1. Overview
Hirooka Asako (lahir 広岡 浅子Hirooka AsakoBahasa Jepang, nama lahir 三井 浅子Mitsui AsakoBahasa Jepang; 18 Oktober 1849 - 14 Januari 1919), yang juga dikenal dengan nama pena 九転十起生Kyūten JikkiseiBahasa Jepang ("sembilan kali jatuh, sepuluh kali bangkit"), adalah seorang pengusaha wanita, bankir, pendidik, aktivis sosial, filantropis, dan kemudian seorang pembicara serta penulis Kristen yang inovatif dari Jepang. Ia diakui sebagai salah satu pengusaha wanita terkemuka pada periode Meiji dan dipuji sebagai "seorang wanita pada zamannya" atau "seorang pahlawan wanita yang tiada tara" karena semangatnya yang gigih dan kecerdasannya yang luar biasa. Hirooka Asako memainkan peran penting dalam merevitalisasi bisnis keluarga suaminya, mendirikan institusi keuangan seperti Bank Kajima dan Asuransi Jiwa Daido, serta menjadi tokoh sentral dalam gerakan pendidikan tinggi bagi wanita di Jepang, terutama dalam pendirian Universitas Wanita Jepang. Perjalanannya dari seorang gadis yang dilarang membaca hingga menjadi ikon dalam dunia bisnis dan pendidikan, serta konversinya ke agama Kristen, menggambarkan dedikasinya yang mendalam terhadap kemajuan sosial dan spiritual.
2. Kehidupan Awal
Bagian ini membahas aspek-aspek fundamental dalam kehidupan awal Hirooka Asako, termasuk latar belakang keluarganya, keterbatasan dalam aspirasi pendidikannya, serta kondisi awal pernikahannya.
2.1. Latar Belakang Keluarga
Hirooka Asako, yang terlahir dengan nama Mitsui Asako, lahir pada 18 Oktober 1849 (tanggal 3 bulan ke-9 tahun Kaei ke-2 dalam kalender lama) di Kyoto, Provinsi Yamashiro (sekarang Kyoto). Ia adalah putri keempat dari Mitsui Takamasu, kepala keenam keluarga Mitsui Koishikawa, sebuah keluarga pedagang terkemuka. Rumah ayahnya yang luas di Aburanokoji-dori Demizu, Kamigyo-ku, Kyoto, sebagian kini menjadi Hotel Rubino Kyoto Horikawa. Asako lahir ketika ayahnya berusia 50 tahun dan disebut sebagai "anak dari perut yang terpisah" (非嫡子, anak dari istri simpanan). Kakak tirinya, Haru, juga memiliki latar belakang serupa, dan nama ibu kandung mereka tidak diketahui. Ketika Asako berusia 9 tahun, ayahnya meninggal dunia, dan kakak iparnya, Mitsui Takaki (berusia 35 tahun), mengambil alih sebagai kepala keluarga. Mitsui Takaki adalah putra sulung Mitsui Takahide, kepala kelima keluarga Mitsui Selatan, yang diadopsi oleh Takamasu. Pada usia 28 tahun, Takaki secara resmi mengadopsi Asako yang masih berusia 2 tahun sebagai adik iparnya.
2.2. Aspirasi Pendidikan dan Keterbatasan
Sejak kecil, Asako menunjukkan minat yang kuat pada ilmu pengetahuan, lebih memilih mempelajari Sishu Wujing daripada mengikuti pelatihan tradisional wanita seperti menjahit, upacara minum teh, merangkai bunga, atau memainkan alat musik Koto. Namun, kebiasaan umum di kalangan keluarga pedagang saat itu melarang pendidikan bagi wanita, sehingga keluarganya melarangnya membaca. Asako merasa tertinggal dibandingkan pendidikan yang dinikmati oleh saudara-saudaranya. Meskipun demikian, setelah menikah, ia bertekad untuk menemukan cara mempelajari matematika, ekonomi, dan sastra. Ia menyewa guru privat dan membaca secara mandiri. Ia menyatakan, "Saya menetapkan diri pada tugas itu dengan persetujuan suami saya, yang skeptis terhadap kemampuan saya dan tidak peduli terhadap ambisi saya."
