1. Kehidupan
Rokkaku Yoshiharu lahir pada tahun 1545 sebagai putra sulung dari Rokkaku Yoshikata. Kehidupannya ditandai oleh gejolak internal dalam klan dan konflik eksternal yang signifikan, terutama dengan Oda Nobunaga, yang pada akhirnya menyebabkan kemunduran dan hilangnya kemerdekaan klan Rokkaku.
1.1. Kelahiran dan Masa Kecil
Rokkaku Yoshiharu lahir pada tahun 1545. Ia adalah putra sulung dari Rokkaku Yoshikata, yang kemudian dikenal sebagai Jōtei setelah pensiun. Ibunya adalah putri dari Hatakeyama Yoshifusa, seorang daimyo Sengoku dari Provinsi Noto. Awalnya, ayah Yoshiharu, Yoshikata, menikahi kakak perempuan ibunya sebagai istri sahnya, tetapi ia meninggal muda. Kemudian, Yoshikata menikahi adik perempuannya, yang menjadi ibu kandung Yoshiharu. Namun, ibu Yoshiharu meninggal pada tahun 1547 ketika Yoshiharu masih sangat muda.
1.2. Pendidikan dan Aktivitas Awal
Nama awal Yoshiharu adalah Yoshisuke (義弼YoshisukeBahasa Jepang). Ia menerima karakter "Yoshi" (義) dari Ashikaga Yoshiteru, Shogun ke-13 Keshogunan Muromachi, yang menunjukkan koneksi dan pengakuan dari otoritas pusat pada masanya.
Pada tahun 1560, terjadi konflik signifikan antara Yoshiharu dan ayahnya, Yoshikata. Yoshiharu berusaha untuk memajukan perjodohan dengan Klan Saito dari Provinsi Mino untuk menghadapi Klan Azai yang telah memisahkan diri. Namun, tindakan ini menimbulkan kemarahan ayahnya, yang menyebabkan teguran keras terhadap lima retainer penting klan yang dikenal sebagai "Penatua" atau "Sesepuh" (termasuk Hirai Sadatake, Gamō Sadahide, Gotō Katatoyo, Fuse Kimio, dan Koma Sadame). Yoshiharu sendiri terpaksa mengasingkan diri sementara ke Gunung Iitaka. Peristiwa ini menyoroti ketegangan kekuasaan antara ayah dan anak dalam klan. Pada tahun 1561, Yoshiharu berpartisipasi dalam kampanye militer bersama Hatakeyama Takamasa dari Provinsi Kawachi untuk menyerang Klan Miyoshi. Ia dan adiknya, Rokkaku Yoshisada, memimpin pasukan ke Kyoto di bawah komando ayahnya.
1.3. Pewarisan Jabatan dan Pengaruh Ayah
Pada tahun 1557, ayah Yoshiharu, Yoshikata, secara resmi pensiun dan mengambil nama Jōtei (承禎), menyerahkan jabatan kepala keluarga kepada Yoshiharu. Sejak tahun 1562, Yoshiharu juga mulai mengambil tanggung jawab administrasi di domain Namazue milik ayahnya di Provinsi Omi. Namun, kekuasaan efektif dan kendali atas klan tetap berada di tangan ayahnya. Dinamika kekuasaan ini menciptakan situasi politik yang kompleks di awal kepemimpinan Yoshiharu, di mana ia harus menavigasi antara otoritas nominalnya sebagai kepala keluarga dan pengaruh kuat ayahnya yang masih aktif.
2. Aktivitas Utama dan Pencapaian
Masa kepemimpinan Rokkaku Yoshiharu ditandai oleh serangkaian peristiwa penting yang membentuk nasib klan Rokkaku di tengah gejolak periode Sengoku.
2.1. Insiden Kannonji dan Krisis Klan
Pada tahun 1563, terjadi peristiwa krusial yang dikenal sebagai Insiden Kannonji. Yoshiharu, di dalam Kastil Kannonji, membunuh Gotō Katatoyo dan putranya, Iki no Kami, yang merupakan retainer senior yang sangat dihormati dalam Klan Rokkaku. Pembunuhan ini memicu gejolak besar di dalam klan, menyebabkan banyak retainer merasa tidak puas dan bahkan beberapa di antaranya membelot ke Azai Nagamasa, musuh bebuyutan klan Rokkaku.
