiongkok dan Rusia.
- Kaesong (개성특별시; 開城特別市) - Kota bersejarah dekat DMZ, sebelumnya menjadi bagian dari Daerah Industri Kaesong dan ditingkatkan statusnya menjadi kota khusus pada tahun 2019.
Provinsi (Do 도)
- Pyongan Selatan (평안남도; 平安南道) - Pusat administrasi: Pyongsong. Wilayah pertanian dan industri penting.
- Pyongan Utara (평안북도; 平安北道) - Pusat administrasi: Sinuiju. Berbatasan dengan Tiongkok, penting untuk perdagangan.
- Chagang (자강도; 慈江道) - Pusat administrasi: Kanggye. Wilayah pegunungan dengan industri pertahanan.
- Hwanghae Selatan (황해남도; 黃海南道) - Pusat administrasi: Haeju. Wilayah pertanian utama, lumbung padi negara.
- Hwanghae Utara (황해북도; 黃海北道) - Pusat administrasi: Sariwon. Wilayah pertanian dan pertambangan.
- Kangwon (강원도; 江原道) - Pusat administrasi: Wonsan. Terletak di pantai timur, memiliki potensi pariwisata.
- Hamgyong Selatan (함경남도; 咸鏡南道) - Pusat administrasi: Hamhung. Pusat industri berat dan kimia.
- Hamgyong Utara (함경북도; 咸鏡北道) - Pusat administrasi: Chongjin. Wilayah industri dan pertambangan di timur laut.
- Ryanggang (량강도; 兩江道) - Pusat administrasi: Hyesan. Wilayah pegunungan yang berbatasan dengan Tiongkok, termasuk Gunung Paektu.
Setiap provinsi dan kota yang dikelola langsung memiliki komite rakyat dan pejabat partai yang bertanggung jawab atas administrasi lokal. Karakteristik masing-masing wilayah sangat bervariasi tergantung pada geografi, sumber daya alam, dan kebijakan pembangunan pemerintah pusat. Wilayah khusus seperti Rason dan sebelumnya Kaesong (sebagai Kawasan Industri) dirancang untuk menarik investasi asing dan mempromosikan perdagangan.
6. Politik
Sistem politik Korea Utara adalah unik dan sangat terpusat, didominasi oleh Partai Buruh Korea dan dinasti Kim. Bagian ini akan menjelaskan struktur politik, ideologi negara, kepemimpinan, lembaga-lembaga negara utama, dan sistem pemilihan umumnya, dengan penekanan pada dampaknya terhadap perkembangan demokrasi.
6.1. Sistem Politik
Korea Utara secara resmi adalah sebuah "negara sosialis yang merdeka" dan berfungsi sebagai negara satu partai yang sangat terpusat dan totaliter di bawah kepemimpinan Partai Buruh Korea (PBK). Menurut konstitusinya, negara ini adalah negara sosialis yang digambarkan sebagai "dipandu dalam pembangunan dan kegiatannya hanya oleh Kimilsungisme-Kimjongilisme yang agung". Selain konstitusi, Korea Utara diatur oleh Sepuluh Prinsip untuk Pembentukan Sistem Ideologi Monolitik (juga dikenal sebagai "Sepuluh Prinsip Sistem Satu Ideologi") yang menetapkan standar untuk pemerintahan dan panduan perilaku bagi warga Korea Utara.
PBK, sebuah partai komunis yang dipimpin oleh anggota keluarga Kim, memiliki sekitar 6,5 juta anggota dan mengendalikan politik Korea Utara. PBK memiliki dua partai satelit, yaitu Partai Demokrat Sosial Korea dan Partai Chongu Chondois, yang membentuk Front Demokratik untuk Reunifikasi Tanah Air. Meskipun secara resmi negara ini mengadakan pemilihan umum yang demokratis, pengamat luar menggambarkan pemilihan tersebut sebagai tidak adil, tidak kompetitif, dan telah ditentukan sebelumnya, serupa dengan pemilihan umum di Uni Soviet.
Dampak sistem politik ini terhadap perkembangan demokrasi sangat signifikan dan negatif. Tidak adanya oposisi politik yang sah, kontrol ketat atas informasi, dan penindasan terhadap perbedaan pendapat menghalangi segala bentuk partisipasi demokratis yang bermakna. Konstitusi dan sistem hukum, meskipun ada, pada praktiknya tunduk pada kehendak partai dan pemimpin tertinggi, sehingga prinsip-prinsip negara hukum tidak berjalan. Prinsip-prinsip penyelenggaraan negara lebih didasarkan pada loyalitas kepada pemimpin dan partai daripada pada akuntabilitas atau representasi rakyat.
6.2. Ideologi Politik
Ideologi resmi Korea Utara dan PBK adalah Kimilsungisme-Kimjongilisme, yang merupakan landasan kerja partai dan operasi pemerintah. Juche, bagian dari Kimilsungisme-Kimjongilisme yang lebih besar bersama dengan Songun di bawah Kim Jong-un, dipandang oleh garis resmi Korea Utara sebagai perwujudan kebijaksanaan Kim Il-sung, ekspresi kepemimpinannya, dan gagasan yang memberikan "jawaban lengkap atas setiap pertanyaan yang muncul dalam perjuangan untuk pembebasan nasional". Juche pertama kali diumumkan pada Desember 1955 dalam pidato berjudul Tentang Penghapusan Dogmatisme dan Formalisme serta Pembentukan Juche dalam Pekerjaan Ideologis untuk menekankan revolusi yang berpusat pada Korea. Prinsip-prinsip intinya adalah kemandirian ekonomi, kemandirian militer, dan kebijakan luar negeri yang independen. Akar Juche terdiri dari campuran faktor yang kompleks, termasuk popularitas Kim Il-sung, konflik dengan para pembangkang pro-Soviet dan pro-Tiongkok, dan perjuangan Korea selama berabad-abad untuk kemerdekaan. Juche dimasukkan ke dalam konstitusi pada tahun 1972.
Awalnya, Juche dipromosikan sebagai "penerapan kreatif" dari Marxisme-Leninisme, tetapi pada pertengahan 1970-an, propaganda negara menggambarkannya sebagai "satu-satunya pemikiran ilmiah... dan struktur teoretis revolusioner yang paling efektif yang mengarah pada masa depan masyarakat komunis". Juche akhirnya sepenuhnya menggantikan Marxisme-Leninisme pada tahun 1980-an, dan pada tahun 1992 referensi ke Marxisme-Leninisme dihilangkan dari konstitusi. Konstitusi 2009 menghilangkan referensi ke komunisme dan mengangkat kebijakan militer utama Songun sambil secara eksplisit mengukuhkan posisi Kim Jong-il. Namun, konstitusi tetap mempertahankan referensi ke sosialisme. PBK menegaskan kembali komitmennya terhadap komunisme pada tahun 2021. Konsep kemandirian Juche telah berkembang seiring waktu dan keadaan, tetapi masih memberikan dasar bagi penghematan, pengorbanan, dan disiplin Spartan yang dituntut oleh partai.
Songun (politik militer utama) adalah ideologi lain yang penting, yang diperkenalkan dan ditekankan oleh Kim Jong-il. Ideologi ini memprioritaskan urusan militer di atas segalanya, menempatkan Tentara Rakyat Korea sebagai pilar utama negara dan revolusi. Kebijakan Songun memiliki dampak signifikan terhadap alokasi sumber daya, dengan sebagian besar anggaran negara dialokasikan untuk militer, seringkali dengan mengorbankan sektor sipil dan kesejahteraan rakyat.
Pengaruh ideologi Juche dan Songun terhadap masyarakat dan kebijakan sangat mendalam. Keduanya digunakan untuk membenarkan sistem politik otoriter, kultus individu pemimpin, dan kebijakan isolasionis. Masyarakat didorong untuk memiliki loyalitas absolut kepada pemimpin dan partai, serta siap berkorban demi negara dan revolusi. Kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, dan luar negeri semuanya dibentuk dan diimplementasikan berdasarkan prinsip-prinsip ideologi ini.
6.3. Kepemimpinan
Struktur kekuasaan di Korea Utara sangat terpusat pada Pemimpin Tertinggi, yang telah diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga Kim, mulai dari Kim Il-sung, Kim Jong-il, hingga Kim Jong-un saat ini. Sistem ini sering digambarkan sebagai kediktatoran herediter. Fenomena kultus individu yang intensif dibangun di sekitar para pemimpin ini, di mana mereka digambarkan sebagai figur yang bijaksana, mahakuasa, dan penuh kasih, serta penyelamat bangsa Korea. Media massa, sistem pendidikan, dan organisasi sosial semuanya dimobilisasi untuk mempromosikan kultus individu ini.
Dampak dari sistem kepemimpinan ini terhadap hak asasi manusia dan demokrasi sangatlah parah. Tidak ada ruang bagi oposisi politik atau perbedaan pendapat. Setiap kritik terhadap pemimpin atau kebijakan partai dianggap sebagai tindakan permusuhan dan dapat dihukum berat. Hak-hak dasar seperti kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat sangat dibatasi. Sumber daya negara seringkali digunakan untuk mempertahankan kultus individu dan gaya hidup mewah keluarga pemimpin, sementara rakyat biasa menghadapi kesulitan ekonomi dan kekurangan. Perkembangan demokrasi sepenuhnya terhambat oleh sistem ini.
6.3.1. Pemimpin Tertinggi dan Keluarga Kim

Sejak berdirinya negara, kepemimpinan tertinggi Korea Utara tetap berada di tangan keluarga Kim, yang di Korea Utara disebut sebagai Garis Darah Paektu. Ini adalah garis keturunan tiga generasi yang berasal dari pemimpin pertama negara itu, Kim Il-sung, yang membangun Korea Utara berdasarkan ideologi Juche, dan tetap berkuasa hingga kematiannya. Kim mengembangkan kultus kepribadian yang terkait erat dengan filosofi negara Juche, yang kemudian diwariskan kepada para penggantinya: putranya Kim Jong-il pada tahun 1994 dan cucunya Kim Jong-un pada tahun 2011. Pada tahun 2013, Klausul 2 Pasal 10 dari Sepuluh Prinsip Fundamental Partai Buruh Korea yang baru disunting menyatakan bahwa partai dan revolusi harus dijalankan "secara abadi" oleh "Garis Darah Paektu".
Kim Jong-un dari keluarga Kim saat ini adalah Pemimpin Tertinggi atau Suryeong Korea Utara. Ia mengepalai semua struktur pemerintahan utama: ia adalah Sekretaris Jenderal Partai Buruh Korea dan presiden Komisi Urusan Negara. Kakeknya Kim Il-sung, pendiri dan pemimpin Korea Utara hingga kematiannya pada tahun 1994, adalah "Presiden abadi" negara itu, sementara ayahnya Kim Jong-il yang menggantikan Kim Il-sung sebagai pemimpin diumumkan sebagai "Sekretaris Jenderal Abadi" dan "Ketua Abadi Komisi Pertahanan Nasional" setelah kematiannya pada tahun 2011.
Menurut New Focus International, kultus kepribadian, terutama di sekitar Kim Il-sung, sangat penting untuk melegitimasi suksesi herediter keluarga tersebut. Kontrol yang dilakukan pemerintah Korea Utara atas banyak aspek budaya bangsa digunakan untuk melanggengkan kultus kepribadian di sekitar Kim Il-sung dan Kim Jong-il. Saat mengunjungi Korea Utara pada tahun 1979, jurnalis Bradley Martin menulis bahwa hampir semua musik, seni, dan patung yang diamatinya memuliakan "Pemimpin Besar" Kim Il-sung, yang kultus kepribadiannya saat itu diperluas ke putranya, "Pemimpin Terkasih" Kim Jong-il.

Klaim bahwa keluarga tersebut telah didewakan dibantah oleh B. R. Myers: "Kekuatan ilahi tidak pernah dikaitkan dengan salah satu dari kedua Kim tersebut. Faktanya, aparat propaganda di Pyongyang umumnya berhati-hati untuk tidak membuat klaim yang bertentangan langsung dengan pengalaman warga atau akal sehat." Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa propaganda negara menggambarkan Kim Jong-il sebagai seseorang yang keahliannya terletak pada urusan militer dan bahwa bencana kelaparan tahun 1990-an sebagian disebabkan oleh bencana alam di luar kendali Kim Jong-il.
Lagu "No Motherland Without You", yang dinyanyikan oleh paduan suara tentara Korea Utara, diciptakan khusus untuk Kim Jong-il dan merupakan salah satu lagu paling populer di negara itu. Kim Il-sung masih secara resmi dihormati sebagai "Presiden Abadi" bangsa. Beberapa landmark di Korea Utara dinamai menurut Kim Il-sung, termasuk Universitas Kim Il-sung, Stadion Kim Il-sung, dan Alun-Alun Kim Il-sung. Para pembelot telah dikutip mengatakan bahwa sekolah-sekolah Korea Utara mendewakan ayah dan anak tersebut. Kim Il-sung menolak anggapan bahwa ia telah menciptakan kultus di sekitarnya dan menuduh mereka yang menyarankan hal ini sebagai "faksionalisme". Setelah kematian Kim Il-sung, warga Korea Utara bersujud dan menangis di depan patung perunggunya dalam sebuah acara yang terorganisir; adegan serupa disiarkan oleh televisi negara setelah kematian Kim Jong-il.
Kritikus menyatakan bahwa kultus kepribadian Kim Jong-il diwarisi dari ayahnya. Kim Jong-il sering menjadi pusat perhatian dalam kehidupan sehari-hari. Ulang tahunnya adalah salah satu hari libur umum terpenting di negara itu. Pada ulang tahunnya yang ke-60 (berdasarkan tanggal lahir resminya), perayaan massal terjadi di seluruh negeri. Kultus kepribadian Kim Jong-il, meskipun signifikan, tidak seluas ayahnya. Salah satu pandangan adalah bahwa kultus kepribadian Kim Jong-il semata-mata karena menghormati Kim Il-sung atau karena takut akan hukuman karena tidak memberi penghormatan, sementara sumber-sumber pemerintah Korea Utara menganggapnya sebagai pemujaan pahlawan yang tulus.
Posisi dan peran Kim Jong-un sebagai Ketua Komisi Urusan Negara saat ini adalah sebagai kepala negara dan pemimpin tertinggi, yang mengendalikan semua aspek pemerintahan dan militer.
6.3.2. Pemimpin Terdahulu
Kim Il-sung (berkuasa 1948-1994) adalah pendiri Republik Rakyat Demokratik Korea dan membentuk negara berdasarkan ideologi Juche. Pemerintahannya ditandai dengan konsolidasi kekuasaan melalui penyingkiran faksi-faksi saingan, pembangunan kultus individu yang kuat, dan kebijakan ekonomi terpusat yang awalnya menunjukkan beberapa keberhasilan dalam rekonstruksi pasca-perang dan industrialisasi melalui Gerakan Chollima. Namun, kebijakan ini kemudian menyebabkan stagnasi ekonomi dan ketergantungan pada bantuan Soviet. Dari perspektif demokrasi dan hak asasi manusia, pemerintahannya sangat represif. Tidak ada ruang untuk oposisi politik, kebebasan sipil sangat dibatasi, dan banyak warga negara menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, termasuk di kamp-kamp penjara politik. Meskipun ada klaim pembangunan sosial seperti peningkatan literasi dan layanan kesehatan awal, ini sering dibayangi oleh kontrol negara yang totaliter dan kurangnya kebebasan individu. Evaluasi positif mungkin menunjuk pada pencapaian kemerdekaan dan pembangunan awal, tetapi evaluasi negatif akan menekankan kediktatoran, pelanggaran HAM berat, dan kegagalan ekonomi jangka panjang.
Kim Jong-il (berkuasa 1994-2011) mewarisi kekuasaan dari ayahnya dan melanjutkan sistem politik yang ada. Pemerintahannya ditandai dengan kebijakan Songun (militer utama), yang semakin memperkuat peran militer dalam negara dan mengalokasikan sumber daya besar untuk pertahanan, termasuk pengembangan program nuklir. Periode ini juga menyaksikan kesulitan ekonomi yang parah, yang dikenal sebagai "Pawai Kesulitan" (Arduous March), yang menyebabkan kelaparan luas dan kematian ratusan ribu orang. Dari perspektif demokrasi dan hak asasi manusia, situasi tetap buruk atau bahkan memburuk. Kultus individu terus berlanjut, dan kontrol negara atas masyarakat tetap ketat. Pengembangan senjata nuklir mengisolasi Korea Utara lebih lanjut dan mengakibatkan sanksi internasional yang memperburuk kondisi ekonomi rakyat. Evaluasi positif mungkin sulit ditemukan, kecuali mungkin kemampuannya untuk mempertahankan rezim di tengah kesulitan besar. Evaluasi negatif akan menyoroti bencana kelaparan, pelanggaran HAM yang berkelanjutan, dan kebijakan konfrontatif yang meningkatkan ketegangan regional dan global.
6.4. Partai Buruh Korea
Partai Buruh Korea (PBK) adalah partai politik pendiri dan penguasa di Korea Utara. Partai ini memegang monopoli kekuasaan politik dan mengendalikan semua aspek negara dan masyarakat. Didirikan pada tahun 1945, PBK menganut ideologi resmi Kimilsungisme-Kimjongilisme, yang mencakup prinsip-prinsip Juche (kemandirian) dan Songun (militer utama).
Organisasi PBK bersifat hierarkis dan sangat terpusat. Kongres Partai adalah badan tertinggi secara formal, tetapi kekuasaan sebenarnya berada di tangan Komite Sentral, Politbiro, Presidium Politbiro, dan yang paling penting, Sekretaris Jenderal Partai (saat ini dipegang oleh Kim Jong-un). Partai memiliki jaringan organisasi yang luas di seluruh negeri, mulai dari tingkat pusat hingga sel-sel partai di tempat kerja dan komunitas lokal. Keanggotaan partai bersifat selektif dan dianggap sebagai tanda loyalitas politik.
Peran PBK adalah sebagai kekuatan pemandu negara dan masyarakat. Partai menetapkan semua kebijakan utama, mengawasi implementasinya oleh lembaga negara, dan memastikan kepatuhan ideologis di semua tingkatan. Proses pengambilan kebijakan utama terjadi di dalam organ-organ tertinggi partai, seringkali melalui keputusan pemimpin tertinggi. Partai juga memainkan peran penting dalam mobilisasi massa, pendidikan ideologi, dan kontrol sosial. Dampaknya terhadap demokrasi sangat negatif, karena PBK secara efektif menghilangkan pluralisme politik dan membatasi partisipasi warga negara dalam pengambilan keputusan.
6.5. Lembaga Negara
Lembaga-lembaga negara utama di Korea Utara secara formal bertanggung jawab atas fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif, namun dalam praktiknya semua lembaga ini berada di bawah kendali Partai Buruh Korea dan Pemimpin Tertinggi.
6.5.1. Komisi Urusan Negara
Komisi Urusan Negara (KUN) adalah lembaga kepemimpinan kebijakan tertinggi di Korea Utara, yang didirikan pada tahun 2016 untuk menggantikan Komisi Pertahanan Nasional. Menurut konstitusi, KUN bertugas sebagai "organ tertinggi pemandu kedaulatan negara". Ketua KUN saat ini adalah Kim Jong-un, yang juga merupakan Pemimpin Tertinggi negara.
Susunan KUN terdiri dari Ketua, Wakil Ketua Pertama, beberapa Wakil Ketua, dan anggota lainnya, yang dipilih atau diberhentikan oleh Majelis Rakyat Tertinggi. Wewenang KUN mencakup perumusan kebijakan utama negara, termasuk kebijakan pertahanan dan keamanan, pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut, dan pemberian arahan kepada lembaga-lembaga negara lainnya. KUN juga memiliki wewenang untuk menunjuk atau memberhentikan pejabat tinggi negara dan militer.
Peran KUN sangat sentral dalam struktur kekuasaan Korea Utara, berfungsi sebagai badan pengambilan keputusan tertinggi yang mengintegrasikan urusan partai, negara, dan militer di bawah kepemimpinan Kim Jong-un. Lembaga ini secara langsung mengawasi Kementerian Pertahanan, Kementerian Keamanan Negara, dan Kementerian Keamanan Sosial.
6.5.2. Majelis Rakyat Tertinggi
Majelis Rakyat Tertinggi (MRT) secara formal adalah lembaga kedaulatan tertinggi dan badan legislatif unikameral di Korea Utara. Anggotanya yang berjumlah 687 orang dipilih setiap lima tahun melalui pemilihan umum dengan hak pilih universal, meskipun pengamat luar menganggap pemilihan ini tidak demokratis dan lebih bersifat seremonial.
