1. Masa Muda dan Periode Sandera di Roma
Masa muda Vonones I dihabiskan dalam lingkungan yang tidak biasa bagi seorang pangeran Parthia, yaitu sebagai sandera di Roma, yang secara signifikan membentuk identitas dan kebijakannya di kemudian hari.
1.1. Latar Belakang Keluarga dan Status Sandera di Roma
Vonones adalah putra tertua dari Phraates IV, Raja Parthia. Ibunya bernama Bisteibanaps. Menurut sejarawan klasik Romawi Tacitus, Vonones memiliki hubungan kekerabatan dengan raja Scythia. Sebelumnya, pada sekitar tahun 30 SM, Phraates IV pernah dibantu oleh bangsa Scythia untuk merebut kembali takhtanya dari perampas kekuasaan Tiridates II dari Parthia. Oleh karena itu, kemungkinan Vonones adalah hasil dari aliansi pernikahan antara Phraates IV dan kepala suku Scythia yang setuju untuk membantunya.
Pada tahun 10 atau 9 SM, Vonones, bersama dengan tiga saudara laki-lakinya-Phraates, Seraspandes, dan Rhodaspes-dikirim ke Roma sebagai sandera. Tujuan pengiriman ini adalah untuk mencegah konflik suksesi yang berpotensi timbul setelah kematian Phraates IV, terutama terkait dengan klaim takhta oleh putra bungsu Phraates IV, Phraataces. Kaisar Romawi Augustus memanfaatkan peristiwa ini sebagai propaganda yang menggambarkan penyerahan Parthia kepada Roma, bahkan mencantumkannya sebagai pencapaian besar dalam catatan Res Gestae Divi Augusti miliknya.
1.2. Pendidikan dan Pengaruh Budaya Romawi
Sebagai sandera, Vonones tidak diperlakukan sebagai tahanan. Sebaliknya, Augustus menyambut Vonones dan saudara-saudaranya sebagai tamu, memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan yang nyaman tanpa batasan berarti. Selama periode ini, Vonones tumbuh dewasa di Roma dan menerima pendidikan yang menyeluruh dalam budaya Romawi. Ia mengadopsi kebiasaan dan pengetahuan khas Romawi, yang membentuk pandangannya dan memengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan ia terapkan di kemudian hari. Pengalaman ini membuatnya sangat terasimilasi dengan cara hidup Romawi, sebuah fakta yang kelak akan menjadi sumber masalah baginya di Parthia.
2. Pemerintahan sebagai Raja Parthia
Vonones I naik takhta Parthia dalam keadaan politik yang bergejolak, namun pemerintahannya yang singkat diwarnai oleh kebijakan pro-Romawi dan penolakan keras dari bangsawan lokal, yang pada akhirnya memicu perang saudara.
2.1. Aksesi Takhta
Setelah Orodes III dari Parthia dibunuh sekitar tahun 6 Masehi, situasi politik di Parthia menjadi tidak stabil. Faksi-faksi anti-Orodes III di Babylonia bangkit dan mengajukan permohonan kepada Kaisar Augustus untuk mendapatkan raja baru dari Wangsa Arsacid. Merespons permintaan ini, Augustus mengirim Vonones I kembali ke Parthia. Vonones I kemudian dinobatkan sebagai Raja Parthia, memerintah dari tahun 8 hingga 12 Masehi. Aksesinya ini menunjukkan tingkat campur tangan Romawi yang signifikan dalam urusan internal Parthia, yang menjadi dasar pandangan bangsawan lokal terhadapnya.
2.2. Kebijakan Internal dan Oposisi
Meskipun telah menjadi Raja Parthia, Vonones I tidak dapat mempertahankan posisinya secara stabil. Dibesarkan dan dididik sebagai seorang Romawi, ia menerapkan kebijakan pro-Romawi dan pro-Yunani di Parthia. Ia membawa serta budaya Romawi ke Parthia dan memberikan perhatian khusus pada polis-polis Yunani di dalam wilayah kekuasaannya, meningkatkan status dan hak-hak orang Yunani.
Kebijakan-kebijakan ini, ditambah dengan gaya hidup dan pendidikannya yang kental dengan budaya Romawi, memicu penolakan besar dari bangsawan tradisional Parthia. Mereka memandang Vonones I sebagai "boneka Roma" atau "budak Roma" yang tidak memiliki kemandirian dan loyalitas sejati terhadap tradisi dan kepentingan Parthia. Ketidakpuasan ini menjadi dasar bagi pemberontakan yang mengancam pemerintahannya.
