1. Latar Belakang dan Kehidupan Awal
Abdullah Ahmad Badawi lahir dari keluarga terkemuka yang memiliki latar belakang agama dan politik yang kuat di Bayan Lepas, Pulau Pinang. Perjalanan pendidikannya membentuk fondasi bagi karier panjangnya di pemerintahan.
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Abdullah bin Haji Ahmad Badawi lahir pada 26 November 1939 di Bayan Lepas, Pulau Pinang, yang pada saat itu merupakan bagian dari Negeri-Negeri Selat di bawah Malaya Britania. Ia dikenal luas dengan nama panggilan "Pak Lah".
Kakek dari pihak ayahnya, Syeikh Abdullah Badawi Fahim, adalah seorang ulama terhormat dan nasionalis keturunan Hadrami. Beliau merupakan salah satu pendiri Hizbul Muslimin, yang kemudian dikenal sebagai PAS. Setelah kemerdekaan Malaysia, Syeikh Abdullah menjadi Mufti pertama di Pulau Pinang. Ayah Abdullah, Ahmad Badawi, juga merupakan seorang tokoh agama terkemuka dan salah satu anggota pendiri UMNO. Ibunya, Kailan Haji Hassan, meninggal dunia di Kuala Lumpur pada usia 80 tahun pada 2 Februari 2004. Kakek dari pihak ibunya, Ha Su-chiang (juga dikenal sebagai Hassan Salleh), adalah seorang Muslim Utsul yang berasal dari Sanya di Hainan, Tiongkok.
1.2. Pendidikan
Abdullah menempuh pendidikan menengahnya di Sekolah Menengah Kebangsaan Tinggi Bukit Mertajam dan kemudian di Penang Methodist Boys School (MBS) di Pulau Pinang untuk pendidikan tingkat enamnya.
Ia awalnya berkeinginan untuk belajar Ekonomi di universitas, namun setelah gagal dalam mata kuliah Statistik, ia tidak diizinkan untuk melanjutkan studi dengan gelar kehormatan di bidang ekonomi. Oleh karena itu, ia memilih untuk mengambil jurusan Pengajian Islam. Abdullah akhirnya meraih gelar Sarjana Seni dalam bidang Pengajian Islam dari Universitas Malaya pada tahun 1964.
2. Karier Politik
Perjalanan karier politik Abdullah Ahmad Badawi dimulai dari sektor pelayanan publik, kemudian beralih ke dunia politik, memegang berbagai jabatan menteri penting, hingga mencapai puncak kepemimpinan di partai dan pemerintahan.
2.1. Awal Karier Politik dan Masuk UMNO
Setelah lulus dari Universitas Malaya pada tahun 1964, Abdullah Ahmad Badawi memulai kariernya di sektor pelayanan publik dengan bergabung dalam Korps Administratif dan Diplomatik Malaysia. Ia menjabat sebagai Asisten Sekretaris di Jabatan Perkhidmatan Awam hingga tahun 1969. Pada tahun 1969, ia dipindahkan ke Majlis Gerakan Negara (MAGERAN), sebuah badan dengan kekuasaan eksekutif yang didirikan setelah kerusuhan Mei 1969 untuk mengelola negara. Di MAGERAN, ia menjabat sebagai Kepala Asisten Sekretaris di Jabatan Perdana Menteri Malaysia.
Kariernya terus menanjak, dan pada tahun 1971, ia diangkat sebagai Direktur Jenderal di Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, sebelum menjadi Wakil Ketua Sekretaris di kementerian yang sama pada tahun 1974.
Pada tahun 1978, Abdullah mengundurkan diri dari pelayanan publik untuk terjun ke dunia politik. Ia berhasil terpilih sebagai Anggota Parlemen untuk daerah pemilihan Kepala Batas di Seberang Perai Utara, daerah yang sebelumnya juga diwakili oleh ayahnya. Sejak tahun 1981, Abdullah menjadi anggota Majlis Tertinggi UMNO.
Pada awal masa jabatan Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri, terjadi perselisihan sengit di dalam partai UMNO yang memecah partai menjadi dua kubu: 'Team A' (pendukung Mahathir) dan 'Team B' (pendukung mantan Menteri Keuangan Tengku Razaleigh Hamzah dan mantan Wakil Perdana Menteri Musa Hitam). Abdullah adalah pendukung setia mentor politiknya, Musa Hitam, di 'Team B'. Akibatnya, ia dipecat dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet pada tahun 1987. Meskipun demikian, ia tidak bergabung dengan partai Semangat 46 yang didirikan oleh Tengku Razaleigh Hamzah.
Ketika UMNO (Baru) dibentuk pada Februari 1988, Mahathir, sebagai presiden UMNO dan perdana menteri, membawa Abdullah kembali ke komite pro tem UMNO (Baru) sebagai wakil presiden. Pada tahun 1990, Abdullah berhasil mempertahankan kursinya sebagai wakil presiden partai.