Fungsi MRT secara konstitusional mencakup pengesahan undang-undang, penetapan kebijakan dalam dan luar negeri, pengangkatan anggota kabinet, peninjauan dan persetujuan rencana ekonomi negara, serta pemilihan atau pemberhentian pejabat tinggi negara termasuk Ketua dan anggota Komisi Urusan Negara, serta Presiden dan hakim-hakim Pengadilan Pusat.
Namun, dalam praktiknya, peran MRT sangat terbatas. Sidang MRT diadakan secara singkat, biasanya hanya beberapa hari dalam setahun, dan lebih berfungsi untuk meratifikasi keputusan yang telah dibuat oleh Partai Buruh Korea dan Pemimpin Tertinggi. MRT tidak memiliki kekuatan untuk menginisiasi undang-undang secara independen atau menentang kebijakan pemerintah. Ketua Presidium MRT (saat ini Choe Ryong-hae) secara formal menjalankan beberapa fungsi kepala negara seremonial, seperti menerima surat kepercayaan dari duta besar asing.
6.5.3. Kabinet
Kabinet adalah lembaga eksekutif administratif tertinggi di Korea Utara, yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan negara dan mengelola urusan sehari-hari pemerintahan. Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri (saat ini Kim Tok-hun), yang secara resmi merupakan pejabat peringkat kedua setelah Kim Jong-un. Perdana Menteri mewakili pemerintah dan berfungsi secara independen dalam batas-batas kebijakan yang ditetapkan oleh partai dan Komisi Urusan Negara.
Susunan Kabinet terdiri dari Perdana Menteri, beberapa Wakil Perdana Menteri, para menteri yang mengepalai berbagai kementerian, ketua komisi setingkat kementerian, sekretaris utama kabinet, presiden Bank Sentral, direktur Biro Pusat Statistik, dan presiden Akademi Ilmu Pengetahuan. Kementerian utama mencakup bidang-bidang seperti luar negeri, ekonomi, industri, pertanian, pendidikan, kesehatan, dan budaya.
Peran Kabinet adalah untuk melaksanakan rencana pembangunan ekonomi nasional, mengelola anggaran negara, dan mengawasi operasi berbagai sektor ekonomi dan sosial. Namun, otoritas Kabinet seringkali dibatasi oleh pengaruh kuat dari Partai Buruh Korea dan Komisi Urusan Negara, terutama dalam hal kebijakan strategis dan alokasi sumber daya.
6.5.4. Lembaga Yudikatif
Sistem yudikatif Korea Utara terdiri dari Pengadilan Pusat, pengadilan tingkat provinsi atau kota khusus, pengadilan rakyat (di tingkat kota/daerah), dan pengadilan khusus (militer, kereta api, maritim). Pengadilan Pusat adalah pengadilan banding tertinggi.
Secara formal, hakim dipilih oleh majelis rakyat setempat, tetapi proses ini seringkali dipengaruhi atau bahkan dikesampingkan oleh Partai Buruh Korea. Kitab undang-undang pidana didasarkan pada prinsip nullum crimen sine lege (tidak ada kejahatan tanpa hukum), tetapi tetap menjadi alat kontrol politik meskipun ada beberapa amandemen yang mengurangi pengaruh ideologis. Pengadilan tidak hanya menangani kasus pidana dan perdata tetapi juga kasus politik. Tahanan politik sering dikirim ke kamp kerja paksa, sementara pelanggar pidana dipenjara dalam sistem terpisah.
Kejaksaan Pusat (dan kantor kejaksaan di bawahnya) bertanggung jawab untuk mengawasi kepatuhan hukum oleh semua lembaga, perusahaan, organisasi, dan warga negara, serta melakukan penuntutan.
Namun, independensi yudikatif sangat diragukan. Lembaga yudikatif pada dasarnya berfungsi sebagai alat negara untuk menegakkan kebijakan partai dan menjaga stabilitas rezim, daripada sebagai penjamin keadilan yang netral dan independen. Hak atas peradilan yang adil seringkali tidak dihormati, terutama dalam kasus-kasus yang dianggap sensitif secara politik.
6.6. Pemilihan Umum
Korea Utara mengadakan pemilihan umum untuk memilih anggota Majelis Rakyat Tertinggi (tingkat nasional) dan majelis rakyat lokal (tingkat provinsi, kota, dan daerah). Pemilihan ini diadakan secara berkala, biasanya setiap lima tahun untuk MRT. Hak pilih diberikan secara universal kepada warga negara yang berusia 17 tahun ke atas.
Prosedur pemilihan umum di Korea Utara sangat berbeda dengan sistem demokrasi multipartai. Di setiap daerah pemilihan, biasanya hanya ada satu kandidat yang dicalonkan, yang telah disetujui oleh Partai Buruh Korea dan Front Demokratik untuk Reunifikasi Tanah Air. Pemilih memiliki pilihan untuk menyetujui atau tidak menyetujui kandidat tersebut, tetapi tekanan sosial dan politik sangat kuat untuk memberikan suara setuju. Ruang untuk suara tidak setuju secara efektif tidak ada, dan pemungutan suara seringkali tidak rahasia.
Tingkat partisipasi pemilih dilaporkan sangat tinggi, mendekati 100%, karena partisipasi dianggap sebagai kewajiban warga negara dan demonstrasi loyalitas kepada rezim. Hasil pemilihan juga hampir selalu menunjukkan dukungan bulat (mendekati 100%) untuk kandidat yang dicalonkan.
Dari perspektif demokrasi, pemilihan umum di Korea Utara tidak memiliki makna substantif dalam hal kompetisi politik atau representasi kehendak rakyat yang sebenarnya. Pemilihan lebih berfungsi sebagai ritual politik untuk melegitimasi kekuasaan Partai Buruh Korea dan Pemimpin Tertinggi, serta sebagai mekanisme untuk mobilisasi massa dan sensus penduduk. Tidak ada persaingan antar partai atau kandidat dengan platform kebijakan yang berbeda. Oleh karena itu, pemilihan umum di Korea Utara tidak dapat dianggap sebagai cerminan proses demokrasi yang sejati.
7. Militer

Militer Korea Utara, yang dikenal sebagai Tentara Rakyat Korea (KPA), memainkan peran sentral dalam negara, sejalan dengan ideologi Songun (militer utama). Bagian ini akan menjelaskan organisasi KPA, kekuatannya, kebijakan militer, dan status pengembangan senjata pemusnah massal.
7.1. Tentara Rakyat Korea
Tentara Rakyat Korea (KPA) diperkirakan terdiri dari 1.280.000 tentara aktif dan 6.300.000 pasukan cadangan dan paramiliter, menjadikannya salah satu institusi militer terbesar di dunia. Dengan tentara aktif yang terdiri dari sekitar 5% dari populasinya, Korea Utara mempertahankan kekuatan militer aktif terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Sekitar 20 persen pria berusia 17-54 tahun bertugas di angkatan bersenjata reguler, dan sekitar satu dari setiap 25 warga negara adalah seorang prajurit yang terdaftar.
KPA dibagi menjadi lima cabang:
- Angkatan Darat: Merupakan cabang terbesar, terdiri dari sekitar satu juta personel yang terbagi dalam 80 divisi infanteri, 30 brigade artileri, 25 brigade perang khusus, 20 brigade mekanis, 10 brigade tank, dan tujuh resimen tank. Dilengkapi dengan sekitar 3.700 tank, 2.100 kendaraan pengangkut personel lapis baja dan kendaraan tempur infanteri, 17.900 buah artileri, 11.000 senjata anti-pesawat, dan sekitar 10.000 MANPADS serta misil anti-tank terpandu.
- Angkatan Laut: Mengoperasikan sekitar 800 kapal, termasuk armada kapal selam terbesar di dunia (meskipun sebagian besar teknologinya sudah tua).
- Angkatan Udara dan Anti-Udara: Diperkirakan memiliki sekitar 1.600 pesawat (dengan antara 545 - 810 bertugas dalam peran tempur), sebagian besar merupakan model era Soviet dan Tiongkok yang sudah tua.
- Pasukan Operasi Khusus: Merupakan unit pasukan khusus terbesar di dunia, dilatih untuk operasi infiltrasi dan perang asimetris.
- Pasukan Strategis (Pasukan Roket): Bertanggung jawab atas operasional misil balistik, termasuk yang berhulu ledak nuklir.
Komando KPA berada di tangan Komisi Militer Pusat Partai Buruh Korea dan Komisi Urusan Negara yang independen, yang mengendalikan Kementerian Pertahanan. Kebijakan militer Korea Utara berfokus pada pertahanan negara, pencegahan serangan dari luar (terutama dari Amerika Serikat dan Korea Selatan), dan kemampuan untuk melakukan serangan balasan yang signifikan. Strategi ini juga mencakup pengembangan kemampuan perang asimetris untuk mengimbangi kekurangan teknologi konvensional. Penjualan senjata ke Korea Utara oleh negara lain dilarang oleh sanksi PBB, dan kemampuan konvensional KPA dibatasi oleh sejumlah faktor termasuk peralatan usang, pasokan bahan bakar yang tidak mencukupi, dan kekurangan aset komando dan kontrol digital. Untuk mengkompensasi kekurangan ini, KPA telah mengerahkan berbagai macam teknologi perang asimetris termasuk laser pembuta anti-personel, pengacau GPS, kapal selam mini dan torpedo manusia, cat siluman, dan unit perang siber. Pada tahun 2015, Korea Utara dilaporkan mempekerjakan 6.000 personel keamanan komputer canggih di unit perang siber yang beroperasi di luar Tiongkok. Unit KPA dituduh bertanggung jawab atas peretasan Sony Pictures tahun 2014 dan diduga telah mencoba mengganggu satelit militer Korea Selatan.
7.2. Senjata Pemusnah Massal
Korea Utara adalah negara bersenjata nuklir, meskipun sifat dan kekuatan persenjataan negara itu tidak pasti. Hingga September 2023, perkiraan ukurannya berkisar antara 40 hingga 116 hulu ledak nuklir yang telah dirakit. Kemampuan pengiriman disediakan oleh Pasukan Roket, yang memiliki sekitar 1.000 misil balistik dengan jangkauan hingga 11909 K m (7.40 K mile).
Menurut penilaian Korea Selatan tahun 2004, Korea Utara juga memiliki stok senjata kimia yang diperkirakan berjumlah antara 2.500 hingga 5.000 ton, termasuk agen saraf, lepuh, darah, dan muntah, serta kemampuan untuk mengembangkan dan memproduksi senjata biologis termasuk antraks, cacar, dan kolera. Akibat uji coba nuklir dan misilnya, Korea Utara telah dikenai sanksi berdasarkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu Resolusi 1695 (Juli 2006), Resolusi 1718 (Oktober 2006), Resolusi 1874 (Juni 2009), Resolusi 2087 (Januari 2013), dan Resolusi 2397 (Desember 2017).
7.2.1. Pengembangan Nuklir
Sejarah program pengembangan senjata nuklir Korea Utara dimulai beberapa dekade lalu, dengan motivasi awal yang mungkin terkait dengan keamanan nasional dan pencegahan terhadap ancaman eksternal, terutama dari Amerika Serikat. Fasilitas nuklir utama termasuk kompleks nuklir Yongbyon, yang memiliki reaktor riset, pabrik pengayaan uranium, dan fasilitas pemrosesan ulang plutonium.
Korea Utara telah melakukan beberapa uji coba nuklir:
- Oktober 2006: Uji coba nuklir pertama, memicu kecaman internasional dan sanksi PBB.
- Mei 2009: Uji coba nuklir kedua.
- Februari 2013: Uji coba nuklir ketiga.
- Januari 2016: Mengklaim telah menguji bom hidrogen (meskipun diragukan oleh para ahli).
- September 2016: Uji coba nuklir kelima.
- September 2017: Uji coba nuklir keenam dan yang paling kuat hingga saat ini, diklaim sebagai bom hidrogen yang dapat dipasang pada ICBM.
Reaksi masyarakat internasional terhadap pengembangan nuklir Korea Utara sangat negatif. Dewan Keamanan PBB telah memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi yang semakin ketat untuk menekan Korea Utara agar menghentikan program nuklirnya. Pembicaraan Enam Pihak ( melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Rusia) diadakan beberapa kali untuk mencoba menyelesaikan masalah ini secara diplomatis, tetapi menemui jalan buntu.
Dampak sosial dari program nuklir ini sangat signifikan. Alokasi sumber daya yang besar untuk program militer dan nuklir telah mengorbankan sektor-sektor lain seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan, yang memperburuk kondisi kehidupan rakyat. Sanksi internasional juga berdampak negatif pada ekonomi dan akses terhadap bantuan kemanusiaan.
7.2.2. Pengembangan Rudal
Korea Utara memiliki program pengembangan rudal balistik yang signifikan dan telah mencapai kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sejarah pengembangan rudal dimulai dengan bantuan teknologi dari Uni Soviet dan negara-negara lain, tetapi Korea Utara kemudian mengembangkan kemampuan domestik yang substansial.
Karakteristik rudal Korea Utara bervariasi berdasarkan jenisnya:
- Rudal Jarak Pendek (SRBM)**: Seperti seri Scud dan KN-02 (Toksa), dengan jangkauan beberapa ratus kilometer, mampu mencapai target di Korea Selatan.
- Rudal Jarak Menengah (MRBM)**: Seperti Nodong dan Musudan (Hwasong-10), dengan jangkauan hingga beberapa ribu kilometer, mampu mencapai Jepang dan pangkalan militer AS di Guam.
- Rudal Balistik Antarbenua (ICBM)**: Seperti Hwasong-14, Hwasong-15, dan Hwasong-17, yang diklaim mampu mencapai daratan Amerika Serikat. Korea Utara juga mengembangkan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (SLBM) seperti Pukguksong.
Korea Utara telah melakukan banyak uji coba peluncuran rudal, yang seringkali meningkatkan ketegangan regional dan internasional. Uji coba ini dilihat sebagai ancaman militer yang serius oleh negara-negara tetangga dan Amerika Serikat. Sebagai tanggapan, Dewan Keamanan PBB telah memberlakukan sanksi tambahan yang menargetkan program rudal Korea Utara.
7.3. Industri Pertahanan
Industri pertahanan Korea Utara merupakan sektor penting dalam ekonomi dan strategi keamanan nasional negara tersebut. Sebagian besar peralatan yang digunakan oleh KPA direkayasa dan diproduksi oleh industri pertahanan domestik. Senjata diproduksi di sekitar 1.800 pabrik industri pertahanan bawah tanah yang tersebar di seluruh negeri, sebagian besar berlokasi di Provinsi Chagang.
Skala industri pertahanan cukup besar, mampu memproduksi berbagai macam senjata individu dan senjata yang dioperasikan oleh awak, artileri, kendaraan lapis baja, tank, misil, helikopter, kapal selam, kapal pendarat dan infiltrasi, serta pesawat latih Yak-18, dan bahkan mungkin memiliki kapasitas produksi pesawat jet terbatas. Tingkat teknologi bervariasi; beberapa sistem senjata merupakan turunan dari desain Soviet atau Tiongkok yang lebih tua, sementara sistem lain, terutama misil balistik, menunjukkan kemajuan teknologi yang signifikan.
Item produksi utama meliputi:
- Senjata ringan dan artileri.
- Tank, seperti Chonma-ho dan Pokpung-ho.
- Kendaraan lapis baja.
- Kapal perang, termasuk kapal patroli, fregat kecil, dan kapal selam.
- Misil balistik dari berbagai jenis dan jangkauan.
Meskipun ada upaya untuk mencapai kemandirian (Juche) dalam produksi pertahanan, Korea Utara masih menghadapi ketergantungan eksternal untuk beberapa komponen canggih dan teknologi tertentu, terutama sebelum sanksi internasional yang ketat diberlakukan. Sanksi-sanksi ini telah sangat membatasi akses Korea Utara terhadap teknologi dan material dari luar negeri, memaksa negara tersebut untuk lebih mengandalkan kemampuan domestiknya dan, diduga, melakukan kegiatan terlarang seperti proliferasi senjata dan serangan siber untuk mendapatkan dana dan teknologi.
Menurut media pemerintah Korea Utara, pengeluaran militer mencapai 15,8 persen dari anggaran negara pada tahun 2010. Departemen Luar Negeri AS memperkirakan bahwa pengeluaran militer Korea Utara rata-rata mencapai 23% dari PDB-nya dari tahun 2004 hingga 2014, tingkat tertinggi di dunia.
8. Hubungan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) ditandai oleh kombinasi isolasionisme, ideologi Juche (kemandirian), dan upaya untuk mempertahankan rezim serta mengembangkan kemampuan militernya, termasuk program senjata nuklir. Bagian ini akan menjelaskan secara objektif jalannya peristiwa sambil mempertimbangkan berbagai perspektif terkait, terutama dari pihak yang terkena dampak atau isu hak asasi manusia.
8.1. Tinjauan Umum

Akibat isolasi, Korea Utara terkadang dikenal sebagai "kerajaan pertapa", istilah yang awalnya merujuk pada isolasionisme pada bagian akhir Dinasti Joseon. Awalnya, Korea Utara hanya memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara komunis lainnya, dan bahkan hingga saat ini, sebagian besar kedutaan asing yang terakreditasi untuk Korea Utara berlokasi di Beijing daripada di Pyongyang. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, negara ini menjalankan kebijakan luar negeri yang independen, menjalin hubungan dengan banyak negara berkembang, dan bergabung dengan Gerakan Non-Blok. Pada akhir 1980-an dan 1990-an, kebijakan luar negerinya mengalami kekacauan dengan runtuhnya Blok Soviet. Mengalami krisis ekonomi, negara ini menutup sejumlah kedutaannya. Pada saat yang sama, Korea Utara berupaya membangun hubungan dengan negara-negara pasar bebas yang maju.
Korea Utara bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1991 bersama dengan Korea Selatan. Korea Utara juga merupakan anggota Gerakan Non-Blok, G77, dan Forum Regional ASEAN. Hingga tahun 2015, Korea Utara memiliki hubungan diplomatik dengan 166 negara dan kedutaan besar di 47 negara. Korea Utara tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Argentina, Botswana, Estonia, Prancis, Irak, Israel, Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, dan Ukraina. Jerman adalah negara yang tidak biasa dalam mempertahankan kedutaan Korea Utara. Duta Besar Jerman Friedrich Lohr mengatakan sebagian besar waktunya di Korea Utara melibatkan fasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan dan bantuan pertanian kepada populasi yang dilanda kekurangan pangan.
Prinsip-prinsip diplomatik utama Korea Utara berakar pada ideologi Juche, yang menekankan kemandirian dan kedaulatan nasional. Negara ini secara historis memelihara hubungan dekat dengan Tiongkok dan Rusia (sebelumnya Uni Soviet), meskipun hubungan ini mengalami pasang surut. Partisipasi dalam Gerakan Non-Blok mencerminkan upaya untuk menjaga jarak dari blok kekuatan utama selama Perang Dingin. Namun, program senjata nuklir Korea Utara telah menyebabkan isolasi internasional yang signifikan dan sanksi berat dari PBB.
8.2. Hubungan Antar-Korea

Hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan (Republik Korea) telah ditandai oleh ketegangan, konflik, dan upaya dialog yang sporadis sejak pembagian Semenanjung Korea pada tahun 1945 dan Perang Korea (1950-1953). Zona Demiliterisasi Korea (DMZ) tetap menjadi perbatasan yang paling dijaga ketat di dunia. Hubungan antar-Korea merupakan inti dari diplomasi Korea Utara dan telah mengalami banyak perubahan dalam beberapa dekade terakhir. Kebijakan Korea Utara adalah mencari reunifikasi tanpa campur tangan luar, melalui struktur federal yang mempertahankan kepemimpinan dan sistem masing-masing pihak. Pada tahun 1972, kedua Korea sepakat secara prinsip untuk mencapai reunifikasi melalui cara damai dan tanpa campur tangan asing. Pada 10 Oktober 1980, pemimpin Korea Utara saat itu, Kim Il-sung, mengusulkan sebuah federasi antara Korea Utara dan Selatan bernama Republik Federal Demokratik Korea di mana sistem politik masing-masing awalnya akan tetap dipertahankan. Namun, hubungan tetap dingin hingga awal 1990-an, dengan periode singkat di awal 1980-an ketika Korea Utara menawarkan untuk memberikan bantuan banjir kepada tetangga selatannya. Meskipun tawaran itu awalnya disambut baik, pembicaraan tentang bagaimana mengirimkan barang bantuan gagal dan tidak ada bantuan yang dijanjikan yang pernah melintasi perbatasan. Kedua negara juga menyelenggarakan reuni 92 keluarga yang terpisah.
