1. Biografi
Ratu Debsirindra memiliki riwayat hidup yang signifikan dalam lingkungan kerajaan Siam, dari latar belakang keluarganya yang memiliki darah Suku Mon hingga perannya sebagai permaisuri dan ibu raja.
1.1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Putri Ramphoei lahir pada 17 Juli 1834. Ia adalah putri sulung dari Siriwong, Pangeran Mattayaphithak, yang merupakan putra dari Raja Nangklao (Rama III) dan Selir Sap. Ibunya adalah Lady Noi (Mom Noi). Dari pihak ibunya, ia memiliki keturunan Mon, dengan garis keturunan dari bangsawan Mon dan Thailand. Nenek dari pihak ibunya, Khun Chaem, adalah cucu dari Phraya Rattana Chak (Hong Thong Surakhup), seorang pejabat perbatasan Mon. Ibu Khun Chaem, Khun Muang Surakhup, juga merupakan saudara tiri dari Chao Chom Manda Pom (permaisuri Raja Rama I), Chao Chom Peng (permaisuri Raja Rama II), dan Chao Chom Manda Aem (permaisuri Raja Rama II). Putri Ramphoei juga memiliki delapan saudara tiri dari pihak ayahnya.
Ketika ayahnya meninggal pada usia 27 tahun, kakeknya, Raja Nangklao, membawa Putri Ramphoei dan saudara perempuannya, Phannarai, ke Istana Agung dan mereka dikenal sebagai cucu kesayangannya. Saat masih muda, ia tinggal bersama bibi dari pihak ayah, Putri Lamom, untuk belajar melayani raja dengan mengipasi. Kemampuannya mengipasi sangat disukai oleh Raja Nangklao, yang kemudian menganugerahkan nama "Ramphoei" kepadanya. Nama ini berarti "angin sejuk yang bertiup lembut". Ada cerita yang menyebutkan bahwa seorang biksu bernama Phra Si Sutthiwong membawa kembali sejenis pohon dari Sri Lanka, dan Raja Nangklao sangat menyukai pohon itu sehingga ia menamainya "Ramphoei" sesuai dengan nama cucunya.
1.2. Pernikahan dan Peran sebagai Permaisuri
Pada tahun 1853, setelah wafatnya Somdet Phra Nang Chao Somanas Watthanawadi, permaisuri Raja Mongkut, dan tidak ada lagi putri kerajaan dari garis keturunan Raja Rama III yang tersisa, Raja Mongkut menaikkan status Putri Ramphoei. Pada 6 Januari 1853, ia dinikahi oleh pamannya, Raja Mongkut (Rama IV), yang berusia 30 tahun lebih tua darinya. Ia kemudian diangkat menjadi Phra Ong Chao Ramphoei Phamaraphirom, sebuah gelar putri kerajaan yang lebih tinggi. Nama ini memiliki arti "bunga yang menyenangkan dan tempat berlindung bagi lebah". Kemudian, keluarga kerajaan dan para menteri mengusulkannya untuk menjadi permaisuri raja. Dalam proklamasi Raja Rama IV, ia disebut sebagai Somdet Phra Nang Nat Ratchathewi.

1.3. Anak-anak
Bersama Raja Mongkut, Ratu Debsirindra memiliki empat orang anak:
| Gambar | Nama dan Gelar | Tanggal Lahir | Tanggal Wafat | Usia |
|---|---|---|---|---|
![]() | Pangeran Chulalongkorn (จุฬาลงกรณ์ChulalongkornBahasa Thai), kemudian menjadi Raja Chulalongkorn (Rama V) | 20 September 1853 | 23 Oktober 1910 | 57 tahun |
![]() | Putri Chandrmondol / Chanthonmonthon (จันทรมณฑลChanthonmonthonBahasa Thai), kemudian menjadi Putri Wisutkrasat | 24 April 1855 | 14 Mei 1863 | 8 tahun |
![]() | Pangeran Chaturonrasmi / Chaturon Ratsami (จาตุรนต์รัศมีChaturon RatsamiBahasa Thai), kemudian menjadi Pangeran Chakrabardibongse | 13 Januari 1856 | 11 April 1900 | 43 tahun |
![]() | Pangeran Bhanurangsi Savangwongse (ภาณุรังษีสว่างวงศ์Phanurangsi SawangwongBahasa Thai), kemudian menjadi Pangeran Bhanubandhuwongse Voradej | 11 Januari 1859 | 13 Juni 1928 | 68 tahun |
2. Sakit dan Wafat
Setelah kelahiran putra bungsunya, Pangeran Bhanurangsi Savangwongse, Ratu Debsirindra jatuh sakit parah. Ia menderita batuk yang hebat dan mengalami penurunan berat badan yang drastis, sehingga Raja Mongkut khawatir ia menderita tuberkulosis internal.
