1. Kehidupan dan Latar Belakang
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Su Zhe lahir pada tanggal 20 Februari 1039 di Meishan, yang saat ini merupakan bagian dari Provinsi Sichuan. Ia adalah putra kedua dari Su Xun dan adik dari Su Shi. Bersama ayah dan kakaknya, mereka dikenal sebagai "Tam Su" (Tiga Su), sebuah julukan yang mencerminkan status mereka sebagai tokoh sastra terkemuka pada masa itu. Nama kehormatannya adalah Ziyou, dan ia juga menggunakan julukan Yingbin Yilao.
1.2. Pendidikan dan Ujian Negara
Su Zhe menerima pendidikan awalnya dari ayahnya, Su Xun, dan juga belajar dari seorang guru bernama Liu Chun (劉純Bahasa Tionghoa) di sebelah barat kota Meishan. Pada usia 18 tahun (tahun 1057), Su Zhe bersama kakaknya, Su Shi, berhasil lulus ujian kenegaraan tingkat tertinggi, yaitu ujian *jinshi*, yang merupakan prasyarat untuk menduduki jabatan tinggi di pemerintahan. Meskipun telah lulus ujian, Su Zhe awalnya menolak untuk menerima jabatan resmi karena ingin merawat ayahnya. Ia baru menerima jabatan sebagai Tuiguan (推官Bahasa Tionghoa) di Daimingfu setelah kakaknya, Su Shi, kembali dari penugasannya di Fengxiangfu.
2. Karier Politik
Su Zhe memulai karier politiknya setelah lulus ujian kenegaraan, namun perjalanannya diwarnai oleh gejolak dan penolakan terhadap kebijakan yang dianggapnya merugikan rakyat.
2.1. Karier Pejabat Awal
Setelah lulus ujian *jinshi* pada tahun 1057, Su Zhe diangkat sebagai Tuiguan Militer di Shangzhou. Pada tahun 1061, ia dan Su Shi kembali lulus ujian *Zheke*, namun Su Zhe memilih untuk tidak segera menerima jabatan demi merawat ayahnya. Kemudian, ia menjabat sebagai Tuiguan di Henan dan kemudian sebagai sekretaris di Qizhou (sekarang Kabupaten Licheng, Provinsi Shandong) pada tahun 1073. Pada tahun 1077, ia diangkat sebagai Zuozuo Lang. Ketika Zhang Fangping menjabat sebagai gubernur di Nanjing, Su Zhe juga dipindahkan ke sana.
2.2. Penolakan Hukum Baru dan Pengasingan
Pada tahun 1070, ketika Wang Anshi diangkat sebagai perdana menteri oleh Kaisar Shenzong dari Song dan memperkenalkan "Hukum Baru" (juga dikenal sebagai "Reformasi Wang Anshi" atau "Hukum Qingmiao"), Su Zhe termasuk di antara banyak pejabat dan cendekiawan yang menentang kebijakan tersebut. Ia mengirim surat kepada kaisar, menyatakan bahwa perubahan undang-undang bukanlah langkah yang bijaksana. Ia juga menulis surat kepada Wang Anshi secara langsung untuk mengkritik hukum-hukum baru tersebut. Meskipun Kaisar Shenzong memanggilnya untuk berdiskusi dan memerintahkannya untuk berpartisipasi dalam reformasi, Su Zhe menemukan banyak hal yang tidak sesuai dan kembali mengirim surat untuk mengkritik Hukum Baru. Wang Anshi sangat marah dan mencoba mendakwanya, namun ia terhindar dari hukuman berkat intervensi Chen Shengzhi, meskipun ia dipindahkan ke Henan sebagai Zhenshou.
