1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
Ngũgĩ wa Thiong'o lahir pada 5 Januari 1938, dengan nama baptis James Ngugi, di Kamiriithu, dekat Limuru di distrik Kiambu, Kenya. Ia berasal dari suku Kikuyu. Keluarganya sangat terpengaruh oleh Pemberontakan Mau Mau yang menentang kekuasaan kolonial Inggris; saudara tirinya, Mwangi, terlibat aktif dalam Tentara Pembebasan Tanah Kenya dan tewas dalam konflik tersebut. Saudara laki-laki lainnya ditembak selama keadaan darurat, dan ibunya disiksa di pos penjaga rumah Kamiriithu Kikuyu. Pengalaman masa kecilnya yang penuh gejolak ini membentuk pandangan anti-kolonial dan anti-otoriternya yang kuat.
Ngũgĩ menempuh pendidikan di Alliance High School sebelum melanjutkan studi di Makerere University College di Kampala, Uganda. Sebagai seorang mahasiswa, ia menghadiri Konferensi Penulis Afrika pertama di Makerere pada Juni 1962, di mana dramanya, The Black Hermit, dipentaskan sebagai bagian dari acara tersebut di Teater Nasional. Pada konferensi tersebut, Ngũgĩ meminta Chinua Achebe untuk membaca manuskrip novel-novelnya, The River Between dan Weep Not, Child, yang kemudian diterbitkan dalam Seri Penulis Afrika Heinemann. Ia meraih gelar B.A. dalam bidang sastra Inggris dari Makerere University College pada tahun 1963.
Pada Mei 1964, novel debutnya, Weep Not, Child, diterbitkan dan menjadi novel berbahasa Inggris pertama yang diterbitkan oleh seorang penulis dari Afrika Timur. Belakangan pada tahun yang sama, Ngũgĩ memperoleh beasiswa untuk belajar M.A. di University of Leeds di Inggris. Selama di Leeds, novel keduanya, The River Between, yang berlatar belakang Pemberontakan Mau Mau dan menggambarkan romansa yang tidak bahagia antara umat Kristen dan non-Kristen, diterbitkan pada tahun 1965. Ia meninggalkan Leeds tanpa menyelesaikan tesisnya tentang sastra Karibia, yang fokus pada karya George Lamming, yang ia akui sangat mempengaruhinya.
2. Aktivitas Sastra Awal dan Perubahan Bahasa
Karya-karya awal Ngũgĩ wa Thiong'o, termasuk novel-novel seperti Weep Not, Child (1964) dan The River Between (1965), ditulis dalam bahasa Inggris dan telah menandai kemunculannya sebagai suara penting dalam sastra Afrika Timur. Novel-novel ini mulai mengeksplorasi tema-tema kolonialisme, konflik budaya, dan dampak penjajahan terhadap masyarakat Kenya.
Titik balik signifikan dalam karier Ngũgĩ terjadi dengan novelnya tahun 1967, A Grain of Wheat, yang menandai penerimaannya terhadap Marxisme yang terinspirasi oleh pemikiran Frantz Fanon. Setelah itu, ia secara ideologis menolak menulis dalam bahasa Inggris dan melepaskan nama baptisnya, James Ngugi, yang dianggapnya sebagai warisan kolonial. Pada tahun 1970, ia secara resmi mengubah namanya menjadi Ngũgĩ wa Thiong'o dan mulai menulis karya-karya kreatifnya secara eksklusif dalam bahasa ibunya, bahasa Gikuyu.
Perubahan ini didasari oleh keyakinannya bahwa sastra Afrika yang otentik harus diekspresikan dalam bahasa-bahasa Afrika, bukan bahasa Eropa yang merupakan alat penjajahan. Ia mengemukakan konsep "dekolonisasi pikiran", yang berargumen bahwa pembebasan sejati dari kolonialisme memerlukan pembebasan dari dominasi bahasa dan budaya kolonial. Pada akhir 1960-an, saat mengajar di University of Nairobi, Ngũgĩ menjadi katalisator diskusi untuk menghapus departemen Bahasa Inggris dan menggantinya dengan departemen yang menempatkan sastra Afrika, baik lisan maupun tulisan, sebagai pusat studi. Ia berpendapat bahwa setelah berakhirnya kolonialisme, sangat penting bagi universitas di Afrika untuk mengajarkan sastra Afrika dengan menyadari kekayaan bahasa-bahasa Afrika itu sendiri.