Dalam salah satu suratnya, Raja Mongkut menggambarkan kondisi dan wafatnya Ratu Debsirindra secara rinci. Ia menyebutkan bahwa Ratu Debsirindra mulai batuk dan muntah darah dalam jumlah besar, baik dari hidung maupun mulut. Pada suatu pagi, bahkan keluar makhluk menyerupai cacing kecil berujung tiga bersama darah. Meskipun dokter telah berusaha mengobati, pendarahan terus berlanjut.
Pada Minggu malam, 4 hari setelah bulan baru di bulan kesepuluh kalender Thai, Ratu Debsirindra dilaporkan merasa sedikit lebih baik, batuknya berkurang, dan ia dapat tidur nyenyak dari pukul 3 pagi hingga 9 pagi. Namun, pada keesokan harinya, Senin, 9 September 1861, setelah bangun tidur pada pukul 9 pagi dan mengonsumsi makanan dalam jumlah cukup besar, ia kembali batuk darah. Pendarahan kemudian terjadi sangat deras dari hidung dan mulut, memenuhi beberapa gelas, tanpa henti untuk bernapas. Segera setelah pendarahan hebat itu, denyut nadinya berhenti dan ia tidak sadarkan diri. Ratu Debsirindra wafat pada hari itu, Senin, 9 September 1861, pada usia 28 tahun.

Setelah wafatnya, jenazah Ratu Debsirindra ditempatkan dalam guci dan disimpan di gedung Ton Son yang baru didekorasi. Raja Mongkut memerintahkan renovasi gedung tersebut dengan indah, termasuk langit-langit, pintu, dan jendela yang dilapisi pola perak, serta dinding yang ditutupi kertas berpola. Keputusan untuk tidak menempatkan jenazahnya di Istana Agung adalah karena keterbatasan ruang dan untuk menghindari gangguan pada upacara kerajaan lainnya. Raja Mongkut terus-menerus mengadakan upacara pembuatan kebajikan, khotbah, dan persembahan untuk Ratu Debsirindra dan keempat anaknya.
Upacara kremasi kerajaan Ratu Debsirindra diadakan di Phra Merumat, Sanam Luang, pada Jumat, 18 April 1862. Upacara ini menjadi yang pertama kalinya memperkenalkan ritual Gongtek (upacara penghormatan leluhur Tionghoa) dalam upacara kerajaan, sebuah tradisi yang kemudian terus berlanjut. Setelah wafatnya Ratu Debsirindra, saudara perempuannya, Putri Phannarai (yang juga merupakan istri Raja Mongkut), mengambil peran sebagai permaisuri senior selama sisa masa pemerintahan Raja Mongkut.
3. Gelar Kerajaan dan Kehormatan
Ratu Debsirindra menyandang beberapa gelar kerajaan dan kehormatan sepanjang hidupnya dan secara anumerta:
- Mom Chao Ramphoei (17 Juli 1834 - 6 Januari 1853)
- Ini adalah gelar kelahirannya sebagai seorang putri.
- Phra Ong Chao Ramphoei Phamaraphirom (6 Januari 1853 - 25 Desember 1868)
- Gelar ini diberikan setelah ia menikah dengan Raja Mongkut.
- Dalam proklamasi Raja Rama IV, ia juga disebut sebagai Somdet Phra Nang Nat Ratchathewi.
- Sejak tahun 1862, proklamasi Raja Rama IV juga menyebutnya sebagai Phra Nang Thoe Phra Ong Chao Ramphoei Phamaraphirom dan Somdet Phra Nang Thoe Phra Ong Chao Ramphoei Phamaraphirom.
- Dalam Sejarah Kerajaan Rattanakosin, ia disebut sebagai Somdet Phra Nang Ramphoei Phamaraphirom.
- Krom Somdet Phra Debsirindramataya (25 Desember 1868 - era Raja Rama VI)
- Gelar anumerta ini diberikan oleh putranya, Raja Chulalongkorn (Rama V), ketika ia dinobatkan pada tahun 1867. Gelar ini secara harfiah berarti "Ibu Suri Debsirindra".
- Somdet Phra Debsirindra Boromma Rajini (era Raja Rama VI - sekarang)
- Gelar anumerta ini diberikan oleh cucunya, Raja Vajiravudh (Rama VI), yang juga memberinya nama Ratu Debsirindra.
4. Warisan dan Peringatan
Warisan Ratu Debsirindra diabadikan melalui berbagai monumen dan institusi yang didirikan untuk mengenang kontribusinya dan perannya sebagai Ibu Suri.
