1. Gambaran Umum
Aryabhata (आर्यभट, Āryabhaṭa) atau Aryabhata I (476-550 M) adalah seorang matematikawan dan astronom terkemuka dari zaman klasik matematika India dan astronomi India. Ia juga dianggap sebagai fisikawan awal karena menyebutkan relativitas gerak. Kontribusinya yang signifikan mencakup pengembangan sistem nilai tempat, penggunaan nol, perkiraan nilai pi (π), inovasi dalam trigonometri, penyelesaian persamaan Diophantine, serta rumus-rumus untuk deret kuadrat dan kubik. Dalam astronomi, Aryabhata mengemukakan teori rotasi Bumi pada porosnya, menjelaskan gerhana matahari dan gerhana bulan secara ilmiah, dan menghitung periode sideral dengan akurasi tinggi. Karyanya yang paling terkenal adalah Aryabhatiya dan Arya-siddhanta. Pemikirannya memiliki dampak besar pada perkembangan ilmu pengetahuan di India, dunia Islam, dan kemudian Eropa, membentuk dasar bagi banyak konsep modern.
2. Kehidupan
2.1. Nama
Nama yang benar adalah Aryabhata (आर्यभट, Āryabhaṭa), bukan "Aryabhatta", meskipun ejaan terakhir ini kadang digunakan, misalnya untuk nama satelit India pertama. Ejaan "Aryabhatta" mungkin menyiratkan makna "orang terpelajar" (dari sufiks bhatta), sementara bhaṭa berarti "orang yang dipekerjakan dengan emas" atau "tentara bayaran". Namun, teks-teks astronomi kuno, termasuk rujukan dari Brahmagupta di lebih dari seratus tempat, secara konsisten mengeja namanya sebagai Aryabhata. Selain itu, dalam banyak kasus, "Aryabhatta" tidak sesuai dengan metrum puisi Sanskerta. Untuk membedakannya dari matematikawan lain dengan nama yang sama di abad ke-10, ia terkadang disebut sebagai Aryabhata I. Ia juga dikenal dengan sebutan āśmakīya, yang berarti "seseorang dari negara Aśmaka".
2.2. Waktu dan Tempat Kelahiran
Aryabhata menyebutkan dalam karyanya, Aryabhatiya, bahwa ia berusia 23 tahun pada tahun ke-3600 era Kali Yuga, yang sesuai dengan tahun 499 Masehi. Ini menunjukkan bahwa ia lahir pada tahun 476 Masehi. Ia sendiri menyatakan bahwa ia berasal dari Kusumapura atau Pataliputra (sekarang Patna, Bihar).
Namun, ada hipotesis lain mengenai tempat kelahirannya. Bhaskara I, seorang matematikawan yang hidup setelah Aryabhata, menggambarkannya sebagai āśmakīya, yang berarti "seseorang yang berasal dari negara Aśmaka". Pada zaman Buddha, suku Aśmaka mendiami wilayah antara Sungai Narmada dan Sungai Godavari di India tengah. Beberapa pihak mengklaim bahwa aśmaka (kata Sanskerta untuk "batu") tempat Aryabhata berasal mungkin adalah Kodungallur di Kerala saat ini, yang merupakan ibu kota bersejarah Thiruvanchikkulam di Kerala kuno. Klaim ini didasarkan pada keyakinan bahwa Koṭuṅṅallūr sebelumnya dikenal sebagai Koṭum-Kal-l-ūr ("kota batu keras"), meskipun catatan lama menunjukkan bahwa nama sebenarnya adalah Koṭum-kol-ūr ("kota pemerintahan yang ketat"). Selain itu, meskipun banyak komentar tentang Aryabhatiya berasal dari Kerala, fakta bahwa Arya-siddhanta sama sekali tidak dikenal di Kerala menimbulkan keraguan terhadap hipotesis ini. K. Chandra Hari juga berpendapat mendukung hipotesis Kerala berdasarkan bukti astronomi.
Aryabhata juga beberapa kali menyebut "Lanka" dalam Aryabhatiya, namun "Lanka" yang ia maksud adalah sebuah abstraksi, mewakili titik di khatulistiwa pada garis bujur yang sama dengan Ujjayini. Ini bukanlah pulau Sri Lanka modern.
