1. Kehidupan Awal dan Pendidikan

Robert Broom lahir pada 30 November 1866 di 66 Back Sneddon Street, Paisley, Renfrewshire, Skotlandia. Ia adalah putra dari John Broom, seorang perancang cetakan kain calico dan syal Paisley, serta Agnes Hunter Shearer.
Ia menempuh pendidikan di Universitas Glasgow, tempat ia belajar kedokteran dan berspesialisasi dalam obstetri. Ia berhasil meraih gelar praktisi medis pada tahun 1895 dan gelar DSc pada tahun 1905 dari universitas yang sama. Selama masa studinya, ia memiliki kesempatan untuk melakukan perjalanan ke berbagai belahan dunia sebagai asisten profesor, termasuk kunjungan ke Australia pada tahun 1892. Pengalaman di Australia, terutama dengan keunikan satwa liar di sana, membangkitkan minatnya pada asal-usul mamalia.
2. Karier di Afrika Selatan
Broom pindah ke Afrika Selatan pada tahun 1897, tak lama sebelum Perang Boer Kedua. Di sana, ia memulai karier ganda sebagai dokter medis dan peneliti ilmiah, yang pada akhirnya membawanya pada penemuan-penemuan penting di bidang paleontologi dan paleoantropologi.
2.1. Aktivitas Medis
Setelah tiba di Afrika Selatan, Robert Broom mendirikan praktik medis di wilayah Karoo, sebuah daerah yang kaya akan fosil therapsida. Melalui praktik medisnya, ia tidak hanya melayani masyarakat setempat tetapi juga menopang penelitian ilmiahnya yang terus berkembang. Pendapatan dari praktik medisnya memungkinkan ia untuk melanjutkan eksplorasi dan studi fosil-fosil yang ia temukan.
2.2. Aktivitas Akademik dan Pengajaran
Dari tahun 1903 hingga 1910, Broom menjabat sebagai profesor zoologi dan geologi di Victoria College, Stellenbosch (yang kemudian menjadi Universitas Stellenbosch). Namun, posisinya di universitas tersebut tidaklah mulus. Ia dikenal sebagai pendukung kuat teori evolusi, sebuah pandangan yang pada masa itu masih kontroversial dan tidak diterima secara luas di lingkungan akademik konservatif. Akibatnya, ia dipaksa keluar dari jabatannya karena pandangannya tersebut.
Setelah periode di Stellenbosch, Broom menghadapi kesulitan finansial. Namun, minatnya pada paleoantropologi semakin meningkat setelah Raymond Dart menemukan "Anak Taung". Pada tahun 1934, atas desakan Jan Smuts, pemerintah Afrika Selatan memberikan posisi kepadanya sebagai Asisten Paleontologi Vertebrata di Museum Transvaal di Pretoria. Posisi ini memungkinkannya untuk mendedikasikan sisa kariernya pada penelitian fosil hominin di gua-gua dolomit di barat laut Johannesburg, terutama di Gua Sterkfontein.
3. Kontribusi Paleontologi dan Paleoantropologi
Kontribusi Robert Broom terhadap paleontologi dan paleoantropologi sangat luas dan mendalam, dimulai dari studinya tentang therapsida hingga penemuan-penemuan penting dalam evolusi manusia.
3.1. Penelitian Therapsida
Broom awalnya dikenal karena studinya yang ekstensif tentang therapsida, atau reptil mirip mamalia. Ia melakukan penelitian yang intensif di wilayah Karoo, Afrika Selatan, yang merupakan salah satu situs fosil therapsida terkaya di dunia. Selama hidupnya, ia berhasil mendeskripsikan 369 holotipe therapsida, yang ia atribusikan ke 168 genus baru. Namun, Broom juga dikenal sebagai seorang "splitter" dalam klasifikasi taksonomi, yang berarti ia cenderung membagi spesies menjadi lebih banyak kategori. Akibatnya, pada tahun 2003, hanya sekitar 57% dari holotipe yang ia deskripsikan masih dianggap valid secara ilmiah.