Pada tahun 1079, kakaknya, Su Shi, dipenjara dalam "Kasus Puisi Wutai" karena dianggap mengkritik kaisar melalui puisinya. Su Zhe, yang sangat menghormati dan memiliki hubungan baik dengan kakaknya, mencoba menyelamatkan Su Shi dari penjara dengan menawarkan jabatannya sebagai ganti keselamatan kakaknya. Namun, ia juga terlibat dalam kasus tersebut dan diasingkan ke Junzhou (sekarang Kabupaten Gao'an, Provinsi Jiangxi), di mana ia ditugaskan untuk mengawasi pajak garam dan anggur. Setelah itu, ia dipindahkan ke Jixian (sekarang Kabupaten Jixian, Provinsi Anhui) pada tahun 1084. Meskipun tidak lama di sana, ia melakukan banyak hal yang bermanfaat bagi rakyat, sehingga ia sangat dihargai dan dipuji oleh penduduk setempat.
2.3. Kembali dan Karier Politik Akhir
Setelah Kaisar Zhezong dari Song naik takhta pada tahun 1085, faksi Konservatif (yang menentang Hukum Baru Wang Anshi) yang dipimpin oleh Sima Guang kembali berkuasa. Su Zhe dipanggil kembali ke ibu kota dan diangkat sebagai Bì thư sảnh Hiệu thư lang (秘書省校書郎Bahasa Tionghoa). Ia kemudian secara berturut-turut memegang berbagai jabatan tinggi, termasuk Hữu tư giám (右司諫Bahasa Tionghoa), Khởi cư lang (起居郎Bahasa Tionghoa), Trung thư xá nhân (中書舍人Bahasa Tionghoa), Thị lang bộ Hộ (戶部侍郎Bahasa Tionghoa), dan quyền Thượng thư bộ Lại (吏部尚書Bahasa Tionghoa) pada tahun 1089. Pada tahun yang sama, ia bersama Xingbu Shilang Zhao Junxi ditugaskan sebagai duta besar untuk Dinasti Liao (Khitan). Sekembalinya dari misi tersebut, ia menjabat sebagai Ngự sử trung thừa (御史中丞Bahasa Tionghoa) dan kemudian Môn hạ thị lang (門下侍郎Bahasa Tionghoa), yang memberinya kekuasaan eksekutif.
Meskipun sering mengajukan petisi dan berbicara terus terang, pandangannya sering kali tidak sejalan dengan keinginan kaisar. Ketika Kaisar Zhezong mengubah arah pemerintahan dan faksi Hukum Baru kembali berkuasa, Su Zhe kembali mengajukan surat keberatan pada tahun 1094. Akibatnya, ia diturunkan jabatannya dan dipindahkan ke berbagai tempat, termasuk Ruzhou, Yuanzhou, Nanjing, Junzhou, Huazhou, Leizhou, Xunzhou, Yongzhou, dan Yuezhou.
Pada tahun 1100, Kaisar Huizong dari Song naik takhta, dan Su Zhe terus menjalani kehidupan yang berpindah-pindah. Ia kemudian dipulihkan jabatannya sebagai Taizhong Daifu (太中大夫Bahasa Tionghoa), namun ketika Cai Jing menjadi perdana menteri, ia kembali diturunkan menjadi Chaoyi Daifu (朝議大夫Bahasa Tionghoa), sebelum akhirnya dipulihkan kembali ke jabatan lamanya.
2.4. Pensiun dan Tahun-tahun Akhir
Pada usia 62 tahun, karena merasa lelah dengan karier politiknya yang bergejolak, Su Zhe mengajukan petisi untuk pensiun. Ia kemudian pindah ke Xuchang (sekarang di Henan, Tiongkok), juga dikenal sebagai Yingchuan, untuk menghabiskan tahun-tahun terakhirnya. Ia membangun sebuah rumah di Xuzhou dan menamakan dirinya Yingbin Yilao karena tinggal di dekat Sungai Ying. Di sana, ia menjalani kehidupan yang damai, menjauhi hiruk pikuk masyarakat, menghentikan pergaulan, dan menghabiskan waktu dengan membaca serta meneliti karya-karya klasik dan filsafat selama sepuluh tahun hingga ia meninggal dunia.
