1. Tinjauan Umum
Kawaji Ryūkō (川路 柳虹Kawaji RyūkōBahasa Jepang, 9 Juli 1888 - 17 April 1959), nama asli Kawaki Makoto, adalah seorang penyair dan kritikus sastra Jepang yang aktif selama periode Shōwa. Ia dikenal sebagai salah satu pelopor utama puisi bebas kolokial di Jepang, memecahkan bentuk-bentuk puisi tradisional dan merintis jalan bagi ekspresi sastra modern. Kontribusinya yang inovatif tidak hanya terbatas pada puisi, melainkan juga meluas ke bidang kritik sastra dan seni, di mana ia memperkenalkan gagasan-gagasan baru dan menerjemahkan karya-karya penting dari Eropa. Peran Ryuko Kawaji sangat signifikan dalam membawa perubahan progresif pada sastra Jepang kontemporer, menjadikannya tokoh kunci dalam sejarah puisi modern Jepang.

2. Biografi
Ryuko Kawaji memiliki latar belakang keluarga yang terkemuka dan menunjukkan minat pada seni sejak usia muda, yang kemudian membawanya menempuh pendidikan seni dan memulai kariernya di dunia sastra sebagai penulis puisi.
2.1. Kelahiran dan Kehidupan Awal
Ryuko Kawaji, lahir dengan nama asli Kawaki Makoto, dilahirkan pada 9 Juli 1888 di Mita, Distrik Shiba, Tokyo. Ia berasal dari keluarga dengan silsilah terkemuka; kakek buyutnya adalah Kawaji Toshiakira, seorang hatamoto pada akhir periode periode Bakumatsu dan pejabat urusan luar negeri, sementara ayahnya bernama Kawaji Kando, dan ibunya bernama Hanako, putri kelima dari Asano Nagasane. Kakek dari pihak ibunya adalah Iwakura Takaki. Meskipun lahir di Tokyo, masa kecil Ryuko Kawaji dihabiskan di Fukuyama, Prefektur Hiroshima, dan Sumoto, Pulau Awaji, Prefektur Hyōgo. Sejak masa sekolah menengah di Sekolah Menengah Sumoto, ia telah menunjukkan minat yang kuat pada sastra dan mulai mengirimkan karyanya ke majalah-majalah seperti Chugaku Sekai, Hagaki Bungaku, dan Shōkokumin.
2.2. Pendidikan dan Kecenderungan Artistik
Pada tahun 1903, Ryuko Kawaji memutuskan untuk meninggalkan sekolah menengah dan mendaftar di Sekolah Seni dan Kerajinan Kyoto. Setelah lulus pada tahun 1906, ia melanjutkan pendidikannya di Kansai Art Institute pada malam hari, di mana ia belajar lukisan minyak di bawah bimbingan Asai Chū, seorang pelukis terkemuka. Meskipun awalnya memiliki kecenderungan kuat pada seni lukis, ia secara bersamaan juga aktif menulis dan banyak karyanya dimuat di majalah sastra seperti Bunko dan Shinsei. Pada tahun 1908, ia masuk ke Sekolah Seni Tokyo di jurusan lukisan Jepang, lulus pada tahun 1914.
2.3. Aktivitas Sastra Awal
Ryuko Kawaji mulai menulis puisi bebas kolokial pada tahun 1906. Selama di Kyoto, ia berkenalan dengan Sawamura Koi, seorang rekan dari perkumpulan Bunko yang dipimpin oleh Kawai Suimei. Atas dorongan Sawamura, ia mengirimkan puisi bebas kolokialnya yang berjudul "Chiridame" (塵溜ChiridameBahasa Jepang) kepada Kawai Suimei. Pada tahun 1907, ketika Kawai Suimei mendirikan perkumpulan puisi Shisōsha dan menerbitkan majalah Shijin (詩人ShijinBahasa Jepang), Ryuko Kawaji menjadi anggota bersama dengan penyair lain seperti Arimoto Hōsui. Di majalah Shijin inilah ia menerbitkan "Chiridame", yang dianggap sebagai puisi kolokial pertama di Jepang. Publikasi ini menarik perhatian luas dan menciptakan gelombang besar di kancah puisi Jepang. Pada tahun 1910, ia menerbitkan kumpulan puisi pertamanya yang berjudul Robo no Hana (路傍の花Robo no HanaBahasa Jepang, "Bunga di Tepi Jalan"). Kumpulan puisi ini sangat signifikan karena menjadi kumpulan puisi pertama yang seluruhnya memuat puisi bebas kolokial, mematahkan bentuk puisi tradisional seperti tujuh-lima suku kata dan menciptakan puisi baru yang selaras dengan bahasa sehari-hari (言文一致genbun itchiBahasa Jepang). Ini dianggap sebagai realisasi revolusi naturalistik dalam puisi.