3. Karya Utama
Ngũgĩ wa Thiong'o telah menghasilkan berbagai karya sastra yang beragam genre, mencerminkan evolusi pemikiran dan perjuangannya melawan kolonialisme dan neokolonialisme. Karya-karya ini secara konsisten membahas tema-tema identitas, keadilan sosial, dan pentingnya bahasa serta budaya Afrika.
3.1. Novel
Karya-karya novel Ngũgĩ wa Thiong'o telah menjadi pilar penting dalam sastra Afrika, baik yang ditulis dalam bahasa Inggris maupun Gikuyu, yang mengeksplorasi tema-tema seperti kolonialisme, konflik budaya, identitas, dan kritik sosial.
Novel-novel awalnya yang ditulis dalam bahasa Inggris meliputi:
- Weep Not, Child (1964): Novel debutnya yang menjadi karya berbahasa Inggris pertama dari Afrika Timur, menggambarkan dampak Pemberontakan Mau Mau terhadap sebuah keluarga.
- The River Between (1965): Berlatar belakang Pemberontakan Mau Mau, novel ini mengisahkan konflik antara tradisi Kikuyu dan pengaruh Kristen, serta romansa yang rumit di tengah perubahan sosial.
- A Grain of Wheat (1967, 1992): Menandai pergeseran ideologis Ngũgĩ ke arah Marxisme dan kritik yang lebih tajam terhadap pasca-kemerdekaan.
- Petals of Blood (1977): Sebuah kritik pedas terhadap korupsi dan ketidakadilan di Kenya pasca-kemerdekaan, yang memicu penangkapannya.
Setelah beralih ke bahasa Gikuyu, Ngũgĩ menerbitkan novel-novel penting berikut:
- Caitaani Mutharaba-Ini (Devil on the Cross, 1980): Novel modern pertama yang ditulis dalam bahasa Gikuyu, ditulis di atas tisu toilet saat ia dipenjara. Karya ini adalah kritik satir terhadap kapitalisme dan korupsi.
- Matigari ma Njiruungi (1986), diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai Matigari (1989): Sebuah satir yang didasarkan pada cerita rakyat Gikuyu, mengisahkan seorang pejuang kemerdekaan yang kembali mencari keadilan di Kenya pasca-kemerdekaan.
- Mũrogi wa Kagogo (Wizard of the Crow, 2006): Novel epik yang kompleks, mengkritik rezim otoriter dan korupsi di Afrika melalui realisme magis.
- The Perfect Nine: The Epic of Gĩkũyũ and Mũmbi (2020): Sebuah epik puisi yang menafsirkan ulang kisah asal-usul suku Gikuyu dari sudut pandang feminis dan pan-Afrika. Karya ini menjadi karya pertama yang ditulis dalam bahasa asli Afrika yang masuk daftar panjang International Booker Prize.
3.2. Drama
Drama-drama Ngũgĩ wa Thiong'o bersifat partisipatif dan politis, sering kali digunakan sebagai alat komunikasi langsung dengan publik, terutama melalui teater komunitas.
- The Black Hermit (1963): Drama awal yang dipentaskan saat ia masih mahasiswa.
- This Time Tomorrow (1970): Kumpulan tiga drama yang mencakup judul yang sama, "The Rebels", dan "The Wound in the Heart".
- The Trial of Dedan Kimathi (1976): Ditulis bersama Micere Githae Mugo, drama ini mengangkat tokoh pahlawan Mau Mau, Dedan Kimathi, dan menganalisis perjuangan kemerdekaan dari sudut pandang Afrika.
- Ngaahika Ndeenda: Ithaako ria ngerekano (I Will Marry When I Want) (1977, 1982): Ditulis bersama Ngũgĩ wa Mirii, drama ini dipentaskan di Pusat Pendidikan dan Budaya Komunitas Kamiriithu. Drama ini merupakan kritik tajam terhadap ketidakadilan sosial dan ekonomi di Kenya pasca-kemerdekaan, yang menyebabkan penangkapannya. Proyek ini berusaha "mendemitifikasi" proses teater dan mendorong partisipasi penonton, menghindari proses alienasi yang menciptakan bintang aktif dan massa pengagum pasif. Meskipun sukses secara komersial, drama ini ditutup oleh rezim otoriter Kenya enam minggu setelah pembukaannya.
