1. Tinjauan
Fazang (法藏FǎzàngBahasa Tionghoa; 643-712) adalah seorang cendekiawan Buddhis, penerjemah, dan pemimpin agama berdarah Sogdia-Tionghoa dari Dinasti Tang. Ia dikenal sebagai patriark ketiga Buddhisme Huayan di Asia Timur, dan banyak cendekiawan menganggapnya sebagai tokoh utama atau bahkan pendiri *de facto* aliran Huayan. Fazang merupakan figur kunci di istana kekaisaran Tiongkok dan seorang filsuf Buddhis Tiongkok yang sangat berpengaruh. Kontribusinya mencakup penerjemahan sutra-sutra penting, penulisan karya-karya filosofis orisinal yang membentuk dasar pemikiran Huayan, dan perannya dalam mempromosikan ajaran Huayan di seluruh kekaisaran. Filosofinya berpusat pada doktrin kemunculan yang saling bergantung (interdependensi) dan interpenetrasi sempurna dari semua fenomena, yang ia jelaskan melalui metafora dan skema yang mendalam, seperti jaring Indra dan Singa Emas. Hubungannya yang erat dengan Permaisuri Wu Zetian memberinya dukungan kekaisaran yang signifikan, memungkinkan penyebaran ajaran Huayan secara luas dan bahkan memengaruhi teknologi pencetakan blok kayu.
2. Nama dan Gelar
Meskipun terdapat ambiguitas dalam interpretasi sumber-sumber biografi, sebagian besar penelitian terbaru menunjukkan bahwa nama Fazang tidak hanya merupakan nama dharmanya sebagai biarawan, tetapi juga nama sekulernya sebelum ditahbiskan. Nama keluarganya adalah Kang, yang berasal dari tempat kelahirannya, Kangjuguo. Selain itu, ia memiliki julukan 賢首XiánshǒuBahasa Tionghoa (Xianshou), yang tampaknya merupakan nama gaya yang diberikan oleh orang tuanya, meskipun ada klaim sebelumnya bahwa itu adalah gelar kehormatan dari Permaisuri Wu. Hal ini didukung oleh rujukan Fazang sendiri yang menggunakan julukan tersebut, yang sangat menunjukkan bahwa itu bukan gelar kehormatan seperti yang diperkirakan oleh para cendekiawan sebelumnya. Gelar kehormatan dan pembedaannya (別號biéhàoBahasa Tionghoa) adalah Guru Dharma Guoyi (國一法師Guóyī FǎshīBahasa Tionghoa), di mana para muridnya memanggilnya setelah penahbisan dan pada tahap akhir hidupnya. Ia juga dikenal dengan julukan 香象大師Xiāngxiàng DàshīBahasa Tionghoa (Xiangxiang Dashi).
3. Kehidupan
Kehidupan Fazang ditandai oleh dedikasinya yang mendalam terhadap ajaran Buddhis, pendidikannya yang luas, serta keterlibatannya yang signifikan dalam lingkaran kekaisaran Dinasti Tang, yang memungkinkannya untuk mempromosikan dan mengkonsolidasikan Buddhisme Huayan.
3.1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Sedikit yang diketahui tentang kehidupan awal Fazang. Keluarganya adalah orang-orang Sogdia dan tinggal di sebuah enklave etnis Sogdia di ibu kota kekaisaran Chang'an (sekarang Xi'an). Ayah Fazang, Kang Mi, memegang gelar resmi di istana Tang. Tidak banyak yang diketahui tentang ibunya, meskipun biografi Tiongkok menyatakan bahwa ia hamil "setelah bermimpi menelan sinar matahari". Catatan tentang kekayaan kakek Fazang mengisyaratkan kemampuan ayahnya untuk mencapai posisi yang lebih tinggi di kalangan aristokrat Tang, meskipun ia adalah seorang imigran Sogdia. Namun, sumber-sumber epigrafis dan tekstual menunjukkan banyak ambiguitas mengenai keluarganya.
Berbeda dengan ketidakpastian seputar kerabat darahnya, keluarga dharma Fazang tercatat lebih baik dalam sumber-sumber. Zhiyan adalah guru utamanya, sementara sesama cendekiawan Fazang, Daocheng dan Baochen, memberikan pengaruh tambahan. Fazang juga memiliki banyak sesama murid, meskipun sumber hanya mencatat empat nama utama: Huixiao, Huaiji, Huizhao, dan yang paling terkenal, Uisang, yang kemudian mendirikan Buddhisme Hwaeom di Korea. Diperdebatkan bahwa ia memiliki banyak murid lain, seorang murid biarawati bernama Facheng, dua murid Korea selain Uisang, dan seorang penulis biografi Tiongkok, Qianli.
Fazang memiliki minat awal pada Buddhisme. Ketika ia berusia lima belas tahun, ia membakar jarinya di depan sebuah "Ayuwang shelita" (sebuah pagoda Famensi yang menyimpan tulang jari Buddha). Ini adalah praktik keagamaan yang populer pada masa itu. Fazang merasa kecewa dalam pencarian awalnya untuk seorang guru yang tepat di ibu kota, sehingga ia pergi ke Pegunungan Zhongnan, di mana ia mempelajari sutra-sutra Mahayana, seperti Sutra Avatamsaka, dan juga terlibat dalam praktik Taoisme mengonsumsi eliksir herbal.
Setelah beberapa tahun mengasingkan diri dan mendengar bahwa orang tuanya sakit, Fazang kembali ke Chang'an dan akhirnya bertemu dengan guru pertamanya, Zhiyan, setelah membuatnya terkesan dengan pengetahuannya tentang Avatamsaka. Ia memulai kemuridannya sebagai umat awam dengan Zhiyan sekitar tahun 663, namun Fazang banyak melakukan perjalanan dan tidak selalu tinggal bersama gurunya. Sebelum Zhiyan meninggal pada tahun 668, ia menginstruksikan kedua guru vinayanya, Daocheng dan Baochen, untuk merawat Fazang. Daocheng diangkat sebagai salah satu dari tiga kepala biara yang baru dibangun di Chang'an, Taiyuansi. Di sinilah Fazang akan memasuki kependetaan Buddhis selama sisa hidupnya. Sumber-sumber biografi sebelumnya mengklaim bahwa Fazang terlalu memenuhi syarat untuk sīla Bodhisattva atau penahbisannya terjadi dalam konteks mukjizat, namun keduanya adalah catatan yang terdistorsi yang berusaha memvalidasi kurangnya bukti bahwa Fazang pernah memiliki penahbisan penuh.