Kebijakan Sinar Matahari yang dilembagakan oleh presiden Korea Selatan Kim Dae-jung pada tahun 1998 merupakan titik balik dalam hubungan antar-Korea. Kebijakan ini mendorong negara-negara lain untuk terlibat dengan Utara, yang memungkinkan Pyongyang untuk menormalisasi hubungan dengan sejumlah negara Uni Eropa dan berkontribusi pada pembentukan proyek ekonomi bersama Utara-Selatan. Puncak dari Kebijakan Sinar Matahari adalah KTT antar-Korea tahun 2000, ketika Kim Dae-jung mengunjungi Kim Jong-il di Pyongyang. Baik Korea Utara maupun Selatan menandatangani Deklarasi Bersama Utara-Selatan 15 Juni, di mana kedua belah pihak berjanji untuk mengupayakan reunifikasi damai. Pada 4 Oktober 2007, presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun dan Kim Jong-il menandatangani perjanjian damai delapan poin.

Namun, hubungan memburuk ketika presiden Korea Selatan Lee Myung-bak mengadopsi pendekatan yang lebih keras dan menangguhkan pengiriman bantuan sambil menunggu denuklirisasi Utara. Pada tahun 2009, Korea Utara merespons dengan mengakhiri semua perjanjian sebelumnya dengan Selatan. Mereka mengerahkan misil balistik tambahan dan menempatkan militernya dalam siaga tempur penuh setelah Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat mengancam akan mencegat kendaraan peluncuran luar angkasa Unha-2. Beberapa tahun berikutnya menyaksikan serangkaian permusuhan, termasuk dugaan keterlibatan Korea Utara dalam tenggelamnya kapal perang Korea Selatan Cheonan, pemutusan hubungan diplomatik bersama, serangan artileri Korea Utara di Pulau Yeonpyeong, dan meningkatnya kekhawatiran internasional atas program nuklir Korea Utara.
Pada Mei 2017, Moon Jae-in terpilih sebagai presiden Korea Selatan dengan janji untuk kembali ke Kebijakan Sinar Matahari. Pada Februari 2018, détente berkembang di Olimpiade Musim Dingin yang diadakan di Korea Selatan. Pada bulan April, presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Kim Jong-un bertemu di DMZ, dan, dalam Deklarasi Panmunjom, berjanji untuk bekerja demi perdamaian dan perlucutan senjata nuklir. Pada bulan September, dalam konferensi pers bersama di Pyongyang, Moon dan Kim sepakat untuk mengubah Semenanjung Korea menjadi "tanah damai tanpa senjata nuklir dan ancaman nuklir".
Pada Januari 2024, Korea Utara secara resmi mengumumkan melalui pemimpinnya Kim Jong-un bahwa mereka tidak akan lagi mengupayakan reunifikasi dengan Korea Selatan. Sebaliknya, Kim menyerukan untuk "sepenuhnya menduduki, menaklukkan, dan merebut kembali" Korea Selatan jika perang pecah. Kim Jong-un juga mengumumkan kepada Majelis Rakyat Tertinggi bahwa konstitusi harus diubah sehingga Korea Selatan akan dianggap sebagai "musuh utama dan musuh utama yang tidak berubah" dari Korea Utara. Selain itu, lembaga-lembaga pemerintah yang bertugas mempromosikan reunifikasi ditutup.
Hubungan ekonomi dan sosial-budaya telah berfluktuasi. Proyek bersama seperti Kawasan Industri Kaesong dan tur ke Gunung Kumgang pernah menjadi simbol kerja sama, tetapi sering terganggu oleh ketegangan politik. Pertukaran budaya dan kunjungan keluarga yang terpisah juga terjadi secara sporadis, memberikan secercah harapan bagi rekonsiliasi.
8.2.1. Konferensi Tingkat Tinggi Antar-Korea Terdahulu
Sejumlah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antar-Korea telah diadakan, menandai momen penting dalam upaya dialog dan rekonsiliasi:
- KTT Juni 2000 (Pyongyang):** Pertemuan pertama antara Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-il. Latar belakangnya adalah Kebijakan Sinar Matahari yang diinisiasi oleh Kim Dae-jung. Kesepakatan utama adalah Deklarasi Bersama Utara-Selatan 15 Juni, yang berisi komitmen untuk reunifikasi independen, kerja sama ekonomi, dan pertukaran sosial-budaya. Dampaknya signifikan dalam mengurangi ketegangan dan membuka jalur dialog baru, serta mengarah pada proyek-proyek kerja sama seperti Kawasan Industri Kaesong dan reuni keluarga terpisah.
- KTT Oktober 2007 (Pyongyang):** Pertemuan antara Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-il. KTT ini bertujuan untuk melanjutkan momentum dari KTT 2000 dan membahas isu-isu yang lebih konkret. Kesepakatan mencakup pengembangan hubungan menuju perdamaian dan kemakmuran, termasuk kerja sama ekonomi yang lebih luas, pembentukan zona damai di sekitar perbatasan maritim barat, dan upaya bersama menuju perjanjian damai permanen. Dampaknya agak terbatas karena perubahan pemerintahan di Korea Selatan tak lama setelah itu, yang mengadopsi kebijakan yang lebih keras terhadap Korea Utara.
- KTT April 2018 (Panmunjom):** Pertemuan antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. KTT ini terjadi di tengah periode détente setelah ketegangan tinggi terkait program nuklir Korea Utara. Hasil utamanya adalah Deklarasi Panmunjom, yang menegaskan kembali komitmen terhadap denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea, penghentian tindakan permusuhan, dan upaya menuju perjanjian damai untuk secara resmi mengakhiri Perang Korea. Dampaknya sangat positif dalam menciptakan suasana dialog, yang juga membuka jalan bagi KTT antara Korea Utara dan Amerika Serikat.
- KTT Mei 2018 (Panmunjom):** Pertemuan mendadak kedua antara Moon Jae-in dan Kim Jong-un, yang berfokus pada persiapan KTT Korea Utara-AS yang akan datang.
- KTT September 2018 (Pyongyang):** Pertemuan ketiga antara Moon Jae-in dan Kim Jong-un. KTT ini menghasilkan kesepakatan lebih lanjut mengenai langkah-langkah denuklirisasi, pengurangan ketegangan militer, dan perluasan kerja sama ekonomi dan sosial-budaya. Kim Jong-un juga berjanji untuk mengunjungi Seoul, meskipun kunjungan ini belum terealisasi.
Analisis terhadap KTT-KTT ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan signifikan dalam dialog dan kesepakatan di atas kertas, implementasi dan keberlanjutan seringkali terhambat oleh ketidakpercayaan yang mendalam, perubahan politik domestik di kedua Korea, dan dinamika internasional, terutama terkait program nuklir Korea Utara. Namun, KTT ini tetap penting sebagai upaya untuk menjaga perdamaian dan membuka kemungkinan reunifikasi di masa depan.
8.2.2. Peristiwa dan Isu Utama
Hubungan antar-Korea telah diwarnai oleh berbagai peristiwa dan isu utama, yang mencerminkan kompleksitas dan volatilitas situasi di Semenanjung Korea:
- Konflik Militer:** Selain Perang Korea, telah terjadi banyak insiden militer skala kecil di sepanjang DMZ dan perbatasan maritim (Garis Batas Utara/NLL). Contohnya termasuk Serangan Gedung Biru (1968), Insiden pembunuhan kapak Korea (1976), insiden kapal selam (misalnya, insiden infiltrasi kapal selam Gangneung 1996), pertempuran laut seperti Pertempuran Yeonpyeong Pertama (1999) dan Pertempuran Yeonpyeong Kedua (2002), tenggelamnya kapal perang Korea Selatan ROKS Cheonan (2010) yang dituduhkan pada torpedo Korea Utara, dan penembakan artileri di Pulau Yeonpyeong (2010) oleh Korea Utara. Peristiwa-peristiwa ini seringkali meningkatkan ketegangan secara drastis dan merusak upaya dialog. Perspektif pihak yang terkena dampak, terutama korban sipil dan militer serta keluarga mereka, menyoroti biaya manusia dari konflik yang belum terselesaikan ini.
- Masalah Keluarga Terpisah:** Akibat Perang Korea, jutaan orang Korea terpisah dari anggota keluarga mereka. Ini adalah isu kemanusiaan yang mendalam. Sejak tahun 2000, telah diadakan beberapa putaran reuni keluarga terpisah yang sangat emosional, namun jumlahnya terbatas dan prosesnya sering dipolitisasi. Bagi banyak keluarga, ini adalah kesempatan terakhir untuk bertemu orang yang dicintai setelah puluhan tahun berpisah.
- Proyek Kerja Sama Ekonomi:**
- Kawasan Industri Kaesong (KIK):** Didirikan pada awal 2000-an, KIK adalah zona industri di Korea Utara di mana perusahaan-perusahaan Korea Selatan mempekerjakan pekerja Korea Utara. Proyek ini bertujuan untuk menggabungkan modal dan teknologi Korea Selatan dengan tenaga kerja Korea Utara. KIK pernah menjadi simbol kerja sama antar-Korea yang signifikan dan sumber devisa bagi Korea Utara. Namun, operasionalnya sering terganggu oleh ketegangan politik dan akhirnya ditangguhkan oleh Korea Selatan pada tahun 2016 setelah uji coba nuklir dan rudal Korea Utara. Penutupan ini berdampak negatif pada perusahaan Korea Selatan yang terlibat dan para pekerja Korea Utara.
- Daerah Turis Gunung Kumgang**: Proyek pariwisata yang memungkinkan warga Korea Selatan mengunjungi Gunung Kumgang yang indah di Korea Utara. Dimulai pada tahun 1998, proyek ini juga menjadi sumber devisa bagi Korea Utara. Namun, ditangguhkan pada tahun 2008 setelah seorang turis Korea Selatan ditembak mati oleh tentara Korea Utara.
- Program Nuklir dan Rudal Korea Utara:** Ini adalah isu sentral yang mendominasi hubungan antar-Korea dan keamanan regional. Upaya Korea Utara untuk mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik telah memicu sanksi internasional dan meningkatkan ketegangan militer. Korea Selatan, bersama dengan Amerika Serikat dan Jepang, telah mengambil berbagai langkah untuk menanggapi ancaman ini, termasuk latihan militer bersama dan pengembangan sistem pertahanan rudal.
- Bantuan Kemanusiaan:** Korea Utara sering menghadapi kekurangan pangan dan membutuhkan bantuan kemanusiaan internasional. Korea Selatan telah menjadi salah satu donor utama, meskipun pengiriman bantuan sering dikaitkan dengan kemajuan dalam isu-isu politik dan nuklir. Perspektif warga Korea Utara yang menderita akibat kekurangan pangan dan para pekerja bantuan kemanusiaan menyoroti dilema etika dan politik dalam memberikan bantuan.
- Upaya Dialog dan Reunifikasi:** Meskipun ada periode ketegangan, kedua Korea juga telah melakukan berbagai upaya dialog, termasuk KTT antar-Korea. Visi reunifikasi tetap menjadi tujuan jangka panjang bagi banyak orang Korea, meskipun jalan menuju ke sana sangat kompleks dan penuh tantangan.
Setiap peristiwa dan isu ini memiliki dampak yang berbeda pada berbagai pihak, termasuk pemerintah, militer, warga sipil, dan komunitas internasional, serta terus membentuk dinamika hubungan antar-Korea.
8.3. Hubungan dengan Negara-Negara Utama
Korea Utara menjaga hubungan yang kompleks dan seringkali tegang dengan negara-negara besar di sekitarnya dan kekuatan global lainnya.
8.3.1. Hubungan dengan Republik Rakyat Tiongkok
Tiongkok secara historis adalah sekutu terdekat dan mitra dagang terbesar Korea Utara. Hubungan "bibir dan gigi" ini terjalin sejak Perang Korea, ketika pasukan Tiongkok melakukan intervensi untuk mendukung Korea Utara melawan pasukan PBB. Tiongkok memberikan bantuan ekonomi dan diplomatik yang penting bagi kelangsungan rezim Korea Utara.
Namun, hubungan ini mengalami ketegangan dalam beberapa dekade terakhir, terutama karena program senjata nuklir Korea Utara yang dikhawatirkan Tiongkok dapat mengganggu stabilitas regional dan memicu perlombaan senjata. Tiongkok telah mendukung beberapa sanksi PBB terhadap Korea Utara, meskipun seringkali enggan menerapkan sanksi yang terlalu keras karena khawatir akan keruntuhan rezim Korea Utara yang dapat menyebabkan krisis pengungsi dan hilangnya negara penyangga strategis di perbatasannya.
Meskipun demikian, Tiongkok tetap menjadi jalur kehidupan ekonomi utama bagi Korea Utara, dengan sebagian besar perdagangan luar negeri Korea Utara dilakukan melalui Tiongkok. Kedua negara berbagi perbatasan yang panjang dan memiliki kepentingan strategis bersama dalam menjaga stabilitas regional, meskipun ada perbedaan dalam pendekatan terhadap isu nuklir. Pertemuan puncak antara pemimpin kedua negara telah terjadi secara berkala untuk mengelola hubungan bilateral.
8.3.2. Hubungan dengan Rusia
Hubungan Korea Utara dengan Rusia (dan sebelumnya Uni Soviet) juga memiliki sejarah panjang. Uni Soviet adalah pendukung utama pendirian Korea Utara dan memberikan bantuan ekonomi dan militer yang signifikan selama Perang Dingin. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, bantuan Rusia menurun drastis, yang berkontribusi pada kesulitan ekonomi Korea Utara pada 1990-an.
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Korea Utara dan Rusia menunjukkan tanda-tanda penguatan kembali, terutama dalam konteks meningkatnya ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat. Kedua negara telah meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi, politik, dan militer. Rusia, seperti Tiongkok, memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas di Semenanjung Korea dan seringkali mengambil sikap yang lebih lunak terhadap Korea Utara di forum internasional dibandingkan negara-negara Barat. Bidang kerja sama utama meliputi perdagangan, energi, dan proyek infrastruktur. Namun, faktor-faktor konflik juga ada, terutama terkait sanksi internasional terhadap Korea Utara yang juga harus dipatuhi oleh Rusia sebagai anggota PBB, meskipun ada laporan mengenai dugaan pelanggaran sanksi. Pertemuan puncak antara pemimpin kedua negara juga telah terjadi. Baru-baru ini, dengan adanya invasi Rusia ke Ukraina, Korea Utara dilaporkan telah memberikan dukungan militer kepada Rusia.
8.3.3. Hubungan dengan Amerika Serikat
Hubungan antara Korea Utara dan Amerika Serikat telah ditandai oleh permusuhan dan ketidakpercayaan yang mendalam sejak Perang Korea. Amerika Serikat tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Korea Utara dan mempertahankan kehadiran militer yang signifikan di Korea Selatan.
Konflik utama dalam hubungan ini adalah program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara, yang dianggap Amerika Serikat sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasionalnya dan sekutu-sekutunya di kawasan. Amerika Serikat telah mempelopori upaya internasional untuk menekan Korea Utara melalui sanksi ekonomi dan isolasi diplomatik.
Upaya negosiasi untuk menyelesaikan masalah nuklir telah terjadi secara sporadis, termasuk Pembicaraan Enam Pihak dan pertemuan puncak bilateral antara pemimpin kedua negara (misalnya, antara Donald Trump dan Kim Jong-un). Namun, kemajuan yang berkelanjutan sulit dicapai karena perbedaan mendasar dalam tujuan dan ketidakpercayaan yang mendalam. Amerika Serikat menuntut denuklirisasi lengkap, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah dari Korea Utara, sementara Korea Utara mencari jaminan keamanan dan pencabutan sanksi. Situasi saat ini tetap tegang, dengan potensi eskalasi yang selalu ada.
8.3.4. Hubungan dengan Jepang
Hubungan antara Korea Utara dan Jepang dibebani oleh warisan sejarah penjajahan Jepang atas Korea (1910-1945) dan isu-isu kontemporer yang belum terselesaikan. Kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik formal.
Isu utama dalam hubungan bilateral meliputi:
- Masalah Normalisasi Hubungan Diplomatik:** Upaya untuk menormalisasi hubungan telah gagal karena berbagai masalah yang belum terselesaikan.
- Masalah Penculikan Warga Jepang:** Korea Utara mengakui pada tahun 2002 telah menculik sejumlah warga Jepang pada tahun 1970-an dan 1980-an. Meskipun beberapa korban penculikan telah kembali ke Jepang, nasib banyak lainnya masih belum jelas, dan isu ini tetap menjadi penghalang utama dalam hubungan bilateral.
- Program Nuklir dan Rudal Korea Utara:** Jepang menganggap program senjata Korea Utara sebagai ancaman langsung terhadap keamanannya dan telah menjadi pendukung kuat sanksi internasional.
- Masalah Sejarah:** Isu-isu terkait penjajahan Jepang, termasuk permintaan maaf dan kompensasi, masih menjadi sumber ketegangan.
Perubahan hubungan lainnya seringkali dipengaruhi oleh perkembangan dalam program nuklir Korea Utara dan dinamika regional yang lebih luas.
8.4. Hubungan dengan Organisasi Internasional
Korea Utara adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1991. Keanggotaan ini memberikan Korea Utara platform untuk berinteraksi dengan komunitas internasional, meskipun hubungannya dengan banyak badan PBB seringkali tegang. Korea Utara juga berpartisipasi dalam beberapa organisasi dan program PBB lainnya, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Pangan Dunia (WFP), terutama terkait dengan bantuan kemanusiaan.
Namun, program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara, serta catatan hak asasi manusianya yang buruk, telah menyebabkan negara ini dikenai berbagai sanksi oleh Dewan Keamanan PBB. Sanksi-sanksi ini bertujuan untuk membatasi kemampuan Korea Utara untuk mengembangkan senjata pemusnah massal dan untuk mendorongnya kembali ke meja perundingan. Sanksi tersebut mencakup pembatasan perdagangan, larangan ekspor-impor barang tertentu (termasuk senjata dan barang mewah), pembekuan aset, dan larangan perjalanan bagi individu dan entitas yang terlibat dalam program terlarang. Implementasi dan efektivitas sanksi ini sering menjadi subjek perdebatan internasional.
Selain PBB, Korea Utara juga merupakan anggota Gerakan Non-Blok dan Forum Regional ASEAN (ARF), di mana ia berpartisipasi dalam diskusi mengenai isu-isu keamanan regional.
9. Ekonomi
Ekonomi Korea Utara adalah ekonomi terencana terpusat yang sangat dikendalikan oleh negara. Meskipun ada beberapa upaya terbatas untuk memperkenalkan elemen pasar, sebagian besar aspek ekonomi tetap berada di bawah arahan negara. Bagian ini akan membahas struktur ekonomi, sektor-sektor utama, kesulitan ekonomi yang dihadapi, dan hubungan ekonomi luar negerinya, dengan mempertimbangkan aspek sosial terkait.
9.1. Struktur dan Kebijakan Ekonomi
Ekonomi Korea Utara secara tradisional didasarkan pada perencanaan terpusat model Soviet, dengan penekanan pada industri berat dan kemandirian (Juche). Negara menetapkan target produksi, mengalokasikan sumber daya, dan mengendalikan harga. Selama beberapa dekade, negara mengikuti rencana pembangunan ekonomi lima tahunan atau tujuh tahunan. Namun, sejak runtuhnya Uni Soviet dan blok sosialis, yang merupakan mitra dagang dan penyedia bantuan utama, ekonomi Korea Utara mengalami kemunduran parah.
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama di bawah Kim Jong-un, ada upaya untuk memperkenalkan elemen ekonomi pasar. Ini termasuk memberikan lebih banyak otonomi kepada perusahaan negara, mengizinkan beberapa bentuk perusahaan swasta skala kecil, dan menoleransi pasar informal (Jangmadang) di mana barang dan jasa diperdagangkan dengan harga pasar. "Sistem Manajemen Tanggung Jawab Perusahaan Sosialis" diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan negara dengan memberikan mereka lebih banyak kebebasan dalam pengambilan keputusan operasional.