Akibat insiden ini, Yoshiharu dan ayahnya, Yoshikata, sempat diusir dari Kastil Kannonji oleh para retainer yang memberontak. Namun, berkat upaya gigih dari retainer setia seperti Gamō Sadahide dan putranya, Gamō Katahide, mereka berhasil kembali ke kastil. Insiden Kannonji secara signifikan melemahkan basis kekuasaan klan Rokkaku dan merupakan simbol dari goyahnya otoritas daimyo klan. Sebuah catatan sejarah, Ashikaga Kiseiki, bahkan menyebut peristiwa ini sebagai "awal kehancuran keluarga Sasaki," nama lain dari klan Rokkaku. Sebuah teori modern menyatakan bahwa Yoshiharu dan retainer terdekatnya mungkin mencoba menyingkirkan pengaruh Yoshikata yang kuat dengan menyingkirkan keluarga Gotō yang sangat dipercayai oleh Yoshikata, namun rencana ini justru menjadi bumerang. Sekitar waktu ini, Yoshiharu mengubah namanya dari Yoshisuke menjadi Yoshiharu.
2.2. Hubungan dengan Shogun Ashikaga Yoshiaki
Pada tahun 1565, Insiden Eiroku terjadi di Kyoto, di mana Shogun Ashikaga Yoshiteru dibunuh oleh Miyoshi Sanninshu dan Matsunaga Hisahide. Adik Yoshiteru, Ichijōin Kakukei (kemudian Ashikaga Yoshiaki), melarikan diri dan mencari perlindungan pada Yoshiharu di Provinsi Omi. Yoshiharu awalnya memberikan perlindungan kepadanya. Namun, ketika Miyoshi Sanninshu menawarkan berbagai kondisi, termasuk posisi Kanrei, kepada Yoshiharu, ia mulai menjauhkan diri dari Yoshiaki. Akibatnya, Yoshiaki meninggalkan Provinsi Omi dan melanjutkan pelariannya. Keputusan Yoshiharu untuk menjauhkan diri dari Yoshiaki ini memiliki konsekuensi politik yang signifikan, karena ia kehilangan kesempatan untuk bersekutu dengan Shogun yang sah dan berpotensi mendapatkan dukungan dari kekuatan lain yang pro-Shogun.
2.3. Pemberlakuan Rokkaku Shikimoku dan Masalah Suksesi
Pada tanggal 28 April 1567, Yoshiharu terpaksa menandatangani Rokkaku Shikimoku, sebuah bunkokuhō (hukum domain) yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan daimyo dan mengatur perilaku retainer serta pemerintahan wilayah. Pemberlakuan hukum ini mencerminkan upaya untuk menata hukum dan ketertiban di wilayah kekuasaan klan, namun fakta bahwa Yoshiharu "dipaksa" untuk menandatanganinya menunjukkan adanya tekanan dari retainer senior atau bahkan ayahnya, yang ingin membatasi kekuasaan absolut kepala keluarga.
Menurut pandangan tradisional, Yoshiharu juga dipaksa untuk menyerahkan jabatan kepala keluarga kepada adiknya, Rokkaku Yoshisada, meskipun ada juga teori yang membantah hal ini. Peristiwa ini menunjukkan adanya kontroversi dan masalah suksesi yang signifikan pada masa itu, yang semakin memperkeruh situasi internal klan Rokkaku. Rokkaku Shikimoku adalah salah satu dari sedikit contoh kode hukum yang dibuat oleh daimyo yang masih bertahan hingga saat ini, memberikan wawasan tentang perkembangan hukum di periode Sengoku.
2.4. Konfrontasi dengan Oda Nobunaga dan Perlawanan
Pada tahun 1568, Oda Nobunaga memulai kampanyenya untuk berbaris ke Kyoto dengan mendukung Ashikaga Yoshiaki. Nobunaga meminta Klan Rokkaku untuk bergabung dengan pasukannya, namun Yoshiharu dan ayahnya menolak. Penolakan ini memicu invasi Nobunaga ke wilayah Rokkaku.
Klan Rokkaku, dengan bantuan dari pasukan Miyoshi Sanninshu di bawah Iwanari Tomomichi, melakukan perlawanan sengit. Namun, setelah Kastil Mitsukuri (yang berada di seberang Kastil Kannonji) jatuh, Yoshiharu dan ayahnya terpaksa meninggalkan Kastil Kannonji dalam Pertempuran Kastil Kannonji. Yoshikata mundur ke Kastil Ishibe di Distrik Kōka, sementara Yoshiharu mundur ke Kastil Namazue di Distrik Echi.
