1. Tinjauan Umum
Marquess Hansan (한산후Hansan HuBahasa Korea), dengan nama pribadi Wang Yun (왕윤Wang YunBahasa Korea), adalah seorang pangeran dari Dinasti Goryeo dan putra tunggal Seonjong dari Goryeo dan Putri Wonsin. Kehidupannya sebagian besar tercatat dalam konteks pergolakan politik di istana Goryeo pada akhir abad ke-11. Sebagai pangeran, ia terlibat dalam konspirasi perebutan takhta yang diatur oleh pamannya dari pihak ibu, Yi Ja-ui, yang berusaha mendudukkannya di singgasana setelah Raja Heonjong yang masih muda dan sakit-sakitan naik takhta. Peristiwa ini mencerminkan intrik kekuasaan dan ketidakstabilan yang melanda istana Goryeo pada masa itu, di mana tokoh-tokoh kerajaan seperti Wang Yun menjadi korban dari ambisi politik di sekitarnya. Meskipun upaya kudeta ini gagal dan berujung pada pengasingannya, kisahnya juga dikaitkan dengan legenda budaya, khususnya mengenai patung Buddha Paju Yongmi-ri Maae Yibulipsang yang diyakini berhubungan dengan kelahirannya. Setelah pengasingannya, catatan sejarah mengenai kehidupan Wang Yun tidak lagi ditemukan, meninggalkan banyak detail akhir hidupnya dalam misteri.
2. Kehidupan
Kehidupan Marquess Hansan, Wang Yun, ditandai oleh posisinya sebagai anggota keluarga kerajaan Dinasti Goryeo dan keterlibatannya dalam intrik politik yang mengguncang istana.
2.1. Garis Keturunan dan Kelahiran
Wang Yun lahir sebagai putra dari Raja Seonjong, raja ke-13 Goryeo, dan selir ketiganya, Putri Wonsin (원신궁주WonsingungjuBahasa Korea), yang juga dikenal sebagai Wonshin Gongju. Meskipun tanggal lahir dan kematiannya tidak diketahui secara pasti, ia merupakan anggota marga Wang dan kadang-kadang juga dieja sebagai Wang Gyun (왕균Wang GyunBahasa Korea). Kakeknya dari pihak ayah adalah Raja Munjeong, raja ke-11 Goryeo, dan neneknya adalah Ratu Inye.
Dari pihak ibu, Putri Wonsin berasal dari klan Yi Incheon dan merupakan cucu dari Yi Ja-yeon serta putri dari Yi Jeong. Hubungan keluarganya sangat rumit dalam hierarki kerajaan Goryeo; ia adalah sepupu pertama suaminya, Raja Seonjong, karena ibu Seonjong, Ratu Inye, adalah bibi Putri Wonsin. Ini juga menjadikan Ratu Inye sebagai ibu mertua sekaligus bibi bagi Putri Wonsin. Wang Yun sendiri adalah keponakan dari Raja Sunjong dan Raja Sukjong, serta saudara tiri dan sepupu jauh (enam derajat) dari Raja Heonjong.
2.2. Masa Pangeran dan Jabatan Resmi
Sebagai seorang pangeran Goryeo, Wang Yun mendapatkan posisi resmi di pemerintahan. Sekitar tahun 1094, pada tanggal 30 bulan 6 dalam kalender Korea, setelah penobatan Raja Heonjong, Wang Yun secara resmi diangkat sebagai Susado (수사도SusadoBahasa Korea, 守司徒ShǒusītúBahasa Tionghoa). Jabatan ini diberikan bersamaan dengan pengangkatan Wang Yu (Adipati Jinhan) dan Wang Yeong (Adipati Nakrang), menandai posisinya sebagai bangsawan penting di istana.
2.3. Upaya Perebutan Takhta dan Pengasingan
Periode takhta Raja Heonjong ditandai oleh ketidakstabilan politik. Karena Raja Heonjong masih sangat muda saat naik takhta, ibunya, Ratu Sasuk (사숙왕후SasukwanghuBahasa Korea), mengambil alih urusan pemerintahan sebagai bupati. Situasi ini dimanfaatkan oleh seorang bangsawan berkuasa, Yi Ja-ui (이자의Yi Ja-uiBahasa Korea), yang merupakan paman Wang Yun dari pihak ibu dan adik dari Putri Wonsin. Melihat Raja Heonjong yang sakit-sakitan, Yi Ja-ui merencanakan untuk mendudukkan keponakan satu-satunya, Wang Yun, di singgasana.
Yi Ja-ui mulai mengumpulkan orang-orangnya, menyatakan, "Raja saat ini (Heonjong) sakit, dan ada orang-orang di luar istana yang mengincar takhta. Kalian harus mendukung Marquess Hansan (Wang Yun) agar takhta (신기singiBahasa Korea, berarti "lambang kekuasaan raja") tidak jatuh ke tangan orang lain." Ia bahkan mengumpulkan pasukan di dalam istana untuk melancarkan kudeta besar. Namun, konspirasi ini dengan cepat terungkap oleh salah satu paman Wang Yun, Adipati Gyerim (kemudian menjadi Raja Sukjong). Adipati Gyerim segera menyadari rencana tersebut dan memberitahukan kepada So Tae-bo (소태보SotaeboBahasa Korea), yang kemudian membawa pasukan ke istana bersama Wang Guk-mo (왕국모Wang GukmoBahasa Korea).