Namun, reformasi ini bersifat parsial dan seringkali tidak konsisten. Pencapaian rencana pembangunan ekonomi seringkali tidak memenuhi target, dan negara terus menghadapi kesulitan ekonomi kronis. Batasan utama termasuk kurangnya investasi, infrastruktur yang usang, kekurangan energi, dan sanksi internasional yang ketat.
9.1.1. Ekonomi Terencana dan Upaya Pasar
Sistem ekonomi terencana yang dipimpin negara masih mendominasi sektor-sektor strategis di Korea Utara. Pemerintah mengendalikan produksi dan distribusi barang-barang penting, serta mengalokasikan sumber daya melalui rencana pusat. Perusahaan milik negara (SOE) merupakan tulang punggung ekonomi formal.
Namun, dalam praktiknya, ekonomi terencana ini seringkali tidak efisien dan gagal memenuhi kebutuhan penduduk. Sebagai respons, pasar informal, yang dikenal sebagai Jangmadang, telah berkembang pesat sejak bencana kelaparan tahun 1990-an. Awalnya ilegal atau semi-ilegal, Jangmadang kini ditoleransi secara luas dan memainkan peran penting dalam penyediaan barang konsumsi, makanan, dan bahkan layanan bagi sebagian besar penduduk. Di pasar ini, harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan, dan transaksi seringkali menggunakan mata uang asing seperti dolar AS atau yuan Tiongkok.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah reformasi ekonomi parsial, seperti mengizinkan perusahaan untuk menjual sebagian produk mereka di pasar setelah memenuhi kuota negara, dan memberikan insentif berbasis kinerja. Namun, langkah-langkah ini seringkali ragu-ragu dan dapat ditarik kembali jika dianggap mengancam kontrol negara. Keseimbangan antara kontrol terpusat dan dinamika pasar tetap menjadi tantangan utama bagi pembuat kebijakan ekonomi Korea Utara.
9.1.2. Sistem Manajemen Tanggung Jawab Perusahaan Sosialis
Sistem Manajemen Tanggung Jawab Perusahaan Sosialis (SMRPS) adalah serangkaian reformasi ekonomi yang diperkenalkan secara bertahap sejak tahun 2010-an, terutama di bawah kepemimpinan Kim Jong-un. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan milik negara (SOE) dengan memberikan mereka otonomi yang lebih besar dalam manajemen dan operasi.
Isi utama dari SMRPS meliputi:
- Otonomi Perusahaan:** SOE diberikan lebih banyak kebebasan dalam perencanaan produksi (setelah memenuhi target negara), pengadaan bahan baku, penetapan harga untuk produk di luar kuota negara, pemasaran, dan pengelolaan tenaga kerja, termasuk perekrutan dan pemberian insentif.
- Fokus pada Profitabilitas:** Perusahaan didorong untuk beroperasi secara lebih efisien dan menghasilkan keuntungan. Sebagian dari keuntungan ini dapat digunakan untuk investasi kembali, bonus karyawan, atau kontribusi kepada negara.
- Akuntabilitas:** Manajer perusahaan diharapkan bertanggung jawab atas kinerja perusahaan mereka.
Status operasional aktual SMRPS bervariasi antar perusahaan dan sektor. Beberapa perusahaan dilaporkan telah menunjukkan peningkatan produktivitas dan inovasi, sementara yang lain masih berjuang dengan kendala struktural seperti kurangnya modal, teknologi usang, dan pasokan energi yang tidak stabil. Implementasi SMRPS juga tidak merata dan seringkali dipengaruhi oleh kebijakan politik dan prioritas negara.
Dampak dari SMRPS terhadap ekonomi secara keseluruhan masih menjadi subjek perdebatan. Beberapa analis melihatnya sebagai langkah positif menuju liberalisasi ekonomi yang lebih besar, sementara yang lain berpendapat bahwa reformasi ini terbatas dan tidak akan menghasilkan perubahan fundamental selama kontrol negara yang kuat tetap ada. Sanksi internasional juga menghambat potensi keberhasilan SMRPS dengan membatasi akses terhadap pasar, teknologi, dan investasi asing.
9.2. Sektor Utama
Ekonomi Korea Utara mencakup berbagai sektor industri, meskipun beberapa di antaranya lebih dominan atau lebih berkembang daripada yang lain karena kebijakan negara dan ketersediaan sumber daya.
9.2.1. Pertanian
Pertanian adalah sektor penting bagi ketahanan pangan Korea Utara. Tanaman utama yang dibudidayakan meliputi padi, jagung, kentang, kedelai, dan sayuran. Sistem pertanian sebagian besar bersifat kolektif, dengan pertanian negara (state farms) dan pertanian kooperatif (cooperative farms) mendominasi lanskap pertanian. Namun, sejak tahun 1990-an, telah ada peningkatan peran lahan pribadi skala kecil (kitchen gardens) dalam produksi pangan untuk konsumsi rumah tangga dan penjualan di pasar.
Status produksi pangan seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik, yang menyebabkan kekurangan pangan kronis dan ketergantungan pada impor serta bantuan pangan internasional. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini termasuk kondisi geografis yang kurang menguntungkan (lahan subur terbatas, medan bergunung-gunung), cuaca ekstrem (banjir dan kekeringan), kurangnya input pertanian modern (pupuk, pestisida, mesin), dan kebijakan pertanian yang terkadang tidak efektif.
Upaya swasembada pangan (Juche farming methods) telah menjadi fokus kebijakan selama beberapa dekade, tetapi hasilnya beragam. Dampak kebijakan pertanian terhadap petani seringkali sulit. Meskipun negara menyediakan input dan jaminan pasar (untuk kuota negara), petani memiliki sedikit otonomi dan insentif untuk meningkatkan produksi di luar target. Peran Jangmadang menjadi semakin penting bagi petani untuk menjual surplus produksi mereka dan mendapatkan pendapatan tambahan.
9.2.2. Industri dan Pertambangan
Sektor industri Korea Utara secara historis difokuskan pada industri berat dan industri militer, sejalan dengan kebijakan Juche dan Songun. Sektor industri utama meliputi:
- Industri Militer:** Produksi senjata, amunisi, dan peralatan militer lainnya merupakan prioritas utama.
- Industri Berat dan Kimia:** Termasuk produksi baja, mesin, peralatan transportasi, semen, dan bahan kimia dasar. Banyak dari industri ini mengandalkan teknologi yang sudah tua dan menghadapi masalah pasokan energi serta bahan baku.
- Industri Ringan:** Produksi barang konsumsi seperti tekstil, pakaian, sepatu, dan makanan olahan. Sektor ini kurang berkembang dibandingkan industri berat tetapi telah menerima lebih banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan standar hidup.
Pertambangan juga merupakan sektor penting, mengingat Korea Utara memiliki cadangan berbagai mineral. Sumber daya mineral utama meliputi batu bara, bijih besi, magnesit, seng, tembaga, emas, dan grafit. Produksi mineral ini penting untuk industri domestik dan sebagai sumber ekspor (meskipun dibatasi oleh sanksi).
Isu lingkungan seringkali diabaikan dalam kegiatan industri dan pertambangan, yang dapat menyebabkan polusi dan degradasi lingkungan. Kondisi kerja di pabrik dan tambang juga sering menjadi perhatian, dengan laporan mengenai jam kerja yang panjang, upah rendah, dan standar keselamatan yang buruk. Sanksi internasional telah sangat membatasi kemampuan Korea Utara untuk memodernisasi industrinya dan mengakses pasar global.
9.2.3. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri TI
Korea Utara telah menekankan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai bagian dari kebijakan Juche dan upaya untuk mencapai kemandirian. Bidang penelitian utama yang menjadi fokus meliputi bioteknologi, nanoteknologi, teknologi informasi (TI), teknologi kelautan, dan penelitian terkait energi (termasuk nuklir). Negara ini memiliki sejumlah lembaga penelitian dan universitas yang didedikasikan untuk Iptek.
Status pembangunan infrastruktur TI relatif terbatas dibandingkan negara lain. Akses internet global sangat dibatasi dan hanya tersedia untuk segelintir elit dan lembaga tertentu. Sebaliknya, Korea Utara telah mengembangkan intranet nasional yang disebut Kwangmyong, yang menyediakan akses terbatas ke informasi yang disetujui negara, layanan email domestik, dan beberapa situs web lokal. Negara ini juga telah mengembangkan sistem operasi komputernya sendiri, Red Star OS, yang berbasis Linux.
Industri TI, termasuk pengembangan perangkat lunak dan layanan terkait TI, telah menjadi bidang yang semakin penting, sebagian sebagai cara untuk mendapatkan devisa melalui kontrak luar negeri (meskipun seringkali melalui cara-cara yang dipertanyakan dan terkena sanksi). Ada juga laporan mengenai pengembangan kemampuan perang siber.
Batasan utama dalam pengembangan Iptek dan industri TI termasuk kurangnya sumber daya (dana, peralatan canggih), isolasi dari komunitas ilmiah internasional, dan kontrol ketat negara atas informasi dan komunikasi. Akses masyarakat umum terhadap teknologi informasi modern dan internet sangat terbatas, yang berdampak pada pendidikan, inovasi, dan partisipasi dalam ekonomi global. Dampak sosial dari kebijakan Iptek seringkali lebih terfokus pada pencapaian tujuan negara daripada pemberdayaan individu.
9.2.4. Pariwisata
Industri pariwisata di Korea Utara dikembangkan terutama sebagai sumber pendapatan devisa negara. Kebijakan pemerintah bertujuan untuk menarik wisatawan asing, meskipun jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan destinasi lain dan sangat dikontrol.
Destinasi wisata utama meliputi:
- Pyongyang:** Ibu kota negara, dengan berbagai monumen, museum (seperti Museum Kemenangan Perang Pembebasan Tanah Air), Menara Juche, dan pertunjukan massal (seperti Festival Arirang sebelumnya).
- Zona Demiliterisasi Korea (DMZ):** Perbatasan yang dijaga ketat dengan Korea Selatan, menawarkan perspektif unik tentang pembagian Semenanjung Korea.
- Gunung Kumgang (Diamond Mountain):** Terkenal karena keindahan alamnya, pernah menjadi tujuan wisata populer bagi warga Korea Selatan melalui proyek bersama.
- Gunung Paektu**: Gunung tertinggi dan dianggap suci, sering dikunjungi untuk nilai simbolis dan keindahan alamnya.
- Kaesong**: Kota bersejarah, bekas ibu kota Dinasti Goryeo, dengan situs-situs warisan budaya.
- Resor Ski Masikryong**: Resor ski modern yang dibangun di bawah Kim Jong-un.
Wisatawan asing yang mengunjungi Korea Utara harus mengikuti tur yang terorganisir dan didampingi oleh pemandu resmi. Interaksi dengan penduduk lokal sangat dibatasi, dan akses ke banyak wilayah negara dilarang. Status wisatawan asing sangat bervariasi; sebagian besar berasal dari Tiongkok, dengan jumlah yang lebih kecil dari Eropa, Rusia, dan negara-negara lain. Wisatawan dari beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan, menghadapi pembatasan perjalanan yang lebih ketat.
Industri pariwisata sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan hubungan internasional Korea Utara. Ketegangan yang meningkat atau sanksi dapat menyebabkan penurunan tajam dalam jumlah wisatawan.
9.3. Kesulitan Ekonomi dan Sanksi
Korea Utara telah menghadapi kesulitan ekonomi kronis selama beberapa dekade, yang diperburuk oleh sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh masyarakat internasional. Penyebab kesulitan ekonomi ini bersifat multifaktorial:
- Sistem Ekonomi Terpusat yang Tidak Efisien:** Kurangnya insentif, perencanaan yang kaku, dan alokasi sumber daya yang tidak optimal telah menghambat pertumbuhan dan inovasi.
- Isolasi Ekonomi:** Kebijakan Juche dan konfrontasi politik telah membatasi perdagangan, investasi, dan akses terhadap teknologi modern.
- Bencana Alam:** Banjir dan kekeringan yang sering terjadi telah merusak pertanian dan infrastruktur.
- Prioritas Militer (Songun):** Alokasi sumber daya yang besar untuk militer telah mengorbankan sektor-sektor ekonomi produktif lainnya dan kesejahteraan rakyat.
- Runtuhnya Blok Soviet:** Hilangnya mitra dagang dan penyedia bantuan utama pada awal 1990-an menyebabkan guncangan ekonomi yang parah.
Sanksi ekonomi dari masyarakat internasional, terutama yang diberlakukan oleh Dewan Keamanan PBB sebagai tanggapan terhadap program nuklir dan rudal Korea Utara, telah semakin memperburuk kesulitan ekonomi. Sanksi ini mencakup:
- Larangan ekspor komoditas utama Korea Utara seperti batu bara, bijih besi, makanan laut, dan tekstil.
- Pembatasan impor minyak dan produk minyak olahan.
- Pembekuan aset keuangan dan larangan transaksi dengan bank-bank Korea Utara.
- Larangan terhadap perusahaan patungan dan investasi baru.
- Inspeksi kargo yang menuju atau berasal dari Korea Utara.
Dampak sanksi ini terhadap ekonomi dan kehidupan penduduk sangat signifikan. Sanksi telah membatasi kemampuan Korea Utara untuk mendapatkan devisa, mengakses pasar global, dan memperoleh barang-barang penting. Hal ini telah menyebabkan penurunan produksi industri, kekurangan barang konsumsi, dan kesulitan dalam membiayai impor penting seperti makanan dan obat-obatan. Penduduk biasa adalah yang paling menderita akibat kesulitan ekonomi dan sanksi, dengan penurunan standar hidup, kekurangan pangan, dan akses terbatas terhadap layanan dasar. Namun, efektivitas sanksi dalam mengubah perilaku rezim Korea Utara tetap menjadi subjek perdebatan.
9.3.1. Masalah Pangan dan Kelaparan
Masalah kekurangan pangan telah menjadi isu kronis di Korea Utara, yang berpuncak pada bencana kelaparan skala besar pada pertengahan hingga akhir 1990-an, yang dikenal sebagai "Pawai Kesulitan" (Arduous March).
Penyebab kekurangan pangan bersifat kompleks:
- Kondisi Alam yang Kurang Mendukung:** Lahan subur yang terbatas (sekitar 20% dari total luas daratan), medan bergunung-gunung, dan iklim yang sering dilanda bencana alam seperti banjir dan kekeringan.
- Kebijakan Pertanian Kolektif:** Sistem pertanian kolektif yang dikelola negara seringkali kurang efisien dan tidak memberikan insentif yang cukup bagi petani untuk meningkatkan produksi. Metode pertanian Juche yang menekankan kemandirian terkadang tidak sesuai dengan kondisi lokal.
- Kurangnya Input Pertanian Modern:** Kekurangan pupuk, pestisida, bahan bakar untuk mesin pertanian, dan irigasi yang memadai menghambat produktivitas.
- Runtuhnya Uni Soviet:** Hilangnya bantuan pupuk dan bahan bakar bersubsidi dari Uni Soviet pada awal 1990-an berdampak parah pada sektor pertanian.
- Salah Urus Ekonomi dan Prioritas Militer:** Alokasi sumber daya yang tidak proporsional untuk sektor militer telah mengorbankan investasi di sektor pertanian.
Bencana kelaparan pada tahun 1990-an menyebabkan kematian ratusan ribu hingga jutaan orang (perkiraan bervariasi). Realitasnya sangat mengerikan, dengan laporan meluas mengenai kekurangan gizi parah, penyakit terkait kelaparan, dan peningkatan angka kematian, terutama di kalangan anak-anak dan lansia. Krisis ini juga memicu gelombang pembelot Korea Utara yang melarikan diri ke Tiongkok.
Situasi pangan saat ini tetap rentan. Meskipun tidak ada kelaparan skala besar seperti tahun 1990-an, kekurangan pangan kronis masih terjadi, dan sebagian besar penduduk bergantung pada sistem penjatahan publik (yang seringkali tidak mencukupi) dan pasar informal (Jangmadang) untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Bantuan pangan internasional dari organisasi seperti Program Pangan Dunia (WFP) telah memainkan peran penting, meskipun akses dan pemantauan seringkali dibatasi oleh pemerintah Korea Utara.
Isu kemanusiaan terkait masalah pangan ini sangatlah penting. Hak atas pangan adalah hak asasi manusia yang mendasar, dan komunitas internasional terus menyerukan agar pemerintah Korea Utara memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya dan mengizinkan akses tanpa hambatan bagi organisasi kemanusiaan.
9.3.2. Sistem Perpajakan
Korea Utara secara resmi mempromosikan dirinya sebagai "negara tanpa pajak" pertama di dunia, setelah menghapus semua bentuk pajak pendapatan pribadi dan pajak pertanian kolektif pada tahun 1974. Penghapusan pajak ini seringkali digembar-gemborkan oleh propaganda negara sebagai bukti superioritas sistem sosialis Juche dan kepedulian pemimpin terhadap rakyat.
Namun, klaim sebagai negara tanpa pajak ini sering dianggap menyesatkan. Meskipun tidak ada pajak langsung seperti pajak penghasilan, negara memperoleh pendapatan melalui berbagai cara lain yang pada dasarnya berfungsi sebagai bentuk pungutan atau beban bagi penduduk dan perusahaan:
- Keuntungan Perusahaan Milik Negara:** Sebagian besar industri dan perusahaan adalah milik negara. Keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan ini disetorkan langsung ke kas negara dan menjadi sumber pendapatan utama pemerintah.
- Kontribusi "Sukarela":** Penduduk dan organisasi seringkali "didorong" atau bahkan diwajibkan untuk memberikan kontribusi "sukarela" dalam bentuk uang, barang, atau tenaga kerja untuk berbagai proyek negara, perayaan, atau untuk mendukung militer. Ini seringkali tidak transparan dan dapat menjadi beban berat.
- Sistem Harga dan Upah yang Dikontrol Negara:** Negara mengontrol harga barang dan jasa serta tingkat upah. Selisih antara biaya produksi dan harga jual (atau nilai tukar mata uang asing yang dikontrol) dapat menjadi sumber pendapatan bagi negara.
- Pendapatan dari Kegiatan Ekonomi Luar Negeri:** Termasuk ekspor (meskipun dibatasi sanksi), pengiriman uang dari pekerja Korea Utara di luar negeri (sebagian besar diambil oleh negara), dan kegiatan ekonomi lainnya yang menghasilkan devisa.
- Biaya dan Pungutan Lain:** Ada berbagai biaya dan pungutan untuk layanan publik tertentu atau partisipasi dalam kegiatan tertentu yang juga masuk ke kas negara.
Jadi, meskipun secara teknis tidak ada "pajak" dalam arti tradisional, penduduk dan perusahaan di Korea Utara tetap menanggung beban finansial yang signifikan kepada negara melalui berbagai mekanisme lain. Kurangnya transparansi dalam sistem keuangan negara membuat sulit untuk menilai secara akurat besarnya beban aktual ini.
9.4. Transportasi dan Komunikasi
Infrastruktur transportasi dan komunikasi di Korea Utara menghadapi banyak tantangan karena keterbatasan sumber daya, teknologi yang usang, dan isolasi internasional.
9.4.1. Transportasi
Jaringan transportasi di Korea Utara sangat bergantung pada kereta api, yang menangani sebagian besar lalu lintas penumpang dan barang jarak jauh.
- Kereta Api:** Korea Utara memiliki jaringan kereta api sepanjang lebih dari 5.20 K km, sebagian besar menggunakan lebar sepur standar. Jalur ini menghubungkan kota-kota utama dan pusat industri. Namun, infrastruktur kereta api sudah tua, kurang terawat, dan sering mengalami kekurangan listrik, yang menghambat efisiensi dan keandalannya. Ada koneksi internasional ke Tiongkok dan Rusia. Pembangunan kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan Kaesong, Pyongyang, dan Sinuiju dengan kecepatan melebihi 200 km/h telah disetujui pada tahun 2013, tetapi kemajuannya tidak jelas.
- Jalan Raya:** Jaringan jalan raya sepanjang sekitar 25.55 K km, tetapi hanya sebagian kecil (sekitar 724 km) yang beraspal. Sebagian besar jalan dalam kondisi buruk dan tidak cocok untuk lalu lintas berat atau kecepatan tinggi. Kendaraan pribadi sangat langka, dan transportasi jalan lebih banyak digunakan untuk angkutan barang jarak pendek dan bus antar kota.
- Penerbangan:** Air Koryo adalah maskapai penerbangan nasional dan satu-satunya maskapai yang beroperasi di negara ini. Bandar Udara Internasional Sunan di Pyongyang adalah bandara internasional utama, dengan layanan terbatas ke beberapa kota di Tiongkok dan Rusia. Ada beberapa bandara domestik lainnya, tetapi lalu lintas udara internal sangat minim.