Setelah itu, Rokkaku bersekutu dengan Azai Nagamasa dan Asakura Yoshikage, terus-menerus menyulitkan Nobunaga. Pada tahun 1570, Yoshiharu berpartisipasi dalam Pengepungan Chōkō-ji, yang berakhir dengan kegagalan. Pada tahun 1572, Kastil Namazue dikepung dan dikalahkan oleh pasukan Oda Nobunaga yang dipimpin oleh Shibata Katsuie.
Meskipun ada upaya perlawanan, serangkaian kekalahan pada akhir tahun 1560-an dan awal 1570-an menandai berakhirnya kemerdekaan Klan Rokkaku. Nobunaga meminta intervensi kekaisaran, yang menghasilkan perjanjian damai antara Nobunaga dan aliansi Rokkaku-Azai-Asakura. Namun, Nobunaga secara sepihak melanggar perjanjian tersebut setelah mengkonsolidasikan kekuatannya. Pada tahun 1573, setelah Klan Asakura dan Klan Azai dihancurkan, Yoshiharu akhirnya berdamai dengan Nobunaga dan mundur dari Kastil Namazue.
Meskipun demikian, ayahnya, Yoshikata, terus melanjutkan perlawanan dari Kastil Ishibe, bahkan membantu Ashikaga Yoshiaki dalam membentuk Jaringan Pengepungan Nobunaga yang baru. Namun, pada April 1574, Kastil Ishibe jatuh, dan Yoshikata melarikan diri ke Shigaraki. Sekitar waktu ini, Yoshiharu dikenal dengan nama "Sasaki" atau "Sasaki Jirō". Ada juga spekulasi bahwa Yoshiharu adalah orang yang sama dengan "Sasaki Yoshitaka" yang melakukan negosiasi diplomatik dengan Mōri Terumoto dan retainer-nya di bawah Ashikaga Yoshiaki yang diasingkan, dan kemungkinan besar menemaninya hingga Yoshiaki kembali ke Kyoto.
2.5. Aktivitas di Bawah Rezim Toyotomi
Setelah kematian Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi mengambil alih kekuasaan. Yoshiharu kemudian menjabat di bawah rezim Klan Toyotomi. Ia tercatat hadir sebagai instruktur memanah untuk acara Inu-ōmono (perburuan anjing dengan panah) yang diselenggarakan oleh Kanpaku Toyotomi Hidetsugu.
Ia juga menjabat sebagai otogishu (anggota dewan penasihat) bagi Toyotomi Hideyoshi, bersama dengan tokoh-tokoh penting lainnya seperti Ashikaga Yoshiaki dan Shiba Yoshikane. Setelah kematian Hideyoshi, Yoshiharu menjadi guru memanah bagi putra dan penerus Hideyoshi, Toyotomi Hideyori. Pada masa-masa akhir hidupnya, ia tampaknya telah menjadi seorang biksu.
3. Pemikiran dan Ideologi Pemerintahan
Pemikiran dan ideologi pemerintahan Rokkaku Yoshiharu, meskipun tidak didokumentasikan secara ekstensif sebagai filosofi yang terpisah, dapat dilihat melalui tindakannya dan terutama melalui pemberlakuan Rokkaku Shikimoku pada tahun 1567. Hukum domain ini, yang merupakan salah satu dari sedikit contoh bunkokuhō yang masih ada dari periode Sengoku, mencerminkan upaya untuk menetapkan kerangka hukum dan ketertiban di wilayah kekuasaan klan Rokkaku.
Rokkaku Shikimoku bertujuan untuk mengatur perilaku retainer, menyelesaikan perselisihan internal, dan menetapkan standar administrasi. Namun, fakta bahwa Yoshiharu "dipaksa" untuk menandatanganinya menunjukkan bahwa hukum ini mungkin juga merupakan hasil dari negosiasi dan tekanan dari retainer senior yang ingin membatasi kekuasaan absolut daimyo. Ini mengindikasikan bahwa ideologi pemerintahan Yoshiharu mungkin lebih bersifat pragmatis, beradaptasi dengan dinamika kekuasaan internal dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas di tengah gejolak. Ia tampaknya berusaha mempertahankan kontrol dan ketertiban, meskipun otoritasnya sering kali ditantang oleh faksi-faksi dalam klan dan pengaruh kuat ayahnya.
4. Kehidupan Pribadi dan Masa Tua
Selain aktivitas militernya, beberapa aspek kehidupan pribadi Rokkaku Yoshiharu juga diketahui. Ia memiliki keluarga, meskipun detail spesifik mengenai pernikahan dan anak-anaknya tidak banyak tercatat.
