1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Qian Chu lahir dan memulai kariernya dalam lingkungan keluarga kerajaan Wuyue, yang mempersiapkannya untuk peran kepemimpinan di masa depan.
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Qian Chu dilahirkan pada tanggal 29 September 929 (tanggal 24 bulan 8 menurut kalender Tiongkok kuno) di Balai Gongchen, Hangzhou. Ia adalah putra kesembilan dari Qian Yuanguan (錢元瓘Qián YuánguànBahasa Tionghoa), yang dikenal sebagai Raja Wenmu, dan ibunya adalah Nyonya Wu Hanyue (吳漢月Wú HànyuèBahasa Tionghoa), yang kemudian dikenal sebagai Permaisuri Gongyi. Ia memiliki dua kakak laki-laki yang juga pernah menjadi raja Wuyue, yaitu Qian Hongzuo dan Qian Hongzong.
1.2. Karier Awal dan Pendidikan
Pada bulan Desember 939, Qian Chu ditunjuk sebagai Komandan Pasukan Dalam Negeri dan Inspektur Sikong. Selama masa pemerintahan kakaknya, Qian Hongzuo, ia menjabat sebagai Inspektur Taiwei. Pada bulan Maret 947, ia diangkat sebagai Gubernur Taizhou dan pergi ke Taizhou. Selama di sana, ia bertemu dengan biksu Fayan Zong bernama Tiantai Deshao, yang menyarankannya untuk segera kembali ke Hangzhou. Qian Chu kembali ke Hangzhou pada bulan Oktober di tahun yang sama.
2. Pemerintahan di Wuyue
Sebagai raja terakhir Wuyue, Qian Chu memimpin kerajaannya melalui periode yang kompleks, mengelola wilayahnya dan menjalin hubungan dengan kekuatan eksternal.
2.1. Suksesi Takhta
Qian Chu naik takhta setelah kakaknya, Qian Hongzong, digulingkan dalam sebuah kudeta yang dipimpin oleh jenderal senior Hu Jinsi pada bulan Desember 947. Kudeta ini terjadi karena Hu Jinsi khawatir dengan reformasi militer yang terlalu cepat yang diusulkan oleh Qian Hongzong. Pada bulan Januari 948, Qian Chu secara resmi dinobatkan sebagai raja di Balai Tianlong. Ia menunjuk adiknya, Qian Hongyi, sebagai Perdana Menteri. Meskipun Hu Jinsi menyarankan untuk membunuh Qian Hongzong, Qian Chu menolak permintaan tersebut sambil menangis. Hu Jinsi kemudian mencoba memerintahkan pembunuhan Qian Hongzong melalui Xue Wen, tetapi Xue Wen menolak, dan Hu Jinsi meninggal karena kesedihan.
2.2. Kebijakan Pemerintahan
Pemerintahan Qian Chu di Wuyue ditandai dengan upaya menjaga stabilitas internal dan otonomi melalui kebijakan luar negeri yang cermat.
2.2.1. Wilayah dan Administrasi
Pada masa pemerintahan Qian Chu, Wuyue mencapai luas wilayah terbesarnya, menguasai 13 zhou yang meliputi wilayah Zhejiang, Jiangsu, Shanghai, dan Fujian modern. Secara internal, Qian Chu berfokus pada pengembangan pertanian, industri garam, dan perdagangan. Ia juga mendukung perdagangan maritim internasional di Laut Cina Timur, yang membantu Wuyue mengumpulkan kekayaan. Kekayaan ini digunakan untuk membayar upeti kepada berbagai dinasti utara yang berkuasa, sehingga Wuyue dapat membeli keamanan dan mempertahankan otonominya.
2.2.2. Hubungan Luar Negeri dan Kebijakan Penyerahan Diri
Sepanjang sejarahnya, Wuyue mempertahankan kebijakan tunduk secara nominal kepada rezim-rezim utara yang dominan secara berturut-turut. Tidak seperti negara-negara kecil lainnya di selatan, raja-raja Wuyue tidak pernah menyatakan diri sebagai kaisar. Sebagai imbalannya, rezim-rezim utara menghormati otonomi Wuyue dan menganugerahkan gelar kehormatan tinggi kepada raja-rajanya, salah satunya adalah gelar "Panglima Seluruh Kuda dan Prajurit di Bawah Langit".
