1. Nama
Nama "Yoab" (יוֹאָבBahasa Ibrani) adalah nama teoforis yang berasal dari dua elemen bahasa Ibrani. Kata tersebut diturunkan dari YHVH (יהוהBahasa Ibrani), yaitu nama Allah Israel, dan kata 'av' (אָבBahasa Ibrani) yang berarti 'ayah'. Dengan demikian, nama "Yoab" memiliki makna 'Yahweh adalah ayah'. Selain Yoab, putra Zeruya, Alkitab juga mencatat dua individu lain yang bernama Yoab, seperti yang disebutkan dalam Kitab Ezra (Ezra 2:6, 8:9). Nama ini juga tetap umum digunakan di kalangan orang Israel modern. Ada pula anggapan bahwa nama "Yoab" mungkin memiliki hubungan dengan daerah Moab, di seberang timur Sungai Yordan, yang merupakan tempat asal Rut dari Kitab Rut.
2. Kehidupan
Kehidupan Yoab dipenuhi dengan aktivitas militer dan intrik politik yang membentuk Kerajaan Daud. Sebagai panglima pasukan Daud, ia memainkan peran penting dalam berbagai pertempuran dan kampanye militer yang memperluas dan mengamankan wilayah Israel, meskipun keputusannya sering kali disertai dengan kontroversi.
2.1. Keluarga dan Aktivitas Awal
Yoab adalah putra dari Zeruya, yang merupakan salah satu saudari Raja Daud (1 Tawarikh 2:15-16). Menurut sejarawan Josephus dalam karyanya Antiquities of the Jews (VII, 1, 3), ayah Yoab bernama Suri. Yoab memiliki dua saudara laki-laki: Abisai dan Asahel. Keterlibatan Yoab dalam aktivitas militer awal tercatat dalam Pertempuran Gibeon, di mana ia pertama kali muncul sebagai pemimpin pasukan Daud melawan tentara Isyboset, putra Saul. Dalam pertempuran ini, Asahel, salah satu saudara Yoab, tewas di tangan Abner, panglima pasukan Saul. Peristiwa ini menjadi pemicu dendam pribadi yang kelak akan memengaruhi tindakan Yoab.
2.2. Panglima Pasukan Raja Daud
Yoab mencapai posisi puncak sebagai panglima pasukan Raja Daud setelah memimpin serangan yang berhasil merebut Benteng Sion dari tangan orang Yebus, sebuah benteng yang kemudian menjadi Yerusalem, ibu kota Daud. Karena keberanian dan kepemimpinannya dalam kampanye penting ini, Daud mengangkatnya sebagai kepala pasukannya (2 Samuel 8:16; 20:23; 1 Tawarikh 11:4-6; 18:15; 27:34). Sebagai panglima, Yoab memegang otoritas militer tertinggi di bawah Daud, bertanggung jawab atas strategi pertempuran, pelaksanaan kampanye, dan pengelolaan seluruh angkatan bersenjata Israel. Posisinya memberinya pengaruh besar tidak hanya dalam urusan militer tetapi juga dalam pengambilan keputusan politik di istana Daud.
2.3. Aktivitas Militer Utama
Sebagai panglima pasukan Daud, Yoab memimpin berbagai operasi militer yang krusial bagi pembentukan dan stabilitas Kerajaan Israel. Ia memimpin pasukan melawan bangsa-bangsa seperti Aram, Ammon, Moab, dan Edom, berhasil menundukkan banyak di antaranya dan memperluas wilayah kekuasaan Daud. Kepemimpinan taktisnya terbukti efektif dalam banyak pertempuran, namun beberapa tindakannya selama kampanye militer ini menimbulkan kontroversi yang signifikan.
2.3.1. Pembunuhan Abner
Pembunuhan Abner oleh Yoab adalah salah satu insiden paling kontroversial dalam kehidupan Yoab. Abner, panglima pasukan Saul dan kemudian Isyboset, telah membunuh Asahel, saudara laki-laki Yoab, dalam pertempuran di Gibeon. Meskipun Abner telah memperingatkan Asahel dan membunuhnya secara terhormat dalam membela diri, Yoab menuntut balas dendam. Pembunuhan ini terjadi tak lama setelah Raja Daud dan Abner mencapai kesepakatan damai antara Wangsa Daud dan Wangsa Saul, dan Abner telah membelot ke pihak Daud, bahkan membantunya mendapatkan kendali atas Suku Benyamin.