3. Aktivitas dan Pencapaian Utama
Ryuko Kawaji membuat kontribusi yang signifikan dalam memodernisasi sastra Jepang, terutama melalui perintisan puisi bebas dan perannya sebagai kritikus seni yang berpengaruh.
3.1. Perintisan Puisi Bebas
Ryuko Kawaji memainkan peran sentral dalam perintisan dan pengembangan puisi bebas kolokial di Jepang. Melalui karya-karyanya seperti "Chiridame" dan kumpulan puisi Robo no Hana, ia secara radikal memecahkan bentuk-bentuk puisi tradisional Jepang yang terikat pada pola tujuh-lima suku kata. Ia mengadvokasi penggunaan bahasa sehari-hari (言文一致genbun itchiBahasa Jepang) dalam puisi, yang pada masanya merupakan langkah revolusioner. Inovasi ini secara luas diakui telah merealisasikan "revolusi naturalistik" dalam puisi Jepang, memungkinkan ekspresi yang lebih langsung dan modern.
3.2. Kumpulan Puisi dan Publikasi Kunci
Selama kariernya, Ryuko Kawaji menerbitkan beberapa kumpulan puisi penting yang menandai evolusi gaya dan pengaruhnya. Kumpulan puisi pertamanya, Robo no Hana (路傍の花Robo no HanaBahasa Jepang, "Bunga di Tepi Jalan"), yang terbit pada tahun 1910, menjadi tonggak sejarah sebagai kumpulan puisi bebas kolokial pertama di Jepang. Pada tahun 1914, ia menerbitkan kumpulan puisi keduanya, Kanata no Sora (かなたの空Kanata no SoraBahasa Jepang, "Langit di Sana"), yang menunjukkan pengaruh teknik simbolisme. Setelah itu, ia terus menghasilkan karya-karya penting seperti Shōri (勝利ShōriBahasa Jepang, "Kemenangan") pada tahun 1918, Akebono no Koe (曙の声Akebono no KoeBahasa Jepang, "Suara Fajar") pada tahun 1921, dan Ayumu Hito (歩む人Ayumu HitoBahasa Jepang, "Orang yang Berjalan") pada tahun 1922. Kumpulan puisinya yang berjudul Nami (波NamiBahasa Jepang, "Ombak") kemudian memberinya Penghargaan Akademi Seni Jepang. Setelah kematiannya, kumpulan puisi anumerta berjudul Ishi (石IshiBahasa Jepang, "Batu") diterbitkan.
3.3. Perkumpulan Puisi dan Pengaruh Sastra
Ryuko Kawaji adalah sosok yang aktif dalam komunitas sastra dan turut mendirikan serta berpartisipasi dalam berbagai perkumpulan puisi. Ia merupakan anggota perkumpulan puisi Shisōsha (詩草社ShisōshaBahasa Jepang) yang dipimpin oleh Kawai Suimei dan juga menjadi anggota aktif majalah puisi Mirai (未来MiraiBahasa Jepang) yang berpusat pada Miki Rofū. Pada November 1916, ia mendirikan Shokōshisha (曙光詩社ShokōshishaBahasa Jepang), dan pada tahun 1918, ia meluncurkan majalah-majalah seperti Bansō (伴奏BansōBahasa Jepang) dan Gendai Shika (現代詩歌Gendai ShikaBahasa Jepang). Kemudian, pada tahun 1921, ia juga mendirikan majalah Kyoka (炬火KyokaBahasa Jepang). Melalui perkumpulan dan majalah-majalah ini, ia berhasil membina dan memperkenalkan bakat-bakat baru dalam dunia puisi Jepang, termasuk penyair-penyair terkemuka seperti Murano Shiro, Hagiwara Kyōjirō, dan Hirato Renkichi, memberikan dampak yang signifikan pada kancah puisi Jepang modern.
