1. Kehidupan dan Pendidikan
1.1. Masa Kecil dan Keluarga
Haemin Sunim lahir dengan nama asli Ryan Bongsuk Joo (nama Korea: 주봉석Ju Bong-seokBahasa Korea) di Daejeon, Korea Selatan, pada 12 Desember 1973. Ia kemudian tumbuh besar dan menyelesaikan pendidikan menengah atasnya di Seoul.
1.2. Pendidikan
Setelah menamatkan sekolah menengah atas di Korea, Haemin Sunim melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat. Ia menempuh pendidikan tinggi di beberapa institusi terkemuka, yaitu:
- Universitas California, Berkeley, tempat ia meraih gelar sarjana dalam studi agama.
- Universitas Harvard, tempat ia melanjutkan studi dan memperoleh gelar master dalam studi agama.
- Universitas Princeton, tempat ia meraih gelar doktor dalam bidang studi agama.
Ketertarikannya pada agama dan filosofi dimulai sejak masa SMA, ketika ia membaca buku Revolusi dari Diri Sendiri karya Jiddu Krishnamurti, yang mendorongnya untuk mengejar pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang kehidupan dan mencari pencerahan.
1.3. Penahbisan dan Praktik Monastik
Keinginan Haemin Sunim untuk mengalami langsung pencerahan yang selama ini ia pelajari secara akademis mendorongnya untuk memasuki kehidupan monastik. Ia bertemu dengan banyak guru spiritual agama Buddha di berbagai tempat, termasuk di India, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, salah satunya adalah Dalai Lama ke-14.
Pada tahun 2000, ia menerima sila biksu pemula (Sami-gye atau 초사미계) di Biara Haeinsa, Korea Selatan. Kemudian, pada tahun 2008, ia secara resmi menerima sila biksu penuh (Bigu-gye atau 비구계) di Biara Jikjisa. Setelah penahbisannya, ia menjalani praktik spiritual di berbagai tempat, termasuk Bongamsa, Anguk Seonwon, Plum Village di Prancis, dan Dharamsala di India.
2. Kegiatan dan Karya Tulis
2.1. Kegiatan Akademik dan Profesor
Haemin Sunim memiliki riwayat akademis yang cemerlang. Selama tujuh tahun, ia menjabat sebagai profesor studi agama Asia di Hampshire College yang berlokasi di Massachusetts, Amerika Serikat. Pada tahun 2015, ia memutuskan untuk melepaskan jabatannya sebagai profesor di Amerika Serikat dan kembali ke Korea Selatan untuk fokus pada kegiatan spiritual dan sosial.
Selain itu, ia juga menjabat sebagai wakil kepala biksu di New York Bulgwang Seonwon dan merupakan kepala sekolah dari Maumchiyuhakgyo (마음치유학교), yang dikenal sebagai Sekolah Hati yang Hancur (School of Broken Hearts) di Seoul.
2.2. Ajaran Spiritual dan Keterlibatan Sosial
Haemin Sunim dikenal karena kemampuannya untuk menyampaikan ajaran Buddha secara mudah dan relevan dengan kehidupan modern. Ia berkomunikasi dengan publik melalui berbagai platform, termasuk media sosial. Akun KakaoStory-nya yang berjudul "Dukungan Hangat Haemin Sunim" memiliki lebih dari 1.3 M pelanggan.
Setelah kembali ke Korea pada tahun 2015, ia mendirikan Sekolah Hati yang Hancur di Seoul, berkolaborasi dengan para terapis profesional. Sekolah ini menyelenggarakan program penyembuhan gratis yang dirancang untuk membantu berbagai kalangan, termasuk mereka yang baru kehilangan orang terkasih, pasien kanker, orang tua yang membesarkan anak-anak disabilitas, para pencari kerja yang menghadapi kesulitan, dan individu yang mengalami trauma keguguran. Sejak tahun 2012, Haemin Sunim juga aktif sebagai Duta WeStart, sebuah organisasi yang berfokus membantu anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah di Korea Selatan. Ia juga memiliki hubungan baik dengan tokoh non-Buddhis seperti Lee Hae-in (seorang suster Katolik) dan Jo Jeong-min (seorang pastor Protestan).