3.2. Peralihan ke Paleoantropologi
Minat Broom pada leluhur manusia meningkat tajam setelah Raymond Dart mengumumkan penemuan "Anak Taung", sebuah Australopithecus africanus muda, pada tahun 1925. Penemuan Dart ini memicu gelombang perdebatan di kalangan ilmuwan, dan Broom menjadi salah satu pendukung awal klaim Dart bahwa "Anak Taung" adalah hominin awal. Meskipun kariernya sempat meredup dan ia menghadapi kemiskinan, Dart menulis kepada Jan Smuts (seorang negarawan dan ilmuwan Afrika Selatan) tentang situasi Broom. Berkat tekanan dari Smuts, Broom berhasil mendapatkan posisi di Museum Transvaal pada tahun 1934 sebagai Asisten Paleontologi. Pada usia 70 tahun, ia mulai mendedikasikan dirinya sepenuhnya untuk penelitian Australopithecus.
3.3. Penemuan Fosil Utama
Setelah bergabung dengan Museum Transvaal, Broom memulai serangkaian eksplorasi di situs-situs gua dolomit di barat laut Johannesburg, yang kini menjadi bagian dari Situs Warisan Dunia Cradle of Humankind. Bersama dengan John T. Robinson, ia membuat serangkaian penemuan spektakuler yang mengubah pemahaman tentang evolusi manusia.

3.3.1. Mrs Ples (Australopithecus africanus)
Pada tahun 1936, Broom menemukan fosil Australopithecus africanus di Sterkfontein. Kemudian, pada tahun 1947, ia dan John T. Robinson menemukan tengkorak Australopithecus africanus yang hampir lengkap di situs yang sama. Tengkorak ini, yang diyakini milik individu betina dewasa, dijuluki "Mrs. Ples" (meskipun kemudian diketahui bahwa itu mungkin milik individu jantan). Penemuan Mrs. Ples sangat signifikan karena memberikan bukti kuat tentang keberadaan hominin awal di Afrika Selatan dan mendukung klaim Dart sebelumnya mengenai "Anak Taung". Selain tengkorak, Broom juga menemukan sebagian kerangka yang menunjukkan bahwa australopithecine berjalan tegak (bipedal), sebuah bukti kunci dalam studi evolusi manusia.
3.3.2. Paranthropus robustus
Pada tahun 1937, Broom membuat penemuan paling terkenal lainnya dengan mendefinisikan genus Paranthropus melalui penemuan Paranthropus robustus di Kromdraai. Penemuan ini, yang terjadi pada tahun 1938, dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar Broom. *Paranthropus robustus* adalah hominin "kokoh" yang memiliki ciri-ciri kranium dan gigi yang lebih besar dibandingkan dengan Australopithecus africanus, menunjukkan diversifikasi dalam garis keturunan hominin awal.
3.3.3. Fosil Hominin Awal Lainnya
Selain Mrs. Ples dan *Paranthropus robustus*, Broom dan timnya juga menemukan fragmen dari enam hominin lain di Sterkfontein, yang awalnya mereka beri nama *Plesianthropus transvaalensis* (kemudian diklasifikasikan sebagai *Australopithecus africanus* dewasa). Mereka juga melakukan penemuan penting di situs Swartkrans, termasuk fosil Homo erectus pada tahun 1948, yang menunjukkan keberadaan spesies Homo di wilayah tersebut. Broom bahkan menggunakan metode unik untuk menemukan fosil, seperti membayar anak-anak laki-laki setempat satu shilling untuk setiap gigi fosil yang mereka temukan, dan kemudian menanyai mereka untuk menemukan lokasi asal fosil tersebut.
3.4. Kontribusi terhadap Studi Evolusi Hominin Awal
Penemuan-penemuan Broom, terutama dari situs-situs seperti Sterkfontein, Kromdraai, dan Swartkrans, secara signifikan memperkuat teori evolusi manusia dan mendukung klaim awal Raymond Dart tentang Anak Taung. Fosil-fosil yang ia temukan memberikan bukti kuat tentang bipedalisme awal pada hominin, yang merupakan salah satu ciri kunci yang membedakan manusia dari kera. Kontribusi Broom membantu menggeser fokus penelitian asal-usul manusia dari Asia dan Eropa ke Afrika, yang kini diakui sebagai "Buaian Umat Manusia". Sisa kariernya didedikasikan untuk eksplorasi situs-situs ini dan interpretasi banyak sisa-sisa hominin awal yang ditemukan di sana.
4. Pemikiran dan Filsafat
Robert Broom memiliki pandangan yang unik dan seringkali kontroversial mengenai evolusi, yang memadukan ilmu pengetahuan dengan keyakinan spiritualnya.