Pada tahun 1095, fraksi Yi Ja-ui dipurgasi atas tuduhan merencanakan pemberontakan. Yi Ja-ui sendiri dibunuh, dan Adipati Gyerim naik takhta sebagai Raja Sukjong, menggantikan keponakannya, Raja Heonjong. Sebagai akibat dari konspirasi yang gagal ini, Wang Yun dan ibunya, Putri Wonsin, tidak lama kemudian diasingkan ke Gyeongwon-gun (경원군Gyeongwon-gunBahasa Korea), yang saat ini merupakan wilayah Incheon, Korea Selatan. Peristiwa ini menyoroti kerapuhan posisi kerajaan dan konsekuensi brutal dari perebutan kekuasaan.
q=Incheon|position=right
2.4. Kehidupan Akhir dan Ketiadaan Catatan Sejarah
Setelah pengasingannya ke Gyeongwon-gun, tidak ada lagi catatan sejarah yang tersisa mengenai kehidupan Wang Yun. Detail mengenai akhir hayatnya, termasuk tanggal dan penyebab kematiannya, serta di mana ia dimakamkan, tidak diketahui. Hal ini meninggalkan sebagian besar kisah hidupnya setelah peristiwa pengasingan dalam ketidakpastian.
3. Hubungan Keluarga
Marquess Hansan, Wang Yun, memiliki silsilah keluarga yang erat dengan Dinasti Goryeo dan klan berpengaruh pada masanya.
- Kakek dari Pihak Ayah:** Munjeong (문종MunjeongBahasa Korea, 1019-1083, menjabat: 1046-1083), Raja Goryeo ke-11.
- Nenek dari Pihak Ayah:** Ratu Inye (인예왕후Inye WanghuBahasa Korea, ?-1092), selir kedua Raja Munjeong.
- Ayah:** Seonjong (선종SeonjongBahasa Korea, 1049-1094, menjabat: 1083-1094), Raja Goryeo ke-13.
- Kakek dari Pihak Ibu:** Yi Jeong (이정Yi JeongBahasa Korea, 1025-1077).
- Ibu:** Putri Wonsin (원신궁주WonsingungjuBahasa Korea, tanggal lahir dan kematian tidak diketahui), selir ketiga Raja Seonjong.
- Paman dari Pihak Ibu:** Yi Ja-ui (이자의Yi Ja-uiBahasa Korea, ?-1095).
4. Keterkaitan Budaya
Terdapat sebuah legenda yang berkaitan dengan patung Buddha berdiri di Yongmi-ri (용미리 마애이불입상Yongmi-ri Maae YibulipsangBahasa Korea) di Paju, Gyeonggi Provinsi, yang kini ditetapkan sebagai Harta Karun Korea Selatan No. 93. Legenda ini mengaitkan patung tersebut dengan kelahiran Wang Yun.
Dikisahkan bahwa pada awal masa tinggalnya di istana, Putri Wonsin, ibu Wang Yun, merasa cemas karena belum dikaruniai seorang anak. Suatu malam, dalam mimpinya, Putri Wonsin melihat dua biksu tua muncul dan berkata, "Kami tinggal di celah batu di kaki selatan Gunung Jangji, dan kami sangat lapar, jadi berilah kami makanan." Setelah mengatakan itu, para biksu tersebut menghilang. Putri Wonsin merasa aneh dengan mimpinya dan menceritakannya kepada Raja Seonjong. Raja segera mengirim orang ke Gunung Jangji untuk menyelidiki. Orang yang kembali melaporkan bahwa, "Ada dua batu besar berdiri berdampingan di kaki Gunung Jangji."
Menanggapi laporan ini, Raja Seonjong memerintahkan agar dua biksu yang muncul dalam mimpi Putri Wonsin dipahat pada kedua batu tersebut. Sebuah kuil juga dibangun di dekatnya untuk melakukan upacara Buddha. Tak lama setelah itu, Putri Wonsin pun hamil dan melahirkan seorang putra. Putra yang lahir inilah yang kemudian dikenal sebagai Wang Yun.
Namun, patung Buddha ini diyakini dibangun pada era Dinasti Joseon, bukan Goryeo. Ada catatan pembangunan yang tertulis pada tahun 1471 (tahun kedua pemerintahan Raja Seongjong) yang mendukung pandangan ini. Mengenai hal ini, Lee Han-seong, seorang profesor di Universitas Dongguk, berspekulasi bahwa mungkin ada makna simbolis di balik legenda ini. Ia menduga bahwa cerita tersebut mungkin dimaksudkan untuk menyiratkan kisah perebutan takhta Raja Sejo dari Joseon yang merebut takhta keponakannya, dengan membandingkannya dengan kisah Raja Sukjong dari Goryeo yang juga merebut takhta keponakannya. Spekulasi ini menunjukkan bagaimana narasi budaya dapat digunakan untuk merefleksikan dan mengomentari peristiwa sejarah dengan cara yang tidak langsung.