Pada tahun 2012, majalah Sisajournal menobatkannya sebagai salah satu dari 9 tokoh agama paling berpengaruh di Korea, menempatkannya di antara tokoh-tokoh Buddhis terkemuka seperti Beopjeong Sunim, Seongcheol Sunim, dan Beomnyun Sunim.
2.3. Karya Utama
Haemin Sunim adalah seorang penulis produktif yang karya-karyanya telah menjadi bestseller di berbagai negara. Buku-buku utamanya meliputi:
- The Things You Can See Only When You Slow Down (멈추면, 비로소 보이는 것들Meomchumyeon, Biroso Boineun GeotdeulBahasa Korea)
- Buku ini diterbitkan pada tahun 2012 dan menjadi fenomena budaya di Korea Selatan. Dalam waktu tujuh bulan setelah rilis, buku ini terjual lebih dari satu juta eksemplar, mencetak rekor sebagai buku humaniora dan budaya populer dengan penjualan tercepat. Buku ini juga menduduki peringkat pertama dalam daftar bestseller Kyobo Bookstore selama 16 minggu berturut-turut. Secara total, lebih dari empat juta eksemplar buku ini telah terjual dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 35 bahasa di seluruh dunia. Isi utama buku ini mengajak pembaca untuk melambat dan mengambil jeda dalam kehidupan yang serba cepat.
- Love for Imperfect Things (완벽하지 않은 것들에 대한 사랑Wanbyeokhaji Anneun Geotdeure Daehan SarangBahasa Korea)
- Diterbitkan pada tahun 2016, buku ini berfokus pada pentingnya mencintai diri sendiri dan menerima ketidaksempurnaan. Buku ini menjadi bestseller nomor satu di Korea Selatan pada tahun 2016 dan tersedia dalam berbagai bahasa pada tahun 2019.
- Younghyunui Ggaedaleum (젊은 날의 깨달음Jeolmeun Nal-ui KkaedareumBahasa Korea)
- Buku ini diterbitkan pada tahun 2010.
- Haemin Sunim: Audible Sessions
- Ini adalah koleksi sesi audio yang diterbitkan pada tahun 2017.
2.4. Penampilan di Media Massa
Haemin Sunim juga dikenal karena kehadirannya di berbagai program televisi Korea Selatan, yang semakin memperluas jangkauan ajarannya kepada masyarakat luas. Beberapa program yang pernah ia ikuti antara lain:
- 2012: Pengetahuan Berbagi Konser I Love In Musim 2 (Knowledge Sharing Concert I Love In Season 2)
- 2016: Kim Je-dong's Talk to You - Jangan Khawatir! Sayangku (Kim Je-dong's Talk to You - Don't Worry! My Dear) - sebagai bintang tamu episode 35
- 2016: Infinite Challenge - sebagai bintang tamu episode 469
- 2017: Panduan untuk Orang Asing yang Bepergian di Kamarku (A Guide for Strangers Traveling My Room)
- 2018: Please Take Care of My Refrigerator
- 2019: Bagaimana Menjadi Dewasa Secara Kebetulan (How to Be an Adult by Chance)
- 2020: On & Off
3. Filosofi dan Pesan
Filosofi Haemin Sunim berpusat pada empati, komunikasi, dan pemahaman diri dalam kehidupan modern yang serba cepat. Ia berusaha mendekati masalah-masalah kehidupan bukan dengan nasihat yang menghakimi, melainkan dengan simpati dan pemahaman yang mendalam.
Pesan-pesannya disampaikan dengan gaya bahasa yang konkret dan mudah dipahami, menjauh dari abstraksi filosofis yang rumit. Ia ingin membimbing orang untuk menemukan kedamaian batin dan kebahagiaan dengan menerima ketidaksempurnaan diri dan lingkungan. Melalui ajaran-ajarannya, Haemin Sunim mendorong individu untuk memperlambat langkah, merenung, dan mempraktikkan kesadaran penuh, sehingga mereka dapat melihat hal-hal yang terlewatkan dalam rutinitas sehari-hari yang sibuk.
4. Kontroversi dan Kritik
4.1. Kontroversi Gaya Hidup (2020)
Pada tahun 2020, Haemin Sunim menerima kritik keras dari publik Korea Selatan setelah kemunculannya dalam program hiburan televisi tvN On & Off yang ditayangkan pada 7 November 2020. Dalam acara tersebut, ia digambarkan menjalani gaya hidup yang dianggap sekuler dan mewah, bertolak belakang dengan citra biksu yang diharapkan hidup sederhana dan mempraktikkan nilai-nilai Buddha yang ia ajarkan dalam buku-bukunya.