3.4. Kritik Sastra dan Terjemahan
Selain sebagai penyair, Ryuko Kawaji juga dikenal sebagai kritikus sastra yang produktif. Ia banyak menulis esai dan kritik tentang puisi, serta berperan dalam memperkenalkan puisi Perancis ke pembaca Jepang. Salah satu kontribusinya yang penting adalah penerjemahan dan pemilihan puisi-puisi dari penyair simbolis Prancis, Paul Verlaine. Ia juga menjadi anggota Asosiasi Penulis Jepang pada tahun 1926 dan turut menulis Histoire de la Littérature Japonaise ("Sejarah Sastra Jepang") bersama K. Matsuo dan Alfred Smoular, yang diterbitkan di Paris pada tahun 1935.
3.5. Kritik dan Riset Seni
Minat Ryuko Kawaji tidak hanya terbatas pada sastra; ia juga dikenal sebagai kritikus seni yang ulung. Pada tahun 1927, ia melakukan studi sejarah seni Timur di Universitas Paris. Karyanya dalam kritik seni mencakup buku-buku seperti Gendai Bijutsu no Kanshō (現代美術の鑑賞Gendai Bijutsu no KanshōBahasa Jepang, "Apriasiasi Seni Modern") yang terbit pada tahun 1925, dan Matisse Igo (マチス以後Matisse IgoBahasa Jepang, "Setelah Matisse") yang terbit pada tahun 1930. Ia dikenal dengan kritiknya terhadap seni modern, yang menunjukkan pemahamannya yang mendalam terhadap perkembangan artistik pada masanya.
3.6. Penghargaan dan Pengakuan
Atas kontribusinya yang luar biasa terhadap sastra dan seni, Ryuko Kawaji menerima berbagai penghargaan dan pengakuan. Pada tahun 1952, ia menjadi dosen di Universitas Hosei. Puncak pengakuannya datang pada tahun 1958, ketika ia dianugerahi Penghargaan Akademi Seni Jepang atas kumpulan puisinya yang berjudul Nami (波NamiBahasa Jepang, "Ombak"). Penghargaan ini menegaskan posisinya sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam dunia sastra Jepang.
4. Kehidupan Pribadi
Meskipun sebagian besar dikenal karena kontribusi sastranya, kehidupan pribadi Ryuko Kawaji juga mencakup hubungan keluarga dan perannya sebagai mentor bagi para penulis muda.
4.1. Keluarga dan Hubungan
Ryuko Kawaji memiliki seorang putra bernama Kawaji Akira, yang kemudian dikenal sebagai penari dan instruktur balet, serta menjabat sebagai direktur pelaksana Asosiasi Balet Jepang dan merupakan penulis buku Ballet Nyumon ("Pengantar Balet"). Selain itu, Ryuko Kawaji juga berperan sebagai mentor bagi sejumlah tokoh sastra muda. Salah satunya adalah Yukio Mishima muda, yang pada masa remajanya berguru puisi kepadanya, seperti yang diungkapkan Mishima dalam memoarnya Watashi no Henreki Jidai ("Periode Perjalanan Hidupku"). Istri dari Kawai Suimei, Shimamoto Hisae, juga menulis tentang bagaimana Ryuko Kawaji muda mulai menulis puisi bebas kolokial di Kyoto dan mengirimkannya kepada Kawai Suimei, memberikan gambaran tentang awal perjalanan sastranya.
5. Kematian dan Karya Pasca Kematian
Ryuko Kawaji meninggal dunia pada tahun 1959, namun warisan sastranya terus hidup melalui karya-karya yang diterbitkan setelah kepergiannya.