3.2. Aktivitas Selama Dinasti Tang
Fazang terlibat dalam berbagai aspek kehidupan Buddhis dan politik selama Dinasti Tang, terutama melalui hubungannya dengan istana kekaisaran dan partisipasinya dalam proyek-proyek penting.
3.2.1. Hubungan dengan Istana Kekaisaran dan Promosi Ajaran Huayan
Setelah tahun 670 dan penahbisan monastiknya, Fazang menghabiskan waktu bepergian antara Gunung Zhongnan (tinggal di Wuzhensi dan Zhixiangsi) dan Taiyuansi di ibu kota. Ia sering memberikan ceramah tentang Sutra Avatamsaka. Dari tahun 680 hingga 687, Fazang mulai bekerja dengan biarawan India Divākara dalam menerjemahkan teks-teks India ke dalam bahasa Mandarin.
Antara tahun 688 dan 689, Fazang diperintahkan oleh Permaisuri Wu (saat itu bertindak sebagai bupati) untuk membangun tempat duduk Avatamsaka yang tinggi dan bodhimanda dari Delapan Majelis di Luoyang. Peristiwa ini memberikan kesempatan untuk menjelaskan dan mempromosikan Sutra Avatamsaka, dan lebih lanjut membangun hubungan baik antara Fazang dan Permaisuri Wu, yang tak lama kemudian akan mendirikan dinastinya pada tahun 690. Pada saat ini ia juga memulai kolaborasinya dengan penerjemah Devendraprajña. Selama periode ini, Fazang menjaga korespondensi dengan muridnya Uisang, tidak hanya menunjukkan kasih sayangnya yang besar kepada muridnya, tetapi juga memberikan gambaran langka tentang persahabatan antara seorang biarawan dan guru Buddhis.
Dalam pendirian dinasti Permaisuri Wu pada tahun 690, Fazang melanjutkan pengajaran Sutra Avatamsaka. Ia juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah, mengunjungi keluarganya, dan berdebat dengan para pendeta Taois. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Fazang memperoleh dukungan kekaisaran yang meningkat, mempromosikan pembangunan biara-biara Buddhis Huayan baru di dua ibu kota (Chang'an dan Luoyang), serta di Wu dan Yue (Zhejiang dan Jiangsu). Menurut penulis biografi Fazang, Ch'oe Ch'iwon, jumlah perkumpulan Avatamsaka (perkumpulan yang dihadiri oleh umat awam untuk melafalkan dan mempelajari sutra) dikatakan telah "melebihi sepuluh ribu" pada saat itu.
3.2.2. Aktivitas Penerjemahan
Fazang dikenal karena keahliannya sebagai penerjemah dan pengetahuannya tentang Bahasa Sanskerta. Dari tahun 680 hingga 687, ia mulai bekerja dengan biarawan India Divākara dalam menerjemahkan teks-teks India ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga berkolaborasi dengan Divākara dalam proyek penerjemahan lain, termasuk edisi lanjutan dari Gaṇḍavyūha Sūtra (Ru fajie pin, 入法界品Rù fǎjiè pǐnBahasa Tionghoa, Bab tentang Memasuki Alam Dharma), yang merupakan bagian terakhir dari Sutra Avatamsaka. Terjemahan baru ini dianggap perlu karena penerjemah sebelumnya dari Sutra Avatamsaka (Buddhabhadra) telah menghasilkan terjemahan yang jauh lebih pendek. Edisi Tiongkok saat ini dari Sutra Avatamsaka 60 fasikel sebenarnya mencakup terjemahan Divākara dan Fazang dari bab Gaṇḍavyūha, yang diproduksi selama revisi pada Dinasti Song (960-1279). Sutra lain yang diterjemahkan Fazang bersama Divākara adalah Ghanavyūha Sūtra (Sutra Hiasan Rahasia Mahayana, 大乘密嚴經Dà chéng mì yán jīngBahasa Tionghoa).
Fazang juga mengambil bagian dalam upaya penerjemahan Śikṣānanda (dari 695 hingga 699) untuk menerjemahkan dan mengedit Sutra Avatamsaka 80 fasikel. Terjemahan baru ini juga kehilangan beberapa bagian, sehingga diselesaikan dengan terjemahan Fazang. Pada tanggal yang lebih kemudian (688), Fazang juga bekerja dengan pandita Devendraprajña (提雲般若TiyunboreBahasa Tionghoa) untuk menerjemahkan dua bab lagi dari Sutra Avatamsaka (yang tidak ditemukan dalam Sutra Avatamsaka 60 maupun 80 fasikel). Kedua terjemahan Avatamsaka independen ini adalah: Da fangguang fo huayanjing xiuci fen (大方廣佛華嚴經修慈分Dà fāngguǎng fó huáyánjīng xiūcí fēnBahasa Tionghoa) dan Da fangguang fo huayan jing busiyi fo jingjie fen (大方廣佛華嚴經不思議佛境界分Dà fāngguǎng fó huáyán jīng bùsīyì fó jìngjiè fēnBahasa Tionghoa).
Dari tahun 700 hingga 705, Fazang melanjutkan pekerjaan penerjemahan atas perintah Permaisuri Wu. Ia bekerja dengan tim penerjemah Śikṣānanda dalam terjemahan baru Laṅkāvatāra Sūtra (yang selesai pada tahun 704). Pada tahun 706, Fazang bergabung dengan tim penerjemah Bodhiruci untuk mengerjakan Mahāratnakūṭa Sūtra (Da Baoji jing). Proyek penerjemahan ini menjadi fokus kegiatan ilmiahnya selama beberapa tahun ke depan (dan tidak selesai hingga tahun 713, sesaat setelah kematiannya).
3.2.3. Pengasingan dan Kembalinya
Sebuah kejadian penting selama masa ini adalah bahwa Fazang diasingkan ke Tiongkok Selatan (sekitar antara tahun 694 dan Mei 695). Ia kembali kemudian pada tahun 695 (Agustus).
3.2.4. Peran dalam Peristiwa Kenegaraan
Sekitar tahun 700, sebuah gempa bumi terjadi selama salah satu ceramah Fazang, dan ini dirayakan sebagai pertanda besar. Fazang juga berpartisipasi dalam penumpasan kekaisaran terhadap pemberontakan Suku Khitan (sekitar tahun 697). Ia melakukan beberapa ritual Buddhis untuk membantu tentara Tiongkok, dan ini memperkuat hubungan antara Permaisuri Wu dan Fazang. Upaya perang yang berhasil hanya meningkatkan antusiasme terhadap Buddhisme di istana. Menurut Chen, kemungkinan Fazang menggunakan versi Xuanzang dari Dhāraṇī of Avalokiteśvara-ekadaśamukha, sebuah dharani esoteris (mantra) dengan tujuan mengusir musuh yang berniat menyerang.