3. Prestasi Sastra dan Pemikiran
Su Zhe adalah seorang tokoh sastra yang produktif dan pemikir yang mendalam, dengan karya-karyanya yang mencerminkan pandangan politik dan filosofisnya.
3.1. Karakteristik Sastra dan Karya Utama
Karya-karya Su Zhe sangat dipengaruhi oleh kakaknya, Su Shi, yang juga seorang penulis terkenal. Su Zhe dikenal mahir dalam menulis komentar politik dan esai sejarah, khususnya dalam bentuk *Celun* (策論Bahasa Tionghoa), yang memberinya status khusus dalam Dinasti Song. Meskipun dalam beberapa aspek ia dianggap kurang berbakat dibandingkan kakaknya, Su Shi sendiri mengakui bahwa pencapaian Su Zhe dalam esai mencapai tingkat yang luar biasa.
Karya-karya representatifnya meliputi:
- Luan Cheng Ji (欒城集Bahasa Tionghoa)
- On the Six Fallen States (六國論Bahasa Tionghoa): Sebuah esai yang memiliki nama yang sama dengan karya ayahnya, Su Xun.
- About Three Kingdoms (三國論Bahasa Tionghoa): Dalam karyanya ini, ia membandingkan Liu Bei dengan Liu Bang, berpendapat bahwa Liu Bei kurang bijaksana dan berani.
- Xinlun (新論Bahasa Tionghoa): Di dalamnya ia menulis, "Dalam masyarakat saat ini, pemerintahan yang baik belum tentu membawa kedamaian, dan kekacauan belum tentu membawa krisis. Ketika aturan-aturan yang mengatur segala sesuatu diterapkan secara tidak konsisten atau tidak lengkap, meskipun tidak berakhir dengan revolusi, akan ada masalah sosial yang parah."
- Letter to Emperor (上書Bahasa Tionghoa): Dalam surat ini, ia menyatakan bahwa "hal yang paling mendesak saat ini adalah kurangnya uang" (今世之患,莫急于無財Bahasa Tionghoa), menunjukkan keprihatinannya terhadap kemiskinan rakyat.
- Ying Zhao Ji (應詔集Bahasa Tionghoa)
- Shi Ji Zhuan (詩集傳Bahasa Tionghoa)
- Chun Qiu Jie Ji (春秋集解Bahasa Tionghoa)
- Lun Yu Shi Yi (論語拾遺Bahasa Tionghoa)
- Meng Zi Jie (孟子解Bahasa Tionghoa)
- Gu Shi (古史Bahasa Tionghoa)
- Long Chuan Lue Zhi (龍川略志Bahasa Tionghoa)
- Bie Zhi (別志Bahasa Tionghoa)
- Dao De Jing Jie (道德經解Bahasa Tionghoa)
Secara keseluruhan, gaya esai Su Zhe selalu berubah seiring dengan periode kehidupannya yang berbeda, yang dapat dibagi menjadi empat periode. Esai-esainya sebelum berkecimpung dalam politik bersifat tajam, seperti 'On the Six Fallen States', dan gamblang, seperti 'About Three Kingdoms'. Ketika ia menjadi pejabat pemerintah daerah, esainya secara bertahap berubah dari membuat komentar menjadi mengekspresikan emosi, dengan struktur yang kurang diperhatikan. Pada saat itu, emosinya tersembunyi, dan ia dapat menggambarkan pemandangan dan karakter dengan jelas. Ketika ia kembali ke istana, esai Su Zhe berisi saran-saran reformasi politik dan ditulis untuk tujuan praktis. Pada periode terakhir hidupnya, esainya mengikuti gagasan utama dari bacaan dan pengalamannya.