2.2. Jabatan Menteri (1978-2003)
Setelah kembali ke kabinet pada tahun 1991, Abdullah Ahmad Badawi memegang berbagai portofolio penting yang menunjukkan fleksibilitas dan kemampuannya dalam pemerintahan.
Berikut adalah jabatan menteri yang pernah dipegangnya:
- Setiausaha Parlimen, Kementerian Wilayah Persekutuan** (1978-1980)
- Timbalan Menteri, Kementerian Wilayah Persekutuan** (1980-1981)
- Menteri di Jabatan Perdana Menteri** (1981-1984)
- Menteri Pendidikan** (1984-1986): Selama menjabat, ia berfokus pada reformasi pendidikan.
- Menteri Pertahanan** (1986-1987): Jabatan ini sempat dicopot pada tahun 1987 akibat perselisihan internal UMNO, namun kemudian dipegang kembali pada periode 2008-2009.
- Menteri Luar Negeri** (1991-1999): Ia memegang jabatan ini hingga November 1999, saat digantikan oleh Syed Hamid Albar.
- Menteri Dalam Negeri** (1999-2004): Sebagai Menteri Dalam Negeri, Abdullah membatalkan larangan terhadap Kitab Iban, sebuah langkah yang disambut baik oleh komunitas terkait.
- Menteri Keuangan** (2003-2008): Ia memegang portofolio keuangan yang krusial selama menjabat sebagai Perdana Menteri.
2.3. Wakil Perdana Menteri (1999-2003)
Pada 7 Januari 1999, Mahathir Mohamad menunjuk Abdullah Ahmad Badawi sebagai Wakil Perdana Menteri Malaysia, menggantikan Anwar Ibrahim. Penunjukan ini menandai kembalinya Abdullah ke posisi kunci dalam pemerintahan setelah sempat dicopot dari kabinet pada tahun 1987.
Sebagai Wakil Perdana Menteri, Abdullah juga menjabat sebagai Timbalan Pengerusi Majlis Tindakan Ekonomi Negara (MTEN). Perannya dalam pemerintahan Mahathir sangat krusial dalam periode transisi ini, di mana ia secara bertahap dipersiapkan untuk mengambil alih kepemimpinan negara. Ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri hingga 31 Oktober 2003, ketika ia resmi menggantikan Mahathir sebagai Perdana Menteri.
2.4. Kepemimpinan Partai
Abdullah Ahmad Badawi memiliki rekam jejak yang panjang dan signifikan dalam kepemimpinan Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO), partai dominan dalam koalisi Barisan Nasional.
Ia telah menjadi anggota Majlis Tertinggi UMNO sejak tahun 1981. Abdullah terpilih sebagai Naib Presiden UMNO pada tahun 1984, 1987, dan 1990. Ia kembali terpilih untuk jabatan tersebut pada tahun 1996. Pada tahun 1998, ia menjabat sebagai Pengerusi Badan Perhubungan UMNO Negeri Pulau Pinang.
Pada Perhimpunan Agung UMNO tahun 2000, Abdullah diangkat sebagai Timbalan Presiden UMNO untuk masa jabatan 2000-2003. Setelah Mahathir Mohamad mengundurkan diri pada tahun 2003, Abdullah secara otomatis menjadi Presiden UMNO keenam, sebuah posisi yang dipegangnya hingga tahun 2009. Kepemimpinannya di UMNO sangat penting dalam mengarahkan strategi partai dan menjaga dinamika internal selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri.
2.5. Rekam Jejak Pemilihan Umum
Abdullah Ahmad Badawi adalah seorang politikus yang sangat berpengalaman dalam pemilihan umum, mewakili daerah pemilihan Kepala Batas selama delapan periode berturut-turut di Dewan Rakyat.
Tahun | Konstituensi | Kandidat | Suara | Persentase | Lawan | Suara | Persentase | Surat Suara Dihitung | Mayoritas | Tingkat Partisipasi | ||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1978 | P035 Kepala Batas | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 12.645 | 62.41% | Musa Mohd. Yatim (PAS) | 7.616 | 37.59% | 21.491 | 5.029 | 81.81% | ||
1982 | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 16.759 | 68.51% | Mohamad Sabu (PAS) | 4.115 | 16.82% | 25.277 | 12.644 | 80.29% | |||
Khoo Siew Hoe (DAP) | 3.589 | 14.67% | ||||||||||
1986 | P038 Kepala Batas | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 15.463 | 69.33% | Ahmad Hasan Salahuddin (PAS) | 6.841 | 30.67% | 22.900 | 8.622 | 75.81% | ||
1990 | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 17.025 | 70.35% | Ahmad Awang (S46) | 7.174 | 29.65% | 24.931 | 9.851 | 80.25% | |||
1995 | P041 Kepala Batas | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 22.521 | 82.77% | Naser Mohd Radzi (S46) | 4.687 | 17.23% | 28.301 | 17.834 | 78.39% | ||
1999 | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 19.985 | 69.40% | Abd Khalid Rasid (PAS) | 8.810 | 30.60% | 29.413 | 11.175 | 81.22% | |||
2004 | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 25.403 | 77.72% | Abd Khalid Rasid (PAS) | 7.281 | 22.28% | 33.356 | 18.122 | 84.19% | |||
2008 | Abdullah Ahmad Badawi (UMNO) | 23.445 | 65.78% | Subri Md Arshad (PAS) | 12.199 | 34.22% | 36.328 | 11.246 | 84.45% |
3. Perdana Menteri Malaysia (2003-2009)
Sebagai Perdana Menteri Malaysia kelima, Abdullah Ahmad Badawi memimpin negara melalui periode perubahan signifikan, memperkenalkan kebijakan baru, menghadapi tantangan ekonomi, dan dinamika politik yang kompleks.