4.1. Evolusi Spiritual
Broom adalah seorang nonkonformis dan sangat tertarik pada paranormal serta spiritualisme. Ia adalah seorang kritikus terhadap Darwinisme murni dan materialisme, yang ia anggap gagal menjelaskan sepenuhnya kompleksitas kehidupan. Broom adalah penganut kuat evolusi spiritual. Dalam bukunya yang berjudul The Coming of Man: Was it Accident or Design? (1933), ia berpendapat bahwa "agen-agen spiritual" telah membimbing evolusi. Ia meyakini bahwa hewan dan tumbuhan terlalu kompleks untuk muncul secara kebetulan semata. Menurut Broom, setidaknya ada dua jenis kekuatan spiritual yang berbeda, dan individu yang memiliki kemampuan psikis mampu melihatnya.
4.2. Pandangan tentang Evolusi
Broom mengkritik Darwinisme karena menurutnya, teori tersebut tidak memberikan tujuan atau rancangan dalam proses evolusi. Ia berargumen bahwa ada rencana dan tujuan dalam evolusi, dan bahwa asal-usul Homo sapiens adalah tujuan akhir di balik seluruh proses evolusi. Ia pernah menyatakan, "Sebagian besar evolusi tampak seolah-olah telah direncanakan untuk menghasilkan manusia, dan hewan serta tumbuhan lainnya untuk menjadikan dunia tempat yang cocok bagi manusia untuk tinggal." Bahkan, setelah penemuan tengkorak Mrs. Ples yang terkenal, ketika ditanya apakah ia melakukan penggalian secara acak, Broom dilaporkan menjawab bahwa roh-lah yang memberitahunya di mana ia harus menemukan penemuannya.
5. Penelitian Khoisan
Broom memiliki minat yang signifikan terhadap masyarakat Khoisan di Afrika Selatan, namun penelitiannya dalam bidang ini sangat kontroversial dan menuai kritik tajam di kemudian hari. Minatnya ini mencakup pengumpulan sisa-sisa tubuh mereka, baik dari individu yang baru meninggal maupun dengan menggali kuburan tua.
Pada tahun 1897, tak lama setelah ia pindah ke Afrika Selatan, Broom mulai mengumpulkan sisa-sisa manusia modern. Pada tahun yang sama, ia mengumpulkan sisa-sisa tiga orang "Hottentot" lanjut usia yang meninggal di sekitar Port Nolloth akibat kekeringan di wilayah tersebut. Broom secara terbuka menyatakan bahwa ia "memotong kepala mereka dan merebusnya dalam kaleng parafin di atas kompor dapur". Tengkorak-tengkorak ini kemudian dikirim ke fakultas kedokteran Universitas Edinburgh, bersama dengan janin berusia 7 bulan yang otaknya telah ia pisahkan dan awetkan.
Broom juga memperoleh sisa-sisa tahanan yang telah meninggal. Ia pernah mengatakan: "Jika seorang tahanan meninggal dan Anda menginginkan kerangkanya, mungkin ada dua atau tiga peraturan yang menghalangi, tetapi seorang yang antusias tidak akan mengkhawatirkan peraturan semacam itu." Ia bahkan mengaku telah mengubur beberapa mayat di kebunnya, membiarkannya membusuk sebelum kemudian mengambil tulangnya. Ini termasuk sisa-sisa dua pria yang dipenjara di penjara Douglas: Andreas Links, seorang pria !Ora berusia 18 tahun (dikatalogkan sebagai MMK 264), serta seorang "Bushman" berusia 18 tahun yang tidak disebutkan namanya dari Langeberg (dikatalogkan sebagai MMK 283), yang difoto saat masih hidup atas permintaan Broom, meskipun ini melanggar kebijakan. Kerangka kedua pria tersebut ditambahkan ke koleksi McGregor Museum pada tahun 1921.
Pada tahun 1907, Broom menggambarkan masyarakat Khoisan sebagai "ras yang merosot" dan "terdegradasi", berspekulasi bahwa mereka adalah keturunan dari "ras yang membangun Piramida" dan "Mongoloid", tetapi telah "merosot" karena iklim panas Afrika Selatan. Dalam karya-karya selanjutnya, ia membagi masyarakat Khoisan menjadi tiga ras-Bushmen, Hottentot, dan Korana-berdasarkan perbedaan tipologi yang ia anggap ada, dengan kerangka Links menjadi spesimen tipe untuk ras Korana. Antropolog kontemporer lainnya mempertanyakan skema klasifikasi ini, terutama ras Korana, dan Broom kemudian mengakui bahwa ia "menciptakan Korana".