Dalam 2 Samuel 3:27, Alkitab secara eksplisit menyatakan bahwa Yoab membunuh Abner "untuk membalas darah Asahel, adiknya." Namun, sejarawan Josephus memberikan perspektif yang berbeda. Ia berpendapat bahwa Yoab telah memaafkan Abner atas kematian Asahel, tetapi membunuh Abner karena menganggapnya sebagai ancaman potensial terhadap posisinya sebagai panglima pasukan Daud, terutama setelah Abner bergabung dengan Daud dan mendapatkan pengaruh. Terlepas dari motivasi yang sebenarnya, tindakan Yoab ini sangat tidak disetujui oleh Daud. Daud secara terbuka mengutuk Yoab atas perbuatannya, menyatakan bahwa Yoab dan keluarganya akan menanggung kutukan atas pertumpahan darah yang tidak beralasan itu, dan ia bahkan berpuasa sebagai tanda dukacita dan untuk menjauhkan dirinya dari perbuatan Yoab (2 Samuel 3:28-39).
2.3.2. Keterlibatan dalam Kematian Uria
Yoab juga memiliki peran kunci dalam konspirasi Raja Daud untuk menyingkirkan Uria orang Het demi Batsyeba. Ketika Daud mengetahui bahwa Batsyeba, istri Uria, hamil darinya, Daud memerintahkan Yoab untuk menempatkan Uria di garis depan pertempuran paling sengit melawan pasukan Amon di Raba, kemudian menarik pasukan dari belakangnya sehingga Uria tewas (2 Samuel 11:14-25). Yoab dengan setia melaksanakan perintah Daud ini, mengirimkan laporan rinci kepada raja mengenai kematian Uria. Keterlibatannya dalam insiden ini menunjukkan kesetiaannya yang ekstrem kepada Daud, bahkan dalam tindakan yang sangat tidak etis, serta kesediaannya untuk melakukan apa pun demi kepentingan tuannya.
2.3.3. Penumpasan Pemberontakan Absalom
Yoab memainkan peran yang sangat penting sebagai panglima pasukan Daud selama Pemberontakan Absalom. Absalom, putra Daud, berhasil mengumpulkan dukungan luas dari Israel dan memaksa Daud melarikan diri dari Yerusalem. Meskipun demikian, Daud tidak tega menyakiti putranya dan secara tegas memerintahkan pasukannya agar tidak membunuh Absalom selama pertempuran yang akan datang.

Dalam pertempuran di Hutan Efraim, Absalom ditemukan tergantung di sebatang pohon, rambutnya tersangkut. Ketika seorang prajurit melaporkan hal ini kepada Yoab, Yoab dengan cepat mengambil tindakan. Meskipun mengetahui perintah Daud, Yoab menganggap Absalom sebagai ancaman langsung terhadap stabilitas kerajaan dan masa depan Daud. Dengan tiga lembing di tangannya, Yoab menikam Absalom dan memastikan kematiannya, meskipun kemudian sepuluh prajurit lain juga ikut memukul Absalom untuk memastikannya tewas (2 Samuel 18:1-33). Keputusan Yoab untuk membunuh Absalom, yang bertentangan langsung dengan perintah raja, menunjukkan pragmatismenya yang keras dan tekadnya untuk melindungi kekuasaan Daud, bahkan jika itu berarti mengabaikan kehendak pribadi raja. Setelah kematian Absalom, Yoab juga menghadapi dan menegur Daud atas kesedihannya yang berlebihan, menasihatinya untuk tampil di hadapan pasukannya demi menjaga moral dan kesatuan mereka (2 Samuel 19:1-8).
2.3.4. Pembunuhan Amasa
Insiden pembunuhan Amasa oleh Yoab terjadi setelah pemberontakan Absalom. Raja Daud sempat menunjuk Amasa, keponakannya yang lain (2 Samuel 17:25), sebagai panglima pasukan menggantikan Yoab, mungkin sebagai upaya untuk mendamaikan sisa-sisa pasukan pemberontak atau sebagai hukuman bagi Yoab atas pembunuhan Absalom. Namun, Amasa gagal mengumpulkan pasukan sesuai perintah Daud dalam waktu yang ditentukan, dan pemberontakan baru yang dipimpin oleh Syeba bin Bikri muncul.

Dalam upaya menumpas pemberontakan Syeba, Yoab mengambil alih kepemimpinan pasukan. Ia bertemu dengan Amasa di Gibeon dan, dengan dalih hendak menciumnya, Yoab menikam Amasa di perut dengan pedangnya sehingga Amasa tewas seketika tanpa Amasa sempat menyadari maksud jahatnya (2 Samuel 20:8-13; 1 Raja-raja 2:5). Pembunuhan Amasa ini, yang terjadi di depan umum dan tanpa perlawanan, memperkuat citra Yoab sebagai sosok yang kejam dan tidak ragu menyingkirkan siapa pun yang ia anggap sebagai saingan atau ancaman terhadap kekuasaannya atau stabilitas kerajaan. Tindakan ini merupakan pelanggaran berat dan menambah daftar kejahatan Yoab yang kemudian akan menjadi alasan kematiannya di kemudian hari.