2.3. Pernikahan dan Kehidupan Awal di Kajimaya
Pada usia 2 tahun, Asako telah dijodohkan. Pada usia 17 tahun (menurut perhitungan usia tradisional Jepang), ia menikah dengan Hirooka Shinjirō, putra kedua Hirooka Kyuemon Masatsu, kepala kedelapan keluarga pedagang Kajimaya, seorang pedagang kaya raya di Osaka yang setara dengan Konoike Zen'emon. Pernikahan ini terjadi pada tahun 1866. Setelah menikah, Asako mulai mempertanyakan kebiasaan keluarga pedagang yang menyerahkan seluruh urusan bisnis kepada para tedai (karyawan senior) tanpa keterlibatan langsung dari sang suami. Ia merasakan adanya batasan dalam tradisi tersebut, yang mendorongnya untuk belajar akuntansi dan aritmetika secara otodidak. Pada usia 20 tahun, Jepang dilanda gejolak Restorasi Meiji, yang menyebabkan kemunduran finansial bagi keluarga Kajimaya. Untuk menyelamatkan kekayaan keluarga suaminya, Asako terjun ke dunia bisnis dan berjuang keras untuk merevitalisasi Kajimaya bersama dengan Hirooka Kyuemon Masashi, kepala kesembilan Kajimaya (adik Shinjirō, yang menggantikan putra sulung Masatsu yang meninggal muda), dan suaminya, Hirooka Shinjirō.
3. Karier Bisnis
Bagian ini mengulas secara rinci kegiatan bisnis Hirooka Asako yang luas dan berdampak, menampilkan semangat kewirausahaan dan prestasinya yang luar biasa.
3.1. Restrukturisasi Kajimaya dan Keterlibatan dalam Bisnis Batu Bara
Setelah mengalami krisis ekonomi, Hirooka Asako melangkah keluar dari kehidupan tradisionalnya sebagai istri dan ibu untuk membangun kembali kekayaan keluarga suaminya yang sempat hilang. Sekitar tahun 1884, bersama Yoshida Chisoku, ia mendirikan "Toko 広炭KōtanBahasa Jepang" dan terjun ke industri batu bara. Model bisnis Hirotan Shoten adalah menjual batu bara yang diproduksi dari tambang Chikuho milik Hoashi Yoshikata di dalam negeri dan mengekspornya ke luar negeri. Namun, biaya ekspor batu bara menjadi masalah yang sulit diatasi. Untuk mengatasi ini, Hirotan Shoten mengambil alih tambang milik Hoashi Yoshikata dan, setelah merger dengan "Perusahaan Batu Bara Tokyo," membentuk "Perusahaan Batu Bara Nippon," sebuah perusahaan perdagangan yang menangani produksi hingga penjualan batu bara.
Sayangnya, pada saat itu Jepang sedang mengalami resesi deflasi, menyebabkan permintaan batu bara menurun di bawah pasokan, dan harga batu bara anjlok. Akibatnya, Perusahaan Batu Bara Nippon menghadapi kesulitan keuangan, dan hanya Tambang Batu Bara Yuruno (di Iizuka, Prefektur Fukuoka, yang kemudian menjadi Tambang Batu Bara Futase milik Pabrik Baja Yawata) yang tersisa di tangan Hirooka. Demi memastikan keberhasilan bisnis kali ini, Asako sendiri yang pergi ke tambang, membawa pistol untuk perlindungan diri, dan tinggal bersama para penambang. Karena ia berani terjun ke bisnis berisiko yang bahkan para pria ragu untuk melakukannya, ia sering dianggap gila. Meskipun upaya legendaris Hirooka, pada tahun 1899 Tambang Batu Bara Yuruno diakuisisi oleh negara untuk memasok bahan bakar ke Pabrik Baja Yawata yang dikelola pemerintah. Meskipun jumlah keuntungan yang diperoleh Asako dari penjualan ini tidak jelas, pada saat itu ia sudah mengarahkan perhatiannya pada usaha bisnis berikutnya. Selama kunjungan Asako ke tambang Yuruno, putri sulungnya, Kameko, dan Inoue Hide (yang kemudian menjadi sarjana dan pendidik) menemaninya.