2.3. Perang Saudara dengan Artabanus II
Penolakan dari bangsawan Parthia segera terwujud dalam bentuk perang saudara. Kelompok bangsawan Timur mengangkat anggota lain dari Wangsa Arsacid, Artabanus II dari Parthia, yang merupakan penguasa Media Atropatene dan hidup di antara nomaden Dahae di Parthia Timur, untuk menjadi raja.
Perang saudara ini berlangsung selama empat tahun. Pada awalnya, Vonones I berhasil meraih keunggulan, mengkonsolidasikan kendali atas wilayah Babylonia. Koin-koin yang dikeluarkan oleh Vonones I antara tahun 8 dan 12 Masehi bahkan mencatatnya sebagai "Raja Vonones, penakluk Artabanus", merayakan kemenangan sementaranya atas sang lawan. Namun, Artabanus II melancarkan serangan balik dari wilayah timur. Pada akhirnya, Vonones I dikalahkan dan diusir dari takhtanya sekitar tahun 12 Masehi, dan Artabanus II mengambil alih kekuasaan sebagai penguasa Parthia yang baru. Koin-koin Artabanus II sendiri mulai beredar sejak tahun 10 Masehi, menunjukkan bahwa persaingan kekuasaan sudah berlangsung sejak saat itu.

3. Pemerintahan sebagai Raja Armenia
Setelah digulingkan dari takhta Parthia, Vonones I mencari perlindungan di Armenia, di mana ia sempat menjadi raja, namun nasibnya tetap terikat pada kebijakan dan kepentingan Roma.
3.1. Pengasingan ke Armenia dan Aksesi Takhta
Sekitar tahun 12 Masehi, setelah kekalahannya dalam perang saudara dengan Artabanus II dan pengusirannya dari takhta Parthia, Vonones I melarikan diri ke Armenia. Di sana, ia berhasil diakui sebagai raja, memerintah Kerajaan Armenia dari tahun 12 hingga 18 Masehi. Aksesinya ke takhta Armenia menunjukkan kemampuannya untuk mencari dukungan di wilayah sekitar, meskipun ia masih bergantung pada situasi politik regional dan potensi campur tangan Romawi.
3.2. Konflik Diplomatik dan Penggulingan
Meskipun telah menjadi raja di Armenia, Vonones I tidak dapat menikmati pemerintahan yang stabil. Artabanus II, yang kini menjadi penguasa Kekaisaran Parthia, menuntut penggulingan Vonones I dari takhta Armenia dan bermaksud menunjuk putranya sendiri sebagai gantinya. Hal ini dipandang oleh Roma sebagai ancaman terhadap kepentingannya di wilayah tersebut.
Kaisar Romawi Tiberius (yang memerintah dari tahun 14 hingga 37 Masehi) mengirimkan anak tirinya, Germanicus, untuk mengatasi situasi ini. Namun, Roma, terutama setelah kekalahan dalam kampanye di Germania, telah beralih ke kebijakan luar negeri yang lebih pasif dan tidak bersedia mengirim bala bantuan langsung untuk Vonones. Germanicus sendiri tidak menghadapi perlawanan berarti dari Parthia. Ia mencapai kesepakatan dengan Artabanus II untuk menunjuk Artaxias III sebagai raja Armenia yang baru, dengan imbalan Roma akan melepaskan dukungannya terhadap Vonones I. Dengan demikian, Roma mengakui Artabanus II sebagai penguasa Parthia yang sah. Untuk meratifikasi hubungan baik antara kedua kekaisaran, Artabanus dan Germanicus bertemu di sebuah pulau di Sungai Efrat pada tahun 18 Masehi. Vonones I akhirnya digulingkan dari takhta Armenia pada sekitar tahun 15 Masehi.
q=Armenia|position=right
4. Tahun-tahun Terakhir dan Kematian
Setelah kehilangan takhtanya di Armenia, Vonones I menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya sebagai tahanan Romawi, hingga akhirnya meninggal dalam upaya melarikan diri.
4.1. Penahanan dan Pengasingan oleh Roma
Setelah digulingkan dari takhta Armenia, Roma memindahkan Vonones I ke provinsi Romawi Suriah. Di sana, ia ditahan dalam pengawasan, meskipun tetap diperlakukan dengan layak seperti seorang raja. Kemudian, ia dipindahkan ke Kilikia, sebuah wilayah di Anatolia selatan yang juga berada di bawah kendali Romawi. Kondisi penahanannya mencerminkan ambivalensi Roma: di satu sisi, mereka tidak lagi mendukungnya sebagai penguasa, tetapi di sisi lain, mereka tetap menghormatinya sebagai anggota keluarga kerajaan Arsacid, meskipun telah menjadi alat politik yang tidak lagi berguna.