2.4. Hubungan dengan Daud
Hubungan Yoab dengan Raja Daud sangat kompleks dan dinamis, ditandai oleh kombinasi kesetiaan yang tak tergoyahkan, konflik terbuka, dan pengaruh timbal balik yang signifikan. Yoab menunjukkan kesetiaan mutlak kepada Daud dalam banyak kesempatan, memimpin pasukannya dengan gagah berani dalam berbagai kampanye militer dan berhasil mengamankan kekuasaan Daud. Ia adalah tangan kanan Daud dalam urusan militer dan sering kali menjadi orang yang melaksanakan perintah-perintah raja, bahkan yang paling sulit atau kontroversial, seperti pembunuhan Uria orang Het.
Namun, kesetiaan Yoab sering kali melebihi atau bahkan bertentangan dengan keinginan pribadi Daud. Ia tidak ragu untuk menentang Daud atau mengambil tindakan sendiri jika ia percaya itu demi kepentingan Daud atau stabilitas kerajaan. Contoh paling menonjol adalah pembunuhan Absalom, yang dilakukan Yoab meskipun Daud telah memerintahkan agar putranya tidak dilukai. Yoab juga berani menegur Daud ketika raja terlalu lama berduka atas Absalom, mendesak Daud untuk tampil di hadapan pasukannya demi menjaga moral.
Selain itu, Yoab juga pernah mempertanyakan keputusan Daud dalam konteks non-militer, seperti penolakan Daud untuk melanjutkan sensus penduduk yang diperintahkan raja, menunjukkan bahwa Yoab memiliki penilaian independen dan terkadang mengabaikan perintah raja demi apa yang ia anggap benar atau perlu (2 Samuel 24:2-4). Meskipun demikian, Daud sangat bergantung pada Yoab karena kemampuan militer dan kesetiaannya yang telah terbukti, sehingga ia sering mengampuni Yoab dari konsekuensi tindakannya yang berani. Hubungan ini mencerminkan dilema seorang raja yang sangat membutuhkan panglima yang cakap tetapi juga harus menghadapi kebrutalan dan ambisi pribadinya.
2.5. Tahun-tahun Akhir dan Kematian
Menjelang akhir pemerintahan Raja Daud, intrik politik mengenai suksesi takhta memuncak. Yoab membuat kesalahan fatal dengan menawarkan kesetiaannya kepada Adonia, putra tertua Daud yang masih hidup, sebagai penerus takhta, daripada mendukung Salomo, yang telah ditetapkan oleh Daud sebagai penggantinya (1 Raja-raja 1:1-27). Dukungan Yoab ini bersama dengan imam Abyatar menunjukkan bahwa ia masih memegang pengaruh besar dan ingin memastikan posisinya di bawah raja baru.
Ketika Natan dan Batsyeba memberitahukan hal ini kepada Daud, Daud segera bertindak untuk memastikan Salomo naik takhta. Setelah Salomo diangkat menjadi raja, para pendukung Adonia bubar, termasuk Yoab. Menjelang kematiannya, Daud secara khusus berpesan kepada Salomo untuk menyingkirkan Yoab, mengingat pengkhianatan Yoab di masa lalu dan darah yang ia tumpahkan, termasuk pembunuhan Abner dan Amasa (1 Raja-raja 2:5-6). Daud menyatakan bahwa darah yang ditumpahkan Yoab harus ditanggungkan padanya sendiri, dan Salomo tidak boleh membiarkannya mati dengan tenang.

Maka, Salomo memerintahkan Benaya bin Yoyada untuk menghukum mati Yoab. Mendengar perintah ini, Yoab melarikan diri ke Kemah Suci (Tabernakel), tempat Adonia sebelumnya berhasil mencari perlindungan, dan memegang tanduk-tanduk mezbah, sebuah tindakan yang secara tradisional menawarkan suaka. Benaya datang dan memerintahkan Yoab untuk keluar, namun Yoab menolak, menyatakan bahwa ia akan mati di sana. Benaya menyampaikan jawab itu kepada Salomo, yang kemudian memerintahkan Benaya untuk melaksanakan kehendak Yoab, yaitu membunuhnya di tempat ia memegang mezbah, dan menguburkan dia.
