1. Kehidupan
Taira no Tokiko adalah sosok kunci dalam dinamika politik dan sosial Jepang periode Heian akhir, dengan perannya yang berkembang dari anggota keluarga bangsawan menjadi pengasuh kekaisaran, mediator politik, dan akhirnya pilar spiritual bagi klannya yang jatuh. Kehidupannya ditandai oleh keterlibatannya yang mendalam dalam urusan istana dan keluarga, membentuk takdirnya bersama dengan klan Taira.
1.1. Kelahiran dan Latar Belakang
Taira no Tokiko lahir pada tahun 1126. Ia adalah putri dari Taira no Tokinobu, seorang pejabat istana, dan seorang wanita yang merupakan pelayan di istana Putri Nijō-daigu (putri Kaisar Shirakawa yang juga dikenal sebagai Putri Reishi). Ia memiliki saudara laki-laki seibu bernama Taira no Tokitada, yang kemudian menjadi Dainagon. Ia juga memiliki saudari tiri atau seibu bernama Taira no Shigeko, yang kemudian menjadi selir favorit Kaisar Go-Shirakawa dan dikenal sebagai Kenjunmon'in.
Diperkirakan Tokiko menjadi istri kedua Taira no Kiyomori sekitar tahun 1145, setelah kematian istri pertamanya. Dari pernikahannya dengan Kiyomori, Tokiko melahirkan beberapa anak penting, termasuk Taira no Munemori, Taira no Tomomori, Taira no Tokuko (kemudian dikenal sebagai Kenreimon'in), dan Taira no Shigehira.
1.2. Aktivitas di Istana dan Pengaruh Politik
Setelah Pemberontakan Heiji, Tokiko ditunjuk sebagai pengasuh bagi putra Kaisar Nijō, Pangeran Morihito. Pada tanggal 24 Desember 1160, atas rekomendasi dari Yaso no Tsubone, ia dipromosikan ke pangkat Jusanmi (従三位). Perannya sebagai pengasuh Kaisar Nijō, bersama dengan status Kiyomori sebagai ayah asuh, dianggap sebagai isyarat kesetiaan kepada Kaisar Nijō dan demonstrasi pengabdian politik Kiyomori di tengah konflik antara Kaisar Nijō dan Mantan Kaisar Go-Shirakawa. Tujuan di balik peran ini juga dilihat sebagai upaya Kiyomori untuk mewarisi posisi Shinzei, seorang tokoh politik berpengaruh.
Setelah kematian Kaisar Nijō, Tokiko dan saudari tirinya, Shigeko, yang telah menjadi selir kesayangan Go-Shirakawa, berperan sebagai mediator dalam memperkuat aliansi politik antara Kiyomori dan Go-Shirakawa. Ketika Pangeran Norihito (kemudian Kaisar Takakura)-putra dari Shigeko-ditunjuk sebagai Putra Mahkota pada tanggal 10 Oktober 1166, Tokiko dipromosikan ke pangkat Jūni-i (従二位) pada tanggal 21 Oktober di tahun yang sama.
Pada tahun 1168, Tokiko bersama Kiyomori memutuskan untuk mengundurkan diri dari kehidupan sekuler dan menjadi biarawati. Setelah Kiyomori pindah ke Fukuhara, Tokiko mewarisi kediaman di Nishi-Hachijō dan mengubah namanya menjadi Hachijō Kurashiki-tei. Pada tahun 1171, ketika putrinya Tokuko masuk istana sebagai Permaisuri Kaisar Takakura, Tokiko memainkan peran penting dalam proses kelahiran Tokuko serta dalam upacara-upacara kelahiran dan pengasuhan pangeran dan putri kekaisaran. Peran ini semakin mempererat hubungan antara klan Taira dan keluarga kekaisaran.
Setelah gejolak politik Perang Genpei pada tahun 1180, ketika cucunya, Kaisar Antoku (putra Tokuko), naik takhta, Tokiko dan Kiyomori dianugerahi gelar Junsanmi (准三宮). Menjelang akhir hidupnya, Kiyomori menunjukkan niat kuat untuk menjadikan Munemori sebagai penerusnya. Akibatnya, cabang klan Taira Komatsu, keturunan Shigemori, dikecualikan dari garis keturunan utama, dan garis keturunan Tokiko menjadi garis utama yang baru.
1.3. Pilar Spiritual Klan Taira
Setelah kematian Kiyomori pada tahun 1181, Tokiko, bersama putranya Munemori dan putrinya Tokuko (Permaisuri Kenreimon'in), menjadi figur sentral klan Taira. Ia mengambil peran penting sebagai pilar spiritual klan, memberikan dukungan moral dan kepemimpinan di tengah gejolak perang yang mengancam keberlangsungan klan.
2. Kematian
Pada tanggal 24 Maret 1185 (kalender lama) atau 25 April 1185 (kalender Gregorian), klan Taira mengalami kekalahan terakhir dalam Pertempuran Dan-no-ura melawan pasukan Minamoto. Dalam situasi yang putus asa ini, Tokiko, yang berusia 60 tahun saat itu, melakukan tindakan tragis yang dicatat dalam The Tale of the Heike. Ia menghibur Kaisar Antoku yang masih sangat muda, mengatakan kepadanya, "Ibu kota terbentang di bawah ombak." Kemudian, ia memeluk kaisar cilik itu dan terjun ke laut, mengakhiri hidupnya bersama cucunya demi kehormatan klan Taira.
Terdapat berbagai catatan mengenai Tiga Harta Suci Jepang (三種の神器Sanshu no JingiBahasa Jepang) yang tenggelam bersamanya. Menurut Gukanshō, Tokiko membawa pedang Ame no Murakumo no Tsurugi (atau Kusanagi no Tsurugi), salah satu dari Tiga Harta Suci, sementara Kaisar Antoku membawa permata. Dalam catatan ini, Kaisar Antoku kemudian berhasil diselamatkan. Namun, menurut Azumakagami, Tokiko diceritakan memeluk Kaisar Antoku sambil membawa pedang Ame no Murakumo no Tsurugi dan permata Yasakani no Magatama, yang juga merupakan salah satu dari Tiga Harta Suci.
3. Makam dan Kisah Tradisional
Kepergian Taira no Tokiko dalam Pertempuran Dan-no-ura meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah dan memori kolektif Jepang, memunculkan beberapa situs makam dan tradisi lisan yang masih dihormati hingga kini.
3.1. Makam Utama dan Upacara Peringatan
Makam utama Taira no Tokiko terletak di Kuil Akama di Shimonoseki, Prefektur Yamaguchi. Setiap tahun, pada tanggal 2 Mei, sebuah upacara peringatan klan Taira, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Klan Taira Nasional yang terdiri dari keturunan klan Taira, diadakan di kuil ini. Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan mengenang para anggota klan Taira yang gugur dalam pertempuran.
Selain makam utama, terdapat beberapa prasasti atau monumen peringatan lain yang didedikasikan untuk Taira no Tokiko di berbagai lokasi:


