1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
Christos Sartzetakis lahir di Neapoli, Thessaloniki, pada tanggal 6 April 1929. Ayahnya adalah seorang perwira Gendarmerie Hellenic di Thessaloniki, seorang Kreta yang berasal dari Kandanos, Chania. Sementara itu, ibunya adalah seorang Makedonia Yunani yang lahir di Sklithro, Florina. Ia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Aristoteles Thessaloniki, tempat ia berhasil memperoleh gelar sarjana dalam bidang hukum.
2. Karier Hukum
Sartzetakis memulai karier yudisialnya pada tahun 1955. Ia pertama kali menjabat sebagai Hakim Perdamaian di Kleisoura, Kastoria, sebelum kemudian diangkat menjadi hakim di Pengadilan Tingkat Pertama Thessaloniki pada tahun 1963.
2.1. Investigasi Pembunuhan Grigoris Lambrakis dan Penjara di Bawah Junta
Pada 27 Mei 1963, Grigoris Lambrakis, seorang anggota parlemen sayap kiri, meninggal dunia empat hari setelah ia dipukuli secara brutal. Kasus ini dengan cepat dialihkan ke Pengadilan Tingkat Pertama Thessaloniki, dan Sartzetakis ditugaskan oleh jaksa agung Mahkamah Agung Yunani, Constantine Kollias, untuk melakukan penyelidikan.
Pada bulan Maret 1964, Sartzetakis mengirimkan surat kepada Menteri Kehakiman, Polychronis Polychronidis, di mana ia secara eksplisit menuduh keterlibatan polisi dan negara bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Bersama dengan jaksa Stylianos Boutis, ia memerintahkan penahanan preventif terhadap empat perwira.
Persidangan dimulai pada 3 Oktober 1966 dan berlangsung selama 67 hari di Pengadilan Kriminal Thessaloniki. Selama persidangan, Sartzetakis dan jaksa Pavlos Dellaportas berada di bawah tekanan besar untuk segera menutup kasus tanpa melanjutkan penyelidikan. Dua bulan kemudian, putusan diumumkan. Sebanyak 21 terdakwa dan semua agen dibebaskan, menolak usulan jaksa. Hanya dua orang yang dihukum sebagai pelaku, dan keduanya segera diampuni oleh Junta tak lama setelahnya. Kollias, yang kemudian menjadi Perdana Menteri di bawah junta militer, menyatakan bahwa "Sartzetakis akan mempertanggungjawabkannya kepada saya." Dalam memoarnya, yang diterbitkan setelah ia meninggalkan kursi kepresidenan, Sartzetakis menekankan bahwa kematian Lambrakis adalah pembunuhan politik yang jelas dengan keterlibatan langsung negara.
Investigasi Lambrakis menjadi tema novel Z karya Vassilis Vassilikos pada tahun 1966. Sartzetakis diperankan oleh aktor Jean-Louis Trintignant dalam adaptasi film novel tersebut pada tahun 1969, yang disutradarai oleh Costa Gavras dan berjudul Z.
Setelah penuntutan Lambrakis, Sartzetakis pindah ke Paris dengan izin untuk mempelajari hukum komersial dan hukum Komunitas Eropa. Ia ditangkap dua kali oleh Junta, pertama pada Malam Natal 1970, dan disiksa oleh Polisi Militer Yunani. Setelah protes internasional yang meluas, ia dibebaskan dari penjara Junta pada tahun 1971.
2.2. Restorasi Demokrasi
Pada September 1974, setelah penggulingan kediktatoran dan pemulihan demokrasi di Yunani, Sartzetakis direhabilitasi sepenuhnya. Sebagai anggota Pengadilan Banding pada tahun 1976, ia menolak permintaan Jerman untuk mengekstradisi teroris Rolf Pohle. Sartzetakis berpendapat bahwa kejahatan Pohle bersifat politis, dan konstitusi Yunani melarang ekstradisi dalam kasus-kasus semacam itu. Keputusannya ini memicu tindakan disipliner terhadap dirinya dan dua hakim lain yang mengeluarkan keputusan tersebut oleh jaksa Mahkamah Agung. Pada tahun 1981, ia diangkat sebagai presiden Pengadilan Banding, dan pada tahun 1982, ia menjadi anggota Mahkamah Sipil dan Pidana Agung Yunani.