3.1. Periode Pertama (2003-2008)
Abdullah Ahmad Badawi menjabat sebagai Perdana Menteri pada 31 Oktober 2003, menggantikan Mahathir Mohamad. Setelah menjabat, Abdullah berjanji untuk menindak tegas korupsi, memberdayakan lembaga anti-korupsi, dan menyediakan lebih banyak saluran bagi publik untuk melaporkan praktik korupsi. Ia juga memperkenalkan interpretasi Islam yang dikenal sebagai Islam Hadhari, yang menganjurkan kompatibilitas antara Islam dengan pembangunan ekonomi dan teknologi.

Pada Pemilihan umum Malaysia 2004, pemilihan umum pertamanya sebagai Perdana Menteri, Abdullah meraih kemenangan telak bagi koalisi partainya, Barisan Nasional. Koalisi tersebut memenangkan 198 dari 220 kursi di parlemen dan merebut kembali kendali pemerintahan negara bagian Terengganu dari oposisi Islam Partai Islam Se-Malaysia (PAS), serta hampir merebut kubu tradisional PAS di Kelantan. Kemenangan ini secara luas dianggap sebagai persetujuan atas visinya tentang Islam moderat di atas fundamentalisme agama, serta dukungan terhadap kebijakan anti-korupsinya.
Pada 31 Agustus 2007, Abdullah Badawi meneriakkan 'Merdeka!' selama perayaan tengah malam 50 tahun kemerdekaan Malaysia. Perayaan tersebut diadakan di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, di mana ribuan orang berkumpul. Ini adalah gestur simbolis yang meniru tindakan perdana menteri pertama Malaya, mendiang Tunku Abdul Rahman, ketika beliau mendeklarasikan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957.
3.1.1. Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan
Di bawah pemerintahan Abdullah, Malaysia bergerak menuju ekonomi berbasis nilai dengan mengembangkan kekuatan inherennya dalam pertanian tanpa kehilangan basis manufaktur yang ada. Namun, Abdullah dikritik karena penanganannya terhadap kenaikan harga bensin dan listrik yang tiba-tiba akibat restrukturisasi subsidi pemerintah, terutama karena hal itu merugikan posisi Malaysia sebagai eksportir tradisional.

3.1.2. Islam Hadhari
Abdullah Ahmad Badawi adalah pencetus konsep Islam Hadhari (Islam Beradab), sebuah interpretasi Islam yang menekankan keseimbangan antara ajaran agama dengan kemajuan ekonomi, teknologi, dan pembangunan sosial. Konsep ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang progresif, relevan dengan tantangan modern, dan mampu mendorong pembangunan holistik dalam masyarakat. Islam Hadhari berfokus pada sepuluh prinsip utama, termasuk keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, pemerintahan yang adil dan amanah, rakyat yang berjiwa merdeka, penguasaan ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi yang seimbang dan komprehensif, kehidupan berkualitas, perlindungan hak minoritas dan wanita, kebudayaan yang luhur, penjagaan lingkungan hidup, dan kekuatan pertahanan.
3.2. Periode Kedua (2008-2009)
Abdullah memenangkan masa jabatan kedua sebagai Perdana Menteri dengan memenangkan pemilihan umum 2008, yang diadakan pada Maret 2008, meskipun dengan mayoritas yang berkurang.
3.2.1. Hasil Pemilihan Umum 2008
Dalam Pemilihan Umum ke-12, Barisan Nasional hanya memenangkan mayoritas tipis kursi dan kehilangan mayoritas dua pertiganya di parlemen. Koalisi tersebut juga kehilangan kendali atas lima negara bagian kepada Pakatan Rakyat, yaitu Kedah, Pulau Pinang, Perak, dan Selangor. Meskipun partainya, Barisan Nasional, mengalami kemunduran besar, Abdullah berjanji untuk memenuhi janji-janji dalam manifestonya di tengah seruan dari Mahathir Mohamad, oposisi, dan bahkan di kalangan anggota UMNO agar ia mengundurkan diri. Namun, wakilnya, Najib Razak, dan anggota partainya yang lain menyuarakan dukungan penuh terhadap kepemimpinannya. Butuh beberapa waktu sebelum perbedaan pendapat terbuka mulai muncul di tingkat akar rumput, dengan petisi dan kampanye diluncurkan untuk meminta pengunduran dirinya.