Abad ke-8 menyaksikan banyak perubahan politik dan kerusuhan. Setelah Permaisuri Wu pensiun dari jabatannya karena perselisihan politik, Li Xian diangkat kembali sebagai kaisar, dan Fazang menyatakan kesetiaannya kepadanya. Fazang juga berkontribusi dalam memadamkan pemberontakan politik selama masa kerusuhan ini (dengan memberikan informasi penting kepada kaisar). Ia kemudian diakui dan diberi penghargaan dengan gelar peringkat kelima dari Kaisar Zhongzong pada tahun 705. Sebuah biara juga dipulihkan untuk menghormatinya (Shengshansi).
Dari tahun 708 hingga 709, kekeringan mengancam wilayah ibu kota, dan Fazang diperintahkan untuk melakukan ritual keagamaan yang tepat untuk memohon hujan. Yang sangat memuaskan Zhongzong, pada hari ketujuh, hujan deras turun dan berlangsung selama sepuluh malam. Kemampuan mukjizat Fazang terus efektif melalui pergeseran kekuasaan kekaisaran. Fazang tampaknya telah menggunakan dharani esoteris Mahāpratisarā untuk tujuan ritual pemanggilan hujan yang dijelaskan dalam teks. Selama periode 700 hingga 713 M, Fazang dikatakan telah melakukan perjalanan ke Kuil Famen untuk mengambil relik suci yang konon memberikan bantuan terapeutik. Berbagai upacara pemujaan dilakukan dengan relik tersebut.



4. Karya Tulis
Fazang adalah seorang penulis yang produktif, menghasilkan banyak karya yang mencakup terjemahan sutra-sutra Buddhis penting serta tulisan-tulisan orisinal yang mengembangkan dan mensistematisasi ajaran Huayan.
4.1. Karya Terjemahan
Fazang berkolaborasi dengan berbagai master India dan Tiongkok dalam proyek penerjemahan yang signifikan:
- Bersama master India Divākara (地婆訶羅DipoheluoBahasa Tionghoa atau 日照RizhaoBahasa Tionghoa; 613-688), ia menghasilkan terjemahan edisi lanjutan dari Gaṇḍavyūha Sūtra (Ru fajie pin, 入法界品Rù fǎjiè pǐnBahasa Tionghoa). Terjemahan ini menjadi bagian dari edisi Tiongkok 60 fasikel Sutra Avatamsaka yang direvisi pada Dinasti Song.
- Juga bersama Divākara, ia menerjemahkan Ghanavyūha Sūtra (Sutra Hiasan Rahasia Rahasia Mahayana, 大乘密嚴經Dà chéng mì yán jīngBahasa Tionghoa).
- Ia turut serta dalam upaya penerjemahan Śikṣānanda (dari 695 hingga 699) untuk menerjemahkan dan mengedit Sutra Avatamsaka 80 fasikel, melengkapi bagian-bagian yang hilang.
- Pada tahun 688, ia bekerja dengan pandita Devendraprajña (提雲般若TiyunboreBahasa Tionghoa) untuk menerjemahkan dua bab tambahan dari Sutra Avatamsaka yang tidak ditemukan dalam edisi 60 atau 80 fasikel: Da fangguang fo huayanjing xiuci fen (大方廣佛華嚴經修慈分Dà fāngguǎng fó huáyánjīng xiūcí fēnBahasa Tionghoa) dan Da fangguang fo huayan jing busiyi fo jingjie fen (大方廣佛華嚴經不思議佛境界分Dà fāngguǎng fó huáyán jīng bùsīyì fó jìngjiè fēnBahasa Tionghoa).
- Ia juga berpartisipasi dalam terjemahan baru Laṅkāvatāra Sūtra dengan tim penerjemah Śikṣānanda, yang selesai pada tahun 704.
- Pada tahun 706, ia bergabung dengan tim penerjemah Bodhiruci untuk mengerjakan Mahāratnakūṭa Sūtra (Da Baoji jing), sebuah proyek yang selesai setelah kematiannya pada tahun 713.

4.2. Karya Orisinal
Fazang menulis sekitar 30 karya orisinal yang terdiri dari lebih dari 100 jilid, yang menjadi dasar penting bagi pemikiran Huayan. Karya agungnya adalah sebuah komentar tentang Sutra Avatamsaka, yaitu Huayan jing tanxuan ji (華嚴經探玄記Huáyán Jīng Tànxuán JìBahasa Tionghoa) dalam 60 fasikel.
Karya-karya penting Fazang lainnya meliputi:
- Jin shizi zhang (金獅子章Jīn Shīzi ZhāngBahasa Tionghoa, Traktat Singa Emas), sebuah esai yang merangkum ajaran kunci Buddhisme Huayan.
- Huayan wujiao zhang (華嚴五教章Huáyán Wǔjiào ZhāngBahasa Tionghoa, Traktat tentang Lima Ajaran Huayan), yang berisi sistem klasifikasi doktrinal (panjiao) kunci Huayan. Karya ini memiliki nama alternatif: Paragraf tentang Doktrin Perbedaan dan Identitas Satu Kendaraan Huayan (Huayan yisheng jiaoyi fenqi zhang, 華嚴一乘教分齊章Huáyán Yīchéng Jiàoyì Fēnqí ZhāngBahasa Tionghoa, T. 1866).
- The Gist of the Huayan Sutra (Hua-yen ching chih kuei).
- Outline of the Text and Doctrine of the Huayan Sutra (Hua-yen ching wen i kang mu).
- Dasheng qixin lun yiji (大乘起信論義紀Dàshèng Qǐxìn Lùn YìjìBahasa Tionghoa, Komentar tentang Traktat Kebangkitan Iman Mahayana). Karya ini tetap menjadi salah satu komentar terpenting tentang traktat tersebut.
- Huayan jing wenyi gangmu (華嚴經文義綱目Huáyán Jīng Wényì GāngmùBahasa Tionghoa, Taisho 35, no. 1734), teks ini menjelaskan doktrin "sepuluh misteri".
- Commentary on the Brahmajala sutra (Fanwang jing pusa jieben shu, Taisho 40, no. 1813).
- Commentary to the Lankavatara sutra. Fazang menganggap Lanka sebagai salah satu sutra definitif.