- Mother, Sing For Me (1986).
3.3. Esai dan Kritik
Karya-karya esai dan kritik Ngũgĩ wa Thiong'o adalah fondasi pemikirannya tentang bahasa, budaya, dan dekolonisasi.
- Homecoming: Essays on African and Caribbean Literature, Culture, and Politics (1972).
- Writers in Politics: Essays (1981).
- Education for a National Culture (1981).
- Barrel of a Pen: Resistance to Repression in Neo-Colonial Kenya (1983).
- Writing against Neo-Colonialism (1986).
- Decolonising the Mind: The Politics of Language in African Literature (1986): Ini adalah karya kritik utamanya yang menguraikan pandangan intinya mengenai pentingnya penulis Afrika menulis dalam bahasa asli mereka daripada bahasa Eropa, untuk melepaskan ikatan kolonial yang tersisa dan membangun sastra Afrika yang otentik.
- Moving the Centre: The Struggle for Cultural Freedoms (1993): Menjelajahi perjuangan untuk kebebasan budaya dan pentingnya memindahkan pusat pemikiran dari Barat ke Afrika.
- Penpoints, Gunpoints and Dreams: The Performance of Literature and Power in Post-Colonial Africa (1998): Berdasarkan kuliah Clarendon-nya, karya ini menganalisis hubungan antara sastra, kekuasaan, dan negara di Afrika pasca-kolonial.
- Something Torn and New: An African Renaissance (2009): Kumpulan esai yang berargumen tentang peran krusial bahasa-bahasa Afrika dalam "kebangkitan memori Afrika".
- Globalectics: Theory and the Politics of Knowing (2012).
- Secure the Base: Making Africa Visible in the Globe (2016).
- The Language of Languages (2023).
3.4. Memoar
Karya-karya otobiografi Ngũgĩ merinci pengalaman hidupnya, memberikan wawasan tentang pemikiran dan evolusi sastranya.
- Detained: A Writer's Prison Diary (1981): Catatan harian Ngũgĩ selama masa penahanannya di penjara.
- Dreams in a Time of War: a Childhood Memoir (2010): Menggambarkan masa kecilnya di tengah gejolak Mau Mau.
- In the House of the Interpreter: A Memoir (2012): Melanjutkan kisah hidupnya, berfokus pada pengalaman pendidikan dan kebangkitannya sebagai penulis.
- Birth of a Dream Weaver: A Memoir of a Writer's Awakening (2016).
- Wrestling with the devil: A Prison Memoir (2018).
3.5. Sastra Anak-anak
Ngũgĩ juga menulis karya untuk anak-anak, menyoroti makna pendidikan dan budayanya, serta minatnya pada pendidikan bahasa ibu dan transmisi budaya.
- Njamba Nene and the Flying Bus (diterjemahkan oleh Wangui wa Goro) (Njamba Nene na Mbaathi i Mathagu, 1986).
- Njamba Nene and the Cruel Chief (diterjemahkan oleh Wangui wa Goro) (Njamba Nene na Chibu King'ang'i, 1988).
- Njamba Nene's Pistol (Bathitoora ya Njamba Nene, 1990).
- The Upright Revolution, Or Why Humans Walk Upright (2019): Kisah pendek yang telah diterjemahkan ke dalam 100 bahasa.
4. Aktivitas Politik dan Persekusi
Ngũgĩ wa Thiong'o dikenal tidak hanya sebagai penulis, tetapi juga sebagai aktivis politik yang vokal, yang kritiknya terhadap kolonialisme dan rezim otoriter di Kenya menyebabkan persekusi, penahanan, dan pengasingan.
4.1. Penahanan dan Pemasyarakatan
Pada tahun 1976, Ngũgĩ membantu mendirikan Pusat Pendidikan dan Budaya Komunitas Kamiriithu, yang antara lain menyelenggarakan Teater Afrika di wilayah tersebut. Setahun kemudian, pada tahun 1977, publikasi novelnya Petals of Blood dan drama Ngaahika Ndeenda (I Will Marry When I Want), yang ditulis bersama Ngũgĩ wa Mirii, memprovokasi Wakil Presiden Kenya saat itu, Daniel arap Moi. Moi memerintahkan penangkapannya. Bersamaan dengan salinan dramanya, buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin juga disita.