Yoab akhirnya dibunuh oleh Benaya di sana dan kemudian dikuburkan di rumahnya sendiri yang berada di "padang gurun" (1 Raja-raja 2:29-34). Dengan kematian Yoab, Salomo mengangkat Benaya bin Yoyada untuk menggantikannya sebagai panglima pasukan (1 Raja-raja 2:35), mengakhiri karier seorang komandan militer paling berpengaruh dalam sejarah awal Israel.
3. Penilaian dan Kontroversi
Kehidupan dan tindakan Yoab telah menjadi subjek berbagai penilaian dan interpretasi, baik dari sudut pandang sejarah maupun teologis. Ia diakui atas kehebatan militernya namun juga dikritik tajam atas kekejamannya.
3.1. Penilaian Positif dan Prestasi
Yoab diakui secara luas sebagai seorang prajurit yang gagah berani dan jenderal yang sangat cakap. Kamus Alkitab ATS Bible Dictionary menggambarkan Yoab sebagai "seorang pejuang yang gagah berani, dan jenderal yang mampu; dan pengaruhnya yang besar dalam urusan publik sering kali memberikan dampak positif, seperti dalam pemberontakan Absalom dan dalam sensus penduduk Israel." Kontribusi Yoab dalam pembentukan dan penguatan Kerajaan Daud sangat signifikan. Ia memimpin pasukan Israel dalam banyak kampanye militer yang sukses, menundukkan musuh-musuh seperti Aram, Ammon, Moab, dan Edom, sehingga memperluas dan mengamankan perbatasan kerajaan. Keberaniannya dalam memimpin serangan ke Benteng Sion merupakan tonggak penting yang menjadikan Yoab sebagai panglima. Kesetiaannya kepada Daud, meskipun terkadang pragmatis dan brutal, tetap menjadi fondasi penting bagi stabilitas militer kerajaan. Yoab adalah ahli strategi yang brilian, dan kemampuannya untuk mengambil keputusan cepat di medan perang, bahkan yang kontroversial, sering kali terbukti efektif dalam mencapai kemenangan.
3.2. Kritik dan Interpretasi Sejarah
Meskipun prestasinya diakui, Yoab juga menerima kritik keras atas tindakannya yang dinilai kejam, imperius, dan tidak bermoral. ATS Bible Dictionary menambahkan bahwa "sebagai seorang pria, ia adalah sosok yang sombong, pendendam, dan tidak bermoral." Tindakan-tindakan kontroversialnya mencakup:
- Pembunuhan Abner: Yoab membunuh Abner, panglima Saul, untuk membalas kematian saudaranya, Asahel, meskipun Abner telah membunuh Asahel secara terhormat dalam pertempungan dan Daud telah mengadakan perdamaian dengan Abner.
- Keterlibatan dalam kematian Uria: Yoab berkolusi dengan Daud dalam rencana pembunuhan Uria orang Het, memastikan Uria tewas di medan perang agar Daud dapat mengambil Batsyeba sebagai istrinya.
- Pembunuhan Absalom: Yoab secara langsung membunuh Absalom, putra Daud, meskipun Daud telah memerintahkan agar Absalom tidak dilukai. Tindakan ini diambil demi kepentingan stabilitas kerajaan, namun secara moral sangat memberatkan.
- Pembunuhan Amasa: Yoab membunuh Amasa, keponakan Daud yang sempat menggantikan Yoab sebagai panglima, dalam sebuah tindakan pengkhianatan yang kejam di depan umum.
Josephus, dalam Antiquities of the Jews, sering kali memberikan interpretasi yang berbeda dari narasi Alkitab dalam menjelaskan motivasi Yoab. Misalnya, ia berpendapat bahwa Yoab membunuh Abner bukan semata-mata karena dendam atas kematian Asahel, melainkan karena ia melihat Abner sebagai ancaman potensial terhadap posisinya sebagai panglima pasukan Daud, terutama setelah Abner bergabung dengan Daud dan mendapatkan pengaruh politik. Meskipun Josephus mengakui kemampuan militer Yoab, ia juga menyoroti ambisi dan pragmatisme Yoab yang ekstrem, yang sering kali mengarah pada tindakan tanpa ampun.
Secara keseluruhan, Yoab adalah sosok yang kompleks. Ia adalah seorang pemimpin militer yang tak tertandingi yang berperan krusial dalam keberhasilan Daud, namun tindakannya sering kali mencerminkan brutalisme, ambisi pribadi, dan kurangnya pertimbangan etis. Kekejamannya terhadap Abner dan Amasa, serta perannya dalam kematian Uria dan Absalom, meninggalkan noda pada reputasinya dan menjadi pengingat akan sisi gelap kekuasaan dan perang dalam sejarah awal Israel.