- A Record Conveying the Meaning of the Tenets of the Treatise on the Twelve Gates, sebuah komentar untuk Treatise on the Twelve Gates karya Nagarjuna (十二門論Shí'èrménlùnBahasa Tionghoa, T. 1568).
- Cultivation of Contemplation of the Inner Meaning of the Huayen: The Ending of Delusion and Return to the Source (Hsiu hua-yen ao chih wang chin huan yuan kuan). Ini ditulis pada usia tua Fazang sebagai ringkasan singkat ajaran Huayan.
- Dasheng miyan jing shu (大乘密嚴經疏Dàshèng Mìyán Jīng ShūBahasa Tionghoa, no. X368) - komentar tentang Ghanavyūha Sūtra.
- Dasheng fajie wu chabie lun bingxu (大乘法界無差別論疏 并序Dàshèng Fǎjiè Wú Chābié Lùn BìngxùBahasa Tionghoa, Taisho no. 1838) - komentar tentang Dasheng fajie wu chabie lun karya Saramati (Skt. Dharmadhātu-aviśeṣa śāstra).
- Karya Huayan fajie guanmen (華嚴法界觀門Huáyán Fǎjiè GuānménBahasa Tionghoa, Metode Pemeriksaan Mental tentang Alam Dharma) secara tradisional dikaitkan dengan Dushun (557-640), tetapi beberapa cendekiawan berpendapat bahwa itu sebenarnya adalah karya Fazang.
5. Filsafat dan Pemikiran
Pemikiran Fazang berpusat pada interpretasi unik dari prinsip Buddhis klasik kemunculan yang saling bergantung (bagaimana semua fenomena dikondisikan dan muncul bergantung pada fenomena lain). Fazang (dan tradisi Huayan secara umum) menggambarkan kosmos sebagai sejumlah tak terbatas dari fenomena (dharma) yang saling bergantung dan saling menembus, yang membentuk satu kesatuan holistik, yaitu satu alam dharma universal. Fazang menarik implikasi metafisika dari doktrin Buddhis ini dalam kerangka Mahayana yang diinformasikan oleh gagasan seperti sifat Buddha (yang ia anggap sebagai sumber segala sesuatu) dan pikiran-saja (cittamatra), sering diinterpretasikan sebagai semacam idealisme. Ia melakukannya dalam prosa Tiongkok yang unik yang juga menarik pengaruh dari Taoisme dan klasik Tiongkok. Dua karya Fazang, Dialog Rafter dan Tentang Singa Emas, menguraikan doktrin dasar Huayan dan termasuk di antara teks-teks Huayan yang paling terkenal.
Dalam Buddhisme Asia Timur, Dharmadhatu (法界fǎjièBahasa Tionghoa, alam dharma) adalah keseluruhan realitas, totalitas segala sesuatu, yang absolut. Fazang mengembangkan gagasan ini dan menyatukan berbagai ajaran Huayan ke dalam pandangan holistik tentang seluruh alam semesta, yang oleh Alan Fox disebut "Metafisika Totalitas" Huayan. Dua elemen kunci dari pemahaman Fazang tentang yang absolut adalah "dharmadhatu pratītyasamutpāda" (法界緣起fǎjiè yuánqǐBahasa Tionghoa, kemunculan yang saling bergantung dari seluruh alam fenomena), yang bagi Fazang mengacu pada keterkaitan dan interfusi semua fenomena (dharma); dan "asal-usul alam" (xingqi), yang mengacu pada bagaimana fenomena muncul dari sifat absolut, yaitu sifat Buddha, atau "Satu Pikiran".
5.1. Ketergantungan dan Interpenetrasi
Elemen kunci dari pemahaman Fazang tentang totalitas segala sesuatu adalah pandangan unik tentang teori kemunculan yang saling bergantung Buddhis, yang diinformasikan oleh sumber-sumber Mahayana seperti Sutra Avatamsaka. Pandangan Huayan yang unik tentang kemunculan yang saling bergantung ini disebut "dharmadhatu pratītyasamutpāda" (法界緣起fǎjiè yuánqǐBahasa Tionghoa, kemunculan yang saling bergantung dari seluruh alam fenomena). Menurut Wei Daoru, teori ini menyatakan bahwa "dharma yang tak terhitung jumlahnya (semua fenomena di dunia) adalah representasi dari kebijaksanaan Buddha tanpa kecuali ('pikiran murni dari sifat asli', 'satu-pikiran' atau 'dharmadhatu'). Mereka ada dalam keadaan saling ketergantungan, interfusi, dan keseimbangan tanpa kontradiksi atau konflik apa pun."
Elemen sentral dan unik dari pandangan kemunculan yang saling bergantung ini adalah "interpenetrasi" (xiangru) dari semua fenomena (dharma) dan "interfusi sempurna" (圓融yuánróngBahasa Tionghoa). Ini adalah teori holistik yang menyatakan bahwa setiap hal atau fenomena (dharma) hanya ada sebagai bagian dari keseluruhan. Artinya, keberadaan setiap hal tunggal bergantung pada jaringan total dari semua hal lain, yang semuanya sama-sama menyatu satu sama lain, saling bergantung satu sama lain, dan saling ditentukan (xiangji) oleh satu sama lain. Seperti yang dijelaskan oleh Bryan W. Van Norden, "karena identitas setiap hal bergantung pada identitas hal-hal lain, 'satu adalah semua,' dan karena keseluruhan bergantung pada bagian-bagiannya untuk identitasnya, 'semua adalah satu.'" Menurut Fazang, "satu adalah banyak, banyak adalah satu" (yi ji duo, duo ji yi), karena keberadaan dan sifat setiap fenomena menentukan dan ditentukan oleh jumlah semua fenomena. Demikian pula, ia juga menegaskan "satu dalam banyak, banyak dalam satu" (yi zhong duo, duo zhong yi), karena setiap fenomena (dharma) menembus dan ditembus oleh keberadaan dan sifat dari jumlah semua fenomena.
Alan Fox juga menggambarkan doktrin interpenetrasi sebagai fakta bahwa semua peristiwa partikular yang mungkin "tumpang tindih dan hidup berdampingan secara bersamaan dan setiap saat, tanpa konflik atau halangan." Jadi, menurut teori ini, keberadaan objek apa pun pada saat tertentu adalah fungsi dari konteksnya sebagai bagian dari seluruh jaringan hubungan di alam semesta. Selanjutnya, karena hal ini, semua fenomena begitu saling terhubung sehingga mereka menyatu tanpa halangan apa pun dalam keseluruhan yang sangat harmonis (yaitu seluruh alam semesta, Dharmadhatu).
