1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Pangeran Munetaka memiliki latar belakang kekaisaran yang kompleks dan penunjukannya sebagai shogun merupakan hasil dari intrik politik antara istana kekaisaran dan Keshogunan Kamakura.
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Pangeran Munetaka lahir pada 15 Desember 1242. Ia adalah putra pertama Kaisar Go-Saga (lahir 1 April 1220 - meninggal 17 Maret 1272) dan ibunya adalah Taira no Muneko (meninggal 1302), putri dari Taira no Munemoto. Meskipun ia adalah putra pertama Kaisar Go-Saga, status ibunya yang rendah membatasi prospeknya untuk naik takhta.
1.2. Status sebagai Pangeran Kekaisaran dan Pendidikan
Pangeran Munetaka secara *de facto* adalah putra tertua Kaisar Go-Saga. Meskipun ia memiliki seorang kakak laki-laki, Pangeran Enjo, yang lahir saat Kaisar Go-Saga masih dalam keadaan tidak beruntung dan belum resmi menjalani upacara Genpuku, Pangeran Enjo ditakdirkan untuk menjadi biarawan. Pangeran Munetaka sangat disayangi oleh ayahnya dan dibesarkan di bawah asuhan Jōmeimon'in, yang dapat dikatakan sebagai pengasuhnya.
Pada tahun 1244, meskipun Pangeran Kunihito (kemudian menjadi Kaisar Go-Fukakusa, adik tirinya) telah lahir, Pangeran Munetaka tetap dianugerahi gelar pangeran kekaisaran. Pada tahun 1247, ia menjadi anak angkat Shikikenmon'in, dan setahun kemudian, ia juga menjalin hubungan anak angkat dengan Muromachi-in, keponakan Shikikenmon'in. Pada tahun 1249, Shikikenmon'in menyerahkan sejumlah besar *shōen* (wilayah kekuasaan) yang diwarisi dari Go-Takaura-in kepada Muromachi-in sebagai hak pakai seumur hidup, dengan Pangeran Munetaka ditunjuk sebagai pewaris masa depan. Karena Shikikenmon'in dan Muromachi-in tidak memiliki keturunan untuk mewarisi wilayah tersebut, semua *shōen* itu direncanakan akan menjadi milik Pangeran Munetaka setelah kematian mereka. Kaisar Go-Saga juga berusaha agar Sen'yōmon'in mengadopsi Pangeran Munetaka dan menyerahkan wilayah Chōkōdō-ryō kepadanya, namun ditolak (akhirnya diserahkan kepada Kaisar Go-Fukakusa sebagai kompromi).
Meskipun mendapat kasih sayang ayahnya, status ibunya yang rendah membuat prospeknya untuk mewarisi takhta sangat kecil. Kaisar Go-Saga mengkhawatirkan masa depan Pangeran Munetaka. Namun, sebelum kelahiran Kaisar Go-Fukakusa, ia adalah pewaris takhta yang paling kuat, dan ia tidak dipaksa untuk menjadi biarawan sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan keadaan darurat. Ada juga teori yang menyatakan bahwa pada masa itu, di Kyoto, terdapat gerakan dari faksi Kaisar Juntoku (termasuk ibu kandungnya, Shūmeimon'in, permaisurinya, Higashi Ichijō-in, dan putra-putranya, Pangeran Tadanari dan Pangeran Yoshinori) yang tidak mengakui Kaisar Go-Saga. Oleh karena itu, diperlukan beberapa pangeran untuk melawan mereka.
1.3. Konteks Politik Penunjukan sebagai Shogun
Penunjukan Pangeran Munetaka sebagai shogun merupakan hasil konvergensi kepentingan antara istana kekaisaran dan Keshogunan Kamakura. Hōjō Tokiyori, yang menjabat sebagai Shikken (wali) dan merasa terancam oleh campur tangan Kujō Michiie (kakek dari shogun kelima, Fujiwara no Yoritsugu, dan adik kandung Higashi Ichijō-in) dalam politik Keshogunan, ingin menyingkirkan Klan Kujō dari panggung politik. Pada saat yang sama, Kaisar Go-Saga mengkhawatirkan masa depan Pangeran Munetaka karena status ibunya yang rendah. Dengan demikian, keinginan Kaisar Go-Saga untuk mengamankan masa depan putranya dan keinginan Hōjō Tokiyori untuk memperkuat kendali Hōjō atas Keshogunan bertemu, menghasilkan konsep "Shogun Pangeran" (宮将軍Miya ShōgunBahasa Jepang) pertama.