3.2. Pendirian Bank dan Perusahaan Asuransi
Hirooka Asako memiliki peran signifikan dalam sektor keuangan. Ia mendirikan bank tabungan dan pada tahun 1888, ia mendirikan Bank Kajima. Kemudian, pada tahun 1902, ia berpartisipasi dalam pendirian Asuransi Jiwa Daido. Berkat aktivitas-aktivitas ini, Kajimaya berkembang menjadi konglomerat keuangan yang berpengaruh di Osaka.
3.3. Investasi di Properti Pertanian Korea
Di luar Jepang, Hirooka Asako juga melakukan investasi bisnis. Secara spesifik, ia melakukan investasi di properti pertanian di Korea.
3.4. Reputasi sebagai Pengusaha Wanita Era Meiji
Berkat kiprahnya yang luar biasa, Hirooka Asako dikenal luas sebagai pengusaha wanita terkemuka pada periode Meiji. Ia menjadi figur perintis dalam dunia bisnis yang didominasi pria, mendapatkan julukan "seorang wanita pada zamannya." Reputasinya menempatkannya sejajar dengan pengusaha wanita sukses lainnya seperti Suzuki Yone (dari Toko Suzuki) dan Mineshima Kiyoko (manajer Bank Owariya dan Mineshima Goshi Kaisha). Sebuah artikel di surat kabar Tokyo Asahi Shimbun pada tahun 1912, berjudul "Perkembangan Wanita," memuji Hirooka Asako bersama dengan Suzuki Yone dan Mineshima Kiyoko, menyatakan bahwa mereka "melambung di dunia bisnis, setara atau bahkan melampaui pengusaha pria."
4. Pendidikan Wanita dan Kontribusi Sosial
Bagian ini mengkaji dedikasi Hirooka Asako dalam memajukan pendidikan wanita dan kontribusi sosialnya yang lebih luas, mencerminkan komitmennya terhadap pemberdayaan perempuan.
4.1. Peran dalam Pendirian Universitas Wanita Jepang
Pada tahun 1896, Asako menerima kunjungan dari Naruse Jinzo, kepala sekolah Baika Jogakko (Sekolah Wanita Baika), yang sedang mencari kolaborator untuk mendirikan institusi pendidikan tinggi bagi wanita. Pertemuan ini difasilitasi oleh Dokura Shozaburo. Asako, yang memiliki pengalaman pribadi dilarang membaca saat kecil, sangat meyakini bahwa wanita harus menerima pendidikan yang setara dengan pria. Namun, Asako tidak hanya ingin mendirikan sekolah wanita biasa; ia mencari visi pendidikan wanita yang sejalan dengan pemikirannya dan rencana pendirian yang konkret. Meskipun pertemuan pertamanya dengan Naruse tidak berjalan mulus karena perbedaan karakter, Naruse memberikannya bukunya, "Pendidikan Wanita" (女子教育Joshi KyōikuBahasa Jepang). Asako sangat terkesan dan beresonansi dengan isi buku tersebut, yang sejalan dengan visinya tentang pendidikan wanita.