- Transportasi Air:** Pelabuhan utama meliputi Nampo di pantai barat dan Chongjin, Wonsan, serta Rajin di pantai timur. Transportasi sungai juga digunakan, terutama di sungai-sungai besar seperti Taedong dan Amnok.
- Transportasi Perkotaan:** Di kota-kota besar seperti Pyongyang, transportasi umum meliputi bus, trem, dan sistem metro. Sepeda juga merupakan alat transportasi yang umum digunakan oleh masyarakat.
Secara keseluruhan, tingkat infrastruktur transportasi masih terbatas dan menjadi kendala bagi pembangunan ekonomi dan mobilitas penduduk.
9.4.2. Komunikasi dan Internet
Sistem komunikasi di Korea Utara sangat dikontrol oleh negara dan teknologinya relatif tertinggal.
- Telepon Kabel:** Jaringan telepon kabel ada, tetapi jangkauannya terbatas dan sebagian besar digunakan oleh lembaga pemerintah dan perusahaan. Pemasangan telepon untuk individu memerlukan izin dan seringkali sulit didapat. Jumlah sambungan telepon tetap sekitar 1,18 juta.
- Komunikasi Seluler (Ponsel):** Layanan ponsel diperkenalkan pada awal 2000-an dan telah berkembang pesat. Koryolink, perusahaan patungan dengan Orascom Telecom dari Mesir, adalah operator utama. Jumlah pelanggan ponsel telah mencapai beberapa juta, tetapi layanan ini sebagian besar terbatas pada panggilan domestik dan akses ke intranet nasional. Panggilan internasional dan akses internet seluler global sangat dibatasi atau tidak tersedia bagi sebagian besar pengguna.
- Intranet (Kwangmyong):** Korea Utara memiliki jaringan intranet nasional yang terisolasi dari internet global, yang disebut Kwangmyong. Jaringan ini menyediakan akses terbatas ke situs web yang disetujui negara, layanan email domestik, forum diskusi, dan materi propaganda. Diperkirakan terdapat 1.000-5.500 situs web di Kwangmyong. Pusat Komputer Korea bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengawasan jaringan ini.
- Internet Global:** Akses internet global sangat dibatasi dan hanya tersedia untuk segelintir elit pemerintah, pejabat tinggi partai, peneliti tertentu, dan beberapa lembaga negara. Penggunaan internet diawasi secara ketat. Komputer di Korea Utara sering menggunakan sistem operasi buatan lokal seperti Red Star OS.
Kontrol ketat atas komunikasi dan akses informasi merupakan ciri khas rezim Korea Utara, yang bertujuan untuk mencegah masuknya pengaruh asing dan menjaga stabilitas politik.
9.5. Energi

Korea Utara menghadapi masalah kekurangan energi kronis yang berdampak signifikan pada ekonomi dan kehidupan sehari-hari penduduknya. Infrastruktur energi negara ini sebagian besar sudah usang dan kurang terawat.
- Sumber Energi Utama:**
- Batu Bara:** Merupakan sumber energi primer utama, menyumbang sekitar 70% dari total produksi energi. Korea Utara memiliki cadangan batu bara yang cukup besar, tetapi kualitasnya bervariasi dan teknologi penambangannya seringkali sudah tua.
- Tenaga Air:** Menyumbang sekitar 17% dari produksi energi primer. Banyak bendungan dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dibangun selama era Soviet, tetapi efisiensinya menurun karena usia dan kurangnya pemeliharaan. Produksi juga sangat bergantung pada curah hujan dan rentan terhadap kekeringan.
- Tenaga Termal (PLTU):** Pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara juga ada, tetapi sering menghadapi masalah pasokan batu bara berkualitas dan efisiensi yang rendah.
- Kekurangan Energi Kronis:** Negara ini secara konsisten mengalami kekurangan pasokan listrik. Pemadaman listrik sering terjadi, bahkan di ibu kota Pyongyang, dan lebih parah di daerah pedesaan. Jaringan transmisi listrik yang buruk juga menyebabkan kehilangan energi yang signifikan. Kekurangan energi ini menghambat produksi industri, operasi transportasi (terutama kereta api listrik), dan memengaruhi kehidupan sehari-hari warga (pemanasan, penerangan).
- Penyebab dan Dampak:** Penyebab kekurangan energi meliputi infrastruktur yang menua, kurangnya investasi dalam modernisasi, keterbatasan sumber daya bahan bakar (selain batu bara), dan dampak sanksi internasional yang membatasi impor peralatan dan teknologi energi. Dampaknya sangat luas, mulai dari penurunan produktivitas ekonomi, kesulitan dalam penyediaan layanan publik, hingga penurunan kualitas hidup penduduk.
- Upaya Energi Terbarukan dan Nuklir:** Di bawah Kim Jong-un, pemerintah telah meningkatkan penekanan pada proyek energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga angin, taman surya, pemanas tenaga surya, dan biomassa. Ada target untuk meningkatkan output dari sumber terbarukan. Korea Utara juga berupaya mengembangkan program nuklir sipilnya sendiri, tetapi upaya ini sangat kontroversial karena aplikasi militernya dan masalah keamanan.
- Dampak Lingkungan:** Ketergantungan pada batu bara sebagai sumber energi utama telah menimbulkan masalah polusi udara yang signifikan. Deforestasi untuk bahan bakar kayu juga memperburuk masalah lingkungan.
Secara keseluruhan, sektor energi Korea Utara tetap menjadi tantangan besar dan penghambat utama pembangunan ekonomi dan sosial.
9.6. Mata Uang dan Keuangan
Mata uang resmi Korea Utara adalah Won Korea Utara (KPW), yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Republik Rakyat Demokratik Korea. Secara teori, nilai tukar resmi ditetapkan oleh negara. Namun, dalam praktiknya, nilai won di pasar gelap (Jangmadang) seringkali jauh berbeda dan lebih mencerminkan kondisi ekonomi riil. Transaksi di pasar gelap seringkali menggunakan mata uang asing seperti dolar AS atau yuan Tiongkok karena ketidakstabilan dan kurangnya kepercayaan terhadap won Korea Utara.
Beberapa poin penting mengenai mata uang dan sistem keuangan:
- Nilai Tukar Ganda:** Terdapat perbedaan signifikan antara nilai tukar resmi yang ditetapkan pemerintah dan nilai tukar pasar gelap. Nilai tukar pasar gelap biasanya jauh lebih lemah untuk won.
- Inflasi dan Devaluasi:** Korea Utara telah mengalami periode inflasi tinggi dan beberapa kali melakukan devaluasi mata uang atau reformasi mata uang (seperti pada tahun 2009), yang seringkali menyebabkan gangguan ekonomi dan ketidakpastian bagi penduduk. Reformasi mata uang tahun 2009, misalnya, bertujuan untuk mengekang pasar gelap dan mengendalikan inflasi, tetapi berdampak buruk pada tabungan masyarakat dan memicu protes langka.
- Keterbatasan Konvertibilitas:** Won Korea Utara tidak mudah dikonversi ke mata uang asing, dan kontrol devisa sangat ketat.
- Sistem Perbankan:** Sistem perbankan didominasi oleh bank milik negara. Bank Sentral bertanggung jawab atas kebijakan moneter dan penerbitan mata uang. Bank Perdagangan Luar Negeri menangani transaksi internasional. Namun, peran bank dalam memobilisasi tabungan atau menyediakan kredit untuk investasi swasta sangat terbatas. Kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan formal rendah.
- Keuangan Negara:** Anggaran negara sangat bergantung pada pendapatan dari perusahaan milik negara, ekspor (yang dibatasi sanksi), dan sumber-sumber lain yang seringkali tidak transparan. Pengeluaran besar dialokasikan untuk militer.
- Sanksi Internasional:** Sanksi keuangan internasional telah sangat membatasi akses Korea Utara ke sistem keuangan global, mempersulit transaksi internasional, dan menghambat upaya untuk mendapatkan investasi asing.
Secara keseluruhan, sistem mata uang dan keuangan Korea Utara mencerminkan ekonomi terisolasi yang dikendalikan negara, dengan tantangan signifikan terkait stabilitas mata uang, inflasi, dan integrasi dengan ekonomi global.
10. Masyarakat
Masyarakat Korea Utara sangat terstruktur dan dikendalikan oleh negara, dengan ideologi Juche dan Songun yang meresap dalam semua aspek kehidupan. Bagian ini akan membahas komposisi penduduk, kehidupan sehari-hari, stratifikasi sosial, pendidikan, kesehatan, bahasa, agama, dan masalah hak asasi manusia, dengan penekanan pada nilai-nilai liberal sosial.
10.1. Populasi
Populasi Korea Utara pada tahun 1961 adalah 10,9 juta jiwa. Dengan pengecualian komunitas kecil Tionghoa dan beberapa etnis Jepang, penduduk Korea Utara yang berjumlah sekitar 24 juta jiwa (perkiraan PBB tahun 2024) bersifat homogen secara etnis. Para ahli demografi pada abad ke-20 memperkirakan bahwa populasi akan tumbuh menjadi 25,5 juta pada tahun 2000 dan 28 juta pada tahun 2010, tetapi peningkatan ini tidak pernah terjadi karena bencana kelaparan Korea Utara. Bencana kelaparan dimulai pada tahun 1995, berlangsung selama tiga tahun, dan mengakibatkan kematian antara 240.000 hingga 420.000 warga Korea Utara.
Donor internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat memulai pengiriman makanan melalui Program Pangan Dunia pada tahun 1997 untuk memerangi kelaparan. Meskipun terjadi pengurangan bantuan secara drastis di bawah pemerintahan George W. Bush, situasinya berangsur membaik: jumlah anak-anak kurang gizi menurun dari 60% pada tahun 1998 menjadi 37% pada tahun 2006 dan 28% pada tahun 2013. Produksi pangan domestik hampir pulih ke tingkat tahunan yang direkomendasikan sebesar 5,37 juta ton setara sereal pada tahun 2013, tetapi Program Pangan Dunia melaporkan kurangnya keragaman pangan dan akses terhadap lemak dan protein yang terus berlanjut. Pada pertengahan 2010-an, tingkat nasional kekurangan gizi akut, indikasi kondisi mirip kelaparan, lebih rendah daripada di negara-negara berpenghasilan rendah lainnya dan hampir setara dengan negara-negara berkembang di Pasifik dan Asia Timur. Kesehatan dan gizi anak-anak secara signifikan lebih baik pada sejumlah indikator daripada di banyak negara Asia lainnya.
Bencana kelaparan berdampak signifikan pada laju pertumbuhan penduduk, yang menurun menjadi 0,9% per tahun pada tahun 2002. Pada tahun 2014, angkanya adalah 0,5%. Pernikahan yang terlambat setelah dinas militer, ruang perumahan yang terbatas, dan jam kerja atau studi politik yang panjang semakin melelahkan penduduk dan mengurangi pertumbuhan. Tingkat kelahiran nasional adalah 14,5 kelahiran per tahun per 1.000 penduduk. Dua pertiga rumah tangga terdiri dari keluarga besar yang sebagian besar tinggal di unit dua kamar. Pernikahan hampir bersifat universal dan perceraian sangat jarang terjadi.
Karakteristik demografis lainnya meliputi harapan hidup sekitar 72,3 tahun (HDR 2020 PBB). Urbanisasi telah meningkat, dengan sebagian besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, terutama Pyongyang. Komposisi berdasarkan jenis kelamin dan usia menunjukkan populasi yang menua, meskipun tidak separah beberapa negara maju.
10.2. Kehidupan Penduduk
Kehidupan sehari-hari penduduk Korea Utara sangat dipengaruhi oleh kontrol negara, sistem ekonomi terpusat, dan ideologi Juche. Akses terhadap barang dan jasa terbatas, dan banyak aspek kehidupan diatur oleh negara.
10.2.1. Sandang, Pangan, dan Papan
- Pangan:** Pola makan penduduk Korea Utara umumnya sederhana, dengan nasi atau jagung sebagai makanan pokok, disertai kimchi dan sayuran. Daging dan ikan lebih jarang dikonsumsi, terutama di luar Pyongyang atau oleh keluarga biasa. Sistem penjatahan publik (PDS) secara historis menjadi sumber utama pangan, tetapi fungsinya telah menurun sejak kesulitan ekonomi tahun 1990-an. Saat ini, banyak penduduk bergantung pada Jangmadang (pasar informal) untuk membeli makanan tambahan. Kekurangan pangan kronis tetap menjadi masalah, dan kualitas gizi seringkali tidak memadai.
- Sandang:** Pakaian umumnya sederhana dan fungsional. Seragam sering dikenakan oleh pelajar dan pekerja di sektor tertentu. Pilihan mode terbatas, meskipun ada peningkatan variasi dalam beberapa tahun terakhir, terutama di Pyongyang, karena pengaruh dari luar yang terbatas dan ketersediaan barang di pasar. Pakaian tradisional Korea (Hanbok) dikenakan pada acara-acara khusus.
- Papan:** Sebagian besar perumahan disediakan oleh negara, terutama dalam bentuk apartemen di perkotaan atau rumah-rumah sederhana di pedesaan. Kualitas dan ukuran perumahan bervariasi tergantung pada status sosial (Songbun) dan pekerjaan. Di Pyongyang, ada beberapa kompleks apartemen modern, tetapi di banyak daerah lain, kondisi perumahan bisa sangat sederhana dan kurang fasilitas. Kepadatan penduduk di unit-unit perumahan seringkali tinggi.
10.2.2. Sistem Penjatahan dan Jangmadang
Sistem Penjatahan Publik (Public Distribution System/PDS) secara historis merupakan mekanisme utama negara untuk mendistribusikan makanan pokok (seperti beras, jagung), minyak goreng, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya kepada penduduk. Setiap warga negara terdaftar dalam sistem ini dan menerima jatah berdasarkan usia, pekerjaan, dan status sosial mereka. Tujuan PDS adalah untuk memastikan distribusi yang merata dan memenuhi kebutuhan dasar penduduk sesuai dengan prinsip sosialis.
Namun, sejak kesulitan ekonomi dan bencana kelaparan pada tahun 1990-an, PDS telah mengalami penurunan fungsi yang signifikan. Jumlah dan frekuensi jatah seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketergantungan pada PDS telah berkurang drastis bagi sebagian besar penduduk.
Sebagai gantinya, Jangmadang (장마당), atau pasar informal, telah muncul dan berkembang pesat. Awalnya ilegal atau semi-ilegal, Jangmadang kini menjadi bagian integral dari ekonomi Korea Utara dan memainkan peran krusial dalam penghidupan penduduk. Di pasar ini, berbagai macam barang diperdagangkan, mulai dari makanan (produk pertanian dari kebun pribadi, makanan olahan, barang impor dari Tiongkok), pakaian, barang elektronik, hingga layanan. Harga di Jangmadang ditentukan oleh mekanisme pasar (penawaran dan permintaan), dan transaksi seringkali menggunakan mata uang asing atau barter.
Pemerintah memiliki sikap ambivalen terhadap Jangmadang. Di satu sisi, pasar ini membantu mengatasi kekurangan barang dan menyediakan sumber pendapatan bagi masyarakat. Di sisi lain, keberadaan pasar ini menantang kontrol negara atas ekonomi dan dapat menjadi saluran masuknya informasi dan pengaruh dari luar. Pemerintah terkadang mencoba untuk mengatur atau membatasi aktivitas Jangmadang, tetapi pasar ini terbukti sangat tangguh dan penting bagi kelangsungan hidup banyak orang Korea Utara.
Kegiatan rekreasi di Korea Utara juga seringkali diorganisir oleh negara atau terkait dengan kegiatan kolektif. Ini bisa termasuk partisipasi dalam acara olahraga, pertunjukan seni (musik, tari, sirkus), kunjungan ke taman atau tempat rekreasi publik, dan partisipasi dalam kegiatan kelompok studi atau organisasi massa. Akses ke bentuk rekreasi yang lebih beragam atau bersifat individual lebih terbatas, terutama di luar Pyongyang. Menonton televisi (yang dikontrol negara) dan mendengarkan radio juga merupakan bentuk rekreasi yang umum.
10.3. Stratifikasi Sosial (Songbun)
Songbun (성분) adalah sistem klasifikasi sosial yang unik di Korea Utara yang secara signifikan memengaruhi kehidupan warganya. Sistem ini mengkategorikan setiap individu dan keluarga mereka ke dalam salah satu dari tiga kelas utama berdasarkan latar belakang politik, sosial, dan leluhur mereka, serta loyalitas yang dirasakan terhadap rezim Kim dan Partai Buruh Korea. Tiga kelas utama tersebut adalah:
1. **Kelas Inti (Core Class / haeksim kyech'ŭng 핵심 계층):** Dianggap paling loyal kepada rezim. Termasuk di dalamnya adalah keturunan pejuang revolusioner anti-Jepang, veteran Perang Korea yang setia, anggota partai yang berdedikasi, dan keluarga birokrat serta pejabat tinggi. Mereka mendapatkan perlakuan istimewa dalam akses terhadap pendidikan, pekerjaan, perumahan, makanan, layanan kesehatan, dan peluang lainnya.
2. **Kelas Goyah (Wavering Class / tongyo kyech'ŭng 동요 계층):** Merupakan kelompok terbesar, terdiri dari warga biasa seperti petani, pekerja, dan teknisi yang loyalitasnya dianggap netral atau tidak pasti. Mereka memiliki akses yang lebih terbatas terhadap peluang dibandingkan kelas inti.
3. **Kelas Musuh (Hostile Class / chŏktae kyech'ŭng 적대 계층):** Dianggap tidak loyal atau berpotensi menentang rezim. Termasuk di dalamnya adalah keturunan mantan pemilik tanah, pengusaha, tokoh agama, intelektual yang dianggap "borjuis", orang yang pernah bekerja sama dengan Jepang atau Korea Selatan, keluarga pembelot, dan tahanan politik beserta keluarganya. Mereka menghadapi diskriminasi berat dalam semua aspek kehidupan, diawasi secara ketat, dan seringkali ditempatkan di daerah terpencil atau kamp kerja paksa.
Songbun ditetapkan sejak lahir dan sulit untuk diubah, meskipun loyalitas dan perilaku individu dapat memengaruhi status mereka dalam batas tertentu. Sistem ini berdampak luas pada kehidupan sehari-hari, menentukan di mana seseorang dapat tinggal, jenis pekerjaan yang bisa didapatkan, akses ke pendidikan tinggi, peluang untuk bergabung dengan Partai Buruh Korea, dan bahkan pilihan pasangan hidup.
Dari perspektif kesetaraan sosial, Songbun adalah sistem yang sangat diskriminatif dan melanggengkan ketidaksetaraan struktural. Sistem ini menciptakan hierarki sosial yang kaku dan membatasi mobilitas sosial berdasarkan faktor-faktor di luar kendali individu. Meskipun pemerintah Korea Utara secara resmi menyangkal keberadaan diskriminasi berdasarkan Songbun, banyak laporan dari pembelot dan organisasi hak asasi manusia mengkonfirmasi dampak signifikan sistem ini terhadap kehidupan rakyat Korea Utara.
Pola perubahan Songbun dalam beberapa dekade terakhir agak kompleks. Munculnya pasar informal (Jangmadang) dan peningkatan aktivitas ekonomi swasta telah memberikan beberapa peluang bagi individu dari kelas yang lebih rendah untuk meningkatkan status ekonomi mereka, yang terkadang dapat memengaruhi status sosial mereka secara tidak langsung. Namun, loyalitas politik kepada rezim tetap menjadi faktor utama, dan sistem Songbun secara keseluruhan masih menjadi alat kontrol sosial yang kuat.
10.4. Pendidikan

Sensus 2008 mencatat seluruh populasi sebagai melek huruf. Siklus pendidikan dasar dan menengah gratis dan wajib selama 11 tahun disediakan di lebih dari 27.000 sekolah penitipan anak, 14.000 taman kanak-kanak, 4.800 sekolah dasar empat tahun, dan 4.700 sekolah menengah enam tahun. 77% pria dan 79% wanita berusia 30-34 tahun telah menyelesaikan sekolah menengah. Sebanyak 300 universitas dan perguruan tinggi tambahan menawarkan pendidikan tinggi.