Ngũgĩ dikirim ke Kamiti Maximum Security Prison dan ditahan di sana tanpa pengadilan selama hampir satu tahun. Ia dipenjara di sel bersama tahanan politik lainnya dan diizinkan satu jam berjemur di bawah sinar matahari setiap hari. Selama di penjara, ia menemukan penghiburan dalam menulis dan menulis novel modern pertama dalam bahasa Gikuyu, Devil on the Cross (Caitaani mũtharaba-Inĩ), di atas tisu toilet yang diberikan penjara. Pengalaman penahanannya juga menginspirasi drama The Trial of Dedan Kimathi (1976), yang ditulisnya berkolaborasi dengan Micere Githae Mugo. Ia diakui sebagai tahanan hati nurani oleh Amnesty International.
4.2. Kehidupan Pengasingan
Setelah dibebaskan pada Desember 1978, Ngũgĩ tidak dipekerjakan kembali di University of Nairobi, dan keluarganya dilecehkan. Karena tulisannya yang mengkritik ketidakadilan pemerintah diktator saat itu, Ngũgĩ dan keluarganya terpaksa hidup dalam pengasingan. Mereka baru merasa aman untuk kembali ke Kenya setelah Daniel arap Moi, presiden Kenya yang paling lama menjabat, pensiun pada tahun 2002.
Selama di pengasingan, Ngũgĩ bekerja dengan Komite Pembebasan Tahanan Politik di Kenya yang berbasis di London (1982-1998). Karya-karya seperti Matigari ma Njiruungi (diterjemahkan oleh Wangui wa Goro ke bahasa Inggris sebagai Matigari) diterbitkan selama periode ini. Pada tahun 1984, ia menjadi Profesor Tamu di Bayreuth University, dan tahun berikutnya menjadi Penulis-dalam-Kediaman untuk Borough of Islington di London. Ia juga belajar film di Dramatiska Institutet di Stockholm, Swedia (1986).
Antara tahun 1989 dan 1992, Ngũgĩ menjadi Profesor Tamu Sastra Inggris dan Komparatif di Yale University. Pada tahun 1992, ia menjadi tamu di Kongres Penulis Afrika Selatan dan menghabiskan waktu di Zwide Township bersama Mzi Mahola. Pada tahun yang sama, ia menjadi profesor Sastra Komparatif dan Studi Pertunjukan di New York University, di mana ia memegang Kursi Erich Maria Remarque. Ia saat ini adalah Profesor Terkemuka Sastra Inggris dan Komparatif serta pernah menjadi direktur pertama Pusat Internasional untuk Penulisan dan Penerjemahan di University of California, Irvine.
5. Karier Akademis
Ngũgĩ wa Thiong'o telah memiliki karier akademis yang cemerlang di berbagai universitas terkemuka, di mana ia telah memberikan kontribusi signifikan pada studi sastra dan bahasa Afrika.
Ia memulai karier mengajarnya di University of Nairobi pada tahun 1967 sebagai profesor sastra Inggris. Selama sepuluh tahun di sana, ia juga menjabat sebagai Fellow dalam Penulisan Kreatif di Makerere University. Pada periode ini, Ngũgĩ menjadi pendorong utama dalam diskusi untuk menghapus departemen Bahasa Inggris di University of Nairobi. Ia berargumen bahwa setelah berakhirnya kolonialisme, sangat penting bagi sebuah universitas di Afrika untuk mengajarkan sastra Afrika, termasuk sastra lisan, dengan menyadari kekayaan bahasa-bahasa Afrika. Upaya-upaya ini pada akhir 1960-an menghasilkan perubahan kurikulum universitas yang menempatkan sastra Afrika, lisan dan tulisan, sebagai pusat studi.
Ngũgĩ juga pernah menjadi dosen tamu di Northwestern University di departemen Studi Inggris dan Afrika selama setahun. Setelah pengasingannya, ia mengajar di berbagai institusi prestisius di Amerika Serikat:
- Yale University (1989-1992): Profesor Tamu Sastra Inggris dan Komparatif.