2.3. Pendidikan dan Latar Belakang Akademis
Cukup pasti bahwa pada suatu waktu, Aryabhata pergi ke Kusumapura untuk studi lanjutan dan tinggal di sana selama beberapa waktu. Baik tradisi Hindu maupun Buddha, serta Bhaskara I (sekitar 629 M), mengidentifikasi Kusumapura sebagai Pataliputra, yang kini adalah Patna modern. Sebuah ayat menyebutkan bahwa Aryabhata adalah kepala sebuah institusi (kulapa) di Kusumapura. Karena Universitas Nalanda berada di Pataliputra pada waktu itu dan memiliki observatorium astronomi, ada spekulasi bahwa Aryabhata mungkin adalah kepala universitas Nalanda. Ia juga dikenal telah mendirikan sebuah observatorium di kuil Matahari di Taregana, Bihar.

2.4. Konteks Sejarah
Aryabhata aktif sekitar tahun 500 Masehi, pada masa Kekaisaran Gupta. Era Gupta ditandai dengan kebangkitan kembali astronomi dan matematika Veda, yang dipengaruhi oleh kontak budaya dengan dunia Barat. Pusat-pusat studi matematika di India pada abad ke-5 hingga ke-10 berada di Kusumapura, Ujjayini, dan Mysore, dengan Aryabhata berkarya di Kusumapura. Kusumapura adalah nama lain untuk Pataliputra, ibu kota Kekaisaran Gupta, tempat Universitas Nalanda yang berkembang pesat pada abad ke-5 dan ke-6.
Diperkirakan Aryabhata aktif di bawah pemerintahan Budhagupta, salah satu raja Gupta. Bukti-bukti seperti prasasti pilar di Eran, lempengan tembaga Damodarpur, dan prasasti patung Buddha di Mathura menunjukkan bahwa wilayah kekuasaan Budhagupta pada masa itu membentang dari Bengal Utara di timur, hingga wilayah Malwa di barat, Kannauj di utara, dan berbatasan dengan Dinasti Vakataka di selatan, dekat Sungai Narmada. Karena Aśmaka, tempat kelahiran Aryabhata, berada di luar wilayah kekuasaan Gupta, ada kemungkinan besar bahwa Aryabhata diundang oleh Budhagupta untuk menjadi kepala Universitas Nalanda, sebuah institusi pendidikan kuno yang memiliki standar intelektual sangat tinggi.
Sebelum Aryabhata, astronomi dan matematika India (dikenal sebagai "Ganita Jyotisha") pada periode Veda (sekitar abad ke-4 SM hingga abad ke-5 M) berfokus pada pengamatan pergerakan matahari dan bulan berdasarkan 27 atau 28 Nakshatra (konstelasi bintang) untuk keperluan ritual keagamaan. Karya-karya Aryabhata muncul sebagai puncak dari perkembangan ini, memadukan tradisi lokal dengan inovasi baru.
3. Karya
Aryabhata adalah penulis beberapa risalah tentang matematika dan astronomi, meskipun hanya Aryabhatiya yang masih bertahan.
3.1. Aryabhatiya (Āryabhaṭīya)
Aryabhatiya (Āryabhaṭīya) adalah karya utama Aryabhata dan satu-satunya yang masih bertahan hingga saat ini. Karya ini merupakan kompendium matematika dan astronomi yang ditulis dalam bentuk puisi Sanskerta yang sangat ringkas, terdiri dari 108 ayat utama dan 13 ayat pengantar. Karena gaya penulisannya yang padat, penjelasan maknanya banyak bergantung pada komentar-komentar yang ditulis oleh para cendekiawan di kemudian hari, seperti Bhaskara I (sekitar 600 M) dan Nilakantha Somayaji dalam Aryabhatiya Bhasya (1465 M). Nama "Aryabhatiya" sendiri diberikan oleh para komentator, sementara Aryabhata mungkin tidak memberinya nama khusus. Muridnya, Bhaskara I, menyebutnya Ashmakatantra (risalah dari Ashmaka) atau kadang-kadang Arya-shatas-aShTa (108 ayat Aryabhata).
Teks ini dibagi menjadi empat pāda atau bab:
- Gitikapada (13 ayat): Membahas unit-unit waktu yang besar seperti kalpa, manvantra, dan yuga, yang menyajikan kosmologi berbeda dari teks-teks sebelumnya seperti Vedanga Jyotisha karya Lagadha. Bagian ini juga berisi tabel sinus (jya) yang diberikan dalam satu ayat, serta durasi revolusi planet selama mahayuga (4.32 M tahun).