Salah satu skema yang digunakan oleh Fazang dalam menjelaskan kedalaman interpenetrasi dan non-halangan adalah "sepuluh prinsip mendalam" (十玄門shí xuánménBahasa Tionghoa). Gagasan dasar dari sepuluh prinsip mendalam ini diuraikan oleh Antonio S. Cua sebagai berikut:
"Ini adalah visi harmoni sempurna, di mana semua bentuk dan tingkat makhluk fenomenal, dipahami sebagai formasi tathagatagarbha, dipersepsikan ada dalam keselarasan sempurna, saling menembus dan saling menentukan terlepas dari ukuran dan perbedaan temporal. Setiap entitas fenomenal seperti setiap permata dalam jaring Indra, saling menembus dan saling menentukan semua entitas fenomenal lainnya serta ditembus dan ditentukan olehnya, muncul sekaligus sebagai pusat seluruh alam fenomenal dan sebagai salah satu elemennya. Bahkan entitas fenomenal yang paling kecil pun tampak mengandung seluruh alam semesta dan mencontohkan keadaan ideal dari total non-halangan."
Fazang dikenal karena berbagai perumpamaan, demonstrasi, dan metafora yang ia gunakan untuk menjelaskan gagasan ini, termasuk Jaring Indra, kasau dan bangunan, serta aula cermin. Interfusi juga merupakan metode refleksi, kontemplasi, dan praktik Buddhis, cara untuk mengamati dan memahami sesuatu, dan bukan hanya teori filsafat.

"Dialog Rafter" Fazang menjelaskan metafisika Huayan dengan menggunakan metafora yang diperluas tentang hubungan antara kasau (bagian) dan bangunan (keseluruhan). Ini adalah bagian dari traktat yang lebih panjang, Paragraf tentang Doktrin Perbedaan dan Identitas Satu Kendaraan Huayan (Taisho no. 1866), yang membahas doktrin interpenetrasi, yaitu tidak adanya halangan antara semua fenomena, dan kekosongan. Menurut Fazang, sebuah bangunan (yang mewakili alam semesta, seluruh alam semua fenomena) tidak lebih dari jumlah bagian-bagiannya, dan dengan demikian kasau individual (atau fenomena individual apa pun) sangat penting untuk identitas bangunan. Demikian pula, kasau juga menyatu dengan bangunan, karena identitasnya sebagai kasau bergantung pada keberadaannya sebagai bagian dari bangunan. Dengan demikian, menurut Fazang, setiap dharma individual (fenomena) tentu bergantung pada keseluruhan semua dharma di alam semesta (Dharmadhatu), dan karena itu, dharma tidak memiliki kemandirian metafisika. Namun, dharma juga berbeda sejauh mereka memiliki fungsi yang unik dan partikular dalam total jaring sebab dan kondisi yang saling bergantung (dan jika tidak memiliki fungsi ini, alam semesta akan menjadi alam semesta yang berbeda). Seperti yang dikatakan Fazang, "setiap bagian identik [dalam membuat keseluruhan dan dalam memungkinkan setiap bagian menjadi apa adanya], dan mereka identik karena mereka berbeda."
Dalam contoh lain, Fazang menggunakan sepuluh cermin yang disusun menjadi segi delapan (dengan dua di atas dan di bawah) dengan gambar Buddha dan obor di tengah. Menurut Alan Fox, "Fazang kemudian menyalakan obor di tengah, dan ruangan itu dipenuhi dengan pantulan di dalam pantulan obor dan Buddha. Ini secara efektif menunjukkan pandangan Huayan tentang realitas sebagai jaring hubungan kausal, di mana setiap 'simpul' atau sela-sela tidak memiliki identitas esensial, dan masing-masing dalam arti tertentu terkandung dalam segala hal lain bahkan saat ia mengandung segala hal lain."
5.2. Hubungan antara Prinsip (Li) dan Fenomena (Shi)
Dalam karyanya yang terkenal Traktat Singa Emas (金獅子章Jīn Shīzi ZhāngBahasa Tionghoa, Taisho no. 1881), Fazang memberikan penjelasan singkat tentang prinsip kunci pemikiran Huayan, yaitu prinsip utama atau pola (理lǐBahasa Tionghoa) dan fenomena/peristiwa/hal-hal relatif (事shìBahasa Tionghoa). Untuk melakukan ini, ia menggunakan patung singa emas sebagai metafora. Menurut Bryan W. Van Norden: "Emas dari patung adalah metafora untuk Pola hubungan yang menyatu dan mendasari, sementara penampilan patung sebagai singa adalah metafora untuk persepsi ilusi kita tentang hal-hal sebagai individu yang independen. Kita harus menyadari bahwa satu-satunya hal yang pada akhirnya ada adalah Pola hubungan di antara peristiwa-peristiwa sesaat. (Sebenarnya hanya ada emas; tidak ada singa.) Namun, kita juga harus mengakui bahwa berguna dan tepat untuk terus berbicara seolah-olah ada individu yang independen dan gigih. (Emas benar-benar tampak seperti singa.)". Dalam Buddhisme Huayan, li, prinsip atau pola adalah realitas tertinggi (paramārtha-satya) yang dialami oleh para Buddha. Menurut Van Norden, prinsip ini adalah "aktivitas tanpa batas dan tanpa henti yang memiliki koherensi berpola."

Menurut Fazang, li tidak terbatas dan tanpa henti, sedangkan fenomena (shi) bersifat tidak kekal, relatif, dan terbatas. Metafora ini dimaksudkan untuk menerangi hubungan antara prinsip utama dan berbagai fenomena. Karena prinsip yang tak terbatas (atau, emas) selalu tetap kosong dan tidak memiliki sifat permanen (zixing), ia dapat diubah menjadi banyak bentuk relatif (seperti berbagai bentuk yang membentuk patung singa). Metafora ini juga menjelaskan hubungan antara objek dan sifat dasarnya, yaitu, sebuah objek muncul sebagai hal yang independen, tetapi sebenarnya tidak memiliki keberadaan independen terlepas dari prinsip utama. Meskipun fenomena konvensional tidak sepenuhnya mewakili prinsip atau pola utama, mereka masih dapat dipahami secara pragmatis sebagai fenomena relatif yang tampak. Elemen penting lain dari metafora ini adalah bahwa prinsip utama dan fenomena relatif dalam arti tertentu saling bergantung, menyatu, dan saling menembus, yaitu, mereka adalah non-dual.