3.2.2. Tantangan Politik dan Penurunan Dukungan
Abdullah dilantik untuk masa jabatan kedua sebagai perdana menteri pada 10 Maret 2008. Pada 18 Maret 2008, Abdullah meluncurkan Kabinet yang ramping beranggotakan 68 orang, mengurangi separuh menteri dari pemerintahan sebelumnya dan mempertahankan portofolio keuangan yang krusial untuk dirinya sendiri.
Abdullah menghadapi krisis politik tidak hanya dari serangan oposisi yang memperoleh banyak keuntungan dengan mengambil negara-negara bagian terkaya dan terpenting (Selangor dan Penang, yang kebetulan merupakan kampung halaman Abdullah Badawi). Ia juga menghadapi ketidakpuasan yang meningkat dari dalam partainya sendiri di UMNO. Mukhriz Mahathir, putra mantan perdana menteri Mahathir Mohamad, secara terbuka menyerukan agar ia mundur. Ketua Pemuda UMNO, Hishammuddin Hussein, tidak mengambil tindakan apa pun terhadap Mukhriz dan menolaknya sebagai pendapat pribadi.
Pada 19 Mei 2008, perselisihan antara Mahathir dan Abdullah mencapai tahap kritis ketika Mahathir, yang telah menjabat sebagai Presiden UMNO selama 22 tahun, mengumumkan bahwa ia keluar dari partai setelah kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan Abdullah Badawi, dan bahwa ia hanya akan bergabung kembali dengan partai setelah Abdullah mundur sebagai presiden UMNO dan perdana menteri.
Pada 15 September 2008, Menteri Kabinet Abdullah di Departemen Perdana Menteri, Senator Zaid Ibrahim, mengajukan surat pengunduran dirinya kepada perdana menteri. Ia mengajukan pengunduran diri sebagai protes terhadap tindakan pemerintah yang menahan seorang blogger, seorang anggota parlemen, dan seorang reporter di bawah Akta Keamanan Dalam Negeri. Abdullah kemudian menerima pengunduran dirinya.
4. Transisi Kekuasaan dan Pengunduran Diri
Masa jabatan Abdullah Ahmad Badawi sebagai Perdana Menteri berakhir dengan transisi kekuasaan yang terencana, namun didahului oleh tekanan politik yang signifikan.
4.1. Tekanan Politik dan Keputusan Mundur
Abdullah berada di bawah tekanan berat untuk mundur setelah banyak anggota partainya, UMNO, termasuk mantan perdana menteri Mahathir Mohamad, secara terbuka memintanya untuk bertanggung jawab penuh atas kinerja yang buruk selama Pemilihan Umum ke-12 pada Maret 2008. Pada 10 Juli 2008, Abdullah mengumumkan bahwa ia akan mundur sebagai presiden UMNO dan perdana menteri pada pertengahan 2009.
4.2. Proses Transisi Kekuasaan
Abdullah Ahmad Badawi secara resmi menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Yang di-Pertuan Agong pada 2 April 2009. Pada 3 April 2009, ia digantikan oleh Najib Razak sebagai perdana menteri. Wakil Perdana Menteri, Najib, dilantik sebagai perdana menteri baru pada hari berikutnya. Abdullah kemudian dianugerahi gelar "Tun" oleh Raja Mizan Zainal Abidin atas jasanya kepada negara. Meskipun ia mundur, Najib memberikan janji kepada Abdullah bahwa daerah pemilihannya di Kepala Batas akan terus menerima dana pembangunan, di mana ia akan terus menjabat sebagai anggota parlemennya. Pada 1 September 2009, ia diangkat menjadi Pengerusi Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM).
5. Kehidupan Pribadi
Di luar ranah politik, kehidupan pribadi Abdullah Ahmad Badawi ditandai oleh perubahan signifikan dalam keluarga dan minat pribadi yang mencerminkan sisi lain dari kepribadiannya.
5.1. Pernikahan dan Keluarga
Pada 4 September 1965, Abdullah Ahmad Badawi menikah dengan Endon Mahmood. Mereka dikaruniai dua orang anak, Kamaluddin Abdullah dan Nori Abdullah, serta empat cucu. Endon Mahmood memiliki latar belakang Melayu dengan ibu berdarah Jepang yang lahir di Malaysia. Sayangnya, Endon didiagnosis menderita kanker payudara pada tahun 2003, dan setelah berjuang melawan penyakit tersebut, ia meninggal dunia pada 20 Oktober 2005. Ia dimakamkan di pemakaman Muslim di Taman Selatan, Presint 20, Putrajaya.