- Ganitapada (33 ayat): Meliputi pengukuran (kṣetra vyāvahāra), deret aritmetika dan geometri, gnomon/bayangan (shanku-chhAyA), serta persamaan sederhana, persamaan kuadratik, persamaan simultan, dan persamaan tak tentu (kuṭṭaka).
- Kalakriyapada (25 ayat): Menguraikan unit-unit waktu yang berbeda dan metode untuk menentukan posisi planet pada hari tertentu, perhitungan bulan interkalari (adhikamAsa), kShaya-tithi (tanggal yang dihilangkan), dan minggu tujuh hari dengan nama-nama hari.
- Golapada (50 ayat): Membahas aspek geometris dan trigonometri dari bola langit, fitur-fitur ekliptika, khatulistiwa langit, nodus, bentuk Bumi, penyebab siang dan malam, serta terbitnya rasi bintang di cakrawala. Beberapa versi juga menyertakan kolofon tambahan di akhir yang memuji keunggulan karya ini.
Aryabhatiya memperkenalkan sejumlah inovasi dalam matematika dan astronomi yang sangat berpengaruh selama berabad-abad. Karya ini juga dikenal karena deskripsinya tentang relativitas gerak, di mana Aryabhata menyatakan: "Sama seperti seorang pria di perahu yang bergerak maju melihat objek diam (di pantai) bergerak mundur, demikian pula bintang-bintang yang diam terlihat oleh orang-orang di Bumi bergerak tepat ke arah barat."
3.2. Arya-siddhanta (Ārya-siddhānta)
Ārya-siddhānta adalah karya Aryabhata yang berfokus pada perhitungan astronomi, namun sayangnya karya ini telah hilang dan tidak bertahan hingga saat ini. Pengetahuan kita tentang isinya berasal dari tulisan-tulisan para cendekiawan sezaman Aryabhata seperti Varahamihira, serta matematikawan dan komentator di kemudian hari, termasuk Brahmagupta dan Bhaskara I.
Karya ini tampaknya didasarkan pada teks yang lebih tua, yaitu Surya Siddhanta, dan menggunakan perhitungan waktu yang dimulai dari tengah malam, berbeda dengan Aryabhatiya yang menggunakan perhitungan dari matahari terbit. Ārya-siddhānta sangat populer di India Utara pada abad ke-7. Bahkan, kritikus Aryabhata, Brahmagupta, membuat ringkasan karya ini yang berjudul Khandakhadyaka (yang berarti "makanan manis"), meskipun dengan niat untuk mengkritiknya.
Ārya-siddhānta juga berisi deskripsi beberapa instrumen astronomi, antara lain:
- Gnomon (shanku-yantra): Alat penunjuk waktu berdasarkan bayangan.
- Instrumen bayangan (chhAyA-yantra): Alat yang menggunakan bayangan untuk pengukuran.
- Perangkat pengukur sudut (kemungkinan dhanur-yantra / chakra-yantra): Alat berbentuk setengah lingkaran dan lingkaran penuh.
- Tongkat silinder (yasti-yantra).
- Perangkat berbentuk payung (chhatra-yantra).
- Jam air (setidaknya dua jenis): Termasuk jam air berbentuk busur dan silinder.
Menurut K. V. Sarma, Ārya-siddhānta menyebar ke wilayah Andhra Pradesh, India bagian barat laut hingga Iran, dan mencapai istana Kekhalifahan Abbasiyah. Khandakhadyaka kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Al-Kand dan banyak digunakan sebagai panduan perhitungan astronomi yang ringkas di dunia Islam. Cendekiawan Persia, Al-Biruni, yang menghabiskan sepuluh tahun di India untuk mempelajari ilmu pengetahuan India, juga menerjemahkan ulang Khandakhadyaka.
3.3. Karya Lain dan Pengaruh
Selain Aryabhatiya dan Ārya-siddhānta, ada kemungkinan teks ketiga yang merupakan karya Aryabhata, yaitu Al ntf atau Al-nanf. Karya ini mungkin bertahan dalam terjemahan bahasa Arab, meskipun nama Sanskerta aslinya tidak diketahui. Teks ini disebut oleh cendekiawan Persia dan penulis sejarah India, Al-Biruni, yang hidup pada abad ke-9.