- New York University (1992-): Profesor Sastra Komparatif dan Studi Pertunjukan, di mana ia memegang Kursi Erich Maria Remarque.
- University of California, Irvine (UCI): Saat ini menjabat sebagai Profesor Terkemuka Sastra Inggris dan Komparatif. Ia juga merupakan direktur pertama Pusat Internasional untuk Penulisan dan Penerjemahan di UCI.
Melalui posisi-posisi akademis ini, Ngũgĩ terus menyuarakan pentingnya bahasa-bahasa Afrika dalam diskursus global dan mempromosikan studi pascakolonial.
6. Pemikiran dan Filsafat
Pemikiran dan filsafat Ngũgĩ wa Thiong'o berpusat pada konsep dekolonisasi, khususnya "dekolonisasi pikiran", dan penegasan identitas budaya Afrika melalui bahasa. Ia meyakini bahwa bahasa adalah pembawa budaya, nilai, dan memori kolektif suatu bangsa. Oleh karena itu, dominasi bahasa kolonial seperti Inggris, Prancis, atau Portugis di Afrika adalah bentuk penjajahan yang berkelanjutan yang menindas pikiran dan jiwa masyarakat Afrika.
Gagasan intinya meliputi:
- Pentingnya Bahasa-bahasa Afrika: Ngũgĩ berargumen bahwa bahasa-bahasa asli Afrika adalah kunci untuk kebangkitan budaya dan intelektual benua tersebut. Ia menganggap penggunaan bahasa-bahasa Eropa oleh penulis Afrika sebagai "abnormalitas yang dinormalisasi" dan tanda keberhasilan perbudakan. Baginya, "mematikan atau membunuh suatu bahasa berarti mematikan dan membunuh bank memori suatu bangsa."
- Dekolonisasi Pikiran: Ini adalah konsep sentral dalam karyanya, terutama dalam esainya yang berjudul sama. Ngũgĩ menyerukan agar masyarakat Afrika melepaskan diri dari kerangka berpikir dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh kolonialisme. Ini bukan hanya tentang kemerdekaan politik, tetapi juga pembebasan mental dan budaya.
- Kebebasan Budaya: Ia percaya bahwa kebebasan politik tidak lengkap tanpa kebebasan budaya. Ini mencakup hak untuk berekspresi dalam bahasa sendiri, mengembangkan seni dan sastra yang berakar pada tradisi lokal, dan menolak hegemoni budaya Barat.
- Kebangkitan Afrika: Ngũgĩ membayangkan sebuah "Renaisans Afrika" yang didorong oleh penemuan kembali dan penegasan kembali bahasa, sejarah, dan nilai-nilai Afrika. Ia melihat ini sebagai cara untuk membangun masa depan yang lebih adil dan berdaulat bagi benua tersebut.
- Keadilan Sosial dan Penegasan Identitas Budaya: Sepanjang karyanya, Ngũgĩ secara konsisten menekankan pentingnya keadilan sosial dan penolakan terhadap penindasan, baik oleh penjajah maupun rezim pasca-kemerdekaan yang korup. Ia melihat sastra sebagai alat untuk mempromosikan kesadaran kritis dan mobilisasi sosial.
Pemikiran Ngũgĩ telah memberikan dampak besar pada studi pascakolonial dan gerakan bahasa di seluruh dunia, menginspirasi banyak penulis dan cendekiawan untuk mempertimbangkan kembali hubungan antara bahasa, kekuasaan, dan identitas.
7. Kehidupan Pribadi
Ngũgĩ wa Thiong'o memiliki keluarga yang juga aktif di dunia sastra. Empat dari anak-anaknya juga merupakan penulis yang karyanya telah diterbitkan: Tee Ngũgĩ, Mũkoma wa Ngũgĩ, Nducu wa Ngũgĩ, dan Wanjiku wa Ngũgĩ.
Pada Maret 2024, Mũkoma wa Ngũgĩ memposting di Twitter bahwa ayahnya telah melakukan kekerasan fisik terhadap ibunya, yang kini telah meninggal dunia.
8. Penghargaan dan Kehormatan
Ngũgĩ wa Thiong'o telah menerima berbagai penghargaan dan gelar kehormatan internasional sebagai pengakuan atas kontribusi luar biasa dalam sastra dan aktivisme sosialnya.