Pada bulan Februari 950, ketika Nan Tang di bawah Chen Hui menyerang Fuzhou, Qian Chu berhasil mengalahkan mereka dengan strategi. Pada bulan Januari 956, ia mengirim perdana menterinya, Wu Cheng, untuk berpartisipasi dalam serangan Dinasti Zhou Akhir terhadap Nan Tang, meskipun pasukan Wuyue menderita kekalahan. Akibat kekalahan ini, pada tahun yang sama, ia mencoba merekrut tentara dari rakyat, tetapi dihentikan oleh adiknya, Qian Hongyi. Pada bulan Februari 958, Wuyue kembali berpartisipasi dalam kampanye Dinasti Zhou Akhir melawan Nan Tang, yang akhirnya menyebabkan Nan Tang tunduk kepada Dinasti Zhou Akhir.
Pada tahun 960, setelah kematian mendadak Chai Rong (Kaisar Shizong dari Dinasti Zhou Akhir) dan berdirinya Dinasti Song di bawah Zhao Kuangyin (Kaisar Taizu dari Song), Qian Chu menghadapi perubahan besar. Pada bulan September 960, ia mengasingkan paman dari pihak ibunya, Wu Yanfu, yang merencanakan kudeta (meskipun ia menolak untuk mengeksekusinya). Qian Chu juga mengubah namanya dari Qian Hongchu menjadi Qian Chu karena karakter hong (弘) dilarang oleh tabu penamaan (nama ayah Kaisar Taizu dari Song adalah Zhao Hongyin 趙弘殷Zhào HóngyīnBahasa Tionghoa).
3. Hubungan dengan Dinasti Song dan Penyerahan Diri
Hubungan Qian Chu dengan Dinasti Song merupakan fase krusial dalam sejarah Wuyue, yang berpuncak pada penyerahan diri yang damai dan berdampak besar pada stabilitas regional.
3.1. Penyerahan Diri kepada Song
Ketika Dinasti Song berhasil menyatukan Tiongkok utara pada tahun 960-an, Qian Chu dilaporkan mengikuti instruksi leluhurnya, Qian Liu, untuk segera tunduk ketika "penguasa sejati" muncul. Pada tahun 960, Qian Chu tunduk kepada Song dan mengubah namanya pada tahun yang sama. Keputusan ini mencerminkan kebijaksanaan Qian Chu dalam memprioritaskan stabilitas dan kesejahteraan rakyatnya di atas kekuasaan absolut.
3.2. Partisipasi dalam Kampanye Militer Song
Setelah tunduk, Qian Chu mematuhi perintah dari istana Song untuk berpartisipasi dalam aneksasi kerajaan-kerajaan kecil selatan lainnya atas nama kaisar Song. Pada bulan November 964, ia mengirim adik iparnya, Sun Chengyou, untuk berpartisipasi dalam serangan Song terhadap Later Shu. Pada bulan September 970, ia diperintahkan oleh Song untuk menyerang Fuzhou di Southern Han, tetapi dibebaskan karena jarak yang jauh. Pada bulan Oktober 974, ia secara pribadi memimpin pasukannya dalam serangan Song terhadap Nan Tang, berhasil menaklukkan Changzhou pada bulan April tahun berikutnya.
3.3. Penyerahan Wilayah dan Kehidupan di Ibu Kota Song
Pada tahun 978, Qian Chu menyerahkan wilayah kekuasaannya kepada rezim Song. Penyerahan ini kemungkinan besar dilakukan di bawah ancaman terselubung dari istana Song, namun penyerahan "sukarela" ini terbukti sangat menguntungkan. Hal ini melindungi wilayah Wuyue dari kehancuran perang yang menimpa rezim-rezim kontemporer lainnya. Wilayah tersebut mampu mempertahankan infrastruktur dan keuntungan ekonominya yang telah dibangun selama periode Wuyue, yang sebagian besar berkontribusi pada posisi Delta Sungai Yangtze sebagai pusat ekonomi Tiongkok hingga saat ini.
