1. Kehidupan
Kehidupan Osman Batur ditandai oleh perjuangan berkelanjutan untuk melindungi tanah dan identitas rakyat Kazakh di tengah tekanan geopolitik yang intens.
1.1. Kelahiran dan Masa Muda
Osman Batur lahir dengan nama Osman Islamuly (juga diterjemahkan sebagai Osman Islam) pada tahun 1899 di Öngdirkara, wilayah Köktogay di Altay (sekarang County Koktokay, Prefektur Altay, Xinjiang, Tiongkok). Ia adalah putra dari Islam Bey, seorang petani kelas menengah yang berasal dari suku Kazakh nomaden. Sejak usia muda, Osman dikenal dengan nama tunggal "Osman". Para sekutunya memberinya gelar kehormatan Batur, yang berarti "pahlawan" atau "berani", sementara musuh-musuhnya menjulukinya "Osman si Bandit".
1.2. Pendidikan dan Aktivitas Awal
Beberapa sumber mengklaim bahwa Osman Batur sudah dikenal sebagai penunggang kuda yang ulung dan pemburu yang mahir sebelum usia 10 tahun. Pada usia 12 tahun, ia dikatakan telah belajar seni bela diri dari Böke Batur, seorang Kazakh yang juga menjadi mentornya. Böke Batur sendiri kemudian ditangkap dan dipenggal oleh pasukan Tiongkok di Tibet. Namun, sumber lain mencatat bahwa pada saat itu Osman baru berusia empat tahun, sehingga cerita-cerita ini mungkin merupakan upaya untuk membentuk citra "masa kecil yang heroik" baginya.
Pada tahun 1940, ketika administrasi Republik Tiongkok mulai meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut, Osman Batur mundur ke pegunungan. Ia mengambil senjata dan memulai perjuangan sendirian, yang terus ia lakukan hingga eksekusinya.
2. Perjuangan dan Aktivitas Utama
Perjuangan Osman Batur mencakup serangkaian kampanye militer dan manuver politik yang kompleks, sering kali melibatkan perubahan aliansi dalam upaya untuk mencapai otonomi bagi rakyatnya.
2.1. Perlawanan terhadap Tiongkok dan Uni Soviet
Pada tahun 1941, Osman Batur memulai perjuangannya melawan pasukan Tiongkok dan Uni Soviet dengan tujuan mengusir kedua kelompok tersebut dari wilayah Altai dan membebaskan seluruh Turkestan Timur. Selama Perang Dunia II, gerakan kemerdekaan Turkik di wilayah tersebut mendapatkan momentum karena Tiongkok dan Uni Soviet disibukkan dengan invasi oleh Kekuatan Poros. Kondisi ini menciptakan panggung bagi kebangkitan Osman Batur sebagai pemimpin perlawanan.
Pada tahun 1943, Osman Batur berhasil mencapai tujuannya untuk mengusir semua pasukan Tiongkok dari Altai. Dalam sebuah upacara yang diadakan di Bulgun pada tanggal 22 Juli 1943, Osman Batur memproklamasikan Khanate Altai (atau Khanate Kazakh Altai), sebuah langkah signifikan menuju pemerintahan mandiri. Pada tahun 1945, sebagian besar wilayah Turkestan Timur, kecuali beberapa kota, telah berada di bawah kendali bangsa Turkik.
2.2. Peran dalam Republik Turkestan Timur Kedua
Republik Turkestan Timur Kedua (ETR) sendiri tidak sepenuhnya bersatu, dengan adanya perpecahan dalam pemerintahannya dan kecenderungan separatisme di antara para pemimpin distrik dan unit individu, salah satunya adalah Osman Batur. Pada tahun 1930-an, ia adalah seorang pemimpin kelompok kecil yang kurang dikenal. Namun, pada tahun 1940, Osman menjadi salah satu pemimpin utama pemberontakan Kazakh di distrik Altai melawan Gubernur Jenderal Sheng Shicai. Pemberontakan ini dipicu oleh keputusan otoritas untuk menyerahkan padang rumput dan tempat penggembalaan kepada petani menetap, termasuk orang Dungan dan Tiongkok. Pada tahun 1943, Kazakh Altai memberontak lagi karena keputusan otoritas untuk merelokasi mereka ke selatan Xinjiang dan menempatkan pengungsi Tiongkok di tanah nomaden mereka.
Pada musim gugur 1945, detasemen Osman Batur berhasil membebaskan Distrik Altai dari Kuomintang. Setelah itu, Osman Batur diangkat oleh pemerintah ETR sebagai Gubernur Distrik Altai.