Kurang dari dua tahun setelah kematian istrinya, pada 6 Juni 2007, Kantor Perdana Menteri mengumumkan pernikahan Abdullah Badawi dengan Jeanne Abdullah. Upacara pribadi dilangsungkan pada 9 Juni 2007 di kediaman Perdana Menteri, Seri Perdana, dan dihadiri oleh kerabat dekat. Jeanne sebelumnya menikah dengan adik laki-laki almarhumah istri Abdullah, Endon Mahmood. Ia juga pernah menjabat sebagai manajer di kompleks kediaman Seri Perdana dan memiliki dua anak dari pernikahan sebelumnya.
Abdullah juga dikritik karena membiarkan menantunya, Khairy Jamaluddin, menjadi terlalu berpengaruh dalam politik UMNO. Selain itu, ia juga dikritik karena mengizinkan saudaranya, Fahim Ibrahim Badawi, membeli 51 persen saham MAS Catering Sdn Bhd yang dikendalikan pemerintah. Fahim kemudian menjual saham ini kepada LSG Skychef milik Lufthansa dengan keuntungan besar.
5.2. Minat dan Kegiatan Pribadi
Abdullah Ahmad Badawi dikenal sebagai seorang penyair. Puisinya yang berjudul "Ku Cari Damai Abadi" (I Seek Eternal Peace) telah diterjemahkan ke lebih dari 80 bahasa dan diterbitkan dalam bentuk buku. Dinsman, dalam prakata buku terjemahan puisi tersebut, memuji kualitas puisi itu yang mampu menyampaikan pesan mendalam hanya dalam beberapa untaian kata.
Ia dikenal gemar menikmati makan malam bersama keluarga dan menyukai makanan Jepang. Sebagai seseorang yang dibesarkan di Pulau Pinang, ia sangat suka mencoba berbagai jenis makanan. Setiap hari, setelah salat Magrib, ia akan mengaji Al-Quran. Ia juga terbiasa menulis catatan dalam Jawi. Karangan William Shakespeare favoritnya adalah Julius Caesar. Selain keluarganya sendiri, tokoh yang banyak mempengaruhinya dan dianggap sebagai mentor adalah Tun Abdul Razak.
Salah satu peristiwa dunia yang meninggalkan kesan mendalam pada dirinya adalah peristiwa 9/11, yang mendorongnya untuk memperjuangkan pemahaman Islam yang moderat, yang kemudian menjadi dasar konsep Islam Hadhari yang ia cetuskan.
Abdullah juga sangat tertarik pada mobil, meskipun ia tidak banyak memiliki kesempatan untuk mengendarai mobil sendiri karena alasan keamanan. Untuk menghilangkan penat bekerja, ia mungkin bermain golf, berolahraga, atau meluangkan waktu bersama cucu-cucunya. Abdullah juga menyukai pertunjukan musikal - My Fair Lady adalah salah satu yang paling diminatinya - serta seniman klasik seperti Nat King Cole. Ia juga memiliki perangkat iPod Nano. Ia menghargai hasil seni Malaysia dan merupakan seorang kolektor seni ukiran kayu serta anyaman rotan.
Pada 11 September 2022, menantunya, Khairy Jamaluddin, mengungkapkan bahwa Abdullah menderita demensia, sehingga tidak dapat mengenali atau mengingat anggota keluarga, dan memerlukan penggunaan kursi roda.
6. Kontroversi dan Kritik
Selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri, Abdullah Ahmad Badawi menghadapi berbagai kontroversi dan kritik, baik terkait kebijakan maupun isu-isu pribadi yang memengaruhi citra pemerintahannya.
6.1. Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemerintahan Abdullah Badawi dikritik karena dianggap gagal menegaskan kredibilitasnya dalam pemberantasan korupsi. Setelah langkah-langkah awal untuk menuntut tokoh-tokoh terkemuka seperti Eric Chia dan Menteri Pembangunan Tanah dan Koperasi saat itu, Kasitah Gaddam, dengan tuduhan korupsi, upaya pemerintahannya dalam memerangi korupsi diduga menjadi kurang transparan. Majalah The Economist mencatat bahwa sedikit kemajuan yang dicapai dalam menekan korupsi.
6.2. Hubungan dengan Mahathir Mohamad
Hubungan antara Abdullah Ahmad Badawi dan pendahulunya, Mahathir Mohamad, menjadi sumber kontroversi yang signifikan selama masa jabatannya.