Untuk meredakan kecurigaan Song dan mencegah konflik, Qian Chu tinggal di ibu kota Song, Bianjing (sekarang Kaifeng), dan memindahkan 3.000 anggota rumah tangganya ke sana. Qian Chu secara nominal tetap menjadi raja. Putra-putranya dan sejumlah besar elit Wuyue diberikan berbagai jabatan dan gelar kekaisaran. Awalnya, Kaisar Taizong dari Song mengangkat prefektur Yangzhou menjadi negara nominal Huaihai (淮海HuáihǎiBahasa Tionghoa), dan mengangkat Qian Chu sebagai Raja Huaihai (淮海国王Huáihǎi GuówángBahasa Tionghoa (Aksara Han)). Pada tahun 984, Qian Chu diangkat menjadi Raja Hannan (汉南国王Hànnán GuówángBahasa Tionghoa (Aksara Han)), sebuah wilayah nominal yang lebih kecil. Pada tahun 987, ia kembali diturunkan menjadi Raja Nanyang (南阳国王Nányáng GuówángBahasa Tionghoa (Aksara Han)), dengan hak untuk bertempat tinggal di Nanyang, tetapi kemudian segera diangkat menjadi Pangeran Xu (许王Xǔ WángBahasa Tionghoa) dengan wilayah kekuasaan yang lebih besar. Pada tahun 988, Qian Chu kehilangan gelarnya sebagai raja dan diangkat menjadi Pangeran Deng (邓王Dèng WángBahasa Tionghoa) sebagai gantinya, dengan wilayah nominal yang lebih besar dan pendapatan yang sebenarnya.
Qian Chu dilaporkan menikmati hubungan pribadi yang baik dengan kaisar Song, sering dipanggil ke istana untuk perjamuan dan permainan bola. Pada ulang tahunnya yang ke-60 (menurut kalender Tiongkok) pada tahun 988, Kaisar Taizong dari Song mengiriminya anggur sebagai hadiah. Setelah minum anggur tersebut, ia jatuh sakit parah dan meninggal malam itu juga. Ia diberikan pemakaman kenegaraan, secara anumerta diangkat menjadi Raja Qin, dan dimakamkan di dekat Luoyang.
4. Kehidupan Pribadi dan Aktivitas Budaya
Selain perannya sebagai penguasa, Qian Chu juga dikenal karena keyakinan agamanya yang mendalam dan kontribusinya terhadap seni dan sastra.
4.1. Keimanan dan Dukungan Buddha
Seperti raja-raja Wuyue lainnya, Qian Chu adalah seorang Buddhis yang taat. Ia mengundang biksu Tiantai Deshao sebagai guru negara dan menerima sila Bodhisattva darinya. Ia juga mengundang biksu Yongming Yanshou ke Kuil Yongming (sekarang Kuil Jingci). Qian Chu memerintahkan pembuatan Pagoda Raja Ashoka (juga dikenal sebagai Pagoda Qian Hongchu) dan menyumbangkannya ke berbagai lokasi. Ia juga mendirikan beberapa kuil, termasuk Kuil Konglü, Kuil Lingzhi, Kuil Lingyin, dan Kuil Qianguangwang. Untuk melestarikan kitab suci Buddha yang tersebar di daratan, ia meminta bantuan dari Goryeo dan Jepang. Qian Chu juga mendorong anak-anaknya untuk menjadi biksu. Pagoda Leifeng di Hangzhou dibangun atas perintahnya untuk merayakan kehamilan istrinya, meskipun ada versi lain yang menyatakan pagoda tersebut dipersembahkan untuk Selir Huang.
4.2. Aktivitas Sastra
Qian Chu memiliki minat yang besar dalam menulis puisi. Salah satu puisinya yang diterbitkan masih ada hingga saat ini, menunjukkan bakat sastranya.
5. Hubungan Keluarga
Qian Chu memiliki keluarga besar yang memainkan peran penting dalam pemerintahan Wuyue dan kemudian di Dinasti Song.
5.1. Orang Tua dan Saudara Kandung
Ayah Qian Chu adalah Qian Yuanguan, Raja Wenmu, dan ibunya adalah Nyonya Wu Hanyue, yang kemudian dihormati sebagai Permaisuri Gongyi. Qian Chu memiliki beberapa saudara kandung yang juga memegang posisi penting:
- Qian Hongzuo - Raja Zhongxian, kakak laki-laki Qian Chu.
- Qian Hongzong - Raja Zhongxun, kakak laki-laki Qian Chu yang digulingkan.