Dengan pemikiran tersebut, Asako tidak hanya memberikan donasi finansial tetapi juga bekerja aktif bersama Naruse. Ia menggalang dukungan dari tokoh-tokoh berpengaruh di dunia politik dan bisnis. Asako berhasil melobi keluarga Hirooka dan keluarga asalnya, Mitsui, untuk mendonasikan tanah di Mejirodai. Usaha ini pada akhirnya mengarah pada pendirian Universitas Wanita Jepang pada tahun 1901. Ia menjadi salah satu pendiri dan anggota dewan pengawas awal universitas tersebut. Suaminya, Hirooka Shinjirō, juga merupakan salah satu anggota komite pendiri universitas. Hiratsuka Raicho, seorang mahasiswa di Universitas Wanita Jepang, mengenang bagaimana Hirooka sering menegur mahasiswa yang dianggapnya terlalu fokus pada studi "teoritis," dan menganjurkan agar para wanita muda mengejar pendidikan yang lebih praktis.
4.2. Keterlibatan dalam Gerakan Wanita dan YWCA
Setelah kematian suaminya, Hirooka Shinjirō, pada tahun 1904, Asako menyerahkan urusan bisnis kepada menantunya, Hirooka Keizo (presiden kedua Asuransi Jiwa Daido). Setelah itu, ia memfokuskan diri pada kontribusi sosial, khususnya dalam bidang pendidikan wanita dan urusan kewanitaan, serta mendalami ilmu pengetahuan. Ia belajar di bawah bimbingan Nagai Nagayoshi dan tokoh-tokoh lainnya, dan juga aktif sebagai tokoh sentral dalam kegiatan bantuan sosial cabang Osaka Aikoku Fujinkai (Asosiasi Wanita Patriotik).
Asako juga berpartisipasi dalam gerakan wanita dan gerakan anti-prostitusi. Ia menulis banyak esai untuk majalah wanita populer, yang sering ditandatangani dengan nama pena "sembilan kali jatuh, sepuluh kali bangkit." Ia berpendapat bahwa "sifat kedua wanita adalah kecurigaan, kecemburuan, picik, kesombongan, keegoisan, dan mengeluh, sementara wanita Barat mencapai pengembangan spiritual melalui agama." Dengan keyakinan ini, ia menerbitkan buku "Kebangkitan Jiwa" (心霊の覚醒Shinrei no KakuseiBahasa Jepang) karya Miyagawa dan karya-karya keagamaannya sendiri, "Satu Surat Seminggu" (一週一信Isshu IsshinBahasa Jepang), untuk mempromosikan Kristenisasi di Jepang. Ia menjabat sebagai anggota Komite Pusat YWCA Jepang dan ketua komite persiapan pendirian YWCA Osaka. Pada tahun 1912, ia menjadi salah satu pemimpin Konferensi Musim Panas YWCA bersama Kawai Michi, Emma Kaufman, dan beberapa tokoh lainnya.
Semangat Asako terhadap pendidikan wanita tidak pernah padam, bahkan setelah pendirian Universitas Wanita Jepang. Dari tahun 1914 hingga tahun 1918 (setahun sebelum kematiannya), setiap musim panas ia mengadakan perkemahan studi untuk wanita muda di vila musim panasnya di Gotemba, Ninooka (dekat Gunung Fuji). Peserta perkemahan ini termasuk tokoh-tokoh muda seperti Ichikawa Fusae dan Muraoka Hanako. Ia juga memiliki rumah retret bagi para pengkhotbah Kristen di vila musim panasnya. Sekitar waktu ini, ia membangun rumah empat lantai di Shiba Zaimokucho, Tokyo (sekarang Roppongi Hills dan Hollywood Beauty Plaza), yang dirancang oleh arsitek kerabatnya, Vories.
5. Keimanan dan Pemikiran
Bagian ini mengeksplorasi perjalanan spiritual Hirooka Asako, konversinya ke agama Kristen, serta dasar filosofis dari kehidupan dan karyanya.
5.1. Konversi ke Agama Kristen dan Aktivitas Keagamaan
Setelah pulih dari operasi tumor ganas di dada pada Januari 1909, Hirooka Asako bertemu dengan Pendeta Miyagawa Tsuneteru di rumah Kikuchi Kanji di Osaka pada akhir tahun yang sama. Pertemuan ini terjadi atas rekomendasi Naruse Jinzo yang menyarankan Asako untuk mempelajari filsafat agama. Pertemuan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, dan pada tahun 1911, Asako dibaptis oleh Pendeta Miyagawa, menandai konversinya ke agama Kristen. Setelah konversinya, ia menjadi seorang pembicara Kristen yang aktif, berbicara di various events yang diselenggarakan gereja. Penanya, "sembilan kali jatuh, sepuluh kali bangkit," juga menjadi kalimat khasnya yang digunakan di majalah-majalah wanita populer.