5.3. Interpenetrasi Sempurna dari Enam Karakteristik
"Dialog Rafter" menyediakan enam karakteristik, atau enam cara memahami hubungan antara bagian dan keseluruhan (dan interfusi mereka), serta antara bagian dan bagian. Setiap karakteristik mengacu pada jenis hubungan tertentu antara bagian dan keseluruhan. Skema ini menyediakan enam perspektif mereologis tentang sifat fenomena. Fazang menggunakan karakteristik ini sebagai cara untuk lebih menjelaskan doktrin interfusi sempurna dan bagaimana keutuhan dan keragaman tetap seimbang di dalamnya. Ini disebut "interfusi sempurna dari enam karakteristik" (六相圓融liùxiàng yuánróngBahasa Tionghoa).
Enam karakteristik tersebut adalah:
- Keutuhan / Universalitas** (總相zǒngxiàngBahasa Tionghoa): Setiap dharma (seperti kasau) dicirikan oleh keutuhan, karena ia mengambil bagian dalam menciptakan keseluruhan (seperti bangunan), dan setiap dharma sangat diperlukan dalam menciptakan keseluruhan.
- Partikularitas / Kekhasan** (別相biéxiàngBahasa Tionghoa): Sebuah dharma dicirikan oleh partikularitas (misalnya, setiap kasau spesifik) sejauh ia adalah partikular yang secara numerik berbeda dari keseluruhan.
- Identitas / Kesamaan** (同相tóngxiàngBahasa Tionghoa): Setiap dharma dicirikan oleh identitas tertentu dengan semua bagian lain dari keseluruhan, karena mereka semua secara mutual membentuk keseluruhan tanpa konflik.
- Perbedaan** (異相yìxiàngBahasa Tionghoa): Setiap dharma berbeda, karena mereka memiliki fungsi dan penampilan yang berbeda, bahkan saat menjadi bagian dari satu keseluruhan.
- Integrasi** (成相chéngxiàngBahasa Tionghoa): Setiap dharma terintegrasi bersama dengan dharma lain dalam membentuk satu sama lain dan dalam membentuk keseluruhan, dan setiap dharma tidak mengganggu setiap dharma lainnya.
- Non-integrasi / Disintegrasi** (壞相huàixiàngBahasa Tionghoa): Fakta bahwa setiap bagian mempertahankan aktivitas uniknya dan mempertahankan individualitasnya saat membentuk keseluruhan.
Menurut Wei Daoru, skema Fazang dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana segala sesuatu berada dalam keadaan saling korespondensi dan interfusi, dan bagaimana semua fenomena sepenuhnya non-dual. Fazang juga memperingatkan pembaca tentang ekstrem "anihilasionisme" (melihat fenomena sebagai tidak ada) dan "eternalism|eternalisme" (melihat fenomena sebagai tidak disebabkan, independen, dan abadi). Keduanya adalah ekstrem ontologis yang awalnya ditolak oleh Buddha dalam merangkul "Jalan Tengah". Oleh karena itu, skema Fazang juga merupakan upaya untuk menyediakan jalan tengah ontologis.
5.4. Asal Usul Alam (Xingqi) dan Buddha Vairocana
Menurut komentar Fazang tentang Kebangkitan Iman Mahayana, semua fenomena (dharma) muncul dari satu sumber utama, yaitu "alam" atau "Satu Pikiran". Ini digambarkan secara bervariasi sebagai Ketathataan, tathagatagarbha (rahim tathagata), sifat Buddha, atau hanya "alam". Alam ini adalah sumber ontologis dan dasar dari segala sesuatu, yang mendahului objek atau subjek sadar apa pun. Doktrin yang menyatakan bahwa semua dharma muncul dari sifat Buddha ini telah disebut "asal-usul alam" (性起xìngqǐBahasa Tionghoa), dan istilah ini berasal dari bab 32 Sutra Avatamsaka, berjudul Asal Usul Alam Raja Permata Tathagata (Baowang rulai xingqi pin, Skt. Tathâgatotpatti-sambhava-nirdesa-sûtra).
Seperti yang dicatat oleh Hamar, bagi Fazang, asal-usul alam (utpatti-sambhava) berarti "penampakan Yang Absolut di dunia fenomenal... ini adalah penampakan Tathagata di dunia sebagai guru untuk kepentingan makhluk hidup dan penampakan kebijaksanaan Tathagata dalam makhluk hidup." Sifat murni ini juga tidak terpisah dari makhluk hidup dan semua fenomena (dharma) di alam semesta. Ini karena Buddha hanya bermanifestasi di dunia karena kebutuhan makhluk hidup dan ia tidak akan datang ke dunia jika tidak ada fenomena yang tidak murni. Jadi, bagi Fazang, sifat utama adalah non-dual dengan semua fenomena relatif dan saling terhubung dengan semuanya. Dengan demikian, sumbernya masih kosong dari keberadaan diri (svabhava) dan bukan sifat esensial yang independen dari segala sesuatu, melainkan saling bergantung pada keseluruhan semua fenomena.
Fazang menulis bahwa asal-usul alam dapat dipahami dari dua perspektif: dari perspektif sebab dan dari perspektif buah. Dari perspektif kausal, "alam" mengacu pada sifat Buddha yang melekat pada semua makhluk hidup yang (dalam makhluk hidup) tetap tertutup oleh klesha (kekotoran batin). Ketika semua klesha dihilangkan, manifestasi sifat Buddha adalah "asal-usul alam". Selanjutnya, berdasarkan traktat Sifat Buddha, Fazang menulis bahwa ada tiga jenis alam dan asal-usul: prinsip, praktik, dan buah (li xing guo). Seperti yang dijelaskan Hamar: "Sifat-prinsip adalah sifat Buddha yang melekat pada semua makhluk sebelum mereka mulai mempraktikkan Buddhisme. Sifat-praktik adalah sifat Buddha dalam makhluk yang mempraktikkan Buddhisme. Sifat-buah adalah sifat Buddha dari para praktisi yang telah mencapai pencerahan."
Dari perspektif buah, "alam" mengacu pada alam yang direalisasikan pada pencapaian Kebuddhaan. Dalam hal ini, asal-usul alam mengacu pada fungsi-fungsi kualitas dan kekuatan Buddha yang tak terhitung jumlahnya.