- Monumen Kerajaan di Sekolah Debsirin
Ide untuk membangun patung Ratu Debsirindra sebagai bentuk penghormatan di Sekolah Debsirin muncul sejak tahun 1995 dan berhasil diwujudkan pada tahun 1998. Monumen ini ditempatkan di bagian depan Gedung Therd Phra Kiat sebagai simbol kesetiaan, rasa syukur, dan penghargaan dari seluruh warga Sekolah Debsirin terhadap Ratu Debsirindra. Penamaan sekolah dengan namanya juga merupakan kehormatan tertinggi. Setiap tanggal 9 September, yang merupakan hari wafatnya, sekolah mengadakan upacara peletakan karangan bunga dan penghormatan kerajaan di monumen tersebut, yang dikenal sebagai "Hari Mae Ramphoei" (Hari Ibu Ramphoei).
- Wat Debsirindrawas Ratchaworawihan

Raja Chulalongkorn memerintahkan pembangunan Wat Debsirindrawas pada tahun 1876, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-25. Pembangunan kuil ini dimaksudkan untuk menghormati dan mengabdikan jasa ibunya, Somdet Phra Debsirindra Boromma Rajini, yang telah wafat sejak ia masih muda.
- Sekolah Debsirin
Sekolah Debsirin didirikan oleh Raja Chulalongkorn pada 15 Maret 1885. Pada awal pendiriannya, kegiatan belajar mengajar berlangsung di aula khotbah di dalam kompleks Wat Debsirindrawas. Pada tahun 1895, Pangeran Bhanurangsi Savangwongse, putra Ratu Debsirindra, berinisiatif membangun gedung sekolah khusus untuk Wat Debsirindrawas. Pembangunan ini juga merupakan bentuk pengabdian kepada ibunya, Ratu Debsirindra, serta kepada istrinya, Mom Maen Phanubandhu Na Ayutthaya. Gedung sekolah pertama ini dirancang dengan gaya Gotik, menjadikannya salah satu bangunan bergaya Gotik awal dan satu-satunya di Thailand pada masanya, dengan Somdet Phra Chao Boromwong Thoe Chao Fa Krom Phraya Narisara Nuwattiwong sebagai perancangnya. Selain itu, Phraya Chotik Ratchasetthi juga menyumbangkan dana untuk pembangunan gedung belajar tambahan di samping gedung pertama.
5. Silsilah Keluarga
Silsilah keluarga Ratu Debsirindra adalah sebagai berikut:
| Generasi | Nama dan Gelar | Hubungan |
|---|---|---|
| 1 | Somdet Phra Thepsirinthrabrommarachini | Diri Sendiri |
| 2 | Siriwong, Pangeran Mattayaphithak | Ayah |
| 3 | Mom Noi Siriwong Na Ayutthaya | Ibu |
| 4 | Raja Nangklao (Rama III) | Kakek dari pihak Ayah |
| 5 | Chao Chom Manda Sap | Nenek dari pihak Ayah |
| 6 | But | Kakek dari pihak Ibu |
| 7 | Chaem | Nenek dari pihak Ibu |
| 8 | Raja Phutthaloetla Naphalai (Rama II) | Kakek Buyut dari pihak Ayah |
| 9 | Somdet Phra Si Sulalai | Nenek Buyut dari pihak Ayah |
| 10 | Phra Akson Sombat (Thap) | Kakek Buyut dari pihak Ayah (dari Nenek Ayah) |
| 11 | Phong | Nenek Buyut dari pihak Ayah (dari Nenek Ayah) |
| 15 | Muang Surakhup | Nenek Buyut dari pihak Ibu (dari Nenek Ibu) |
| 16 | Raja Phutthayotfa Chulalok Maharat (Rama I) | Kakek Buyut Buyut dari pihak Ayah |
| 17 | Somdet Phra Amarinthra Borommarachini | Nenek Buyut Buyut dari pihak Ayah |
| 18 | Phraya Nonthaburi Si Maha Utthayan (Bunchan) | Kakek Buyut Buyut dari pihak Ayah (dari Nenek Buyut Ayah) |
| 19 | Peng Nonthaburi Si Maha Utthayan | Nenek Buyut Buyut dari pihak Ayah (dari Nenek Buyut Ayah) |
| 21 | Thao Song Kandal (Thong Mon) | Kakek Buyut Buyut dari pihak Ayah (dari Nenek Buyut Ayah dari Nenek Ayah) |
| 22 | Phraya Phatthalung (Thong Khao) | Kakek Buyut Buyut dari pihak Ibu (dari Nenek Buyut Ibu) |
| 23 | Plong Phatthalung | Nenek Buyut Buyut dari pihak Ibu (dari Nenek Buyut Ibu) |
| 30 | Phraya Rattana Chak (Hong Thong Surakhup) | Kakek Buyut Buyut dari pihak Ibu (dari Nenek Buyut Ibu dari Nenek Ibu) |