3. Kepresidenan Yunani (1985-1990)
Masa jabatan Christos Sartzetakis sebagai Presiden Yunani merupakan periode penting yang ditandai oleh dinamika politik yang kompleks dan sejumlah peristiwa besar, terutama yang berkaitan dengan proses pemilihan kontroversialnya serta kebijakan dan tantangan selama pemerintahannya.
3.1. Proses Pemilihan Presiden
Suasana politik sesaat sebelum pemilihan umum presiden Yunani 1985 sangat tidak stabil. Media dan partai politik pada saat itu menganggap terpilihnya kembali Konstantinos Karamanlis sebagai Presiden Republik sudah pasti. Namun, Perdana Menteri Andreas Papandreou kemudian secara mengejutkan mencalonkan Sartzetakis, seorang hakim yang sebelumnya tidak terlibat dalam politik, sebagai kandidat pengganti Karamanlis. Pengumuman mendadak ini dan taktik yang digunakan Papandreou untuk menjadikan Sartzetakis presiden menyebabkan krisis konstitusional Yunani 1985. Pada 10 Maret 1985, segera setelah pengumuman publik keputusan ini, Karamanlis mengundurkan diri. Pengunduran dirinya dipicu oleh penolakan tak terduga PASOK terhadap pemilihan ulangnya dan karena penentangannya terhadap rencana Papandreou yang baru saja diumumkan untuk mereformasi Konstitusi 1975 dan mengalihkan beberapa kekuasaan eksekutif dari Presiden Republik kepada Perdana Menteri. Ketua Parlemen Hellenic saat itu, Ioannis Alevras, mengambil alih jabatan sebagai penjabat Presiden Yunani.
Pemungutan suara pertama di parlemen Yunani berlangsung pada 17 Maret, di mana Sartzetakis memperoleh 178 suara sebagai satu-satunya kandidat. Pemungutan suara kedua diadakan pada 23 Maret, dan ia mendapatkan dukungan dari 181 deputi. Pemungutan suara ini kontroversial karena surat suara yang digunakan memiliki warna yang berbeda, yaitu biru untuk Sartzetakis dan putih untuk yang lainnya, yang menyebabkan pelanggaran kerahasiaan suara. Baru pada pemungutan suara ketiga yang "berbadai", yang diadakan pada 29 Maret, Sartzetakis terpilih sebagai presiden baru untuk masa jabatan 5 tahun, berkat suara dari 180 deputi dari PASOK dan Partai Komunis Yunani. Tak lama setelah itu, ia menyampaikan pesan yang disiarkan televisi, menyerukan persatuan dan menegaskan bahwa "negara kita terlalu kecil untuk mendukung kemewahan perpecahan nasional."

Ia dilantik pada 30 Maret dalam sebuah upacara yang diboikot oleh 112 deputi oposisi konservatif (ND), yang menolak hadir dengan alasan bahwa pemilihan tersebut tidak konstitusional karena penjabat presiden Yunani, Alevras, yang saat itu adalah ketua Parlemen, diizinkan untuk memberikan suara.
3.2. Kebijakan dan Peristiwa Utama
Selama masa jabatannya, Sartzetakis menunjukkan sikap yang kuat terhadap isu-isu sosial dan politik. Pada tahun 1986, ia dengan tegas menentang undang-undang yang melegalkan aborsi di Yunani.
Antara tahun 1989 dan 1990, ia harus menghadapi tiga kali pengulangan pemilihan umum yang belum pernah terjadi sebelumnya karena ketidakmampuan partai-partai untuk membentuk pemerintahan. Hal ini terutama disebabkan oleh Skandal Koskotas yang melibatkan Perdana Menteri Papandreou, serta perubahan undang-undang pemilihan oleh Papandreou untuk mencegah partai oposisi mendapatkan mayoritas kekuasaan.
Pada tahun 1987, Christos Roussos, seorang pemuda homoseksual yang dijatuhi hukuman seumur hidup pada tahun 1976 atas kasus pembunuhan, melakukan mogok makan. Menghadapi situasi ini, dan menanggapi bandingnya untuk pembatalan persidangan karena ia membunuh pria yang ingin memprestitusikannya, pemerintah Papandreou mengampuninya. Namun, hal ini ditolak oleh Sartzetakis. Fakta ini memicu gelombang kemarahan yang menuduh Sartzetakis sebagai seorang homofobia dan memperburuk hubungannya dengan Perdana Menteri Papandreou. Pengampunan tersebut akhirnya diberikan pada tahun 1990 oleh Karamanlis.