Ketika Pangeran Munetaka berangkat ke Kamakura, ia didampingi oleh tiga pelayan dekat: Fujiwara no Takashige, Uesugi Shigefusa (seorang Kurōdo dari Shikikenmon'in), dan Ishikawa Shinbei Minamoto no Munetada.
2. Masa Jabatan sebagai Shogun
Meskipun Pangeran Munetaka memegang gelar shogun, kekuasaannya sangat terbatas, mencerminkan dominasi Klan Hōjō atas Keshogunan.
2.1. Penunjukan dan Periode Kekuasaan
Pada 10 Mei 1252 (KenchōKenchōBahasa Jepang 4, hari pertama bulan ke-4), Hōjō Tokiyori dan Hōjō Shigetoki mengirim perwakilan ke ibu kota kekaisaran Kyoto untuk menjemput Pangeran Munetaka ke Kamakura. Pada 1 April 1252, Pangeran Munetaka yang berusia 10 tahun (menurut sumber lain 11 tahun) menerima gelar Seii Taishōgun dari Kaisar Go-Fukakusa, adik tirinya.
Dekret penunjukan shogun untuk Pangeran Munetaka, seperti yang dicatat dalam Azuma Kagami, berbunyi sebagai berikut:
Dekret Penunjukan Shogun untuk Pangeran Munetaka (dari Azuma Kagami)
Tiga Peringkat, Pangeran Munetaka
Diterima dari Deklarasi Menteri Kiri (SadaijinSadaijinBahasa Jepang, Takatsukasa Kanehira), bahwa Pangeran ini harus menjadi Seii Taishōgun.
Kenchō 4, bulan ke-4, hari ke-1. Diterima oleh Ōgeki (Kepala Juru Tulis Agung) Nakahara no Ason Morokane (Oshikōji Morokane).
Pangeran Munetaka menjabat sebagai shogun dari tahun 1252 hingga 1266. Selama masa jabatannya, beberapa nama era Jepang (nengō) yang berlaku adalah:
- Kenchō (1249-1257)
- Kōgen (1256-1257)
- Shōka (1257-1259)
- Shōgen (1259-1260)
- Bun'ō (1260-1261)
- Kōchō (1261-1264)
- Bun'ei (1264-1275)
Pada 17 September 1265 (Bun'eiBun'eiBahasa Jepang 2), ia dinaikkan pangkat menjadi Pangeran Peringkat Pertama dan diangkat sebagai Menteri Urusan Sipil (Nakatsukasa-kyōNakatsukasa-kyōBahasa Jepang). Ini mencerminkan pengakuannya sebagai anggota keluarga kekaisaran yang mendukung Kaisar Go-Saga bersama dengan Kaisar Go-Fukakusa dan Kaisar Kameyama.
2.2. Peran sebagai Shogun Boneka
Pada masa jabatan Pangeran Munetaka, Keshogunan Kamakura telah sepenuhnya berada di bawah kendali Klan Hōjō, yang telah membangun sistem pemerintahan otokratis. Akibatnya, shogun tidak memiliki kekuasaan yang sebenarnya. Pangeran Munetaka, meskipun memegang gelar tertinggi dalam Keshogunan, hanyalah seorang penguasa boneka yang dikendalikan oleh para Shikken (wali) dari Klan Hōjō. Kekuasaan politik yang sebenarnya berada di tangan Shikken dan Dewan (Yoriai-shūYoriai-shūBahasa Jepang).
2.3. Shikken Selama Masa Jabatannya
Selama masa jabatan Pangeran Munetaka sebagai shogun, beberapa Shikken dari Klan Hōjō menjabat:
- Hōjō Tokiyori (putra Hōjō Tokiuji), Shikken kelima dan kepala klan Tokusō. Ia adalah tokoh kunci di balik penunjukan Pangeran Munetaka dan merupakan wali yang kuat. Ia memberikan nama kehormatan (hen'i偏諱Bahasa Jepang) kepada putranya, Hōjō Tokimune.
- Hōjō Nagatoki (putra Hōjō Shigetoki), Shikken keenam.