Pada tahun 2005, muncul dugaan bahwa di bawah pemerintahan Abdullah, terjadi peningkatan signifikan dalam kasus kronisme terkait distribusi izin impor (AP) untuk kendaraan buatan luar negeri. Mantan perdana menteri Mahathir menyerukan penyelidikan atas masalah ini. Kemudian, Mahathir mengkritik Abdullah karena membatalkan sejumlah proyek pembangunan yang telah ia mulai, seperti pembangunan jembatan untuk menggantikan jalan lintas yang menghubungkan Malaysia dan Singapura. Mahathir menuduh Abdullah telah memberikan izin kepada Angkatan Udara Republik Singapura untuk terbang ke wilayah Malaysia dan menjual pasir ke Singapura sebagai imbalan atas perjanjian pembangunan jembatan. Mahathir melihat tindakan ini sebagai "penjualan" kedaulatan Malaysia.
Pada tahun 2006, Mahathir melanjutkan kritiknya terhadap Abdullah, menuduh bahwa kebebasan media di bawah Abdullah telah berkurang. Mahathir juga menambahkan bahwa media enggan menyiarkan komentarnya. Mahathir menyalahkan Abdullah karena melanggar janji-janji yang dibuatnya terkait kebijakan pemerintah dan dalam kritik terkuatnya, mengatakan bahwa Abdullah telah mengkhianati kepercayaannya. Mahathir menyesal telah memilih Abdullah sebagai penggantinya dan mengatakan bahwa ia awalnya menginginkan wakil Abdullah, Najib Razak, untuk menggantikannya. Najib, yang saat itu sedang dalam kunjungan resmi ke India, segera menyatakan dukungan penuh kepada Abdullah.
Pada Oktober 2006, Mahathir menuduh Abdullah telah mengadopsi kebiasaan menipu. Hal ini bermula ketika Abdullah dilaporkan memiliki masalah dalam membuat keputusan yang efektif. Oleh karena itu, ia selalu menghadapi masalah ketika keputusannya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Malaysia. Salah satu contohnya adalah keputusannya untuk membatalkan pembangunan jembatan yang seharusnya menggantikan jalan lintas Singapura-Johor. Dalam pengumumannya, ia senantiasa menggunakan kata "rakyat", dengan menganggap bahwa semua rakyat mendukung semua keputusannya tanpa ragu.
Para kritikus membandingkan pemerintahan Abdullah dengan pemerintahan Mahathir, menyarankan bahwa Mahathir lebih berhasil dalam menjaga keharmonisan di antara etnis-etnis di Malaysia.
6.3. Kebebasan Media dan Penanganan Protes
Abdullah juga sering dikritik oleh blogger Malaysia dan media luar negeri karena selalu berdiam diri terhadap kritik yang ditujukan kepadanya. Ia telah bersumpah untuk menindak tegas para pengunjuk rasa pro-demokrasi dan memberikan dukungannya kepada polisi untuk membubarkan protes dan menangkap pesertanya. Hal ini diikuti oleh serangkaian larangan media terkait beberapa pertemuan pro-demokrasi damai seperti Perhimpunan Bersih 2007 yang diadakan pada 10 November 2007. Media lokal yang dikendalikan oleh pemerintah Malaysia tidak menyiarkan hal itu secara penuh, sementara media asing seperti Al Jazeera, Reuters, BBC, dan CNN meliputnya secara luas. Abdullah kemudian menyatakan bahwa ia "pantang dicabar" (tidak bisa ditantang).
Ia juga dikritik karena mengumumkan pembubaran Parlemen Malaysia pada 13 Februari 2008, sehari setelah ia membantah akan membubarkannya. Kritikus menuduhnya melakukan "kebiasaan menipu."
6.4. Isu Lainnya
- Pelanggaran Lalu Lintas:** Pada tahun 2006, Abdullah dilaporkan memiliki 11 pelanggaran lalu lintas yang belum dibayar, termasuk lima untuk ngebut, empat untuk penghalang lalu lintas, dan dua untuk parkir di sisi jalan yang salah. Abdullah menyatakan ia tidak menyadari adanya tilang tersebut.
- Status Negara Islam:** Pada tahun 2007, Abdullah pertama kali menyebut Malaysia sebagai negara Islam. Sebelumnya pada bulan yang sama, ia membuat pernyataan lain, mengatakan Malaysia bukan negara teokratis maupun sekuler. Pernyataan serupa dibuat oleh Perdana Menteri pada 12 Maret 2009, di mana ia menyatakan Malaysia adalah "negara Islam". Malaysian Chinese Association (MCA), sebuah kelompok politik yang mewakili etnis Tionghoa Malaysia, menyatakan keberatan atas pengumuman ini. Posisi MCA adalah bahwa Malaysia adalah negara sekuler sepenuhnya, dan bahwa hukum melampaui agama.
- Skandal Oil-for-Food Irak:** Abdullah Ahmad Badawi dikritik karena mendukung kerabatnya yang terlibat dalam penyalahgunaan terkait Oil-for-Food Programme di Irak.