- 1963: The East Africa Novel Prize
- 1964: Unesco First Prize untuk novel debutnya Weep Not Child, di Festival Seni Hitam Dunia pertama di Dakar, Senegal.
- 1973: The Lotus Prize for Literature, di Alma Atta, Kazakhstan.
- 1992 (6 April): The Paul Robeson Award untuk Keunggulan Artistik, Hati Nurani Politik, dan Integritas, di Philadelphia, AS.
- 1992 (Oktober): Dihormati oleh New York University dengan diangkat sebagai Profesor Erich Maria Remarque dalam Bahasa.
- 1993: The Zora Neale Hurston-Paul Robeson Award, untuk pencapaian artistik dan ilmiah, dianugerahkan oleh National Council for Black Studies, di Accra, Ghana.
- 1994 (Oktober): The Gwendolyn Brooks Center Contributors Award untuk kontribusi signifikan pada Seni Sastra Hitam.
- 1996: The Fonlon-Nichols Prize, New York, untuk Keunggulan Artistik dan Hak Asasi Manusia.
- 2001: International Nonino Prize untuk Sastra di Italia.
- 2002: Zimbabwe International Book Fair, "Dua Belas Buku Afrika Terbaik Abad Kedua Puluh."
- 2002 (Juli): Profesor Terkemuka Sastra Inggris dan Komparatif, UCI.
- 2002 (Oktober): Medali Kepresidenan Kabinet Italia yang dianugerahkan oleh Komite Ilmiah Internasional Pusat Pio Manzù, Rimini, Italia.
- 2003 (Mei): Anggota Kehormatan Asing American Academy of Arts and Letters.
- 2003 (Desember): Keanggotaan Seumur Hidup Kehormatan Dewan untuk Pengembangan Penelitian Ilmu Sosial di Afrika (CODESRIA).
- 2004 (23-28 Februari): Visiting Fellow, Humanities Research Centre.
- 2006: Wizard of the Crow berada di peringkat No. 3 dalam 10 Buku Terbaik Tahun Ini versi majalah Time (edisi Eropa).
- 2006: Wizard of the Crow adalah salah satu Buku Terbaik Tahun Ini versi The Economist.
- 2006: Wizard of the Crow adalah salah satu pilihan Salon.com untuk Fiksi Terbaik tahun ini.
- 2006: Wizard of the Crow adalah pemenang Winter 2007 Read This! untuk Lit-Blog Co-Op; The Literary Saloon.
- 2006: Wizard of the Crow disorot dalam Buku Favorit Tahun Ini versi Washington Post.
- 2007: Wizard of the Crow - masuk daftar panjang untuk Independent Foreign Fiction Prize.
- 2007: Wizard of the Crow - finalis NAACP Image Award for Fiction.
- 2007: Wizard of the Crow - masuk daftar pendek untuk Commonwealth Writers' Prize Best Book - Africa.
- 2007: Wizard of the Crow - pemenang medali emas dalam Fiksi untuk California Book Awards 2007.
- 2007: Wizard of the Crow - Aspen Prize for Literature 2007.
- 2007: Wizard of the Crow - finalis Hurston/Wright Legacy Award for Black Literature 2007.
- 2008: Wizard of the Crow dinominasikan untuk IMPAC Dublin Award 2008.
- 2008 (2 April): Order of the Elder of Burning Spear (Medali Kenya - dianugerahkan oleh Duta Besar Kenya untuk Amerika Serikat di Los Angeles).
- 2008 (24 Oktober): Grinzane for Africa Award.
- 2008: Dan dan Maggie Inouye Distinguished Chair in Democratic Ideals, University of Hawaiʻi at Mānoa.
- 2009: Masuk daftar pendek untuk Man Booker International Prize.
- 2011 (17 Februari): Africa Channel Literary Achievement Award.
- 2012: National Book Critics Circle Award (finalis Autobiografi) untuk In the House of the Interpreter.
- 2012 (31 Maret): W.E.B. Du Bois Award, National Black Writer's Conference, New York.
- 2013 (Oktober): UCI Medal.
- 2014: Terpilih sebagai anggota American Academy of Arts and Sciences.
- 2014: Nicolás Guillén Lifetime Achievement Award for Philosophical Literature.