5.2. Pemikiran Filosofis dan Tulisan
Hirooka Asako mengekspresikan pemikiran filosofis dan keyakinan spiritualnya melalui tulisan-tulisannya. Ia berpendapat bahwa sifat buruk seperti kecurigaan, kecemburuan, picik, kesombongan, keegoisan, dan keluhan merupakan "sifat kedua" wanita, dan bahwa wanita Barat berhasil mengembangkan spiritualitas melalui agama. Keyakinan ini mendorongnya untuk secara aktif mempromosikan Kekristenan di Jepang. Ia menerbitkan buku "Satu Surat Seminggu" (一週一信Isshu IsshinBahasa Jepang) pada tahun 1918 melalui penerbit Fujin Shuho, yang menggabungkan esai-esai yang sebelumnya ia kontribusikan untuk surat kabar mingguan Christian World di bawah nama pena "sembilan kali jatuh, sepuluh kali bangkit," dengan otobiografinya hingga usia 70 tahun. Selain itu, ia menulis kata pengantar untuk buku "Kebangkitan Jiwa" karya Miyagawa, semakin menegaskan komitmennya terhadap nilai-nilai Kristen dan pengembangan spiritual.
6. Kehidupan Pribadi
Bagian ini memberikan wawasan tentang kehidupan pribadi Hirooka Asako, termasuk hubungan keluarganya dan minat pribadinya.
6.1. Hubungan Keluarga
Hirooka Asako menikah dengan Hirooka Shinjirō (1841-1904) pada tahun 1866. Shinjirō adalah putra kedua dari Hirooka Kyuemon Masatsu, kepala kedelapan keluarga Hirooka. Ia pernah diadopsi oleh keluarga cabang di usia muda dan kemudian menjadi presiden pertama Amagasaki Spinning (kemudian menjadi Unitika) serta direktur Osaka Canal. Shinjirō dikenal sebagai suami yang patuh kepada istrinya, dan hobinya adalah menyanyikan Yokyoku aliran Fukuo-ryu. Asako dan Shinjirō memiliki seorang putri, Kameko, yang lahir pada Oktober 1876.
Selain Kameko, Shinjirō juga memiliki tiga putri dan satu putra dari seorang pembantu rumah tangga bernama Mume (juga dikenal sebagai Kofuji). Putra sulung mereka, Matsusaburo (1888-1971), kemudian menjadi presiden keempat Asuransi Jiwa Daido. Kakak ipar Asako adalah Hirooka Kyuemon Masashi (1844-1909), adik dari Shinjirō, yang menjabat sebagai presiden pertama Bank Kajima dan presiden pertama Asuransi Jiwa Daido.
Asako dan Shinjirō juga memiliki dua putri angkat, Kito dan Suteko, yang dinikahkan ke keluarga Mitsui. Kito menjadi istri Mitsui Takamune, kepala keluarga utama Mitsui (Soryoke). Suteko menjadi istri Mitsui Takakage, keponakan Asako dari pihak suami.
Dari keluarga asalnya, Mitsui, Asako memiliki kakak tiri perempuan bernama Haru (1847-1872), yang 2 tahun lebih tua darinya. Haru diadopsi oleh Mitsui Takaki dan menikah dengan Tennojiya Gohei, seorang pedagang penukaran uang, enam hari setelah pernikahan Asako. Haru meninggal pada usia 25 tahun. Keponakan Asako dari pihak suami, Mitsui Takakage (1850-1912), adalah putra sulung Mitsui Takaki. Ia hanya 1 tahun lebih tua dari Asako dan tumbuh besar seperti adik kandung, sehingga Asako memanggilnya "adik kesayangan". Takakage menjadi kepala kedelapan keluarga Koishikawa Mitsui dan bersama istrinya, Suteko (putri angkat Asako), mendukung pendirian sekolah yang didirikan oleh Asako.