Aryabhata memiliki beberapa murid terkenal, termasuk Latadeva, Panduranga Svami, dan Nishanku. Latadeva, menurut Varahamihira, menulis komentar-komentar tentang teks-teks matematika Yunani seperti Romaka Siddhanta dan Paulisa Siddhanta, yang telah menyebar hingga ke Kekaisaran Romawi Timur. Ini menunjukkan bagaimana pemikiran Aryabhata dan lingkaran akademisnya tidak hanya memengaruhi tradisi India, tetapi juga berinteraksi dengan ilmu pengetahuan dari peradaban lain.
4. Kontribusi terhadap Matematika
Aryabhata memberikan pencapaian dan inovasi utama dalam bidang matematika, termasuk konsep-konsep fundamental yang ia kembangkan atau perkenalkan.
4.1. Sistem Nilai Tempat dan Nol
Sistem nilai tempat, yang pertama kali terlihat dalam Manuskrip Bakhshali abad ke-3, sudah jelas diterapkan dalam karya Aryabhata. Meskipun ia tidak menggunakan simbol khusus untuk nol, matematikawan Prancis Georges Ifrah berpendapat bahwa pemahaman tentang nol sudah tersirat dalam sistem nilai tempat Aryabhata sebagai penanda tempat untuk pangkat sepuluh dengan koefisien nol. Namun, Aryabhata tidak menggunakan angka Brahmi secara langsung. Ia melanjutkan tradisi Sanskerta dari zaman Veda dengan menggunakan huruf-huruf alfabet untuk menyatakan angka, termasuk dalam bentuk mnemonik untuk tabel sinus.
4.2. Pendekatan Nilai Pi (π)
Aryabhata melakukan pendekatan terhadap nilai pi (π) yang sangat akurat untuk zamannya. Dalam bagian kedua Aryabhatiyam (Ganitapada 10), ia menulis dalam bahasa Sanskerta:
caturadhikaṃ śatamaṣṭaguṇaṃ dvāṣaṣṭistathā sahasrāṇām
ayutadvayaviṣkambhasyāsanno vṛttapariṇāhaḥ.
"Tambahkan empat ke 100, kalikan dengan delapan, dan kemudian tambahkan 62.000. Dengan aturan ini, keliling lingkaran dengan diameter 20.000 unit dapat didekati."
Ini menyiratkan bahwa untuk lingkaran dengan diameter 20.000 unit, kelilingnya akan menjadi 62.832 unit. Dari sini, nilai pi dapat dihitung sebagai π ≈ 62832/20000 = 3.1416. Perhitungan ini akurat hingga empat tempat desimal, atau dua bagian per satu juta.
Ada spekulasi bahwa Aryabhata menggunakan kata āsanna (mendekati) untuk menunjukkan bahwa nilai ini bukan hanya perkiraan, tetapi juga tidak dapat dibandingkan (atau irasional). Jika ini benar, wawasan tersebut sangat canggih, karena sifat irasional pi baru dibuktikan di Eropa pada tahun 1761 oleh Johann Heinrich Lambert. Setelah Aryabhatiya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sekitar 820 Masehi, perkiraan nilai pi ini disebutkan dalam buku aljabar karya Al-Khwarizmi.
4.3. Trigonometri
Aryabhata memberikan kontribusi signifikan dalam bidang trigonometri. Dalam Ganitapada 6, ia menyatakan rumus luas segitiga sebagai:
: tribhujasya phalaśarīraṃ samadalakoṭī bhujārdhasaṃvargaḥ
Yang berarti: "untuk segitiga, hasil dari garis tegak lurus dengan setengah sisi adalah luasnya."
Aryabhata membahas konsep sinus dalam karyanya dengan nama ardha-jya, yang secara harfiah berarti "setengah tali busur". Untuk penyederhanaan, orang-orang mulai menyebutnya jya. Ketika para penulis Arab menerjemahkan karya-karya Aryabhata dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Arab, mereka merujuknya sebagai jiba. Namun, dalam tulisan Arab, vokal sering dihilangkan, sehingga disingkat menjadi jb. Kemudian, para penulis menggantinya dengan jaib, yang berarti "saku" atau "lipatan (pada pakaian)". (Dalam bahasa Arab, jiba adalah kata yang tidak bermakna.) Kemudian pada abad ke-12, ketika Gherardo dari Cremona menerjemahkan tulisan-tulisan ini dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, ia mengganti kata Arab jaib dengan padanan Latinnya, sinus, yang berarti "teluk" atau "cekungan". Dari sinilah muncul kata Inggris sine (sinus).