- Hōjō Masamura (putra Hōjō Yoshitoki), Shikken ketujuh.
Perlu dicatat bahwa Hōjō Tokimune, yang kemudian menjadi Shikken kedelapan, baru menjabat dua tahun setelah Pangeran Munetaka mengundurkan diri dari jabatan shogun pada tahun 1268.
3. Kontribusi Budaya
Meskipun terbatas dalam kekuasaan politik, Pangeran Munetaka menemukan pelampiasan dalam kegiatan budaya, terutama dalam puisi dan kaligrafi.
3.1. Penciptaan Puisi Waka
Pangeran Munetaka mengabdikan dirinya pada penciptaan puisi Waka dan sering mengadakan pertemuan puisi. Hasilnya, kancah puisi yang berpusat pada kaum samurai di Kamakura berkembang pesat, menghasilkan banyak penyair Waka berbakat dari kalangan Gokenin (pengikut shogun), seperti Gotō Motomasa dan Shimazu Tadakage. Kancah puisi Kamakura juga memengaruhi pemilihan penyusun untuk Shoku Kokin Wakashū (Antologi Waka Kuno dan Baru Lanjutan), dan Pangeran Munetaka sendiri adalah penyair dengan jumlah karya terbanyak yang terpilih dalam antologi tersebut.
Koleksi puisi Waka utamanya meliputi:
- Ryūyō Wakashū (柳葉和歌集)
- Gyokugyoku Wakashū (瓊玉和歌集)
- Shoshin Gusō (初心愚草)
3.2. Kaligrafi
Pangeran Munetaka juga dikenal sebagai seorang kaligrafer ulung. Beberapa karya kaligrafi yang diatribusikan kepadanya termasuk Arisugawa-gire, Saimonraku-gire, Kokinshū-gire, dan Kagurauta-gire. Meskipun banyak karya lain yang diklaim sebagai tulisan tangan Pangeran Munetaka, sebagian besar diyakini adalah tulisan tangan terkenal dari periode Heian yang ia kagumi atau miliki. Namun, reputasinya sebagai kaligrafer ulung tidak diragukan.
4. Pencopotan dan Kehidupan Selanjutnya
Pencopotan Pangeran Munetaka dari jabatan shogun pada tahun 1266 merupakan peristiwa penting yang menunjukkan kendali penuh Klan Hōjō atas Keshogunan.
4.1. Situasi Pencopotan dari Jabatan
Pada Juni 1263 (KōchōKōchōBahasa Jepang 3), diumumkan bahwa Pangeran Munetaka akan melakukan perjalanan ke Kyoto sebagai Seii Taishōgun. Daftar Gokenin yang akan mendampinginya dan jadwal keberangkatan dari Kamakura pada 3 Oktober bahkan telah diumumkan. Namun, pada 25 Agustus, perjalanan ke Kyoto tiba-tiba dibatalkan. Alasan resminya adalah bencana alam, tetapi alasan sebenarnya diyakini adalah beban ekonomi yang besar bagi para Gokenin. Ada juga spekulasi lebih lanjut bahwa pembatalan ini disebabkan oleh memburuknya kesehatan mantan Shikken Hōjō Tokiyori (yang meninggal pada 22 November) atau terungkapnya rencana Tsuchimikado Akikata (seorang Gon Dainagon dan kerabat dari pihak ibu Kaisar Go-Saga) untuk memprovokasi Pangeran Munetaka agar merencanakan kudeta di Kyoto, mengingat Pangeran Munetaka masih memiliki kemungkinan untuk naik takhta.