Sebagian besar lulusan program wajib tidak melanjutkan ke universitas tetapi memulai wajib militer atau melanjutkan bekerja di pertanian atau pabrik. Kekurangan utama pendidikan tinggi adalah banyaknya mata pelajaran ideologis, yang mencakup 50% dari mata kuliah ilmu sosial dan 20% dari ilmu pengetahuan, serta ketidakseimbangan dalam kurikulum. Studi ilmu alam sangat ditekankan sementara ilmu sosial diabaikan. Heuristik diterapkan secara aktif untuk mengembangkan kemandirian dan kreativitas siswa di seluruh sistem. Studi bahasa Rusia dan Inggris diwajibkan di sekolah menengah atas pada tahun 1978.
Sistem pendidikan di Korea Utara menekankan pendidikan ideologi Juche dan loyalitas kepada pemimpin serta Partai Buruh Korea. Kurikulum mencakup porsi yang signifikan untuk studi politik dan sejarah revolusioner. Pendidikan bersifat universal dan gratis, mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi (bagi mereka yang memenuhi syarat).
Tingkatan sekolah meliputi:
- Taman Kanak-kanak (1 tahun, wajib)**
- Sekolah Dasar (5 tahun, wajib, sebelumnya 4 tahun)**
- Sekolah Menengah (6 tahun, wajib, menggabungkan tingkat menengah pertama dan atas)**
- Pendidikan Tinggi:** Universitas dan perguruan tinggi teknik/kejuruan. Akses ke pendidikan tinggi sangat kompetitif dan sering dipengaruhi oleh Songbun (klasifikasi sosial) dan loyalitas politik. Universitas paling bergengsi adalah Universitas Kim Il-sung dan Universitas Teknologi Kim Chaek di Pyongyang.
Meskipun tingkat melek huruf dilaporkan tinggi, kualitas pendidikan dapat bervariasi, terutama di daerah pedesaan yang mungkin kekurangan sumber daya dan fasilitas. Fokus pada pendidikan ideologi dapat membatasi pemikiran kritis dan paparan terhadap ide-ide dari luar. Namun, ada juga penekanan pada sains dan teknologi sebagai bagian dari upaya pembangunan nasional. Akses terhadap materi pendidikan dari luar negeri sangat terbatas.
10.5. Kesehatan dan Medis

Korea Utara memiliki angka harapan hidup 72,3 tahun pada 2019, menurut HDR 2020. Meskipun Korea Utara diklasifikasikan sebagai negara berpenghasilan rendah, struktur penyebab kematian di Korea Utara (2013) berbeda dengan negara berpenghasilan rendah lainnya. Sebaliknya, angka ini lebih mendekati rata-rata dunia, dengan penyakit tidak menular-seperti penyakit kardiovaskular dan kanker-menyumbang 84 persen dari total kematian pada tahun 2016.
Menurut laporan Bank Dunia tahun 2016 (berdasarkan perkiraan WHO), hanya 9,5% dari total kematian yang tercatat di Korea Utara disebabkan oleh penyakit menular dan kondisi maternal, prenatal, serta gizi, angka ini sedikit lebih rendah dari Korea Selatan (10,1%) dan seperlima dari negara berpenghasilan rendah lainnya (50,1%) tetapi lebih tinggi dari negara berpenghasilan tinggi (6,7%). Hanya satu dari sepuluh penyebab utama kematian secara keseluruhan di Korea Utara disebabkan oleh penyakit menular (infeksi saluran pernapasan bawah), penyakit yang dilaporkan telah menurun sebesar enam persen sejak 2007.
Pada tahun 2013, penyakit kardiovaskular sebagai kelompok penyakit tunggal dilaporkan sebagai penyebab kematian terbesar di Korea Utara. Tiga penyebab utama kematian di Korea Utara adalah stroke, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan penyakit jantung iskemik. Faktor risiko penyakit tidak menular di Korea Utara meliputi tingginya tingkat urbanisasi, masyarakat yang menua, serta tingginya tingkat merokok dan konsumsi alkohol di kalangan pria.
Angka kematian ibu lebih rendah daripada negara berpenghasilan rendah lainnya, tetapi secara signifikan lebih tinggi daripada Korea Selatan dan negara berpenghasilan tinggi lainnya, yaitu 89 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2008, angka kematian anak diperkirakan 45 per 1.000, yang jauh lebih baik daripada negara-negara lain yang sebanding secara ekonomi. Chad misalnya, memiliki angka kematian anak 120 per 1.000, meskipun Chad kemungkinan lebih kaya daripada Korea Utara pada saat itu.
Indeks Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan, sebagaimana dihitung oleh IHME, dilaporkan berada di angka 62,3, jauh lebih rendah daripada Korea Selatan.
Menurut laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2003, hampir 100% populasi memiliki akses ke air dan sanitasi. Lebih lanjut, 80% populasi memiliki akses ke fasilitas sanitasi yang lebih baik pada tahun 2015.
Korea Utara memiliki jumlah dokter per kapita tertinggi di antara negara-negara berpenghasilan rendah, dengan 3,7 dokter per 1.000 orang, angka yang juga secara signifikan lebih tinggi daripada Korea Selatan, menurut data WHO.
Laporan yang bertentangan antara Amnesty International dan WHO telah muncul, di mana laporan Amnesty mengklaim bahwa Korea Utara memiliki sistem perawatan kesehatan yang tidak memadai, sementara Direktur Organisasi Kesehatan Dunia mengklaim bahwa sistem perawatan kesehatan Korea Utara dianggap sebagai dambaan negara berkembang dan "tidak kekurangan dokter dan perawat".
Sistem perawatan kesehatan universal dan gratis secara resmi ada di Korea Utara. Negara menyediakan fasilitas medis mulai dari klinik di tingkat desa hingga rumah sakit pusat di kota-kota besar. Penekanan diberikan pada pengobatan preventif, kebersihan publik, dan program vaksinasi.
Namun, realitasnya seringkali berbeda. Kualitas layanan kesehatan sangat bervariasi, dengan fasilitas dan perawatan yang lebih baik tersedia di Pyongyang dan untuk kalangan elit. Di banyak daerah, rumah sakit dan klinik kekurangan peralatan medis modern, obat-obatan esensial, dan pasokan listrik yang stabil. Kekurangan gizi kronis juga memperburuk masalah kesehatan masyarakat. Sanksi internasional telah mempersulit impor peralatan medis dan obat-obatan.
Meskipun ada dokter dan perawat yang berdedikasi, mereka seringkali bekerja dalam kondisi yang sulit dengan sumber daya yang terbatas. Penyakit utama yang umum termasuk penyakit pernapasan, tuberkulosis, dan penyakit yang disebabkan oleh sanitasi yang buruk atau kekurangan gizi. Akses terhadap perawatan medis spesialis atau canggih sangat terbatas bagi sebagian besar penduduk. Isu kesetaraan dalam akses dan kualitas layanan kesehatan menjadi perhatian utama.
10.6. Bahasa dan Aksara
Bahasa resmi Korea Utara adalah bahasa Korea. Namun, pemerintah Korea Utara merujuk bahasanya sebagai Munhwaŏ (문화어, "bahasa berbudaya") untuk membedakannya dari dialek dan standar bahasa yang digunakan di Korea Selatan (P'yojun'ŏ, 표준어, "bahasa standar"). Munhwaŏ didasarkan pada dialek Pyongyang.
Kebijakan bahasa di Korea Utara sangat menekankan kemurnian bahasa dan penghapusan pengaruh asing, terutama dari bahasa Jepang (sisa masa penjajahan) dan bahasa Inggris. Ada upaya sadar untuk menggunakan kosakata asli Korea atau menciptakan neologisme berdasarkan akar kata Korea daripada meminjam kata-kata asing.
Aksara yang digunakan secara eksklusif adalah Hangul (di Korea Utara disebut Chosŏn'gŭl, 조선글), alfabet fonetik Korea yang diciptakan pada abad ke-15 oleh Raja Sejong Agung. Penggunaan Hanja (karakter Tiongkok) telah dihapuskan sepenuhnya dalam publikasi resmi dan pendidikan sejak akhir 1940-an, berbeda dengan Korea Selatan di mana Hanja masih kadang-kadang digunakan, terutama dalam konteks akademis atau untuk mengklarifikasi homonim.
Terdapat beberapa perbedaan dalam kosakata, ejaan, dan tata bahasa antara Munhwaŏ di Korea Utara dan P'yojun'ŏ di Korea Selatan, meskipun kedua bahasa tersebut pada dasarnya masih saling dimengerti. Perbedaan ini berkembang karena isolasi politik selama lebih dari setengah abad dan kebijakan bahasa yang berbeda di kedua negara. Misalnya, beberapa istilah teknis atau konsep modern memiliki kata yang berbeda di Utara dan Selatan. Perbedaan intonasi dan pengucapan juga ada.
10.7. Agama

Korea Utara secara resmi adalah negara ateis. Konstitusinya menjamin kebebasan beragama berdasarkan Pasal 68, tetapi prinsip ini dibatasi oleh persyaratan bahwa agama tidak boleh digunakan sebagai dalih untuk merugikan negara, memasukkan kekuatan asing, atau merusak tatanan sosial yang ada. Praktik keagamaan karena itu dibatasi, meskipun ada perlindungan konstitusional nominal. Proselitisme juga dilarang karena kekhawatiran tentang pengaruh asing. Jumlah jemaat Kristen meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 1980-an dan awal 2000-an karena perekrutan orang Kristen yang sebelumnya beribadah secara pribadi atau di gereja-gereja rumah kecil. Misi Open Doors, sebuah kelompok Protestan yang berbasis di Amerika Serikat dan didirikan selama era Perang Dingin, mengklaim bahwa penganiayaan terhadap orang Kristen yang paling parah di dunia terjadi di Korea Utara.
Tidak ada statistik resmi yang diketahui tentang agama di Korea Utara. Menurut sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan oleh Pusat Studi Kekristenan Dunia, 73% populasi adalah ireligius (58% agnostik, 15% ateis), 13% mempraktikkan Cheondoisme, 12% mempraktikkan Samanisme Korea, 1,5% adalah penganut Buddha, dan kurang dari 0,5% mempraktikkan agama lain seperti Kristen, Islam, atau kepercayaan tradisional Tionghoa. Amnesty International telah menyatakan keprihatinan tentang penganiayaan agama di Korea Utara. Kelompok-kelompok pro-Korea Utara seperti Aliansi Solidaritas Paektu menyangkal klaim ini, dengan mengatakan bahwa banyak fasilitas keagamaan ada di seluruh negeri. Beberapa tempat ibadah keagamaan terletak di kedutaan asing di ibu kota Pyongyang. Lima gereja Kristen yang dibangun dengan dana negara berdiri di Pyongyang: tiga Protestan, satu Katolik Roma, dan satu Ortodoks Rusia. Para kritikus mengklaim ini adalah pameran untuk orang asing.
Agama Buddha dan Konfusianisme masih memengaruhi spiritualitas. Cheondoisme ("Jalan Surgawi") adalah kepercayaan sinkretis pribumi yang menggabungkan unsur-unsur perdukunan Korea, Buddhisme, Taoisme, dan Katolikisme yang secara resmi diwakili oleh Partai Chongu Chondois yang dikendalikan PBK. Cheondoisme diakui dan disukai oleh pemerintah, dianggap sebagai bentuk "agama revolusioner" pribumi.
Secara resmi, kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi. Namun, dalam praktiknya, kegiatan keagamaan sangat dikontrol dan dibatasi oleh negara. Organisasi keagamaan yang diakui negara (seperti Federasi Kristen Korea, Federasi Buddhis Korea, dan Komite Pusat Chondoist) berada di bawah pengawasan ketat pemerintah dan seringkali berfungsi lebih sebagai alat propaganda daripada sebagai wadah ekspresi keagamaan yang bebas. Kegiatan keagamaan independen atau yang tidak disetujui negara dapat menghadapi penindasan berat. Laporan dari organisasi hak asasi manusia dan pembelot seringkali menggambarkan penganiayaan terhadap individu yang mempraktikkan agama secara diam-diam atau yang memiliki hubungan dengan kelompok misionaris asing.
Fokus pada kebebasan beragama dalam konteks Korea Utara menyoroti kontradiksi antara jaminan konstitusional dan realitas di lapangan, serta dampak dari ideologi negara yang ateistik dan kontrol totaliter terhadap praktik keagamaan.
10.8. Hak Asasi Manusia
Masalah hak asasi manusia di Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) merupakan salah satu isu yang paling banyak mendapat sorotan dan kecaman dari komunitas internasional. Berbagai laporan dari organisasi hak asasi manusia, PBB, dan kesaksian para pembelot secara konsisten menggambarkan situasi hak asasi manusia yang sangat buruk dan pelanggaran yang sistematis serta meluas.
Sebuah penyelidikan PBB tahun 2014 mengenai catatan hak asasi manusia RRDK menemukan bukti "pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, meluas, dan berat" dan menyatakan bahwa "tingkat keparahan, skala, dan sifat pelanggaran ini mengungkapkan sebuah negara yang tidak memiliki padanan di dunia kontemporer", dengan Amnesty International dan Human Rights Watch memiliki pandangan serupa. Warga Korea Utara disebut sebagai "beberapa orang yang paling terbrutalisasi di dunia" oleh Human Rights Watch, karena pembatasan ketat yang diberlakukan pada kebebasan politik dan ekonomi mereka. Populasi Korea Utara dikelola secara ketat oleh negara dan semua aspek kehidupan sehari-hari tunduk pada perencanaan partai dan negara. Menurut laporan pemerintah AS, pekerjaan dikelola oleh partai berdasarkan keandalan politik, dan perjalanan dikontrol ketat oleh Kementerian Keamanan Rakyat. Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa warga Korea Utara tidak memiliki pilihan dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan tidak bebas untuk berganti pekerjaan sesuka hati.
Ada pembatasan terhadap kebebasan berserikat, berekspresi, dan bergerak; penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan perlakuan buruk lainnya yang mengakibatkan kematian dan eksekusi. Warga Korea Utara umumnya tidak diizinkan meninggalkan negara sesuka hati dan pemerintahnya menolak akses bagi pengamat hak asasi manusia PBB.
Kementerian Keamanan Negara secara ekstrayudisial menangkap dan memenjarakan mereka yang dituduh melakukan kejahatan politik tanpa proses hukum. Orang-orang yang dianggap memusuhi pemerintah, seperti orang Kristen atau kritikus kepemimpinan, dideportasi ke kamp kerja paksa tanpa pengadilan, seringkali bersama seluruh keluarga mereka dan sebagian besar tanpa ada kesempatan untuk dibebaskan. Kerja paksa adalah bagian dari sistem represi politik yang mapan.
Ini adalah bagian krusial yang memerlukan pembahasan mendalam dan kritis sesuai dengan perspektif liberal sosial.
10.8.1. Kamp Penjara Politik dan Kerja Paksa
Keberadaan kamp penjara politik (kwanliso) di Korea Utara telah didokumentasikan secara luas oleh organisasi hak asasi manusia internasional, citra satelit, dan kesaksian para pembelot, termasuk mantan tahanan dan penjaga. Diperkirakan antara 80.000 hingga 120.000 orang, atau bahkan lebih (beberapa perkiraan mencapai 200.000), ditahan di kamp-kamp ini, yang seringkali terletak di daerah pegunungan terpencil.
Tahanan di kwanliso umumnya adalah individu yang dianggap sebagai "musuh negara" atau "tidak loyal" terhadap rezim, beserta anggota keluarga mereka hingga tiga generasi (prinsip tanggung jawab kolektif atau yeonjwa-je). Tuduhan dapat berkisar dari kritik terhadap pemimpin, upaya pembelotan, mendengarkan siaran radio asing, mempraktikkan agama secara ilegal, hingga memiliki hubungan dengan individu yang dianggap "bermasalah". Banyak tahanan dikirim ke kamp tanpa proses peradilan yang adil atau bahkan tanpa mengetahui tuduhan spesifik terhadap mereka.
Kondisi di dalam kamp dilaporkan sangat mengerikan. Para tahanan dipaksa melakukan kerja paksa yang berat dan berbahaya di sektor pertambangan, penebangan kayu, atau pertanian, dengan jam kerja yang panjang dan sedikit atau tanpa upah. Makanan yang diberikan sangat minim dan tidak memadai, yang menyebabkan kekurangan gizi kronis, kelaparan, dan penyakit. Perawatan medis hampir tidak ada.
Perlakuan terhadap tahanan dilaporkan sangat brutal, termasuk penyiksaan sistematis, pemukulan, kekerasan seksual (terutama terhadap perempuan), eksekusi publik atau rahasia, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya. Angka kematian di kamp-kamp ini dilaporkan sangat tinggi akibat kelaparan, penyakit, kecelakaan kerja, atau eksekusi.
Masalah kerja paksa tidak hanya terbatas pada kamp penjara politik. Warga negara biasa juga dapat dimobilisasi untuk kerja paksa dalam proyek-proyek konstruksi negara atau di sektor pertanian melalui berbagai skema "sukarela" atau wajib. Selain itu, Korea Utara juga dilaporkan mengirimkan pekerja ke luar negeri (misalnya ke Rusia, Tiongkok, dan Timur Tengah) di mana mereka bekerja dalam kondisi yang sulit dan sebagian besar gaji mereka diambil oleh negara.
Ini adalah isu inti hak asasi manusia di Korea Utara, yang menunjukkan pelanggaran berat terhadap martabat manusia dan norma-norma hukum internasional. Komunitas internasional terus menyerukan penutupan kamp-kamp ini dan investigasi independen terhadap pelanggaran yang terjadi.
10.8.2. Pembelot Korea Utara
Pembelot Korea Utara, yang dikenal sebagai talbukja (탈북자), adalah warga negara RRDK yang meninggalkan negara mereka tanpa izin resmi dari pemerintah. Jumlah pembelot telah meningkat secara signifikan sejak bencana kelaparan pada tahun 1990-an.
- Penyebab Pembelotan:**
- Kesulitan Ekonomi dan Kelaparan:** Ini adalah alasan utama bagi banyak pembelot, terutama pada awalnya. Kekurangan pangan kronis dan kurangnya peluang ekonomi mendorong orang untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
- Penindasan Politik dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia:** Ketakutan akan penganiayaan politik, kurangnya kebebasan, dan kehidupan di bawah sistem yang represif juga menjadi faktor pendorong utama. Individu yang keluarganya memiliki Songbun (status sosial) yang buruk atau yang telah melakukan tindakan yang dianggap tidak loyal oleh rezim mungkin merasa terancam.
- Keinginan untuk Kebebasan:** Paparan terbatas terhadap informasi dari luar negeri (misalnya melalui radio selundupan atau DVD) dapat membangkitkan kesadaran akan kehidupan yang berbeda dan keinginan untuk kebebasan pribadi.
- Menyusul Anggota Keluarga:** Beberapa orang membelot untuk bergabung dengan anggota keluarga yang telah lebih dulu berhasil melarikan diri.
- Proses Pembelotan:**
Proses pembelotan sangat berbahaya dan sulit. Rute yang paling umum adalah melintasi perbatasan ke Tiongkok (melalui Sungai Tumen atau Yalu). Dari Tiongkok, para pembelot seringkali berusaha mencapai negara ketiga (biasanya di Asia Tenggara seperti Thailand, Laos, atau Vietnam) dengan bantuan penyelundup manusia atau organisasi non-pemerintah, dari mana mereka kemudian dapat mencari suaka dan akhirnya menetap di Korea Selatan atau negara lain. Perjalanan ini penuh risiko, termasuk penangkapan oleh pihak berwenang Tiongkok (yang seringkali memulangkan paksa pembelot ke Korea Utara di mana mereka menghadapi hukuman berat), eksploitasi oleh penyelundup, dan bahaya lainnya.
- Skala Pembelot:**
Jumlah pasti pembelot sulit diketahui. Diperkirakan puluhan ribu hingga lebih dari seratus ribu orang Korea Utara telah membelot sejak tahun 1990-an. Sebagian besar pembelot yang berhasil mencapai Korea Selatan adalah perempuan (sekitar 70-80%).
- Status Pemukiman:**
- Korea Selatan:** Merupakan tujuan utama bagi sebagian besar pembelot. Pemerintah Korea Selatan memiliki program untuk menerima dan membantu pembelot beradaptasi dengan kehidupan baru, termasuk bantuan keuangan, perumahan, pendidikan, dan pelatihan kerja. Namun, proses adaptasi seringkali sulit karena perbedaan budaya, trauma masa lalu, diskriminasi, dan kesulitan dalam mencari pekerjaan.
- Negara Lain:** Sejumlah kecil pembelot juga menetap di negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa melalui program suaka atau pengungsi.