4.4. Persamaan Tak Tentu
Sejak zaman kuno, para matematikawan India sangat tertarik untuk menemukan solusi bilangan bulat untuk persamaan Diophantine yang berbentuk ax + by = c. Masalah ini juga dipelajari dalam matematika Tiongkok kuno dan solusinya dikenal sebagai teorema sisa Tiongkok.
Aryabhata mengembangkan metode untuk menyelesaikan masalah-masalah semacam ini, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Bhaskara I pada tahun 621 Masehi. Metode ini disebut metode kuṭṭaka (कुट्टक), yang berarti "menghancurkan" atau "memecah menjadi bagian-bagian kecil". Metode ini melibatkan algoritma rekursif untuk menulis faktor-faktor asli dalam bilangan yang lebih kecil. Algoritma kuṭṭaka menjadi metode standar untuk menyelesaikan persamaan Diophantine orde pertama dalam matematika India, dan pada awalnya seluruh subjek aljabar disebut kuṭṭaka-gaṇita atau hanya kuṭṭaka. Persamaan Diophantine juga telah dibahas secara ekstensif dalam teks Veda kuno, Sulba Sutras, yang bagian-bagiannya yang lebih kuno mungkin berasal dari tahun 800 SM.
Sebagai contoh dari komentar Bhaskara I tentang Aryabhatiya: Carilah bilangan N yang memberikan sisa 5 ketika dibagi 8, sisa 4 ketika dibagi 9, dan sisa 1 ketika dibagi 7. Dengan kata lain, temukan N = 8x+5 = 9y+4 = 7z+1. Nilai terkecil untuk N adalah 85.
4.5. Aljabar dan Deret
Dalam Aryabhatiya, Aryabhata memberikan hasil yang elegan untuk penjumlahan deret bilangan kuadrat dan kubik:
- 1^2 + 2^2 + ... + n^2 = n(n + 1)(2n + 1) / 6
- 1^3 + 2^3 + ... + n^3 = (1 + 2 + ... + n)^2 (lihat bilangan segitiga kuadrat)
4.6. Ilmu Ukur
Meskipun beberapa kontribusi Aryabhata terhadap ilmu ukur telah disebutkan dalam bagian Trigonometri, ia juga memberikan rumus-rumus fundamental lainnya. Ia dikenal karena memberikan aturan yang benar untuk menghitung luas segitiga. Meskipun sumber tidak merinci lebih lanjut tentang "luas bundar" atau bangun datar lainnya selain segitiga, kontribusinya dalam Ganitapada menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang geometri dan pengukuran.
5. Kontribusi terhadap Astronomi
Aryabhata mengembangkan penemuan dan teori-teori penting dalam bidang astronomi, yang merevolusi pemahaman tentang alam semesta pada masanya.
5.1. Rotasi Bumi dan Relativitas Gerak
Aryabhata dengan tepat menegaskan bahwa Bumi berputar pada porosnya setiap hari, dan bahwa gerakan bintang-bintang yang tampak adalah gerakan relatif yang disebabkan oleh rotasi Bumi, bertentangan dengan pandangan yang berlaku saat itu bahwa langitlah yang berputar. Hal ini ditunjukkan dalam bab pertama Aryabhatiya, di mana ia memberikan jumlah rotasi Bumi dalam satu yuga. Ia juga membuat pernyataan yang lebih eksplisit dalam bab gola-nya:
"Dengan cara yang sama seperti seseorang di perahu yang bergerak maju melihat [objek] yang tidak bergerak bergerak mundur, demikian pula [seseorang] di khatulistiwa melihat bintang-bintang yang tidak bergerak bergerak seragam ke arah barat. Penyebab terbit dan terbenam [adalah bahwa] bola bintang bersama dengan planet-planet [tampaknya?] berputar ke barat secara seragam di khatulistiwa, terus-menerus didorong oleh angin kosmik."