Pada masa tuanya, setelah karier militernya berakhir dan Klan Rokkaku kehilangan kemerdekaannya, Yoshiharu tampaknya telah menjalani kehidupan yang lebih tenang. Ia menjadi seorang biksu, sebuah praktik umum bagi samurai yang pensiun atau menghadapi kekalahan pada masa itu. Meskipun telah menjadi biksu, ia tetap memiliki koneksi dengan tokoh-tokoh penting pada masanya, seperti yang terlihat dari perannya sebagai instruktur memanah dan otogishu bagi Klan Toyotomi.
5. Kematian
Rokkaku Yoshiharu meninggal pada tanggal 22 bulan ke-10 tahun 1612 di Kamo. Ia meninggal pada usia 68 tahun. Tempat pemakamannya, bersama dengan ayahnya, Rokkaku Yoshikata (Jōtei), berada di Kuil Ikkyu (Shuon-an) yang terletak di Kyotanabe, Prefektur Kyoto.
6. Evaluasi dan Dampak
Evaluasi historis terhadap Rokkaku Yoshiharu menunjukkan seorang pemimpin yang berjuang keras untuk mempertahankan klan dan wilayahnya di tengah periode yang sangat bergejolak. Dampak aktivitasnya terhadap generasi mendatang dan tatanan politik pada masanya sangat signifikan, terutama dalam konteks kemunduran Klan Rokkaku.
6.1. Evaluasi oleh Generasi Berikutnya
Meskipun Klan Rokkaku akhirnya kehilangan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan Yoshiharu, ia tetap dikenang karena beberapa kontribusinya. Salah satu pencapaian penting yang sering disebutkan adalah pemberlakuan Rokkaku Shikimoku pada tahun 1567. Kode hukum ini adalah salah satu dari sedikit contoh bunkokuhō yang dibuat oleh daimyo yang masih bertahan, dan studi terhadapnya memberikan wawasan berharga tentang perkembangan hukum dan administrasi di periode Sengoku.
Setelah kekalahan klan, keturunan Yoshiharu kemudian melayani Tokugawa Ieyasu dan pada Periode Edo, mereka termasuk dalam jajaran kōke, sebuah kelas bangsawan istana yang memiliki posisi kehormatan tinggi, menunjukkan bahwa garis keturunannya tetap diakui dan memiliki status tertentu meskipun kehilangan kekuasaan daimyo mereka.
6.2. Kritik dan Kontroversi
Kepemimpinan Rokkaku Yoshiharu tidak lepas dari kritik dan kontroversi. Salah satu peristiwa paling signifikan yang menjadi sorotan adalah Insiden Kannonji pada tahun 1563, di mana ia membunuh retainer senior Gotō Katatoyo dan putranya. Insiden ini secara luas dianggap sebagai titik balik yang menyebabkan gejolak internal parah dan melemahnya basis kekuasaan klan Rokkaku, bahkan disebut sebagai "awal kehancuran keluarga Sasaki". Peristiwa ini menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengelola hubungan dengan retainer-nya dan menjaga stabilitas internal.
Masalah suksesi dan dinamika kekuasaan dengan ayahnya, Rokkaku Yoshikata, juga menjadi sumber kontroversi. Fakta bahwa ia dipaksa untuk menandatangani Rokkaku Shikimoku dan, menurut beberapa pandangan, dipaksa menyerahkan jabatan kepala keluarga kepada adiknya, Rokkaku Yoshisada, menyoroti kurangnya otoritas absolutnya sebagai daimyo.
Konfrontasinya dengan Oda Nobunaga pada tahun 1568 dan penolakannya untuk tunduk pada Nobunaga, meskipun menunjukkan keberanian, pada akhirnya menyebabkan serangkaian kekalahan militer dan hilangnya wilayah. Kekalahan-kekalahan ini, termasuk jatuhnya Kastil Kannonji dan Kastil Namazue, secara efektif mengakhiri kemerdekaan Klan Rokkaku dan mengarah pada penyerahan mereka sebagai vassal Nobunaga. Meskipun ia berusaha melawan melalui aliansi dengan kekuatan lain seperti Klan Azai dan Klan Asakura, upaya ini tidak cukup untuk menghentikan ekspansi Nobunaga yang tak terhindarkan. Secara keseluruhan, masa kepemimpinan Yoshiharu sering kali dilihat sebagai periode kemunduran yang signifikan bagi Klan Rokkaku, yang berpuncak pada hilangnya status mereka sebagai daimyo yang independen.