Pada Maret 1266 (Bun'eiBun'eiBahasa Jepang 3), Fujiwara no Chikaie pergi ke Kyoto sebagai utusan pribadi Pangeran Munetaka. Pada 5 Juni, Chikaie kembali dari Kyoto, membawa pesan pribadi dari Kaisar Go-Saga kepada Pangeran Munetaka mengenai istri resminya, Konoe Saiko. Pada 19 Juni, Suwa Moritsune pergi ke Kyoto sebagai utusan Keshogunan. Pada 20 Juni, sebuah "keputusan rahasia" (Shinpi no Gosata深秘の御沙汰Bahasa Jepang) dibuat oleh Hōjō Masamura (Shikken), Hōjō Tokimune (RenjoRenjoBahasa Jepang dan Tokusō), Hōjō Sanetoki, dan Adachi Yasumori. Pada hari yang sama, biksu pelindung Keshogunan, Matsudono Sōjō Ryōki, tiba-tiba meninggalkan istana dan melarikan diri karena alasan yang tidak diketahui. Pada 23 Juni, Saiko dan putrinya, Putri Rinshi, tiba-tiba masuk ke kediaman Yamauchi milik Tokimune, dan putra pewarisnya, Pangeran Koreyasu, juga masuk ke kediaman Tokimune. Karena keributan yang tidak diketahui alasannya ini, para Gokenin berkumpul di Kamakura. Pada 4 Juli, Hōjō Noritoki dari klan Nagoe Hōjō memimpin pasukan bersenjata dalam demonstrasi kekuatan. Tokimune menghentikannya dan menegur kecerobohannya (tindakan Noritoki ini kemudian menyebabkan pembersihan Noritoki dalam Insiden Februari atau Nigatsu Sōdō). Pada hari yang sama, Pangeran Munetaka dipindahkan ke kediaman Hōjō Tokimori dengan tandu wanita, dan pada 8 Juli, ia dikirim kembali ke Kyoto.
Alasan pasti mengapa Pangeran Munetaka dicopot dari jabatan shogun dan dikirim kembali ke Kyoto tidak diketahui. Namun, ada pandangan yang menyatakan bahwa insiden perselingkuhan antara Saiko dan biksu Ryōki digunakan sebagai dalih untuk menuduh Pangeran Munetaka melakukan pemberontakan, yang mengarah pada keputusan pencopotan dan pengirimannya kembali ke Kyoto. Ada juga spekulasi bahwa Pangeran Munetaka mencoba mengambil tindakan keras seperti menceraikan Saiko dan berkonsultasi dengan ayahnya, Kaisar Go-Saga, yang tidak menyetujuinya. Bagi Keshogunan, tindakan Pangeran Munetaka ini adalah langkah sepihak tanpa berkonsultasi dengan Shikken dan Renjo, sehingga Pangeran Munetaka menjadi terisolasi.
4.2. Kepulangan ke Kyoto dan Hubungan Keluarga
Pada 20 Juli 1266, Pangeran Munetaka tiba di Kyoto dan masuk ke kediaman Rokuhara milik Hōjō Tokishige. Orang tuanya, yang mengetahui pengusiran Pangeran Munetaka, menyatakan putus hubungan dengannya (menurut Gaiki Nikki dan Godai Teiō Monogatari). Pada 24 Juli, Pangeran Koreyasu diangkat sebagai shogun berikutnya di Kamakura. Pada Oktober, Pangeran Munetaka pindah ke bekas kediaman Jōmeimon'in. Mengetahui putusnya hubungan oleh Kaisar Go-Saga, Keshogunan pada November mengirim Mutō Kageyori untuk menengahi dengan Kaisar Go-Saga. Mereka juga mengirim Saiko dan Rinshi kembali ke Kyoto dan menyerahkan lima wilayah kekuasaan untuk menunjang kehidupan Pangeran Munetaka di masa depan, memperjelas bahwa tidak ada tuntutan lebih lanjut yang akan diajukan terhadapnya. Pangeran Munetaka akhirnya bertemu dengan ayahnya, Kaisar Go-Saga, pada Desember.
4.3. Kehidupan Akhir dan Pensiun Dini
Pada 4 September 1267 (Bun'eiBun'eiBahasa Jepang 4), Saiko menjadi biarawati. Pada tahun 1270 (Bun'eiBun'eiBahasa Jepang 7), putri dari Horikawa Tomomori (selir Pangeran Munetaka) melahirkan putra kedua Pangeran Munetaka, Pangeran Hayata (Shinkaku). Pada Februari 1272 (Bun'eiBun'eiBahasa Jepang 9), Nakamikado Sanetaka, seorang pengiring dekat Pangeran Munetaka, ditangkap dalam Insiden Februari (Nigatsu Sōdō). Segera setelah itu, Pangeran Munetaka menjadi biarawan menyusul kematian ayahnya, Kaisar Go-Saga. Nama biaranya adalah Kakuei (覚恵) atau Gyōshō (行証/行勝). Pada tahun yang sama, putri Horikawa Tomomori melahirkan putri kedua Pangeran Munetaka, Putri Mizuko.