- Proliferasi Nuklir:** Abdullah Ahmad Badawi dikritik setelah salah satu perusahaan putranya, Scomi Precision Engineering, ditemukan memproduksi komponen untuk sentrifugal yang diduga dimaksudkan untuk digunakan dalam program pengayaan uranium rahasia Libya.
- Mosi Tidak Percaya:** Pada 18 Juni 2008, Sabah Progressive Party (SAPP), anggota koalisi Barisan Nasional, menyatakan dua legislatornya di parlemen federal akan mengajukan atau mendukung mosi tidak percaya terhadap Abdullah. Mosi tersebut ditolak oleh Ketua Parlemen dengan alasan tidak ada dasar untuk diajukan. SAPP kemudian keluar dari Barisan Nasional karena tidak lagi mempercayai Abdullah.
- Penyerahan Blok Minyak kepada Brunei:** Pada 30 April 2010, mantan perdana menteri Mahathir Mohamad menuduh penggantinya, Abdullah Badawi, telah menyerahkan dua blok produksi minyak lepas pantai, Blok L dan Blok M, yang kaya minyak kepada Brunei sebelum pensiun dini pada tahun 2008, sebagai imbalan atas daerah Limbang di Sarawak. Abdullah membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa itu berkaitan dengan sumber blok di Laut Cina Selatan yang dirujuk oleh Dr. Mahathir.
- Fakta Daya Saing Malaysia yang Bercelaru:** Pada 28 Januari 2008, Abdullah Badawi mengklaim bahwa Malaysia berada di peringkat kedelapan dunia dalam konteks daya saing negara berdasarkan Laporan Daya Saing Dunia 2007. Klaim itu hanya benar di kalangan kategori negara-negara dengan populasi 20 juta penduduk ke atas, sedangkan secara keseluruhan Malaysia hanya menduduki peringkat ke-23 di dunia. Mantan Wakil Perdana Menteri, Anwar Ibrahim, mengatakan bahwa Abdullah Badawi sengaja memutarbalikkan fakta dan keputusan Abdullah untuk mengeluarkan fakta yang bercelaru ini adalah usaha yang sangat lemah untuk menyembunyikan fakta bahwa dasar-dasar ekonomi Malaysia telah gagal bergerak di bawah pemerintahannya. Menurut Anwar, daya saing Malaysia semakin merosot, dan dalam keadaan di mana ekonomi Malaysia dulunya setara dengan Singapura dan Hong Kong, Malaysia sekarang berada di peringkat ke-23 di seluruh dunia, sementara Singapura di peringkat kedua dan Hong Kong ketiga.
7. Penghargaan dan Tanda Kehormatan
Abdullah Ahmad Badawi telah menerima berbagai penghargaan dan tanda kehormatan baik dari dalam negeri maupun dari negara-negara lain, sebagai pengakuan atas jasa-jasanya selama berkarier di pemerintahan.
7.1. Penghargaan Nasional
Grand Commander of the Order of the Defender of the Realm (SMN) - Tun (2009)
Officer of the Order of the Defender of the Realm (KMN) (1975)
Member of the Order of the Defender of the Realm (AMN) (1971)
Recipient of the 10th Yang di-Pertuan Agong Installation Medal
Recipient of the 11th Yang di-Pertuan Agong Installation Medal
Recipient of the 12th Yang di-Pertuan Agong Installation Medal
Recipient of the 13th Yang di-Pertuan Agong Installation Medal
Recipient of the 14th Yang di-Pertuan Agong Installation Medal
Grand Knight of the Order of the Territorial Crown (SUMW) - Datuk Seri Utama (2010)
First Class of the Royal Family Order of Johor (DK I) (2004)
Recipient of the Kedah Supreme Order of Merit (DUK) (2006)
Recipient of the Royal Family Order of Kelantan (DK) (2006)
Knight Grand Commander of the Premier and Exalted Order of Malacca (DUNM) - Datuk Seri Utama (2004)
Knight Grand Commander of the Order of Loyalty to Negeri Sembilan (SPNS) - Dato' Seri Utama (2000)
Member 1st class of the Family Order of the Crown of Indra of Pahang (DK I) (2006)
Grand Knight of the Order of Sultan Ahmad Shah of Pahang (SSAP) - Dato' Sri (1999)
Knight Grand Commander of the Order of Defender of the State (DUPN) - Dato' Seri Utama (2004)
Commander of the Order of Defender of the State (DGPN) - Dato' Seri (1997)
Companion of the Order of Defender of the State (DMPN) - Dato' (1981)
Member of the Order of Defender of the State (DJN) (1979)
Ordinary Class of the Perak Family Order of Sultan Azlan Shah (SPSA) - Dato' Seri DiRaja (2003)
Recipient of the Sultan Azlan Shah Silver Jubilee Medal (2009)
Knight Grand Companion of the Order of the Gallant Prince Syed Sirajuddin Jamalullail (SSSJ) - Dato' Seri Diraja (2001)