5.1. Kematian dan Warisan
Ryuko Kawaji meninggal dunia pada 17 April 1959, pada usia 70 tahun. Penyebab kematiannya adalah perdarahan otak yang terjadi di rumahnya di Narihisa, Distrik Suginami, Tokyo. Setelah kepergiannya, ia dianugerahi nama Dharma anumerta Onyōin Metsuyo Chitoku Ryūkō Daikoji (温容院滅与知徳柳虹大居士Onyōin Metsuyo Chitoku Ryūkō DaikojiBahasa Jepang). Makamnya terletak di Tama Reien di Tokyo, pada seksi 10. Sebagai warisan sastranya, kumpulan puisi anumerta berjudul Ishi (石IshiBahasa Jepang, "Batu") diterbitkan setelah kematiannya, menambah daftar panjang kontribusi artistiknya.
6. Evaluasi dan Dampak
Ryuko Kawaji dikenang sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sastra modern Jepang, khususnya dalam perkembangan puisi bebas.
6.1. Kontribusi Positif dan Inovasi
Ryuko Kawaji diakui secara luas sebagai salah satu pelopor terbesar puisi Jepang modern. Perannya dalam memperkenalkan dan mempopulerkan puisi bebas kolokial, serta memecahkan pola-pola tradisional yang kaku, adalah kontribusi revolusioner yang membuka jalan bagi ekspresi puitis yang lebih luas dan relevan dengan bahasa sehari-hari. Inovasi ini tidak hanya mengubah bentuk puisi tetapi juga memengaruhi cara penyair Jepang memandang dan menulis karya mereka. Selain itu, kontribusinya sebagai kritikus sastra dan seni, termasuk pengenalan puisi Prancis dan risetnya tentang seni Timur, menunjukkan cakupan minat dan pengaruhnya yang luas. Ia tidak hanya seorang seniman, tetapi juga seorang intelektual yang berusaha memajukan seni dan sastra di Jepang melalui inovasi dan pemikiran kritis.
6.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun diakui sebagai pelopor, Ryuko Kawaji juga menghadapi berbagai reaksi terhadap inovasi sastranya. Puisi bebas kolokialnya, terutama "Chiridame" dan kumpulan puisi Robo no Hana, menciptakan "gelombang besar" dan diskusi sengit di kalangan penyair dan kritikus sastra Jepang pada masanya, karena melanggar konvensi yang sudah mapan. Setelah kumpulan puisi Ayumu Hito pada tahun 1922, gaya Ryuko Kawaji berevolusi, melepaskan sebagian besar lirisme awal dan mengadopsi karakteristik yang lebih bersifat intelektual dan objektivitas, sebuah pergeseran yang diamati dalam karyanya. Namun, tidak ada kontroversi besar yang secara eksplisit dicatat dalam sumber mengenai kehidupan pribadinya atau pandangan politiknya yang memicu perdebatan negatif luas. Penilaian kritis terhadap karyanya umumnya berpusat pada evolusi gaya dan dampak inovatifnya, bukan pada skandal atau perdebatan personal.
6.3. Pengaruh pada Generasi Mendatang
Dampak Ryuko Kawaji terhadap generasi penyair dan penulis selanjutnya sangat besar. Ia tidak hanya membuka jalan bagi puisi bebas, tetapi juga secara langsung membimbing dan menginspirasi banyak seniman muda. Melalui majalah-majalah puisi yang ia dirikan dan pimpin, seperti Bansō dan Gendai Shika, ia menjadi mentor bagi nama-nama besar seperti Murano Shiro, Hagiwara Kyōjirō, dan Hirato Renkichi, yang kemudian menjadi figur penting dalam sastra Jepang. Pengaruhnya juga meluas ke luar lingkaran puisi formal; ia bahkan membimbing Yukio Mishima, salah satu penulis paling terkemuka di Jepang abad ke-20, dalam aspek kepuisan, menunjukkan luasnya warisannya dalam membentuk lanskap sastra Jepang modern.