2.3. Hubungan dengan Kuomintang dan Kekuatan Lain
Meskipun diangkat sebagai gubernur oleh ETR, perselisihan segera muncul antara Osman Batur dan pemerintah ETR. Gubernur Altai ini menolak untuk mematuhi instruksi kepemimpinan republik, dan pasukannya tidak mematuhi komando militer. Secara khusus, ketika tentara ETR menangguhkan operasi militer terhadap pasukan Kuomintang (karena kepemimpinan ETR menerima proposal untuk memulai negosiasi guna membentuk pemerintahan koalisi tunggal di Xinjiang), detasemen Osman tidak hanya gagal mematuhi instruksi ini, tetapi justru mengintensifkan aktivitas mereka. Pada saat yang sama, kelompoknya menyerbu dan menjarah unit Kuomintang dan desa-desa yang dikuasai ETR. Karena perilaku ini, Joseph Stalin menyebut Osman sebagai "bandit sosial".
Osman Batur juga memiliki rencana untuk menciptakan Khanate Altai yang sepenuhnya independen dari ETR dan Tiongkok, dengan harapan mendapatkan dukungan dari Republik Rakyat Mongolia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi Moskwa. Kepala NKVD, Lavrentiy Beria, meminta Vyacheslav Molotov untuk mengkoordinasikan tindakan melawan "Robin Hood Kazakh" ini dengan Marsekal Khorloogiin Choibalsan, pemimpin Republik Rakyat Mongolia. Namun, upaya komando tentara dan kepemimpinan ETR, perwakilan Soviet, dan pribadi Choibalsan untuk membujuk komandan pemberontak ini gagal. Pada tahun 1946, dengan alasan sakit, ia meninggalkan jabatan gubernur dan kembali ke kehidupan bebas sebagai "komandan lapangan", yang sering menjarah permukiman yang merupakan bagian dari ETR.
Pada akhir tahun 1946, Osman Batur berpihak pada otoritas Kuomintang dan menerima jabatan sebagai perwakilan khusus pemerintah Xinjiang di Distrik Altai. Ia menjadi salah satu musuh paling berbahaya bagi ETR dan Republik Rakyat Mongolia. Pada awal Juni 1947, detasemen Osman yang terdiri dari beberapa ratus pejuang, dengan dukungan unit tentara Kuomintang, menginvasi wilayah Mongolia di wilayah Baitag-Bogd. Pasukan Osman menghancurkan pos perbatasan dan memasuki wilayah Republik Rakyat Mongolia. Pada 5 Juni, pasukan Mongol mendekat dengan dukungan penerbangan Soviet dan berhasil memukul mundur musuh. Kemudian, pasukan Mongol menginvasi Xinjiang tetapi dikalahkan di daerah pos terdepan Tiongkok di Betashan. Selanjutnya, kedua belah pihak saling bertukar serangan; pertempuran terus berlanjut hingga musim panas 1948. Setelah insiden Baitag-Bogd, Beijing dan Moskwa saling bertukar nota dengan tuduhan dan protes bersama.
Osman Batur tetap berada di pihak pemerintah Kuomintang, menerima bala bantuan berupa orang, senjata, dan amunisi, dan pada musim gugur 1947, ia bertempur di Distrik Altai melawan pasukan ETR. Ia bahkan sempat merebut ibu kota County Shara-Sume untuk sementara waktu. Otoritas republik harus melakukan mobilisasi tambahan. Tak lama kemudian, Osman dikalahkan dan melarikan diri ke timur.
2.4. Upaya Otonomi dan Kemerdekaan Altai
Sejak proklamasi Khanate Altai pada 22 Juli 1943, Osman Batur secara konsisten menunjukkan aspirasi politiknya untuk wilayah Altai. Ia berupaya mencapai pemerintahan mandiri yang sepenuhnya independen dari baik Republik Turkestan Timur maupun Tiongkok, bahkan mencari dukungan dari Mongolia untuk tujuan ini. Upayanya ini mencerminkan komitmennya terhadap hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Kazakh dan pembentukan entitas politik yang berdaulat di tanah leluhur mereka.
3. Pemikiran dan Ideologi
Tindakan Osman Batur didorong oleh keyakinan mendalam akan identitas dan hak-hak rakyat Kazakh.