3.3. Penilaian dan Kritik sebagai Presiden
Kepribadian Sartzetakis sebagai presiden sering kali menjadi sasaran kritik dan satire. Ia menuntut agar surat kabar merujuknya sebagai "Tuan" dengan huruf kapital "K" (ΚύριοςKyriosBahasa Yunani). Ia juga menggunakan bentuk bahasa Yunani modern yang konservatif yang disebut Katharevousa, dan secara keseluruhan dianggap sebagai seorang formalis yang kaku dengan pemikiran yang kaku dan jauh dari rakyat. Namun, Sartzetakis juga memberikan kehormatan yang sama kepada tokoh politik lainnya, seperti Perdana Menteri Andreas Papandreou, Costas Simitis, dan Konstantinos Mitsotakis, serta kemudian Presiden Konstantinos Stephanopoulos.
Ia juga dikritik karena membeli AC yang mahal pada saat itu saat kembali dari Tiongkok dan tidak melewati bea cukai. Namun, diklaim bahwa pembelian yang dilaporkan saat kunjungan resmi seharusnya tidak hanya diatribusikan kepadanya, melainkan juga kepada rombongan dan wartawan yang menyertainya.
Dalam dua kesempatan, ia menuntut para komedian karena mengejeknya. Pada tahun 1986, Sartzetakis muncul dalam sebuah foto dengan salib besi besar dan tongkat Athanasius the Athonite di Biara Agung Lavra. Komedian Harry Klynn menyatirinya di sampul albumnya "Τίποτα". Saat itulah ia dituntut karena dugaan penghinaan terhadap simbol agama, meskipun Klynn akhirnya dibebaskan. Tahun berikutnya, komedian Lakis Lazopoulos ditangkap setelah menerbitkan kritik terhadap situasi politik, namun ia juga dibebaskan.
Meskipun ia memiliki pandangan antikomunisme dan menganggap kekalahan Tentara Demokratik Yunani pada tahun 1949 sebagai "kemenangan nasional", ia menekankan perlunya rekonsiliasi nasional yang tulus berdasarkan ingatan. Dengan demikian, ia tidak setuju dengan penghentian layanan peringatan bagi para prajurit Angkatan Bersenjata Hellenic yang gugur dan perlakuan tabu terhadap subjek tersebut dalam pendidikan. Meskipun demikian, ia bekerja sama dengan Charilaos Florakis selama krisis politik tahun 1989 dan memujinya setelah kematiannya pada tahun 2005, memuji pemimpin komunis tersebut atas "kejujuran, integritas, dan ketegasan politiknya".
Masa jabatannya berakhir pada 5 Mei 1990 setelah ia gagal mendapatkan dukungan yang cukup untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan umum presiden Yunani 1990. Konstantinos Karamanlis menjabat untuk masa jabatan keduanya sebagai presiden setelah terpilih sehari sebelumnya dengan mayoritas absolut di Parlemen. Setelah itu, Sartzetakis pensiun dari kehidupan publik, tetapi terus menerbitkan opini di surat kabar dan artikel di situs web pribadinya.
4. Pandangan dan Ideologi
Pandangan politik dan filosofis Christos Sartzetakis mencerminkan dedikasinya terhadap prinsip-prinsip keadilan, persatuan, dan penghormatan terhadap sejarah, bahkan di tengah perbedaan ideologis yang mendalam.
4.1. Pandangan tentang Rekonsiliasi Nasional
Sartzetakis memiliki pandangan anti-komunisme dan menganggap kekalahan Tentara Demokratik Yunani (DSE) pada tahun 1949 sebagai "kemenangan nasional". Namun, di samping pandangan tersebut, ia menekankan pentingnya rekonsiliasi nasional yang sejati dan jujur, yang harus dibangun di atas dasar ingatan dan pemahaman akan masa lalu. Ia menentang keras penghentian upacara peringatan bagi para pahlawan Angkatan Bersenjata Hellenic yang gugur dan perlakuan tabu terhadap topik ini dalam sistem pendidikan, meyakini bahwa sejarah harus diingat tanpa prasangka atau penghindaran. Meskipun ia memiliki pandangan anti-komunis, Sartzetakis tetap menjalin kerja sama dengan Charilaos Florakis, seorang pemimpin komunis, selama krisis politik tahun 1989. Setelah Florakis meninggal pada tahun 2005, Sartzetakis memberikan eulogi, memuji almarhum pemimpin komunis tersebut atas "kejujuran, integritas, dan ketegasan politiknya." Ini menunjukkan kemampuannya untuk mencari titik temu dan menghargai integritas pribadi di luar perbedaan ideologis.