- Nanatsumori-zuka (Tujuh Makam Klan Taira):** Berada di kompleks Kuil Akama, Shimonoseki, monumen ini melambangkan makam bagi tujuh tokoh penting klan Taira, termasuk Taira no Tokiko.
- Monumen Nii no Ama (二位局之碑):** Terletak di dekat Pantai Niinohama di Nagato, Prefektur Yamaguchi.

- Lentera Nii-dono (二位殿燈籠):** Ditemukan di Pulau Miyajima, Hatsukaichi, Prefektur Hiroshima.
- Monumen Peringatan Perpindahan Kaisar Antoku (安徳天皇遷幸記念碑):** Terletak di Himeji, Yazu, Prefektur Tottori, menandai lokasi yang secara tradisional terkait dengan perjalanan Kaisar Antoku dan Nii no Ama.

- Papan Penjelasan Makam Nii no Ama (二位の尼墓所説明板):** Di Misasa-chō, Prefektur Tottori, dengan batu nisan makam klan Taira di dekatnya.
- Batu Nisan Nii no Ama (二位の尼墓石):** Juga di Misasa-chō, Prefektur Tottori.
- Prasasti Nii no Ama di Bekas Jalan Shimabara (旧島原街道二位尼碑):** Di dekat Isahaya, Prefektur Nagasaki.
- Batu Nisan Nii no Ama di Isahaya (二位の尼の石碑):** Di Ogawa-chō, Isahaya, Prefektur Nagasaki.
- Makam Putri Nii (二位若姫之御墓):** Di Ochi, Prefektur Kōchi, sebuah makam yang terkait dengan tradisi lokal mengenai Taira no Tokiko.
3.2. Kisah Tradisional Regional
Di Hikiji, Kota Nagato, Prefektur Yamaguchi, terdapat sebuah pantai yang dikenal sebagai "Nii-no-hama" (二位ノ浜). Nama ini diambil dari sebuah tradisi lokal yang mengatakan bahwa jenazah Taira no Tokiko terdampar di pantai tersebut setelah Pertempuran Dan-no-ura. Pantai ini kini menjadi tujuan wisata populer dan tempat berenang.
4. Gelar Kehormatan
Selama hidupnya, Taira no Tokiko menerima gelar kehormatan Junii (従二位), yang menunjukkan posisinya yang tinggi dalam hirarki istana. Nama "Nii no Ama" sendiri secara harfiah berarti "Biarawati Peringkat Kedua," merujuk pada gelar ini setelah ia mengambil sumpah biarawati.
5. Penilaian dan Warisan
Taira no Tokiko, meskipun sering dibayangi oleh suaminya Kiyomori dan putranya Munemori dalam catatan sejarah, memegang peran yang sangat penting sebagai pilar spiritual dan pemimpin faktual klan Taira setelah kematian Kiyomori. Keberadaannya memberikan stabilitas dan harapan bagi klan yang semakin terdesak di tengah perang saudara.
Peran Tokiko sebagai pengasuh kekaisaran dan mediator politik menyoroti kemampuannya dalam bermanuver di lingkungan istana yang kompleks, menggunakan posisinya untuk mempererat hubungan antara klan Taira dan keluarga kekaisaran. Namun, puncaknya adalah tindakan heroik tragisnya di Dan-no-ura, yang mengabadikan citranya sebagai simbol kesetiaan dan pengorbanan diri.
Dalam Kisah Heike, Tokiko digambarkan sebagai sosok yang mulia dan berwibawa, yang menghadapi kekalahan klannya dengan martabat dan keberanian. Tindakannya menenggelamkan diri bersama Kaisar Antoku telah menjadi salah satu adegan paling ikonik dan mengharukan dalam sastra Jepang, membentuk narasi yang kuat tentang kehormatan, tragedi, dan akhir dari sebuah era. Warisannya sebagian besar terbentuk melalui karya-karya sastra dan seni yang terus-menerus menceritakan kembali kisahnya, menjadikannya tokoh abadi dalam sejarah dan budaya Jepang.

6. Lihat Juga
- Taira no Kiyomori
- Taira no Munemori
- Taira no Tokuko
- Kaisar Antoku
- Kisah Heike
- Pertempuran Dan-no-ura
- Klan Taira
- (4959) Niinoama (sebuah asteroid yang dinamai untuk menghormatinya)
- Lu Xiufu