Saat ini, semua skema klasifikasi rasial tipologis semacam itu telah didiskreditkan karena didasarkan pada kriteria yang tidak jelas, yang pada akhirnya menghasilkan kategorisasi kaku yang sewenang-wenang. Ahli anatomi Goran Štrkalj menulis bahwa: "Jelas bahwa karya antropologi Broom... dipengaruhi oleh stereotip rasis dan prasangka pada zamannya."
6. Penghargaan dan Pengakuan
Robert Broom menerima banyak penghargaan dan pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa dalam paleontologi dan paleoantropologi.
6.1. Keanggotaan
Ia diakui oleh lembaga-lembaga ilmiah terkemuka di dunia. Pada tahun 1920, ia terpilih sebagai Fellow of the Royal Society (FRS), sebuah kehormatan prestisius yang diberikan kepada ilmuwan terkemuka. Ia juga merupakan Fellow of the Royal Society of Edinburgh (FRSE).
6.2. Medali Ilmiah Utama
Broom dianugerahi beberapa medali ilmiah penting sebagai pengakuan atas penelitian dan penemuannya:
- Medali Croonian (1913)
- Medali Royal (1928)
- Medali Daniel Giraud Elliot dari National Academy of Sciences (1946), atas karyanya The South Africa Fossil Ape-Men, The Australopithecinae, di mana ia mengusulkan subfamili Australopithecinae.
- Medali Wollaston (1949)
7. Publikasi
Robert Broom menulis ratusan artikel yang berkontribusi pada jurnal-jurnal ilmiah serta beberapa buku penting yang membentuk warisan ilmiahnya.
Beberapa artikel jurnalnya yang paling penting meliputi:
- "Fossil Reptiles of South Africa" dalam Science in South Africa (1905)
- "Reptiles of Karroo Formation" dalam Geology of Cape Colony (1909)
- "Development and Morphology of the Marsupial Shoulder Girdle" dalam Transactions of the Royal Society of Edinburgh (1899)
- "Comparison of Permian Reptiles of North America with Those of South Africa" dalam Bulletin of the American Museum of Natural History (1910)
- "Structure of Skull in Cynodont Reptiles" dalam Proceedings of the Zoölogical Society (1911)
- The South Africa Fossil Ape-Men, The Australopithecinae (1946)
Buku-buku utamanya meliputi:
- The origin of the human skeleton: an introduction to human osteology (1930)
- The mammal-like reptiles of South Africa and the origin of mammals (1932)
- The coming of man: was it accident or design? (1933)
- The South African fossil ape-man: the Australopithecinae (1946)
- Sterkfontein ape-man Plesianthropus (1949)
- Finding the missing link (1950)
8. Kehidupan Pribadi
Pada tahun 1893, Robert Broom menikah dengan Mary Baird Baillie, kekasih masa kecilnya. Broom dikenal sebagai sosok yang eksentrik. Ia dilaporkan sering muncul di lokasi penggalian fosil dengan mengenakan setelan jas lengkap, sebuah pemandangan yang tidak biasa di tengah lingkungan kerja yang kotor dan menantang. Meskipun demikian, dedikasi dan semangatnya dalam penelitian, terutama saat ia memulai penelitian Australopithecus pada usia 70 tahun dan membuat penemuan-penemuan besar, sangat dihargai dan dikagumi oleh rekan-rekannya.
9. Kematian
Robert Broom meninggal dunia pada 6 April 1951 di Pretoria, Afrika Selatan. Tak lama sebelum kematiannya, ia menyelesaikan sebuah monograf tentang Australopithecine. Setelah menyelesaikannya, ia dilaporkan berkata kepada keponakannya: "Sekarang itu sudah selesai... dan begitu juga saya." Kutipan terakhirnya ini mencerminkan dedikasinya yang tak tergoyahkan terhadap ilmu pengetahuan hingga akhir hayatnya.
10. Warisan

Warisan ilmiah Robert Broom tetap dikenang dan diabadikan dalam berbagai cara. Beberapa spesies organisme telah dinamai untuk menghormati kontribusinya. Ini termasuk spesies ular buta Australia, Anilios broomi; reptil archosauromorf Trias, Prolacerta broomi; amfibi rhinesuchid, Broomistega; dicynodont Permian, Robertia broomiana; millerettid, Broomia; dan spesies tanaman lidah buaya, Aloe broomii. Penamaan ini menunjukkan dampak abadi karyanya di bidang paleontologi dan biologi.