5. Kehidupan Pribadi
Sartzetakis menikah dengan Efi Argyriou, dan dari pernikahan mereka, mereka dikaruniai seorang putri.
6. Kematian
Pada 3 Desember 2021, Sartzetakis dirawat di rumah sakit Laiko di Athena dan diintubasi karena pneumonia akut. Ia meninggal dunia karena gagal napas akut pada 3 Februari 2022, pada usia 92 tahun.
Pemerintah Yunani mengumumkan masa berkabung nasional selama tiga hari, antara 3 hingga 5 Februari, dengan bendera dikibarkan setengah tiang. Pemakaman kenegaraan dilangsungkan pada 7 Februari di Katedral Metropolitan Athena. Ia kemudian dimakamkan di Pemakaman Pertama Athena dalam upacara keluarga yang intim.
7. Tanda Kehormatan
Christos Sartzetakis menerima sejumlah penghargaan dan tanda kehormatan dari berbagai negara selama dan setelah masa jabatannya sebagai Presiden Yunani.
- Orde Pangeran Henry (Portugal, 1990) - Diberikan dalam bentuk Grand Collar, penghargaan tertinggi dalam orde tersebut.
8. Warisan dan Evaluasi
Warisan Christos Sartzetakis mencerminkan seorang jurist yang berintegritas dan seorang presiden yang menghadapi berbagai tantangan politik dan sosial. Evaluasi terhadap kehidupannya seimbang antara kontribusi positifnya dan kritik yang ia terima.
8.1. Evaluasi Positif
Sartzetakis dikenang terutama karena integritas dan keberaniannya sebagai penyelidik dalam kasus pembunuhan Grigoris Lambrakis. Perannya dalam mengungkap keterlibatan negara dan penolakannya untuk tunduk pada tekanan politik selama masa junta militer Yunani menjadikannya simbol perjuangan untuk keadilan dan hak asasi manusia. Meskipun ia ditangkap dan disiksa, ia tetap teguh pada prinsip-prinsip hukum, yang kemudian diakui setelah pemulihan demokrasi di Yunani.
Sebagai presiden, ia berupaya menyerukan persatuan nasional, seperti yang ia sampaikan dalam pesan televisi setelah pemilihannya bahwa "negara kita terlalu kecil untuk mendukung kemewahan perpecahan nasional." Ia juga adalah presiden pertama yang menyambut para pejuang Perlawanan Yunani di Istana Kepresidenan untuk perayaan 24 Juli, sebuah tindakan yang memperkuat pengakuan terhadap mereka yang berjuang demi kebebasan. Dedikasinya terhadap hukum dan konstitusi, meskipun terkadang dianggap kaku, mencerminkan komitmennya untuk menegakkan negara hukum.
8.2. Kritik dan Kontroversi
Masa kepresidenan Sartzetakis tidak luput dari kritik dan kontroversi. Proses pemilihannya pada tahun 1985 menimbulkan krisis konstitusional dan dituduh tidak konstitusional karena adanya dugaan pelanggaran kerahasiaan suara dan partisipasi penjabat presiden dalam pemungutan suara. Penolakannya yang kuat terhadap legalisasi aborsi pada tahun 1986 menunjukkan pandangan konservatifnya.
Kasus Christos Roussos pada tahun 1987, di mana ia menolak pengampunan Papandreou terhadap seorang terpidana homoseksual, memicu tuduhan homofobia dan memperburuk hubungannya dengan Perdana Menteri Papandreou. Kepribadiannya yang formal dan penggunaan Katharevousa (bentuk konservatif bahasa Yunani modern) juga sering menjadi sasaran satire dan kritik publik, yang menyoroti persepsinya sebagai sosok yang kaku dan jauh dari rakyat. Kritik juga muncul terkait pengeluarannya, seperti pembelian AC yang mahal tanpa melewati bea cukai, meskipun ada klaim bahwa sebagian besar pembelian tersebut dilakukan oleh rombongan atau wartawan. Ia juga menuntut komedian yang mengejeknya, seperti Harry Klynn dan Lakis Lazopoulos, meskipun keduanya akhirnya dibebaskan.
Terlepas dari kritikan ini, Sartzetakis tetap dianggap sebagai figur yang konsisten dengan prinsip-prinsipnya, terutama dalam penegakan hukum dan perjuangan melawan ketidakadilan.