Dalam episode tersebut, Haemin Sunim terlihat bangun di sebuah rumah luas berlantai dua yang terletak di Samcheong-dong, pusat kota Seoul, dengan pemandangan Gunung Namsan. Ia juga digambarkan mengaktifkan aplikasi meditasi yang telah ia kembangkan sejak tahun 2019, yang menawarkan musik santai, suara alam, dan instruksi meditasi. Setelah itu, ia tampil bekerja sebagai chief content officer di kantor pengembang aplikasi tersebut. Muncul pula rumor yang menyebutkan ia memiliki mobil Ferrari.
Gambaran ini menimbulkan kekecewaan besar di kalangan masyarakat yang mengira ia hidup dalam kesederhanaan. Publik mengkritik bahwa gaya hidupnya tidak sejalan dengan ajaran Buddha yang ia khotbahkan. Setelah menerima kritik tajam ini, Haemin Sunim mengumumkan pengunduran dirinya dari semua kegiatan publik dan menyatakan akan kembali menjalani kehidupan monastik di sebuah institusi pendidikan Zen Buddha.
4.2. Kontroversi Kewarganegaraan dan Wajib Militer
Kontroversi lain yang muncul terkait Haemin Sunim adalah masalah kewarganegaraan dan tuduhan penghindaran wajib militer. Terungkap bahwa ia telah melepaskan kewarganegaraan Korea Selatan dan memperoleh kewarganegaraan Amerika Serikat setelah menyelesaikan sekolah menengah atas di Korea Selatan dan melanjutkan pendidikan di Amerika.
Di Korea Selatan, pria dewasa diwajibkan menjalani wajib militer setelah lulus SMA. Keputusan Haemin Sunim untuk melepaskan kewarganegaraan Korea memicu perdebatan publik tentang apakah tindakannya tersebut merupakan upaya untuk menghindari kewajiban militernya. Isu ini menjadi titik kritik karena berkaitan dengan tanggung jawab warga negara dan etik dari seorang tokoh publik, terutama seorang biksu.
5. Dampak dan Warisan
5.1. Pengaruh Publik
Haemin Sunim telah menjadi salah satu penulis terlaris dan influencer media sosial paling berpengaruh di Korea Selatan. Buku-bukunya, terutama The Things You Can See Only When You Slow Down dan Love for Imperfect Things, telah meraih kesuksesan komersial besar dan diterjemahkan ke banyak bahasa, menjangkau jutaan pembaca di seluruh dunia. Ia dikenal karena kemampuannya untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual dengan cara yang relevan dan dapat diakses oleh masyarakat umum. Popularitasnya juga didukung oleh kehadiran aktifnya di media sosial, termasuk platform seperti KakaoStory dan Twitter, tempat ia secara rutin berbagi pemikiran dan dukungan kepada pengikutnya. Pada tahun 2012, ia diakui oleh majalah Sisajournal sebagai salah satu tokoh agama paling berpengaruh di Korea.
5.2. Penilaian di Kalangan Buddhis dan Sosial
Di lingkungan Buddhis dan masyarakat Korea secara umum, Haemin Sunim menerima berbagai penilaian. Ada yang menghargai upayanya untuk membawa ajaran Buddha ke khalayak luas dengan bahasa yang mudah dicerna dan relevan dengan kehidupan modern. Pendekatan ajarannya yang berfokus pada empati dan komunikasi yang tidak menghakimi juga disambut baik oleh banyak orang yang mencari bimbingan spiritual di tengah tekanan hidup.
Namun, kontroversi terkait gaya hidup sekuler dan masalah kewarganegaraan/wajib militer juga memicu kritik dan diskusi yang intens. Beberapa pihak dalam komunitas Buddhis dan masyarakat umum merasa bahwa gaya hidupnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemiskinan dan pelepasan yang dianut oleh para biksu. Diskusi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh tokoh spiritual modern dalam menyeimbangkan popularitas dan keterlibatan publik dengan tuntutan tradisi dan harapan masyarakat. Meskipun demikian, ia tetap menjadi figur penting dalam diskursus spiritual dan budaya di Korea Selatan.