Su Zhe juga unggul dalam bentuk puisi *shi*, *ci*, dan *fu*. Meskipun ia berusaha mengejar kakaknya dalam puisi, hasilnya seringkali kurang memuaskan. Ia juga membuat inovasi signifikan dalam studi 'Kitab Sanjak' melalui buku-bukunya 'Chun Qiu Jie Ji' dan 'Shi Ji Zhuan'. Setelah kematian kakaknya, Su Shi, ia menulis epitaf yang panjang berjudul "亡兄子瞻端明墓誌銘" (Makam Kakakku Zizhan Duanming) untuk menguburkan jenazah kakaknya.
3.2. Pengaruh Ideologis
Karya-karya Su Zhe selalu mencerminkan Konfusianisme, yang menjadi landasan ideologisnya. Ia sangat mengagumi Mencius dan juga belajar dari banyak orang. Seperti ayah dan kakaknya, Su Zhe mampu mengidentifikasi masalah utama dalam masyarakat pada masanya dan berusaha menyelesaikannya berdasarkan pengalaman para pendahulu, yang mencerminkan bahwa Su Zhe adalah seorang penulis yang patriotik.
3.3. Teori Sastra (Teori Qi)
Su Zhe berpendapat bahwa karya-karya sastra berasal dari 'Qi' (氣Bahasa Tionghoa, energi vital atau semangat). Baginya, karya tidak dapat ditulis hanya dengan belajar, tetapi 'Qi' dapat diperoleh melalui pengembangan diri. Ia percaya bahwa 'Qi' adalah kunci untuk menulis karya-karya besar, dan seseorang dapat mendekati 'Qi' tidak hanya melalui pengembangan batin tetapi juga melalui pengalaman sebanyak mungkin.
4. Evaluasi dan Warisan
Su Zhe meninggalkan warisan penting dalam sastra dan politik Tiongkok, dengan statusnya yang diakui secara historis dan pengaruhnya yang berlanjut.
4.1. Status sebagai Bagian dari Delapan Master Tang dan Song
Su Zhe diakui sebagai salah satu dari "Delapan Master Sastra Agung Dinasti Tang dan Song", sebuah pengakuan yang sangat prestisius. Status ini ia bagi dengan ayahnya, Su Xun, dan kakak laki-lakinya, Su Shi, membentuk trio "Tam Su" yang sangat berpengaruh dalam sejarah sastra Tiongkok. Kontribusi mereka terhadap prosa klasik Tiongkok sangat signifikan, dan mereka dianggap sebagai teladan bagi generasi penulis berikutnya.
4.2. Evaluasi dan Pengaruh di Masa Depan
Puisi Su Zhe digambarkan sebagai tenang, sederhana, dan mencerminkan karakternya yang kalem dan lugas. Meskipun ia mungkin tidak seberbakat kakaknya, Su Shi, dalam beberapa aspek, pencapaiannya dalam esai sangat diakui. Esai-esai historisnya, seperti halnya ayah dan kakaknya, bertujuan untuk mengkritik kondisi sosial dan menarik perhatian kaisar untuk membangun lingkungan yang lebih baik demi pembangunan lebih lanjut. Karya-karyanya juga menunjukkan pengaruh yang kuat dari Buddhisme.
Pada tahun 1984, Kuil Sansu, tempat keluarga Su pernah tinggal, dibangun kembali menjadi Museum Sansu, yang sejak itu menjadi salah satu daya tarik budaya paling terkenal di Tiongkok. Setelah kematiannya, Su Zhe dianugerahi gelar anumerta Duanmingdian Xueshi (端明殿學士Bahasa Tionghoa) dan kemudian Wending (文定Bahasa Tionghoa) pada masa Dinasti Song Selatan. Salah satu keturunannya, Su Xuelin, adalah seorang esais dan novelis terkenal di Tiongkok modern.
5. Kehidupan Pribadi
Su Zhe menikah pada usia 17 tahun. Ia dikenal karena mencintai keadilan dan selalu menghargai pendapat orang lain.
6. Kematian
Su Zhe meninggal pada tanggal 3 Oktober 1112, pada usia 73 atau 74 tahun.