4.2. Keadaan Kematian
Sekitar tahun 19 Masehi, ketika Vonones I masih ditahan di Kilikia, ia mencoba melarikan diri dari tahanan Romawi. Namun, dalam upaya pelariannya, ia berhasil ditangkap dan dibunuh oleh para penjaganya. Kematiannya yang terjadi saat ia berusaha mencari kebebasan mengakhiri hidupnya yang penuh gejolak, ditandai oleh perannya sebagai sandera, penguasa boneka, dan akhirnya tahanan politik di bawah kendali Kekaisaran Romawi.
5. Koin
Koin-koin yang dikeluarkan oleh Vonones I adalah bukti penting yang merefleksikan pemerintahannya yang singkat dan penuh tantangan. Pada koin-koin tersebut, namanya terukir dalam bahasa Yunani sebagai ΟΝΩΝΗΣBahasa Yunani Kuno (Onōnēs). Koin-koin ini memiliki tanggal antara tahun 8 hingga 12 Masehi, yang mencakup periode pemerintahannya di Parthia.
Beberapa koin ini menampilkan inskripsi "Raja Vonones, penakluk Artabanus", yang merayakan kemenangan sementaranya atas Artabanus II dalam perang saudara. Inskripsi semacam itu berfungsi sebagai pernyataan politik yang menegaskan otoritasnya di tengah konflik yang intens. Sebaliknya, koin-koin Artabanus II mulai muncul pada tahun 10 Masehi, menunjukkan persaingan yang berlarut-larut dalam produksi koin untuk memvalidasi klaim kekuasaan mereka.
6. Warisan dan Penilaian Sejarah
Meskipun pemerintahannya singkat dan tidak stabil, Vonones I meninggalkan dampak yang signifikan pada lanskap politik Parthia dan wilayah sekitarnya, serta menjadi subjek berbagai penilaian sejarah yang kritis.
6.1. Dampak pada Lanskap Politik Parthia
Kematian Vonones I dan dominasi Artabanus II yang kini tak tertandingi menyebabkan perpecahan di antara bangsawan Parthia. Tidak semua bangsawan mendukung cabang baru keluarga Arsacid yang kini mengambil alih kekaisaran. Akibatnya, Gondophares, seorang satrap Parthia yang menguasai wilayah Sakastan, Drangiana, dan Arachosia, menyatakan kemerdekaan dari Artabanus II. Ia mendirikan Kerajaan Indo-Parthia dan mengambil gelar "Raja Diraja Agung" serta "Autokrator", yang secara jelas menunjukkan kemerdekaan yang baru ditemukannya. Meskipun demikian, kemungkinan besar Artabanus dan Gondophares mencapai kesepakatan bahwa Indo-Parthia tidak akan campur tangan dalam urusan Arsacid.
Vonones I juga meninggalkan seorang putra bernama Meherdates, yang kemudian pada tahun 49-51 Masehi, mencoba merebut takhta Parthia, menunjukkan bahwa garis keturunan dan klaimnya masih menjadi faktor dalam politik internal Parthia beberapa dekade setelah kematiannya.
6.2. Penilaian Sejarah dan Kritik
Penilaian sejarah terhadap Vonones I sebagian besar bersifat kritis, terutama karena ia dikenal sebagai "boneka Roma". Pendidikan dan gaya hidup Romawinya membuatnya tidak dapat memperoleh dukungan yang cukup dari bangsawan Parthia yang menjunjung tinggi tradisi dan otonomi kekaisaran. Kebijakan pro-Romawi dan pro-Yunani yang diterapkannya di Parthia memperparah penolakan terhadapnya, yang pada akhirnya menyebabkan perang saudara dan kekalahannya.
Masa pemerintahannya di Armenia juga singkat dan berakhir karena ketidakmampuan Roma untuk memberikan intervensi militer yang substansial, menunjukkan ketergantungannya yang berkelanjutan pada Roma dan pada akhirnya pengabaian oleh pihak Romawi. Upaya melarikan diri dan kematiannya yang tragis saat dalam penahanan lebih lanjut menggarisbawahi posisinya yang terkekang dan kurangnya kekuatan politik yang sesungguhnya. Vonones I adalah contoh seorang penguasa yang terperangkap antara dua dunia, budaya Romawi yang telah membentuknya dan ekspektasi tradisional dari kerajaan yang ia coba pimpin, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan dan penolakan dari rakyatnya sendiri.