Fazang, dan tradisi Huayan secara keseluruhan, memuliakan pemahaman khusus tentang alam semesta sebagai tubuh dari Buddha kosmik tertinggi Vairocana (yang namanya berarti "Sang Pencerah"). Tubuh Vairocana adalah tubuh tak terbatas yang meliputi seluruh alam semesta. Cahaya Vairocana meresapi semua fenomena di kosmos, hidupnya tak terbatas dan tidak ada tempat di alam semesta di mana ajaran dan manifestasi Vairocana tidak hadir. Vairocana juga disamakan dengan prinsip utama (li), dan dengan demikian, Vairocana adalah "substansi yang mendasari realitas fenomenal" menurut Francis Cook. Selanjutnya, realitas utama ini tidak berubah namun berubah sesuai kondisi, dan memancarkan segala sesuatu di dunia fenomenal. Oleh karena itu, ia tidak berubah dan juga saling bergantung (dan karena itu kosong) serta dinamis. Keabadian Vairocana adalah aspek transendentalnya, sedangkan sifatnya yang terkondisi adalah aspek imanennya. Cook menyebut pandangan Buddha kosmik yang meresap ini sebagai "pan-Buddhisme", karena ia menyatakan bahwa segala sesuatu adalah Buddha dan Buddha hadir di mana-mana dalam segala hal.
Cook berhati-hati untuk mencatat bahwa Buddha Vairocana bukanlah Tuhan monoteistik, juga tidak memiliki fungsi Tuhan, karena ia bukan pencipta alam semesta, bukan pula hakim atau bapa yang memerintah dunia. Namun, cendekiawan lain secara positif membandingkan pandangan Huayan dengan teisme. Weiyu Lin melihat konsepsi Fazang tentang Vairocana, yang "hadir di mana-mana, mahakuasa, dan identik dengan alam semesta itu sendiri", mengandung elemen-elemen yang menyerupai beberapa bentuk teisme. Namun, Lin juga berpendapat bahwa metafisika kekosongan dan interdependensi Fazang mencegah reifikasi Vairocana sebagai Tuhan monoteistik.
Menurut Fazang, Vairocana adalah penulis Sutra Avatamsaka. Sutra ini diajarkan melalui kesepuluh tubuh Vairocana. "Sepuluh tubuh" adalah teori tubuh Buddha utama Fazang (yang berbeda dari teori tiga tubuh Mahayana). Kesepuluh tubuh tersebut adalah: Tubuh Semua Makhluk, Tubuh Tanah, Tubuh Karma, Tubuh Śrāvaka, Tubuh Pratyekabuddha, Tubuh Bodhisattva, Tubuh Tathagata, Tubuh Jñānakāya, Tubuh Dharmakāya, dan Tubuh Ruang. Angka sepuluh juga memiliki makna simbolis, karena melambangkan kesempurnaan dan ketidakterbatasan. Menurut Fazang, kesepuluh tubuh juga mencakup "tiga dunia", dan dengan demikian, ia menyamakan kesepuluh tubuh dengan semua fenomena di alam semesta. Bagi Fazang, Buddha meresap dan termasuk dalam semua dharma. Ini termasuk semua makhluk serta semua fenomena tak bernyawa. Selanjutnya, Fazang mengatakan bahwa "tubuh mana pun dari Sepuluh Tubuh yang disebutkan, semua sembilan tubuh lainnya juga akan disertakan." Menurut Weiyu Lin, "dengan kata lain, setiap tubuh secara bersamaan mencakup semua yang lain dan, pada gilirannya, termasuk dalam semua itu. Hubungan mereka adalah 'saling menembus' (xiangru 相入xiāngrùBahasa Tionghoa) dan 'saling inklusif' (xiangshe 相攝xiāngshèBahasa Tionghoa)."
5.5. Jalan Menuju Pencerahan dan Sifat Waktu
Pemahaman Fazang tentang jalan Buddhis menuju pencerahan diinformasikan oleh metafisika interfusi dan interpenetrasi. Menurut Fazang, "dalam mempraktikkan kebajikan, ketika seseorang disempurnakan, semua disempurnakan." Selanjutnya, ia juga menulis bahwa: "ketika seseorang pertama kali membangkitkan pikiran pencerahan (bodhicitta) seseorang juga menjadi tercerahkan sepenuhnya." Jadi, model praktik Fazang adalah pencerahan yang tiba-tiba dan non-dual yang menyatakan bahwa begitu bodhicitta muncul, pencerahan penuh hadir di dalamnya. Karena setiap fenomena mengandung dan saling menembus dengan seluruh alam semesta, setiap elemen jalan Buddhis mengandung seluruh jalan - bahkan buahnya (kebuddhaan).

Bagi Fazang, ini berlaku bahkan untuk peristiwa-peristiwa yang berjauhan secara temporal (seperti praktik makhluk hidup sekarang dan Kebuddhaan mereka yang akan datang berabad-abad dari sekarang). Ini karena, bagi Fazang, waktu itu kosong, dan semua momen (masa lalu, sekarang, dan masa depan) saling menembus satu sama lain. Setiap segmen waktu saling terhubung dengan semua yang lain dan bergantung pada semua momen lainnya. Jadi, Fazang menulis: "Karena sesaat tidak memiliki esensi, ia menembus yang abadi, dan karena epos yang panjang tidak memiliki esensi, mereka sepenuhnya terkandung dalam satu sesaat... oleh karena itu, dalam sesaat pikiran semua elemen dari tiga periode waktu - masa lalu, sekarang, dan masa depan - sepenuhnya terungkap." Ini berarti bahwa tidak hanya akhir bergantung pada awal, tetapi awal juga bergantung pada akhir. Jadi, sementara kebuddhaan bergantung pada pikiran pertama yang bertujuan untuk pencerahan (bodhicitta) dan pada pencapaian awal keyakinan, tahap-tahap awal praktik juga bergantung pada kebuddhaan di masa depan. Fazang dengan demikian tampaknya menolak kausalitas linier dan mendukung beberapa bentuk retrokausalitas. Seperti yang ditulis Fazang, "awal dan akhir saling menembus. Pada setiap tahap, seseorang adalah Bodhisattva dan Buddha."