- 2014 (16 November): Dihormati pada gala ulang tahun ke-10 Archipelago Books di New York.
- 2016: Park Kyong-ni Prize.
- 2016 (14 Desember): Sanaa Theatre Awards/Lifetime Achievement Award sebagai pengakuan atas keunggulan dalam Teater Kenya, Teater Nasional Kenya.
- 2017: Los Angeles Review of Books/UCR Creative Writing Lifetime Achievement Award.
- 2018: Grand Prix des mécènes dari GPLA 2018, untuk seluruh karyanya.
- 2019: Premi Internacional de Catalunya Award atas karyanya yang berani dan advokasi untuk bahasa-bahasa Afrika.
- 2021: Masuk daftar pendek untuk International Booker Prize untuk The Perfect Nine.
- 2021: Terpilih sebagai Penulis Internasional Royal Society of Literature.
- 2022: PEN/Nabokov Award for Achievement in International Literature.
8.1. Gelar Kehormatan
- Albright College, Doktor Humaniora honoris causa, 1994.
- University of Leeds, Doktor Kehormatan Sastra (LittD), 2004.
- Walter Sisulu University (sebelumnya U. Transkei), Afrika Selatan, Gelar Kehormatan, Doktor Sastra dan Filsafat, Juli 2004.
- California State University, Dominguez Hills, Gelar Kehormatan, Doktor Humaniora, Mei 2005.
- Dillard University, New Orleans, Gelar Kehormatan, Doktor Humaniora, Mei 2005.
- University of Auckland, Doktor Kehormatan Sastra (LittD), 2005.
- New York University, Gelar Kehormatan, Doktor Sastra, 15 Mei 2008.
- University of Dar es Salaam, Doktor Kehormatan Sastra, 2013.
- University of Bayreuth, Doktor Kehormatan (Dr. phil. h.c.), 2014.
- KCA University, Kenya, Gelar Doktor Kehormatan Humaniora (honoris causa) dalam Pendidikan, 27 November 2016.
- Yale University, Doktor Kehormatan (D.Litt. h.c.), 2017.
- University of Edinburgh, Doktor Kehormatan (D.Litt.), 2019.
- PhD Kehormatan, Roskilde, Denmark.
9. Pengaruh dan Evaluasi
Pengaruh Ngũgĩ wa Thiong'o sangat luas dan mendalam, terutama dalam sastra Afrika, studi pascakolonial, dan gerakan bahasa. Ia diakui sebagai salah satu suara paling penting dan radikal dalam sastra Afrika abad ke-20 dan ke-21.
Karya dan pemikirannya telah:
- Membentuk Sastra Afrika: Dengan transisinya dari menulis dalam bahasa Inggris ke bahasa Gikuyu, Ngũgĩ memimpin sebuah revolusi sastra yang mendorong penulis Afrika lainnya untuk mempertimbangkan pentingnya bahasa ibu mereka. Ia menunjukkan bahwa sastra yang ditulis dalam bahasa lokal dapat memiliki kedalaman, kompleksitas, dan jangkauan universal yang sama dengan sastra berbahasa Eropa.
- Memperkaya Studi Pascakolonial: Konsep "dekolonisasi pikiran" yang ia usung telah menjadi landasan teoritis dalam studi pascakolonial. Ia menyoroti bagaimana kolonialisme tidak hanya menindas secara politik dan ekonomi, tetapi juga secara psikologis dan budaya, dan bahwa pembebasan sejati memerlukan pembebasan dari dominasi bahasa dan cara berpikir kolonial.
- Mendorong Gerakan Bahasa: Advokasinya yang gigih untuk bahasa-bahasa Afrika telah menginspirasi gerakan untuk revitalisasi dan promosi bahasa-bahasa asli di seluruh benua. Ia menantang gagasan bahwa bahasa Eropa adalah satu-satunya media yang sah untuk ekspresi intelektual dan artistik di Afrika.
- Kritik Sosial dan Politik: Karya-karyanya secara konsisten mengkritik korupsi, otoritarianisme, dan ketidakadilan yang muncul di negara-negara Afrika pasca-kemerdekaan. Ia menggunakan sastra sebagai alat untuk menyoroti penderitaan rakyat biasa dan menyerukan keadilan sosial.