- Qian Hongyi - Putra ke-10 Qian Yuanguan, menjabat sebagai Perdana Menteri Wuyue.
- Qian Hongyi - Putra ke-11 Qian Yuanguan, kemudian menjadi Inspektur Jizhou di Song Utara.
- Qian Hongwo - Putra ke-12 Qian Yuanguan, menjabat sebagai Gubernur Quzhou di Wuyue.
- Qian Hongyang - Putra ke-13 Qian Yuanguan, menjabat sebagai Gubernur Taizhou di Wuyue.
- Qian Hongyan (juga dikenal sebagai Qian Hongxin) - Putra ke-14 Qian Yuanguan, kemudian menjadi Inspektur Suizhou di Song Utara.
5.2. Permaisuri dan Anak-anak
Qian Chu memiliki beberapa permaisuri dan banyak anak:
- Permaisuri Sun Taizhen (孫太真Sūn TàizhēnBahasa Tionghoa, meninggal 976), juga dikenal sebagai Permaisuri Xiande Shunmu.
- Qian Weijun (錢惟濬Qián WéijùnBahasa Tionghoa, 22 Oktober 955 - 991), putra pertama, dihormati secara anumerta sebagai Pangeran Anxi dari Bin.
- Selir Huang (黃妃Huáng FēiBahasa Tionghoa).
- Nyonya Yu (俞氏Yú ShìBahasa Tionghoa), Nyonya Negara Chu.
- Qian Weiyan (錢惟演Qián WéiyǎnBahasa Tionghoa, 977 - 3 September 1034), putra ke-14, Adipati Ying, kemudian menjadi Perdana Menteri di istana Song.
- Tidak diketahui
- Qian Weixuan (錢惟渲Qián WéixuànBahasa Tionghoa), putra ketiga.
- Qian Weihao (錢惟灝Qián WéihàoBahasa Tionghoa), putra keempat.
- Qian Weijin (錢惟溍Qián WéijìnBahasa Tionghoa), putra kelima.
- Qian Weicui (錢惟漼Qián WéicuǐBahasa Tionghoa), putra keenam, menjadi biksu dengan nama dharma Jingzhao.
- Delapan putra tanpa nama.
- Qian Weiji (錢惟濟Qián WéijìBahasa Tionghoa, 978-1032), putra ke-15.
- Tujuh putri, beberapa di antaranya menikah dengan keluarga berpengaruh di Dinasti Song.
- Anak angkat
- Qian Weizhi (錢惟治Qián WéizhìBahasa Tionghoa, 949-1019), putra kandung dari Qian Hongzong, dihormati secara anumerta sebagai Pangeran Komanderi Pengcheng.
6. Evaluasi Pasca Kematian dan Warisan
Qian Chu meninggalkan warisan yang signifikan, terutama dalam konteks transisi damai dan kontribusinya terhadap budaya dan stabilitas regional.
6.1. Evaluasi Sejarah
Tindakan Qian Chu dan masa pemerintahannya dievaluasi secara historis sebagai periode yang menguntungkan bagi wilayah Wuyue. Keputusannya untuk menyerahkan wilayahnya kepada Dinasti Song secara damai, alih-alih berperang, sangat dipuji. Langkah ini mencegah kehancuran dan penderitaan yang dialami oleh kerajaan-kerajaan lain yang menolak tunduk kepada Song. Dengan demikian, Qian Chu berhasil menjaga infrastruktur, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat Wuyue, yang memungkinkan wilayah Delta Sungai Yangtze untuk terus berkembang sebagai pusat ekonomi Tiongkok. Ia dikenang sebagai penguasa yang bijaksana, yang mengutamakan kepentingan rakyat dan stabilitas regional di atas ambisi pribadi.
6.2. Pengaruh Budaya
Qian Chu juga meninggalkan warisan budaya yang kaya. Dukungannya yang mendalam terhadap Buddhisme, termasuk pembangunan kuil-kuil penting seperti Pagoda Leifeng dan pembuatan Pagoda Ashoka, menunjukkan komitmennya terhadap penyebaran ajaran Buddha. Selain itu, minatnya dalam menulis puisi dan karya-karyanya yang masih ada hingga kini menambah kontribusinya terhadap sastra Tiongkok.