5. Kematian
Pangeran Munetaka meninggal pada 2 September 1274 (Bun'eiBun'eiBahasa Jepang 11), pada usia 33 tahun. Penyebab kematiannya tidak diketahui secara pasti.
6. Keluarga
Pangeran Munetaka memiliki keluarga kekaisaran yang penting, yang terus memainkan peran dalam politik dan masyarakat Jepang.
- Ayah:** Kaisar Go-Saga (後嵯峨天皇, 1 April 1220 - 17 Maret 1272)
- Ibu:** Taira no Muneko (平棟子, meninggal 1302), putri dari Taira no Munemoto
- Permaisuri dan Keturunan:**
- Istri:** Konoe Saiko (近衛宰子, lahir 1241), putri dari Konoe Kanetsune (近衛兼経)
- Putra Pertama:** Pangeran Koreyasu (惟康親王, 26 Mei 1264 - 25 November 1326), shogun ketujuh Keshogunan Kamakura.
- Putri Pertama:** Putri Rinshi (掄子女王, lahir 1265), permaisuri Kaisar Go-Uda.
- Selir:** Horikawa no Tsubone, putri dari Horikawa Tomomori (堀川具教)
- Putra Kedua:** Pangeran Hayata (早田宮真覚)
- Putri Kedua:** Putri Mizuko (瑞子女王, kemudian Eikamon'in, 1272-1329), permaisuri Kaisar Go-Uda (putri angkat Kaisar Kameyama).
Pangeran Hayata (Shinkaku) memiliki tiga anak: Ueda-no-miya, Minamoto no Munemasa, dan Kōkiden no Nishidai (istri Enya Takasada). Ueda-no-miya memiliki seorang cucu bernama Mizukami-ō, dan Mizukami-ō memiliki putra tertua dan putra kedua bernama Gyokushū Eishu.
- Istri:** Konoe Saiko (近衛宰子, lahir 1241), putri dari Konoe Kanetsune (近衛兼経)
7. Penilaian dan Warisan
Pangeran Munetaka, meskipun seorang penguasa boneka, meninggalkan jejak signifikan dalam sejarah dan budaya Jepang.
7.1. Signifikansi Sejarah
Pangeran Munetaka memiliki signifikansi sejarah sebagai shogun pangeran kekaisaran pertama. Penunjukannya menandai pergeseran penting dalam struktur kekuasaan Keshogunan Kamakura, di mana Klan Hōjō secara efektif mengkonsolidasikan kendali mereka dengan menempatkan seorang anggota keluarga kekaisaran sebagai simbol otoritas, sementara kekuasaan politik yang sebenarnya tetap berada di tangan mereka. Statusnya sebagai shogun boneka menyoroti dinamika kekuasaan pada masa itu dan melemahnya otoritas shogun itu sendiri.
7.2. Dampak Budaya
Dampak budaya Pangeran Munetaka sangat signifikan. Dedikasinya pada puisi Waka dan penyelenggaraan pertemuan puisi berkontribusi pada kebangkitan kancah puisi di Kamakura, yang sebelumnya didominasi oleh Kyoto. Ia mempromosikan bakat-bakat baru dari kalangan samurai dan karyanya sendiri sangat diakui, dengan banyak puisinya terpilih dalam antologi kekaisaran. Kemahirannya dalam kaligrafi juga menambah warisan artistiknya, menjadikannya tokoh penting dalam perkembangan seni sastra Jepang pada periode tersebut.
7.3. Kontroversi
Pencopotan Pangeran Munetaka dari jabatan shogun adalah salah satu aspek paling kontroversial dalam hidupnya. Meskipun alasan resminya tidak jelas, tuduhan perselingkuhan yang melibatkan istrinya dan seorang biksu sering disebut sebagai dalih. Namun, banyak sejarawan berpendapat bahwa ini hanyalah alasan yang digunakan oleh Klan Hōjō untuk menyingkirkan Pangeran Munetaka, yang mungkin dianggap terlalu mandiri atau tidak lagi sesuai dengan kepentingan politik mereka. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana Klan Hōjō bersedia menggunakan intrik politik untuk mempertahankan dominasi mereka atas Keshogunan.