Recipient of the Tuanku Syed Sirajuddin Jamalullail Installation Medal
Grand Commander of the Order of Kinabalu (SPDK) - Datuk Seri Panglima (1999)
Knight Grand Commander of the Order of the Star of Hornbill Sarawak (DP) - Datuk Patinggi (2003)
Knight Grand Commander of the Order of the Crown of Selangor (SPMS) - Dato' Seri (2000)
Knight Companion of the Order of Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah (DSSA) - Dato' (1992)
Recipient of the Sultan Sharafuddin Coronation Medal
Supreme Class of the Order of Sultan Mizan Zainal Abidin of Terengganu (SUMZ) - Dato' Seri Utama (2005)
7.2. Penghargaan Internasional
Family Order of Brunei 1st Class (DK) - Dato Laila Utama (2010)
Bintang Republik Indonesia Adipradana (Kelas 2) (2007)
Badge of Tunas Kencana (Lencana Tunas Kencana) (2007)
Grand Gwanghwa Medal of the Order of Diplomatic Service Merit (1992, juga Gwang Hwa Chang Bintang Jasa Diplomatik 1983)
Kordon Agung Orde Khazanah Suci (1991)
Medali Kebesaran Bintang Jasa (1994)
Kesatria Kordon Agung Bintang Gajah Putih (GCE) (1994)
Bintang Persahabatan Kelas Satu (1997)
Medali José Marti (2004)
Abdullah juga menerima beberapa penghargaan akademik:
- Doktor kehormatan oleh Universitas Western Michigan, Amerika Serikat (1987)
- Doktor Honoris Causa Bidang Pemikiran Islam oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta (24 Juli 2006)
- Doktor Kehormatan oleh Universitas Meiji, Jepang (2007)
- King Faisal International Prize dalam kategori Pelayanan Islam (2011)
8. Evaluasi dan Dampak
Kepemimpinan Abdullah Ahmad Badawi sebagai Perdana Menteri Malaysia kelima ditandai oleh upaya reformasi awal yang ambisius, namun juga menghadapi tantangan signifikan yang pada akhirnya memicu penurunan dukungan publik dan pengunduran dirinya.
Pada awal masa jabatannya, Abdullah dikenal dengan citra "Mr. Clean" dan julukan "Pak Lah", yang mencerminkan harapan publik akan pemerintahan yang lebih transparan dan bebas korupsi. Kampanye anti-korupsinya disambut baik, dan ia berusaha memberdayakan lembaga-lembaga terkait. Visi Islam Hadhari yang ia perkenalkan bertujuan untuk mempromosikan interpretasi Islam yang moderat dan progresif, yang sejalan dengan pembangunan ekonomi dan teknologi. Kemenangan telak Barisan Nasional dalam Pemilihan umum Malaysia 2004 menjadi bukti awal dukungan kuat terhadap kepemimpinannya dan visinya.
Namun, seiring berjalannya waktu, pemerintahannya menghadapi kritik atas kurangnya transparansi dalam penanganan korupsi dan efektivitas kebijakan ekonomi. Kenaikan harga bahan bakar dan listrik akibat restrukturisasi subsidi menimbulkan ketidakpuasan publik. Hubungan yang memburuk dengan mantan perdana menteri Mahathir Mohamad, yang secara terbuka mengkritik kebijakan dan kepemimpinan Abdullah, semakin memperburuk situasi politik. Mahathir menuduh Abdullah membatalkan proyek-proyek besar dan mengkhianati kepercayaannya, bahkan sampai keluar dari UMNO sebagai bentuk protes.
Penanganan pemerintah terhadap kebebasan media dan unjuk rasa pro-demokrasi juga menuai kritik, dengan tuduhan pembatasan kebebasan berekspresi. Hasil Pemilihan umum Malaysia 2008 menjadi titik balik, di mana Barisan Nasional kehilangan mayoritas dua pertiga di parlemen dan beberapa negara bagian penting. Meskipun ia berhasil memenangkan masa jabatan kedua, penurunan dukungan ini memicu tekanan internal yang kuat dari UMNO untuk mundur.
Pada akhirnya, Abdullah memilih untuk mengundurkan diri secara terhormat pada tahun 2009, menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Najib Razak. Meskipun masa jabatannya berakhir dengan tantangan, ia tetap dihormati atas integritas pribadinya dan upaya awalnya dalam reformasi. Ia dikenal sebagai "Bapak Pembangunan Modal Manusia" (Bapa Pembangunan Modal InsanBahasa Melayu), sebuah julukan yang mencerminkan fokusnya pada pengembangan sumber daya manusia sebagai kunci kemajuan negara. Warisannya mencakup upaya untuk membersihkan pemerintahan, mempromosikan Islam moderat, dan memimpin Malaysia melalui periode transisi yang kompleks.