5.2. Model Astronomi
Sistem astronomi Aryabhata disebut sistem audAyaka, di mana hari-hari dihitung dari uday (fajar) di "Lanka" atau khatulistiwa. Beberapa tulisannya yang lebih baru mengenai astronomi, yang tampaknya mengusulkan model kedua (disebut ardha-rAtrikA, atau model tengah malam), telah hilang tetapi dapat direkonstruksi sebagian dari diskusi dalam Khandakhadyaka karya Brahmagupta.
Aryabhata menggambarkan model geosentris Tata Surya, di mana Matahari dan Bulan masing-masing dibawa oleh epikiklus dan berputar mengelilingi Bumi. Dalam model ini, yang juga ditemukan dalam Paitāmahasiddhānta (sekitar 425 M), gerakan planet-planet diatur oleh dua epikiklus: manda yang lebih kecil (lambat) dan śīghra yang lebih besar (cepat). Urutan planet berdasarkan jarak dari Bumi adalah sebagai berikut: Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus, dan asterisme.
Posisi dan periode planet dihitung relatif terhadap titik-titik yang bergerak secara seragam. Untuk Merkurius dan Venus, mereka bergerak mengelilingi Bumi dengan kecepatan rata-rata yang sama dengan Matahari. Untuk Mars, Jupiter, dan Saturnus, mereka bergerak mengelilingi Bumi dengan kecepatan tertentu, yang mewakili gerakan setiap planet melalui zodiak. Sebagian besar sejarawan astronomi menganggap bahwa model dua-epikiklus ini mencerminkan elemen-elemen astronomi Yunani pra-Ptolemeus. Selain itu, beberapa sejarawan melihat elemen lain dalam model Aryabhata, yaitu śīghrocca (periode planet dasar relatif terhadap Matahari), sebagai tanda adanya model heliosentris yang mendasari perhitungannya. Namun, konsensus umum adalah bahwa anomali sinodik (yang bergantung pada posisi Matahari) tidak secara fisik menyiratkan orbit heliosentris, dan bahwa sistem Aryabhata tidak secara eksplisit heliosentris. Ia mungkin juga percaya bahwa orbit planet-planet berbentuk elips daripada lingkaran.
5.3. Gerhana Matahari dan Bulan
Aryabhata secara ilmiah menjelaskan fenomena gerhana matahari dan gerhana bulan. Ia menyatakan bahwa Bulan dan planet-planet bersinar karena memantulkan cahaya matahari. Berbeda dengan kosmologi yang berlaku saat itu, di mana gerhana diyakini disebabkan oleh Rahu dan Ketu (yang diidentifikasi sebagai nodus bulan pseudo-planet), Aryabhata menjelaskan gerhana sebagai akibat dari bayangan yang dilemparkan oleh dan jatuh di Bumi.
Dengan demikian, gerhana bulan terjadi ketika Bulan memasuki bayangan Bumi (ayat gola.37). Ia membahas secara rinci ukuran dan jangkauan bayangan Bumi (ayat gola.38-48) dan kemudian memberikan perhitungan serta ukuran bagian yang mengalami gerhana. Meskipun para astronom India kemudian menyempurnakan perhitungannya, metode Aryabhata menjadi inti dasarnya. Paradigma komputasinya sangat akurat, terbukti ketika ilmuwan abad ke-18, Guillaume Le Gentil, saat berkunjung ke Pondicherry, India, menemukan bahwa perhitungan India mengenai durasi gerhana bulan pada 30 Agustus 1765 hanya meleset 41 detik lebih pendek, sementara grafik miliknya (oleh Tobias Mayer, 1752) meleset 68 detik lebih panjang.
5.4. Periode Sidereal dan Perhitungan
Aryabhata melakukan perhitungan yang sangat akurat untuk periode sideral. Dalam satuan waktu modern, ia menghitung rotasi sideral (rotasi Bumi mengacu pada bintang-bintang tetap) sebagai 23 hour, 56 minute, dan 4,1 detik. Nilai modern untuk rotasi sideral adalah 23 hour:56 minute:4,091 detik.
Demikian pula, nilai yang ia berikan untuk panjang tahun sideral adalah 365 hari, 6 hour, 12 minute, dan 30 detik (yaitu 365,25858 hari). Perhitungan ini hanya memiliki kesalahan sekitar 3 minute dan 20 detik dibandingkan dengan panjang tahun sideral modern (365,25636 hari). Akurasi perhitungannya menunjukkan tingkat pemahaman astronomi yang luar biasa pada masanya.