Selanjutnya, karena kekosongan dan interpenetrasi, semua tahap jalur bodhisattva saling mengandung. Pemahaman Fazang tentang jalan menuju Kebuddhaan didasarkan pada model 52 tahap (bhumi) Sutra Avatamsaka. Ke-52 tahap dimulai dengan sepuluh tahap keyakinan (shixin 十信shíxìnBahasa Tionghoa), kemudian diikuti oleh sepuluh kediaman (shizhu 十住shízhùBahasa Tionghoa), sepuluh praktik (shixing 十行shíxíngBahasa Tionghoa), sepuluh dedikasi pahala (shihuixiang 十迴向shíhuíxiàngBahasa Tionghoa), sepuluh tanah (shidi 十地shídìBahasa Tionghoa), pencerahan virtual (dengjue 等覺děngjuéBahasa Tionghoa), dan pencerahan menakjubkan (miaojue 妙覺miàojuèBahasa Tionghoa). Namun, Fazang tidak memahami proses ini secara linier, karena setiap tahap dan praktik ini dikatakan saling menembus satu sama lain dan dengan Kebuddhaan itu sendiri (seperti contoh kasau, yang hanya kasau karena ketergantungannya pada seluruh bangunan). Seperti yang dikatakan Fazang, "Jika satu tahap diperoleh, semua tahap diperoleh." Fazang menyebut ini "kemajuan superior", yang mencakup "perolehan semua tahap serta tahap Kebuddhaan" segera setelah seseorang mencapai "kesempurnaan keyakinan."
Menurut Imre Hamar, Fazang adalah yang pertama berpendapat bahwa "pencerahan pada tahap keyakinan" (信滿成佛xìnmǎn chéngfóBahasa Tionghoa) adalah "doktrin unik dari ajaran berbeda dari Satu Kendaraan." Menurut Fazang, "semua praktik lahir dari keyakinan yang teguh." Jadi, bagi Fazang, pada tahap-tahap awal jalan (setelah membangkitkan keyakinan dan bodhicitta), seorang bodhisattva sudah memiliki akses ke pahala tak terbatas dari semua tahap lainnya (karena semua tahap saling menembus satu sama lain). Jadi, bagi Fazang, kebangkitan awal bodhicitta juga merupakan tahap ketidakberbalikan, tahap di mana seseorang tahu bahwa ia dijamin akan menjadi Buddha di masa depan. Namun, ini tidak berarti bahwa praktik bertahap dari tahap-tahap bodhisattva tidak diperlukan. Memang, Fazang menulis bahwa bodhisattva, setelah mencapai tahap-tahap awal keyakinan, masih harus melintasi tahap-tahap bodhisattva yang tersisa. Ini karena semua tahap mempertahankan kekhasan mereka bahkan saat sepenuhnya saling menembus, dan karena sifat Buddha harus dipelihara oleh pelatihan pada tahap-tahap bodhisattva.
6. Pengaruh dan Warisan
Pengaruh terbesar Fazang adalah pada muridnya Uisang (625-702), yang merupakan murid senior Fazang dan akhirnya kembali ke Korea untuk mendirikan sekolah Huayan Korea: Hwaeom. Tercatat dengan baik bahwa mereka memiliki persahabatan seumur hidup dan sering berkorespondensi melalui surat. Fazang juga berpengaruh pada salah satu murid Koreanya, Simsang (Jp. Shinjō). Simsang dikenal karena menyebarkan Huayan ke Jepang, dan karena menjadi guru Rōben (689-773), yang dikenal sebagai pendiri sekolah Kegon (Huayan Jepang).
Dalam hal menyebarkan Buddhisme Huayan di Tiongkok, salah satu kontribusi terbesar Fazang adalah karya penerjemahannya tentang Sutra Avatamsaka. Dalam hal ini, ia berkolaborasi dengan berbagai master India dan Tiongkok. Ia juga menyusun komentar penting untuk sutra tersebut. Ajaran Sutra Avatamsaka disebarkan melalui berbagai ceramah serta melalui hubungannya yang erat dengan Permaisuri Wu dan anggota rumah tangga kekaisaran lainnya. Ini pada akhirnya mengarah pada pendirian lebih lanjut biara-biara Buddhis Huayan di sekitar Chang'an serta di Wu dan Yue (Zhejiang dan Jiangsu).
Fazang juga diakui telah berkontribusi besar dalam meningkatkan dan mempromosikan teknologi ukiran blok kayu (xylographyBahasa Inggris), yang ia gunakan untuk mencetak teks-teks Buddhis. Memang, teks cetak blok kayu tertua yang diketahui adalah salinan sutra dharani yang diterjemahkan oleh Fazang pada tahun 704. Salinan tersebut ditemukan di Pulguksa, sebuah biara Korea.
7. Kematian
Fazang meninggal dunia pada tanggal 16 Desember 712, pada usia 69 tahun, di Kuil Jianfu Agung. Ia dihormati secara layak oleh Kaisar Ruizong dengan sumbangan anumerta yang besar. Fazang dimakamkan di selatan Huayansi, di Dataran Shenhe. Sumber lain mencatat tanggal kematiannya sebagai 26 Desember 712.
8. Penilaian
Fazang adalah seorang cendekiawan Buddhis Tiongkok, penerjemah, dan pemimpin agama yang sangat berpengaruh pada Dinasti Tang. Ia diakui sebagai patriark ketiga Buddhisme Huayan dan secara luas dianggap sebagai tokoh sentral atau bahkan pendiri *de facto* aliran ini karena kontribusinya yang luar biasa dalam mensistematisasi dan mengembangkan pemikiran Huayan.
Kontribusi filosofisnya, khususnya mengenai doktrin interpenetrasi sempurna, asal-usul alam, dan hubungan antara prinsip (li) dan fenomena (shi), merupakan inti dari Buddhisme Huayan. Pendekatan sistematisnya dan penggunaan metafora yang cerdas, seperti Singa Emas dan jaring Indra, membuat konsep-konsep kompleks menjadi lebih mudah diakses dan dipahami. Ia berhasil mengintegrasikan berbagai ajaran Buddhis, termasuk sifat Buddha dan pikiran-saja, ke dalam kerangka Huayan yang koheren dan holistik.
Perannya dalam penerjemahan sutra-sutra kunci, seperti Sutra Avatamsaka, sangat penting bagi penyebaran teks-teks Buddhis di Tiongkok. Hubungannya yang erat dengan istana kekaisaran, terutama dengan Permaisuri Wu Zetian, memberinya dukungan yang krusial untuk mempromosikan dan melembagakan Buddhisme Huayan di seluruh kekaisaran. Selain itu, kontribusinya dalam memajukan teknologi pencetakan blok kayu juga memiliki dampak signifikan pada diseminasi teks-teks Buddhis, yang secara tidak langsung mendukung penyebaran ajaran. Secara keseluruhan, Fazang dipandang sebagai "pengembang" atau "penyintesis" besar pemikiran Huayan, yang meninggalkan warisan filosofis dan institusional yang mendalam di Asia Timur.