Secara historis dan sosial, Ngũgĩ dievaluasi sebagai tokoh yang berani menantang status quo, baik di bawah pemerintahan kolonial maupun rezim pasca-kemerdekaan. Penahanan dan pengasingannya adalah bukti dampak politik dari tulisannya. Meskipun ada beberapa kritik, seperti klaim putranya tentang kekerasan dalam rumah tangga, warisan intelektual dan sastranya sebagai pejuang kebebasan budaya dan suara bagi yang tertindas tetap tak tergoyahkan. Ia sering dianggap sebagai kandidat kuat untuk Hadiah Nobel Sastra, yang mencerminkan pengakuan internasional atas pencapaiannya.
10. Aktivitas Abad ke-21

Pada abad ke-21, Ngũgĩ wa Thiong'o terus menjadi suara yang relevan dan berpengaruh dalam dunia sastra dan aktivisme.
Pada 8 Agustus 2004, Ngũgĩ kembali ke Kenya sebagai bagian dari tur sebulan di Afrika Timur. Namun, pada 11 Agustus, perampok masuk ke apartemennya yang berkeamanan tinggi; mereka menyerang Ngũgĩ, melakukan kekerasan seksual terhadap istrinya, dan mencuri berbagai barang berharga. Ketika Ngũgĩ kembali ke Amerika pada akhir perjalanan sebulan itu, lima pria ditangkap atas dugaan kejahatan tersebut, termasuk seorang keponakan Ngũgĩ.
Pada musim panas 2006, penerbit Amerika Random House menerbitkan novel barunya yang pertama dalam hampir dua dekade, Wizard of the Crow, yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dari Gikuyu oleh penulis sendiri. Pada 10 November 2006, saat berada di San Francisco di Hotel Vitale di Embarcadero, Ngũgĩ dilecehkan dan diperintahkan untuk meninggalkan hotel oleh seorang karyawan. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan memicu protes dari komunitas Afrika-Amerika dan diaspora Afrika yang tinggal di Amerika, yang kemudian menyebabkan permintaan maaf dari pihak hotel.
Buku-buku terbarunya yang diterbitkan pada abad ke-21 meliputi:
- Something Torn and New: An African Renaissance (2009): Kumpulan esai yang menekankan peran krusial bahasa-bahasa Afrika dalam "kebangkitan memori Afrika".
- Dreams in a Time of War: a Childhood Memoir (2010): Memoar masa kecilnya.
- Globalectics: Theory and the Politics of Knowing (2012).
- In the House of the Interpreter: A Memoir (2012): Memoar yang digambarkan sebagai "brilian dan esensial" oleh Los Angeles Times.
- The Perfect Nine (2020): Awalnya ditulis dan diterbitkan dalam bahasa Gikuyu sebagai Kenda Muiyuru: Rugano Rwa Gikuyu na Mumbi (2019), kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Ngũgĩ. Karya ini adalah penafsiran ulang dalam puisi epik tentang kisah asal-usul rakyatnya, yang dijelaskan sebagai "novel-dalam-ayat pencarian yang mengeksplorasi cerita rakyat, mitos, dan alegori melalui lensa feminis dan pan-Afrika yang tegas." Pada Maret 2021, The Perfect Nine menjadi karya pertama yang ditulis dalam bahasa asli Afrika yang masuk daftar panjang International Booker Prize, dengan Ngũgĩ menjadi nomine pertama sebagai penulis dan penerjemah buku tersebut.
Pada tahun 2023, ketika ditanya apakah bahasa Inggris Kenya atau bahasa Inggris Nigeria sekarang adalah bahasa lokal, Ngũgĩ wa Thiong'o menjawab dengan tegas: "Ini seperti orang yang diperbudak senang bahwa versi perbudakan mereka adalah versi lokal. Bahasa Inggris bukan bahasa Afrika. Bahasa Prancis bukan. Bahasa Spanyol bukan. Bahasa Inggris Kenya atau Nigeria adalah omong kosong. Itu adalah contoh abnormalitas yang dinormalisasi. Kolonis yang mencoba mengklaim bahasa penjajah adalah tanda keberhasilan perbudakan." Ini menunjukkan keberlanjutan pengaruh dan aktivitasnya dalam mempertahankan pandangan kritisnya terhadap warisan kolonial dan mempromosikan bahasa-bahasa Afrika di era kontemporer.