- Masalah Terkait:**
- Pemulangan Paksa:** Pembelot yang ditangkap di Tiongkok seringkali dipulangkan secara paksa ke Korea Utara, di mana mereka menghadapi risiko penyiksaan, penahanan di kamp penjara politik, atau bahkan eksekusi. Ini adalah pelanggaran terhadap prinsip non-refoulement dalam hukum pengungsi internasional.
- Perdagangan Manusia:** Banyak perempuan pembelot Korea Utara menjadi korban perdagangan manusia di Tiongkok, di mana mereka dipaksa menikah atau bekerja di industri seks.
- Anak-anak Pembelot:** Anak-anak yang lahir dari ibu pembelot Korea Utara dan ayah Tionghoa seringkali tidak memiliki status kewarganegaraan dan menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan dan layanan dasar.
- Keamanan Keluarga yang Ditinggalkan:** Keluarga pembelot yang masih berada di Korea Utara dapat menghadapi hukuman atau diskriminasi sebagai akibat dari tindakan anggota keluarga mereka.
Isu pembelot Korea Utara menyoroti kondisi sulit di dalam negeri dan tantangan kemanusiaan serta hak asasi manusia yang signifikan.
10.8.3. Kebebasan Berekspresi dan Pers
Kebebasan berekspresi dan pers di Korea Utara sangat dibatasi dan dikontrol ketat oleh negara dan Partai Buruh Korea. Tidak ada media independen, dan semua bentuk ekspresi publik tunduk pada sensor dan arahan ideologis.
- Kontrol Pers dan Media:**
- Pembatasan Akses Informasi:**
- Penindasan Kebebasan Berekspresi:**
- Dampak terhadap Perkembangan Demokrasi:**
Pembatasan ekstrem terhadap kebebasan berekspresi dan pers memiliki dampak yang menghancurkan terhadap perkembangan demokrasi. Tanpa akses terhadap informasi yang beragam, kemampuan warga negara untuk membentuk opini independen dan berpartisipasi secara bermakna dalam wacana publik sangat terhambat. Tidak adanya media yang bebas dan kritis membuat pemerintah tidak akuntabel. Kontrol informasi juga digunakan untuk mempertahankan kultus individu dan melegitimasi rezim, serta untuk mencegah munculnya gerakan oposisi atau tuntutan perubahan. Iklim ketakutan dan penindasan menghalangi partisipasi sipil dan perkembangan masyarakat sipil yang independen, yang merupakan prasyarat penting bagi demokrasi.
11. Budaya
Budaya Korea Utara sangat dipengaruhi oleh ideologi negara Juche dan kebijakan Partai Buruh Korea. Negara memainkan peran sentral dalam membentuk dan mengarahkan semua aspek ekspresi budaya, dengan tujuan untuk mempromosikan patriotisme sosialis, loyalitas kepada pemimpin, dan nilai-nilai kolektivis. Bagian ini akan memperkenalkan berbagai aspek budaya Korea Utara.
11.1. Kebijakan Budaya dan Seni Juche
Kebijakan budaya dan seni di Korea Utara didasarkan pada ideologi Juche, yang menekankan kemandirian, identitas nasional Korea, dan peran sentral pemimpin dalam membimbing bangsa. Seni Juche (주체미술Juche MisulBahasa Korea) bertujuan untuk mendidik massa dalam semangat revolusioner, mempromosikan pencapaian sosialisme, dan memuliakan para pemimpin (Kim Il-sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un).
Karakteristik utama dari kebijakan budaya dan seni Juche meliputi:
- Kolektivisme:** Karya seni seringkali menggambarkan tema-tema kolektif, seperti kerja sama petani dan pekerja, kepahlawanan tentara, atau partisipasi massa dalam proyek-proyek nasional. Individu biasanya digambarkan sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar yang bekerja menuju tujuan bersama.
- Realisme Sosialis:** Gaya seni dominan adalah realisme sosialis, yang bertujuan untuk menggambarkan kehidupan dan perjuangan rakyat pekerja secara realistis (meskipun diidealkan) dan optimis. Karya seni harus mudah dipahami oleh massa dan menyampaikan pesan politik yang jelas.
- Sentralitas Pemimpin:** Penggambaran para pemimpin Kim adalah tema sentral dalam seni Juche. Mereka seringkali digambarkan sebagai figur yang bijaksana, penuh kasih, dan heroik, yang memimpin bangsa menuju kemajuan.
- Nasionalisme dan Patriotisme:** Seni Juche seringkali menonjolkan keindahan alam Korea, sejarah perjuangan bangsa, dan keunggulan sistem sosialis Korea.
- Peran Edukasi dan Propaganda:** Seni dan budaya dianggap sebagai alat penting untuk pendidikan ideologi dan propaganda. Karya seni harus menginspirasi loyalitas, semangat revolusioner, dan dedikasi terhadap pembangunan sosialis.
Negara mengontrol semua aspek produksi dan distribusi budaya melalui lembaga-lembaga seperti Studio Seni Mansudae dan berbagai serikat seniman. Seniman diharapkan untuk menciptakan karya yang sejalan dengan garis partai dan kebijakan budaya negara.
11.2. Sastra dan Seni
Berbagai bidang sastra dan seni di Korea Utara berkembang di bawah naungan kebijakan seni Juche. Karya-karya utama dan kegiatan seniman diarahkan untuk mendukung tujuan negara dan partai.
11.2.1. Sastra
Sastra Juche di Korea Utara bertujuan untuk mencerminkan idealisme sosialis dan mempromosikan nilai-nilai revolusioner serta loyalitas kepada pemimpin dan Partai Buruh Korea. Karakteristik utama sastra Juche meliputi:
- Tema:** Cerita sering berpusat pada kepahlawanan pekerja, petani, dan tentara dalam membangun sosialisme, perjuangan melawan imperialisme (terutama Amerika Serikat dan Jepang), dan pengabdian kepada pemimpin. Kehidupan dan ajaran Kim Il-sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un sering menjadi subjek utama atau sumber inspirasi.
- Karakter:** Tokoh protagonis biasanya adalah individu yang memiliki kesadaran kelas yang tinggi, dedikasi tanpa pamrih kepada revolusi, dan loyalitas absolut kepada pemimpin. Mereka seringkali mengatasi kesulitan pribadi demi kebaikan kolektif.
- Gaya:** Gaya penulisan umumnya realis sosialis, dengan narasi yang jelas, optimis, dan bertujuan untuk mendidik serta menginspirasi pembaca.
- Peran Sastra:** Sastra dianggap sebagai alat penting untuk pendidikan ideologi, pembentukan karakter sosialis, dan mobilisasi massa.
Penulis utama dan karya-karya representatif seringkali dihasilkan oleh anggota Federasi Sastra dan Seni Joseon (sebelumnya Uni Penulis Korea). Beberapa novel dan cerita pendek yang terkenal (di dalam negeri) mungkin mencakup epik sejarah yang menggambarkan perjuangan anti-Jepang atau Perang Korea dari perspektif resmi, atau cerita kontemporer tentang pencapaian dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Contoh karya klasik yang sering disebut adalah novel Immortal History (Sejarah Abadi), sebuah seri panjang yang menggambarkan perjuangan revolusioner Korea.
Namun, kontrol negara yang ketat atas konten dan tema sastra telah membatasi keragaman ekspresi dan perkembangan sastra yang kritis atau independen.
11.2.2. Seni Rupa
Seni rupa di Korea Utara didominasi oleh gaya realisme sosialis dan bertujuan untuk mempromosikan ideologi Juche, memuliakan para pemimpin, dan menggambarkan pencapaian negara sosialis.
Karakteristik utama seni rupa Korea Utara:
- Lukisan Chosŏnhwa (조선화):** Ini adalah bentuk lukisan tradisional Korea yang menggunakan tinta dan cat air di atas kertas atau sutra. Di Korea Utara, Chosŏnhwa telah diadaptasi untuk menggambarkan tema-tema sosialis dan revolusioner, seperti pemandangan heroik pembangunan, potret pemimpin, dan adegan dari sejarah revolusioner. Gaya ini seringkali menggabungkan teknik tradisional dengan prinsip-prinsip realisme sosialis.
- Lukisan Cat Minyak:** Juga digunakan secara luas, seringkali untuk potret resmi para pemimpin, mural besar yang menggambarkan adegan sejarah atau industri, dan lukisan lanskap yang patriotik.
- Patung:** Patung-patung monumental para pemimpin Kim, terutama Kim Il-sung dan Kim Jong-il, dapat ditemukan di seluruh negeri. Contoh paling terkenal adalah Monumen Agung Bukit Mansu di Pyongyang. Patung-patung ini biasanya berukuran besar dan bertujuan untuk menanamkan rasa hormat dan kekaguman.
- Poster Propaganda:** Poster adalah bentuk seni visual yang sangat umum, digunakan untuk menyampaikan pesan politik, mendorong partisipasi dalam kampanye nasional, dan mempromosikan nilai-nilai sosialis.
- Mosaik dan Keramik:** Juga digunakan untuk karya seni publik dan dekoratif dengan tema-tema serupa.
Organisasi seni representatif yang paling penting adalah Studio Seni Mansudae di Pyongyang. Ini adalah kompleks studio seni besar yang mempekerjakan ribuan seniman dan pengrajin. Studio ini menghasilkan sebagian besar karya seni resmi negara, mulai dari lukisan dan patung hingga monumen besar dan barang-barang kerajinan. Mansudae juga memiliki divisi yang mengerjakan proyek-proyek seni di luar negeri (Mansudae Overseas Projects), yang telah membangun monumen dan patung di beberapa negara Afrika dan Asia.
Seniman diharapkan untuk menghasilkan karya yang sesuai dengan garis partai dan standar estetika yang ditetapkan. Seni yang bersifat individualistis, abstrak, atau kritis terhadap rezim tidak diizinkan.
11.2.3. Musik dan Tari
Musik dan tari di Korea Utara memainkan peran penting dalam kehidupan budaya dan politik, berfungsi sebagai alat untuk propaganda, pendidikan ideologi, dan hiburan massa.
- Genre Musik:**
- Lagu Revolusioner dan Patriotik:** Ini adalah genre musik yang paling dominan. Lagu-lagu ini memuji para pemimpin, Partai Buruh Korea, pencapaian sosialisme, dan semangat Juche. Liriknya seringkali heroik dan optimis. Contohnya termasuk lagu-lagu seperti "Lagu Jenderal Kim Il-sung" dan "Lagu Jenderal Kim Jong-il".
- Musik Etnis (Minjok Eumak):** Musik tradisional Korea, termasuk lagu-lagu rakyat (minyo) dan musik instrumental tradisional, juga dihargai dan dipromosikan, seringkali dalam aransemen baru yang menggabungkan instrumen Barat dan Korea.
- Musik Kontemporer/Pop:** Sejak tahun 1980-an, bentuk musik pop yang disetujui negara telah muncul. Grup seperti Pochonbo Electronic Ensemble dan Wangjaesan Light Music Band menjadi populer dengan lagu-lagu yang menggabungkan melodi pop dengan lirik yang masih sejalan dengan ideologi negara. Dalam beberapa tahun terakhir, grup musik perempuan seperti Band Moranbong telah mendapatkan popularitas besar dengan gaya yang lebih modern, meskipun kontennya tetap dikontrol secara ketat.
- Musik Klasik Barat:** Musik klasik Barat juga dipelajari dan dipertunjukkan, meskipun repertoarnya mungkin diseleksi.
- Grup Musik Utama:**
- Paduan Suara Negara Berjasa (Merited State Chorus):** Sebelumnya dikenal sebagai Paduan Suara Tentara Rakyat Korea, ini adalah salah satu grup musik paling bergengsi, yang dikenal dengan penampilan lagu-lagu patriotik dan revolusioner yang kuat.
- Orkestra Unhasu:** Orkestra simfoni yang menampilkan musik klasik dan aransemen lagu-lagu Korea.
- Band Moranbong:** Grup musik pop perempuan yang dibentuk di bawah Kim Jong-un, dikenal dengan penampilan yang energik dan gaya yang lebih modern (pakaian dan aransemen musik).
- Samjiyon Orchestra:** Orkestra besar yang sering tampil dalam acara-acara kenegaraan dan pertunjukan budaya.
- Seni Tari:**
Seni tari di Korea Utara mencakup tari tradisional Korea (seperti tari kipas dan tari genderang) dan bentuk-bentuk tari kontemporer yang menggabungkan elemen balet dan tarian rakyat dengan tema-tema sosialis. Tarian seringkali ditampilkan dalam skala besar sebagai bagian dari pertunjukan massal atau festival.
Musik dan tari seringkali digabungkan dalam pertunjukan besar seperti opera revolusioner (misalnya, "Laut Darah") dan "Permainan Massal" (Mass Games), yang melibatkan puluhan ribu penampil. Semua kegiatan musik dan tari berada di bawah arahan dan pengawasan negara.
11.2.4. Film
Industri film Korea Utara, meskipun tidak sebesar Hollywood atau Bollywood, memainkan peran penting dalam budaya dan propaganda negara. Kebijakan film diarahkan untuk memenuhi target "pendidikan sosial" dan mempromosikan ideologi Juche.
- Karakteristik Industri Film:**
- Kontrol Negara:** Semua aspek produksi film, mulai dari penulisan naskah hingga distribusi, dikontrol ketat oleh negara dan Partai Buruh Korea. Studio film utama adalah Studio Film Seni Korea (Korean Art Film Studio).
- Tema Propaganda:** Sebagian besar film memiliki alur cerita propaganda yang dapat diprediksi, yang memuliakan para pemimpin, menggambarkan kepahlawanan rakyat dalam membangun sosialisme, atau mengkritik imperialisme (terutama Amerika Serikat dan Jepang).
- Fungsi Pendidikan Ideologi:** Film dianggap sebagai alat yang ampuh untuk pendidikan ideologi dan pembentukan kesadaran sosialis di kalangan massa.
- Genre:** Genre yang umum termasuk film perang (seringkali tentang Perang Korea atau perjuangan anti-Jepang), drama sejarah (yang ditafsirkan ulang sesuai dengan narasi resmi), film tentang kehidupan pekerja dan petani, dan film anak-anak dengan pesan moral.
- Kultus Individu:** Para pemimpin Kim seringkali digambarkan dalam film, baik secara langsung maupun melalui alegori, sebagai figur yang bijaksana dan heroik.
- Karya Film Utama:**
Beberapa film yang dianggap penting atau representatif dalam sejarah sinema Korea Utara (meskipun mungkin tidak dikenal secara internasional) meliputi:
- Film-film yang menggambarkan perjuangan gerilya Kim Il-sung.
- Film-film epik tentang Perang Korea, seperti seri Nation and Destiny.
- Film yang didasarkan pada opera revolusioner, seperti The Flower Girl (Gadis Penjual Bunga).
- Film monster Pulgasari (1985), sebuah contoh langka dari genre yang berbeda, yang ironisnya disutradarai oleh sutradara Korea Selatan Shin Sang-ok yang diculik ke Korea Utara.
Kim Jong-il sendiri dikenal sebagai penggemar film dan menulis sebuah buku tentang teori film berjudul On the Art of the Cinema. Ia dilaporkan sangat terlibat dalam industri film negara.
Meskipun ada upaya untuk menghasilkan film berkualitas, batasan ideologis dan kurangnya sumber daya seringkali menghambat kreativitas dan daya tarik film Korea Utara bagi penonton internasional. Akses terhadap film asing sangat terbatas bagi masyarakat umum, meskipun ada laporan mengenai penyelundupan DVD film asing.
11.3. Budaya Populer dan Olahraga
Budaya populer dan olahraga di Korea Utara juga diarahkan dan dikendalikan oleh negara, seringkali dengan tujuan untuk mempromosikan kesehatan, persatuan nasional, dan keunggulan sistem sosialis.
11.3.1. Festival Arirang
Festival Arirang, juga dikenal sebagai "Permainan Massal Arirang" (아리랑 축제Arirang Ch'ukjeBahasa Korea), adalah pertunjukan senam massal dan seni kolosal yang diadakan di Pyongyang, Korea Utara. Ini adalah salah satu pertunjukan sinkronisasi terbesar di dunia dan telah diakui oleh Guinness World Records.
- Isi Pertunjukan:**
Festival Arirang melibatkan puluhan ribu hingga lebih dari seratus ribu penampil, termasuk pesenam, penari, akrobat, seniman bela diri, dan siswa sekolah. Pertunjukan ini menampilkan koreografi yang sangat kompleks dan sinkron, di mana para penampil membentuk pola-pola rumit, gambar bergerak, dan slogan-slogan menggunakan kartu berwarna yang dipegang oleh ribuan orang di tribun (dikenal sebagai "latar belakang manusia" atau "piksel manusia"). Tema pertunjukan biasanya berkisar pada sejarah Korea, pencapaian revolusi, kebesaran para pemimpin Kim, dan semangat Juche. Lagu Arirang, sebuah lagu rakyat Korea yang terkenal, sering menjadi tema musik utama.
- Makna:**
Festival Arirang memiliki makna propaganda yang kuat. Ini bertujuan untuk menunjukkan persatuan, disiplin, dan kekuatan kolektif rakyat Korea Utara, serta untuk memuliakan rezim dan para pemimpinnya. Pertunjukan ini juga dirancang untuk mengesankan penonton domestik dan internasional dengan skala dan presisinya.
- Status Penyelenggaraan:**
Festival Arirang biasanya diadakan pada musim semi atau musim gugur untuk memperingati hari-hari penting nasional. Pertunjukan ini diadakan di Stadion Hari Buruh Rungrado, stadion terbesar di dunia. Namun, penyelenggaraannya tidak selalu konsisten setiap tahun dan dapat dipengaruhi oleh situasi politik atau ekonomi. Festival ini juga menjadi daya tarik wisata utama bagi pengunjung asing yang diizinkan masuk ke Korea Utara.
Meskipun mengesankan secara visual, Festival Arirang juga menuai kritik karena dugaan kerja paksa dan latihan keras yang dialami para penampil, terutama anak-anak sekolah.
11.3.2. Olahraga
Olahraga didorong oleh negara sebagai cara untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, menanamkan disiplin, dan mempromosikan citra positif negara di arena internasional.
- Olahraga Populer Utama:** Sepak bola adalah olahraga yang sangat populer. Olahraga lain yang umum termasuk bola basket, bola voli, tenis meja, angkat besi, judo, gulat, dan maraton.
- Sistem Pembinaan Atlet:** Korea Utara memiliki sistem pembinaan atlet yang terpusat dan didanai negara. Atlet berbakat diidentifikasi sejak usia muda dan dilatih secara intensif di sekolah-sekolah olahraga khusus.
- Prestasi di Kompetisi Internasional:** Korea Utara telah mencapai beberapa keberhasilan di kompetisi internasional, terutama di Olimpiade (khususnya di cabang angkat besi, judo, gulat, dan senam) dan kejuaraan dunia. Tim sepak bola nasional putra pernah mencapai perempat final Piala Dunia FIFA 1966 dan lolos ke putaran final Piala Dunia FIFA 2010. Tim sepak bola nasional putri juga telah mencapai kesuksesan di tingkat Asia. Atlet yang berprestasi seringkali menerima penghargaan dan pengakuan dari negara.
- Acara Olahraga Domestik:** Liga sepak bola domestik (DPR Korea League) ada, dan berbagai kompetisi olahraga lainnya diadakan secara teratur.
- Fasilitas Olahraga:** Negara telah berinvestasi dalam pembangunan fasilitas olahraga, termasuk stadion besar seperti Stadion Hari Buruh Rungrado dan Stadion Kim Il-sung di Pyongyang.
Partisipasi dalam olahraga internasional seringkali dipengaruhi oleh situasi politik dan hubungan Korea Utara dengan negara lain.
11.4. Budaya Kuliner

Budaya kuliner Korea Utara memiliki ciri khasnya sendiri, meskipun berbagi akar yang sama dengan masakan Korea secara umum. Makanan pokok adalah nasi (atau jagung di beberapa daerah), disertai dengan berbagai lauk pauk (banchan).
- Makanan Representatif:**
- Pyongyang Naengmyeon (평양랭면):** Mie soba dingin dalam kuah kaldu daging yang bening, sering disajikan dengan irisan daging sapi, telur rebus, pir Korea, dan kimchi. Ini adalah salah satu hidangan paling terkenal dari Korea Utara.
- Kimchi (김치):** Seperti di Korea Selatan, kimchi adalah bagian tak terpisahkan dari setiap hidangan. Ada berbagai jenis kimchi, meskipun variasi regional mungkin ada.