5.5. Instrumen Astronomi
Dalam karyanya, Ārya-siddhānta, Aryabhata menjelaskan berbagai instrumen astronomi yang digunakan untuk pengamatan dan perhitungan langit. Instrumen-instrumen ini mencakup:
- Gnomon (shanku-yantra): Alat sederhana yang menggunakan bayangan untuk menentukan waktu dan posisi matahari.
- Instrumen bayangan (chhAyA-yantra): Perangkat yang memanfaatkan bayangan untuk berbagai pengukuran astronomi.
- Perangkat pengukur sudut (kemungkinan dhanur-yantra / chakra-yantra): Alat berbentuk setengah lingkaran dan lingkaran penuh yang digunakan untuk mengukur sudut.
- Tongkat silinder (yasti-yantra): Sebuah tongkat yang digunakan dalam pengamatan.
- Perangkat berbentuk payung (chhatra-yantra): Sebuah alat unik berbentuk payung.
- Jam air (setidaknya dua jenis): Termasuk jam air berbentuk busur dan silinder.
6. Warisan dan Pengaruh
Pemikiran dan karya Aryabhata memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di India, dunia Islam, dan Eropa, serta bagaimana warisannya terus dihormati.
6.1. Pengaruh pada Sains India dan Islam
Karya Aryabhata memiliki pengaruh besar dalam tradisi astronomi India dan memengaruhi beberapa budaya tetangga melalui penerjemahan. Terjemahan bahasa Arab selama Zaman Keemasan Islam (sekitar 820 Masehi) sangat berpengaruh. Beberapa hasil karyanya dikutip oleh Al-Khwarizmi, dan pada abad ke-10, Al-Biruni menyatakan bahwa para pengikut Aryabhata percaya bahwa Bumi berputar pada porosnya. Kontribusi matematika dan astronomi Aryabhata diserap dan dikembangkan lebih lanjut oleh para ilmuwan di India dan peradaban Islam, yang kemudian menyebar ke Eropa.
6.2. Istilah Trigonometri
Aryabhata memainkan peran sentral dalam membentuk dasar-dasar trigonometri modern. Definisi-definisinya tentang sinus (jya), kosinus (kojya), versinus (utkrama-jya), dan sinus invers (otkram jya) memengaruhi kelahiran disiplin ilmu ini. Ia juga merupakan orang pertama yang menyusun tabel sinus dan versinus, dengan interval 3,75 derajat dari 0° hingga 90°, mencapai akurasi hingga empat tempat desimal.
Faktanya, istilah modern "sinus" dan "kosinus" adalah salah transkripsi dari kata-kata jya dan kojya yang diperkenalkan oleh Aryabhata. Seperti yang telah disebutkan, kata-kata ini diterjemahkan sebagai jiba dan kojiba dalam bahasa Arab. Kemudian, Gherardo dari Cremona salah memahami jiba sebagai kata Arab jaib, yang berarti "lipatan dalam pakaian". Ketika ia menerjemahkan teks geometri Arab ke dalam bahasa Latin, ia menggantinya dengan padanan Latinnya, sinus, yang berarti "teluk" atau "cekungan". Dari sinilah kemudian muncul kata Inggris "sine".
6.3. Sistem Kalender
Metode perhitungan astronomi Aryabhata sangat berpengaruh. Bersama dengan tabel trigonometri, metode ini banyak digunakan di dunia Islam untuk menghitung berbagai tabel astronomi Arab (zij). Secara khusus, tabel astronomi dalam karya ilmuwan Al-Andalus (Spanyol Arab) Al-Zarqali (abad ke-11) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai Tabel Toledo (abad ke-12) dan tetap menjadi efemeris paling akurat yang digunakan di Eropa selama berabad-abad.