3.1. Identitas Nasional Kazakh dan Hak Penentuan Nasib Sendiri
Osman Batur sangat berkomitmen pada identitas nasional Kazakh dan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsanya. Motivasi utama di balik perjuangannya adalah untuk membebaskan tanah Altai dan seluruh Turkestan Timur dari dominasi asing, baik Tiongkok maupun Soviet. Perlawanannya terhadap kebijakan relokasi dan pengambilalihan padang rumput oleh otoritas Tiongkok menunjukkan tekadnya untuk melindungi cara hidup nomaden dan warisan budaya Kazakh. Proklamasi Khanate Altai adalah manifestasi paling jelas dari aspirasi politiknya untuk mencapai kemerdekaan dan pemerintahan mandiri bagi rakyatnya.
4. Kehidupan Pribadi
Informasi mengenai kehidupan pribadi Osman Batur terbatas, namun beberapa detail menyoroti pengorbanan yang ia dan keluarganya alami dalam perjuangannya.
4.1. Pernikahan dan Keluarga
Osman Batur memiliki keluarga yang turut merasakan dampak langsung dari perjuangannya. Sumber-sumber menyebutkan bahwa anak-anaknya ditangkap, disiksa, dan dibunuh oleh pasukan Tiongkok. Tragedi ini menyebabkan istrinya kehilangan akal sehat dan kemudian melompat ke sungai yang deras. Detail-detail ini menggambarkan penderitaan pribadi yang mendalam yang dialami Osman Batur dan keluarganya sebagai konsekuensi dari perlawanan yang ia pimpin.
5. Kematian
Kematian Osman Batur menandai berakhirnya perlawanan bersenjata skala besar di wilayah tersebut.
5.1. Penangkapan dan Eksekusi
Pada tahun 1949, Kuomintang dikalahkan di Tiongkok, dan Komunis menduduki Xinjiang. Osman Batur memberontak melawan pemerintahan baru ini. Ia ditangkap di Hami (Xinjiang Timur), kemudian diarak di depan umum, dan dieksekusi di Urumqi pada tanggal 29 April 1951.

6. Penilaian dan Warisan
Penilaian terhadap Osman Batur bervariasi, mencerminkan kompleksitas perjuangan dan konteks sejarahnya.
6.1. Penilaian Positif
Bagi banyak orang Kazakh, Osman Batur adalah simbol perlawanan dan pahlawan nasional. Gelar "Batur" yang diberikan kepadanya oleh para pengikutnya, yang berarti "pahlawan" atau "berani", mencerminkan pandangan ini. Ia dipuji karena memimpin rakyatnya dalam perjuangan melawan dominasi asing, baik Tiongkok maupun Soviet, dan karena upayanya untuk melindungi tanah dan identitas budaya Kazakh. Proklamasi Khanate Altai pada tahun 1943 menunjukkan keberanian dan aspirasinya untuk mendirikan pemerintahan mandiri bagi bangsanya. Pengorbanan pribadinya dan keluarganya, termasuk nasib tragis anak-anak dan istrinya, semakin memperkuat citranya sebagai seorang pejuang yang berdedikasi bagi rakyatnya.
6.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun dipandang sebagai pahlawan oleh banyak orang, Osman Batur juga menghadapi kritik dan kontroversi. Joseph Stalin secara terbuka menyebutnya sebagai "bandit sosial", sebuah label yang mencerminkan pandangan Soviet tentang dirinya sebagai elemen destabilisasi yang tidak dapat dikendalikan. Kritik ini sebagian didasarkan pada laporan bahwa kelompoknya menjarah unit Kuomintang dan desa-desa yang dikuasai oleh Republik Turkestan Timur Kedua. Selain itu, ia sering menolak untuk mematuhi instruksi dari kepemimpinan ETR, menunjukkan tingkat otonomi dan ketidakpatuhan yang mengganggu upaya untuk menciptakan front bersatu. Tindakan-tindakannya ini, meskipun mungkin bertujuan untuk kepentingan rakyat Kazakh, sering kali menimbulkan konflik dengan berbagai faksi dan otoritas yang ada, sehingga memperumit posisinya dalam sejarah.
7. Dampak
Dampak dari kehidupan dan perjuangan Osman Batur meluas hingga melampaui kematiannya, memengaruhi komunitas Kazakh secara signifikan.
7.1. Dampak pada Komunitas Kazakh
Setelah kematian Osman Batur, banyak pengikutnya yang tersisa melarikan diri melintasi Pegunungan Himalaya untuk mencari perlindungan. Mereka kemudian diterbangkan ke Turki dan dimukimkan kembali di sana. Eksodus ini merupakan salah satu dampak paling signifikan dari perjuangan Osman Batur, yang menyebabkan diaspora besar bagi komunitas Kazakh dari Xinjiang. Kisah perjuangan dan pengorbanannya tetap menjadi bagian penting dari narasi sejarah dan identitas Kazakh, terutama di kalangan mereka yang tinggal di luar Tiongkok.