- Bibimbap (비빔밥):** Nasi campur dengan sayuran, daging, telur, dan saus gochujang.
- Bulgogi (불고기):** Daging sapi yang diiris tipis dan dimarinasi, kemudian dipanggang.
- Sinseollo (신선로):** Hidangan hot pot kerajaan yang rumit dengan berbagai macam daging, sayuran, dan kaldu.
- Sup Ikan Mullet Abu-abu (숭어국):** Hidangan khas lainnya.
- Pancake Kacang Hijau (녹두지짐):**
- Dangogiguk (단고기국):** Sup daging anjing, yang dianggap sebagai hidangan lezat dan bergizi oleh sebagian orang (konsumsi daging anjing adalah praktik yang ada di beberapa bagian Asia Timur, termasuk Semenanjung Korea, meskipun kontroversial).
- Karakteristik Pola Makan:**
- Perubahan Akibat Kesulitan Pangan:**
Kesulitan pangan kronis, terutama bencana kelaparan pada tahun 1990-an, telah berdampak signifikan pada pola makan penduduk. Keterbatasan bahan makanan telah menyebabkan penurunan variasi dan kualitas gizi. Penduduk mungkin lebih banyak mengonsumsi biji-bijian sekunder seperti jagung atau kentang, dan akses terhadap daging, ikan, serta buah-buahan menjadi lebih terbatas. Sistem penjatahan publik (PDS) yang dulu menjadi andalan kini kurang berfungsi, dan banyak orang bergantung pada pasar informal (Jangmadang) untuk mendapatkan makanan. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan, ketahanan pangan tetap menjadi tantangan.
Restoran terkenal di Pyongyang seperti Okryu-gwan (terkenal dengan naengmyeon-nya) dan Chongryu-gwan menyajikan hidangan Korea Utara berkualitas tinggi, tetapi ini lebih merupakan pengecualian dan tidak mencerminkan pola makan sebagian besar penduduk.
11.5. Media Massa dan Kontrol
Media massa di Korea Utara berada di bawah kendali penuh negara dan Partai Buruh Korea (PBK). Tidak ada media independen, dan semua konten tunduk pada sensor ketat serta diarahkan untuk melayani tujuan propaganda rezim.
- Media Pemerintah Utama:**
- Kantor Berita Pusat Korea (KCNA):** Kantor berita resmi negara, menjadi sumber utama berita bagi semua media domestik dan juga menyebarkan berita resmi ke luar negeri.
- Rodong Sinmun (로동신문, "Surat Kabar Buruh"):** Organ resmi Komite Sentral PBK. Ini adalah surat kabar paling berpengaruh di negara ini dan mencerminkan garis kebijakan resmi partai.
- Minju Choson (민주조선, "Korea Demokratis"):** Surat kabar resmi pemerintah (Kabinet dan Presidium Majelis Rakyat Tertinggi).
- Televisi Pusat Korea (KCTV):** Stasiun televisi utama negara, menyiarkan berita, program dokumenter, drama, pertunjukan musik, dan film yang semuanya sejalan dengan ideologi negara.
- Stasiun Penyiaran Pusat Korea (KCBS):** Stasiun radio utama negara.
- Pyongyang Sinmun:** Surat kabar lokal untuk Pyongyang.
- Uriminzokkiri:** Situs web propaganda yang ditujukan untuk audiens Korea di luar negeri, seringkali dengan konten yang lebih provokatif.
- Peran Media:**
Media massa di Korea Utara memiliki peran utama sebagai berikut:
- Propaganda dan Indoktrinasi Ideologi:** Menyebarkan ideologi Juche dan Songun, mempromosikan kultus individu pemimpin Kim, dan menanamkan loyalitas kepada partai dan negara.
- Mobilisasi Massa:** Mendorong partisipasi dalam kampanye nasional, proyek pembangunan, dan kegiatan politik lainnya.
- Pembentukan Opini Publik:** Membentuk persepsi masyarakat tentang isu-isu domestik dan internasional sesuai dengan narasi resmi.
- Kritik terhadap "Musuh":** Mengkritik dan mengecam negara-negara atau kekuatan yang dianggap musuh, terutama Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan (tergantung pada iklim politik saat itu).
- Kontrol Pers dan Sensor:**
Reporters Without Borders secara konsisten menempatkan Korea Utara di peringkat paling bawah dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia.
11.6. Hari Raya dan Libur Nasional
Hari raya dan libur nasional di Korea Utara merupakan campuran dari hari-hari peringatan revolusioner yang terkait dengan para pemimpin Kim dan Partai Buruh Korea, hari-hari libur tradisional Korea, dan hari-hari internasional tertentu. Perayaan ini seringkali melibatkan acara-acara publik yang besar, parade, pertunjukan seni, dan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah atau monumen.
- Hari Raya Nasional Utama (Revolusioner):**
- Hari Matahari (태양절, Taeyangjeol) - 15 April:** Ulang tahun Kim Il-sung. Ini adalah hari libur paling penting di Korea Utara, dirayakan dengan kemegahan besar, termasuk festival, pertunjukan, dan ziarah ke tempat kelahirannya di Mangyongdae.
- Hari Bintang Kejora (광명성절, Gwangmyeongseongjeol) - 16 Februari:** Ulang tahun Kim Jong-il. Juga merupakan hari libur besar dengan perayaan serupa.
- Hari Pendirian Partai Buruh Korea - 10 Oktober:** Memperingati pendirian PBK pada tahun 1945.
- Hari Pendirian Republik (공화국창건일, Gonghwaguk Changgeonil) - 9 September:** Memperingati pendirian RRDK pada tahun 1948.
- Hari Kemenangan dalam Perang Pembebasan Tanah Air Agung (조국해방전쟁 승리 기념일) - 27 Juli:** Memperingati penandatanganan Perjanjian Gencatan Senjata Perang Korea pada tahun 1953 (Korea Utara menganggapnya sebagai kemenangan).
- Hari Pembebasan Tanah Air (조국해방기념일, Joguk Haebang Ginyeomil) - 15 Agustus:** Memperingati pembebasan Korea dari penjajahan Jepang pada tahun 1945.
- Hari Raya Tradisional:**
Meskipun penekanan pada ideologi Juche, beberapa hari raya tradisional Korea juga dirayakan, seringkali dengan sentuhan sosialis:
- Seollal (설날, Tahun Baru Imlek):** Biasanya dirayakan selama tiga hari.
- Chuseok (추석, Festival Panen Pertengahan Musim Gugur):** Hari raya penting untuk menghormati leluhur dan merayakan panen.
- Dano (단오, Festival Musim Semi):**
- Daeboreum (정월대보름, Bulan Purnama Pertama):**
- Hari Raya Lainnya:**
- Hari Tahun Baru (양력설, Yangnyeok Seol) - 1 Januari.**
- Hari Perempuan Internasional - 8 Maret.**
- Hari Buruh Internasional (May Day) - 1 Mei.**
- Hari Anak Internasional - 1 Juni.**
- Hari Konstitusi Sosialis (사회주의헌법절) - 27 Desember.**
Cara perayaan seringkali melibatkan partisipasi massa dalam acara-acara yang terorganisir, seperti peletakan karangan bunga di patung-patung pemimpin, pertunjukan seni, kompetisi olahraga, dan pertemuan publik. Liburan juga menjadi waktu bagi keluarga untuk berkumpul. Distribusi hadiah atau ransum makanan khusus dari negara juga dapat terjadi pada hari-hari raya utama.
11.7. Harta Nasional dan Warisan Dunia
Korea Utara memiliki sejumlah aset budaya yang ditetapkan sebagai Harta Nasional (국보, gukbo) dan beberapa situs yang diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Perlindungan dan pemeliharaan warisan budaya ini dilakukan oleh negara.
- Harta Nasional:**
Harta Nasional Korea Utara mencakup berbagai macam situs arkeologi, bangunan bersejarah, karya seni, dan artefak yang dianggap memiliki nilai budaya, sejarah, atau artistik yang luar biasa bagi bangsa Korea. Ini bisa termasuk:
- Kuil-kuil Buddha kuno (misalnya, Kuil Pohyon di Gunung Myohyang).
- Pagoda-pagoda bersejarah.
- Makam-makam kuno dan mural di dalamnya.
- Benteng-benteng dan sisa-sisa istana dari periode kerajaan yang berbeda.
- Lukisan, patung, dan kerajinan tangan kuno yang bernilai tinggi.
- Manuskrip dan dokumen bersejarah.
Daftar resmi Harta Nasional dikelola oleh pemerintah, dan upaya pelestarian dilakukan meskipun terkadang terkendala oleh sumber daya.
- Situs Warisan Dunia UNESCO:**
Korea Utara memiliki dua situs yang terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO:
1. **Kompleks Makam Goguryeo (고구려 고분군, Goguryeo Gobungun):** Ditetapkan pada tahun 2004. Situs ini terdiri dari 30 makam individu dari periode akhir Kerajaan Goguryeo (abad ke-3 hingga ke-7 M), yang terletak di dekat Pyongyang dan di Provinsi Pyongan Selatan. Banyak dari makam ini dihiasi dengan mural dinding yang kaya warna dan detail, yang memberikan wawasan berharga tentang kehidupan sehari-hari, budaya, agama, dan praktik penguburan Goguryeo. Mural-mural ini dianggap sebagai contoh luar biasa dari seni lukis kuno di Asia Timur.
2. **Monumen dan Situs Bersejarah di Kaesong (개성의 역사 기념물과 유적, Gaeseong-ui Yeoksa Ginyeommulgwa Yujeok):** Ditetapkan pada tahun 2013. Situs ini mencakup dua belas komponen terpisah yang terletak di kota Kaesong, yang merupakan ibu kota Dinasti Goryeo (918-1392). Komponen-komponen ini termasuk sisa-sisa istana Manwoldae, makam-makam kerajaan (seperti Makam Raja Wang Geon dan Makam Raja Gongmin), tembok kota, gerbang Namdaemun Kaesong, Akademi Konfusius (Songgyungwan), dan situs-situs lain yang mencerminkan sejarah politik, budaya, dan filosofis Dinasti Goryeo. Situs ini menunjukkan transisi dari Buddhisme ke Neo-Konfusianisme dan tata letak kota berdasarkan prinsip geomansi.
Pengakuan UNESCO terhadap situs-situs ini menyoroti pentingnya warisan budaya Korea Utara bagi sejarah dunia. Namun, akses dan penelitian internasional terhadap situs-situs ini seringkali dibatasi oleh situasi politik.
11.8. Tren Keterbukaan Budaya
Meskipun Korea Utara dikenal sebagai salah satu negara paling terisolasi di dunia, dalam beberapa tahun terakhir, terutama di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, telah ada beberapa tren terbatas yang menunjukkan masuknya budaya eksternal dan sedikit peningkatan keterbukaan, meskipun masih sangat dikontrol oleh negara.
- Fenomena Masuknya Budaya Eksternal:**
- Budaya Populer Korea Selatan (Hallyu):** Meskipun secara resmi dilarang, drama TV, film, dan musik K-pop Korea Selatan telah masuk ke Korea Utara melalui penyelundupan (misalnya, melalui USB drive atau kartu SD yang diselundupkan dari Tiongkok). Ini telah memengaruhi mode, gaya rambut, dan bahasa gaul di kalangan sebagian penduduk, terutama kaum muda.
- Barang Konsumsi Asing:** Peningkatan perdagangan dengan Tiongkok dan pertumbuhan pasar informal (Jangmadang) telah menyebabkan ketersediaan barang konsumsi asing yang lebih besar, termasuk makanan ringan, pakaian, dan barang elektronik, meskipun seringkali dengan harga tinggi.
- Pengaruh Tiongkok:** Kedekatan geografis dan hubungan ekonomi yang erat dengan Tiongkok berarti ada aliran orang dan barang yang lebih besar, yang membawa serta beberapa pengaruh budaya Tiongkok.
- Pariwisata Terbatas:** Meskipun sangat dikontrol, pariwisata asing (terutama dari Tiongkok) telah sedikit meningkat, yang dapat membawa paparan terbatas terhadap budaya luar bagi mereka yang berinteraksi dengan turis.
- Teknologi:** Peningkatan penggunaan ponsel (meskipun terbatas pada jaringan domestik) dan komputer (dengan akses terbatas ke intranet Kwangmyong) juga berpotensi menjadi saluran untuk pertukaran informasi dan budaya, meskipun sangat diawasi. Ada laporan tentang upaya pemerintah untuk mengembangkan industri TI sendiri, termasuk pembuatan smartphone dan tablet domestik.
- Respons Pihak Berwenang:**
Pihak berwenang Korea Utara memiliki sikap ambivalen dan seringkali represif terhadap masuknya budaya eksternal.
- Penindakan Keras:** Pemerintah secara aktif berupaya untuk menindak penyebaran media asing dan budaya "kapitalis" atau "anti-sosialis". Ada undang-undang yang melarang distribusi dan konsumsi konten budaya asing, dengan hukuman berat bagi pelanggarnya, termasuk kerja paksa atau bahkan hukuman mati. Razia dan inspeksi sering dilakukan.
- Propaganda Tandingan:** Media pemerintah seringkali mengkritik budaya asing sebagai dekaden dan merusak, sambil mempromosikan superioritas budaya Juche.
- Adaptasi Terkontrol:** Dalam beberapa kasus, rezim mungkin mencoba untuk mengadaptasi atau meniru beberapa aspek budaya populer modern (misalnya, penampilan grup musik seperti Band Moranbong yang lebih bergaya modern) tetapi dengan konten yang tetap dikontrol secara ideologis.
- Pengembangan Alternatif Domestik:** Upaya untuk mengembangkan produk budaya dan teknologi domestik (seperti film, musik, dan perangkat lunak) untuk mengurangi ketergantungan atau daya tarik budaya asing.
- Reaksi Penduduk:**
Reaksi penduduk terhadap budaya eksternal bervariasi.
- Kaum Muda:** Seringkali lebih tertarik dan terbuka terhadap tren budaya asing, terutama dari Korea Selatan.
- Elit dan Penduduk Kota:** Mungkin memiliki akses yang lebih besar dan lebih menerima pengaruh asing.
- Daerah Pedesaan:** Mungkin memiliki paparan yang lebih sedikit dan lebih terikat pada budaya tradisional atau narasi resmi.
Secara keseluruhan, tren keterbukaan budaya di Korea Utara masih sangat terbatas dan berada di bawah kontrol ketat negara. Meskipun ada keinginan di kalangan sebagian penduduk untuk mengakses informasi dan budaya dari luar, risiko yang terkait dengan hal itu sangat tinggi. Pemerintah terus memandang budaya eksternal sebagai ancaman potensial terhadap stabilitas rezim dan kemurnian ideologi Juche.
12. Simbol Nasional
Republik Rakyat Demokratik Korea memiliki beberapa simbol resmi yang mewakili identitas dan kedaulatan negara.
12.1. Nama Negara dan Bendera Nasional
- Nama Negara:**
Nama resmi negara adalah Republik Rakyat Demokratik Korea (조선민주주의인민공화국Chosŏn Minjujuŭi Inmin KonghwagukBahasa Korea). Nama ini mencerminkan klaim negara sebagai republik yang demokratis dan berorientasi pada rakyat, serta kesinambungan historis dengan nama "Chosŏn" (Korea).
- Bendera Nasional (In'gonggi 인공기):**
Bendera nasional Korea Utara, yang secara resmi disebut In'gonggi (Bendera Republik), diadopsi pada 8 September 1948. Desainnya terdiri dari:
- Panel tengah berwarna merah lebar, melambangkan patriotisme revolusioner dan semangat perjuangan.
- Di dalam panel merah, terdapat lingkaran putih di sisi tiang, yang di dalamnya terdapat bintang merah bersudut lima. Bintang merah melambangkan tradisi revolusioner dan prospek cerah sosialisme/komunisme. Lingkaran putih melambangkan kemurnian dan kekuatan bangsa Korea.
- Panel merah diapit di atas dan bawah oleh garis putih tipis, yang melambangkan kemurnian, kekuatan, dan martabat bangsa Korea yang homogen.
- Panel biru lebar di bagian paling atas dan bawah, melambangkan kedaulatan, perdamaian, dan persahabatan.
Warna-warna ini (merah, putih, biru) adalah warna tradisional Korea. Desain bendera ini berbeda secara signifikan dari Taegukgi (bendera Korea Selatan), yang mencerminkan pembagian politik semenanjung.
12.2. Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan
- Lambang Negara:**
Lambang negara Republik Rakyat Demokratik Korea menampilkan desain yang kaya akan simbolisme:
- Bendungan Hidroelektrik dan Pembangkit Listrik:** Di bagian tengah bawah, terdapat gambaran bendungan pembangkit listrik tenaga air, yang melambangkan industri modern yang kuat dan kemandirian energi. Ini sering diidentifikasi sebagai Bendungan Sup'ung di Sungai Yalu.
- Gunung Paektu:** Di latar belakang atas, tampak Gunung Paektu, gunung tertinggi dan dianggap paling suci di Semenanjung Korea, melambangkan semangat revolusioner dan tempat kelahiran legendaris Dangun serta aktivitas gerilya Kim Il-sung.
- Bintang Merah Bersudut Lima:** Di puncak lambang, terdapat bintang merah bersinar, melambangkan sosialisme/komunisme dan masa depan yang cerah.
- Tangkai Padi:** Lambang ini dibingkai oleh tangkai padi di kedua sisinya, yang melambangkan pertanian yang melimpah dan kaum tani.
- Pita Merah:** Tangkai padi diikat di bagian bawah oleh pita merah bertuliskan nama resmi negara, "조선민주주의인민공화국" (Republik Rakyat Demokratik Korea) dalam aksara Chosŏn'gŭl.
Lambang ini secara keseluruhan bertujuan untuk mencerminkan kekuatan industri, pertanian, semangat revolusioner, dan kedaulatan negara di bawah ideologi sosialis.
- Lagu Kebangsaan (Aegukka 애국가):**
Lagu kebangsaan Korea Utara berjudul Aegukka (애국가, "Lagu Patriotik"). Liriknya ditulis oleh Pak Se-yong pada tahun 1947, dan musiknya dikomposisikan oleh Kim Won-gyun pada tahun yang sama. Lagu ini secara resmi diadopsi sebagai lagu kebangsaan pada tahun 1948.
Lirik Aegukka memuji keindahan tanah air Korea ("negeri tiga ribu ri yang indah"), sejarah panjang dan budaya yang cemerlang, serta semangat dan kebijaksanaan rakyat Korea. Lagu ini menyerukan kepada rakyat untuk mengabdikan diri demi kemuliaan dan kemakmuran Korea, serta untuk membangun negara yang kuat dan merdeka. Meskipun liriknya tidak secara eksplisit menyebutkan ideologi komunis atau para pemimpin Kim, lagu ini dinyanyikan dalam konteks patriotisme sosialis Korea Utara.
Perlu dicatat bahwa Korea Selatan juga memiliki lagu kebangsaan dengan nama yang sama, Aegukga, tetapi dengan melodi dan lirik yang berbeda.
12.3. Bunga Nasional
Bunga nasional Republik Rakyat Demokratik Korea adalah Mokran (목란), yang secara ilmiah dikenal sebagai Magnolia sieboldii. Bunga ini juga dikenal sebagai Oyama Magnolia.
Mokran adalah bunga berwarna putih dengan bagian tengah berwarna merah muda atau merah anggur, dan memiliki aroma yang harum. Bunga ini dipilih karena keindahan, keanggunan, dan ketahanannya, serta sering dikaitkan dengan kemurnian dan semangat mulia rakyat Korea.
Menurut narasi resmi Korea Utara, Kim Il-sung memberikan nama "Mokran" (yang berarti "bunga pohon yang indah") kepada bunga ini dan menetapkannya sebagai bunga nasional karena kekagumannya terhadap keindahan dan signifikansinya. Bunga Mokran sering muncul dalam seni, sastra, dan desain di Korea Utara, melambangkan keindahan alam dan identitas nasional negara tersebut.
Selain Mokran, Korea Utara juga memiliki dua bunga lain yang memiliki signifikansi politik tinggi, yaitu Kimilsungia (anggrek yang dinamai menurut Kim Il-sung) dan Kimjongilia (begonia yang dinamai menurut Kim Jong-il). Meskipun bukan bunga nasional resmi, kedua bunga ini sering dipamerkan dan dipromosikan secara luas sebagai simbol penghormatan kepada para pemimpin.