Perhitungan kalender yang dirancang oleh Aryabhata dan para pengikutnya telah digunakan secara terus-menerus di India untuk tujuan praktis dalam menentukan Panchangam (kalender Hindu). Di dunia Islam, metode ini menjadi dasar kalender Jalali yang diperkenalkan pada tahun 1073 Masehi oleh sekelompok astronom termasuk Omar Khayyam. Versi kalender Jalali (yang dimodifikasi pada tahun 1925) masih menjadi kalender nasional yang digunakan di Iran dan Afghanistan hingga saat ini. Tanggal-tanggal kalender Jalali didasarkan pada transit matahari aktual, mirip dengan kalender Aryabhata dan kalender Siddhanta sebelumnya. Meskipun perhitungan tanggalnya sulit, kalender Jalali memiliki kesalahan musiman yang lebih sedikit dibandingkan dengan kalender Gregorian.
6.4. Penghormatan dan Peringatan
Sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi besarnya, berbagai entitas dan inisiatif telah dinamai menurut nama Aryabhata:
- Satelit pertama India, yang diluncurkan pada tahun 1975, dinamai Aryabhata. Citra satelit ini juga pernah ditampilkan di bagian belakang uang kertas rupee India pecahan 2 INR.

- Sebuah kawah bulan juga dinamai Aryabhata.
- Aryabhatta Knowledge University (AKU) didirikan oleh Pemerintah Bihar di Patna untuk pengembangan dan pengelolaan infrastruktur pendidikan terkait teknik, kedokteran, manajemen, dan pendidikan profesional terkait.
- Aryabhatta Research Institute of Observational Sciences (ARIES), sebuah lembaga penelitian untuk astronomi, astrofisika, dan ilmu atmosfer, berlokasi dekat Nainital, India.
- Kompetisi Matematika Aryabhata antar-sekolah juga dinamai dari namanya.
- Bahkan, spesies bakteri Bacillus aryabhata yang ditemukan di stratosfer oleh ilmuwan ISRO pada tahun 2009 dinamai untuk menghormatinya.
7. Penilaian dan Kritik
Bagian ini menyajikan evaluasi historis terhadap pencapaian Aryabhata dan menyoroti kritik atau kontroversi yang mungkin timbul terkait dengan karya atau teorinya.
7.1. Penilaian Historis
Aryabhata secara luas diakui sebagai salah satu figur paling signifikan dalam sejarah matematika dan astronomi India, serta global. Kontribusinya yang inovatif dalam sistem nilai tempat, nol, pi, trigonometri, dan astronomi menandai kemajuan substansial dalam pemikiran ilmiah pada masanya. Ia sering disebut sebagai "Acharya" (cendekiawan) pertama dalam astronomi India oleh sejarawan ilmu pengetahuan seperti M.L. Sharma, karena ia secara mandiri meneliti dan menulis karya-karyanya berdasarkan kecerdasannya sendiri, berbeda dengan tradisi sebelumnya yang mengklaim pengetahuan berasal dari kitab suci atau transmisi melalui orang-orang suci. Akurasi perhitungannya, seperti yang ditunjukkan oleh perbandingan dengan pengamatan abad ke-18, menegaskan kehebatan ilmiahnya.

7.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun Aryabhata dihormati secara luas, karyanya juga menghadapi kritik dan kontroversi dari rekan-rekan sejawatnya, terutama dari Brahmagupta, seorang matematikawan dan astronom yang sangat kritis terhadap pandangan Aryabhata, khususnya dari perspektif Brahmana ortodoks. Dalam Brahmasphutasiddhanta (Bab 1, ayat 62), Brahmagupta menulis: "Para pendukung Aryabhata tidak secara terbuka menghadapi seperti kijang. Mereka tidak menghadapi singa bahkan jika mereka melihatnya."
Sejarawan India Soviet, Grigory Maksimovich Bongard-Levin, menafsirkan pernyataan ini sebagai pembelaan tersirat Brahmagupta terhadap Aryabhata. Levin berpendapat bahwa Brahmagupta menyiratkan bahwa Aryabhata dikecam atau dianiaya oleh kaum tradisionalis karena ia berpegang pada prinsip-prinsip ilmiah, dan bahwa Aryabhata menghindari konfrontasi langsung dengan kritik tersebut. Ini menunjukkan bahwa Aryabhata, sebagai seorang ilmuwan yang inovatif, mungkin menghadapi tekanan dari kalangan yang lebih konservatif yang menjunjung tinggi tradisi keagamaan. Meskipun Aryabhatiya sangat inovatif, ia juga dikatakan memiliki beberapa kompromi dengan tradisi, seperti memasukkan konsep waktu kosmologis yang penting dalam Jainisme.