Asako juga memiliki hubungan dekat dengan Hitotsuyanagi Makiko, adik perempuan menantunya, Hirooka Keizo. Makiko kemudian menikah dengan William Merrell Vories. Asako memberikan dukungan kuat atas pernikahan Makiko dengan Vories, yang merupakan seorang warga asing. Makiko sendiri sempat tinggal di rumah keluarga Hirooka sebelum belajar ke luar negeri karena hubungannya yang kurang baik dengan ayahnya.
6.2. Hobi dan Minat Pribadi
Di luar kesibukan bisnis dan kegiatan sosialnya, Hirooka Asako memiliki minat pribadi yang mendalam. Ia sangat mencintai permainan Go dan dikenal sebagai pemain amatir tingkat mahir. Selain itu, ia juga seorang pendukung setia pemain Go, termasuk Ishii Senji yang ia sponsori.
7. Kematian
Hirooka Asako meninggal dunia pada 14 Januari 1919, di usia 69 tahun (berdasarkan perhitungan usia modern), di vila pribadinya yang terletak di Azabu Zaimokucho, Tokyo (sekarang Roppongi 6-chome). Penyebab kematiannya adalah nefritis (radang ginjal), meskipun ada pula sumber yang menyebutkan influenza, bertepatan dengan pandemi flu 1918 yang melanda dunia saat itu. Ia dikenal tidak meninggalkan surat wasiat, dengan menyatakan, "Saya tidak akan meninggalkan wasiat. Apa yang saya katakan sehari-hari, itulah semua wasiat saya." Sebelum meninggal, ia secara aktif membangun properti dan vila di berbagai lokasi, karena ingin meninggalkan aset berupa properti bagi keturunannya.
Pemakamannya diselenggarakan dua kali, di Tokyo dan Osaka. Sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya, Universitas Wanita Jepang mengadakan upacara peringatan besar-besaran yang dihadiri seluruh sekolah pada 28 Juni 1919. Pada upacara tersebut, Okuma Shigenobu, yang juga menjabat sebagai ketua komite pendiri Universitas Wanita Jepang, menyampaikan pidato belasungkawa. Okuma memuji Hirooka, dengan mengatakan, "Nyonya Asako senantiasa memiliki keyakinan kuat bahwa 'meskipun seorang wanita, jika berusaha keras, ia dapat melakukan pekerjaan yang tidak kalah dari pria, dan memiliki kekuatan untuk itu. Dan manusia dapat membuka jalan bagi keadaannya dan mencapai cita-cita yang diidamkannya.'... Dengan demikian, Nyonya Asako menghadapi segala sesuatu dengan kekuatan luar biasa yang bahkan pria pun tidak dapat menandinginya. Meskipun kadang disalahpahami oleh sebagian orang, aktivitas Nyonya Asako benar-benar luar biasa dan harus dijadikan contoh nyata, tidak hanya bagi keluarga Hirooka, tetapi juga bagi aktivitas sosial."
8. Evaluasi dan Warisan
Bagian ini menganalisis dampak keseluruhan Hirooka Asako dan warisan abadi yang ia tinggalkan.
8.1. Penilaian Sejarah dan Sosial
Hirooka Asako diakui secara luas sebagai salah satu figur paling signifikan dan pelopor bagi wanita dalam sejarah Jepang modern. Ia disebut sebagai "wanita pada zamannya" dan "pahlawan wanita yang tiada tara" karena semangatnya yang kuat dan kecerdasannya. Evaluasi historis dan kontemporer secara konsisten mengakui pencapaiannya yang luar biasa, terutama dalam menembus batasan gender di era Meiji yang didominasi pria. Pujian dari tokoh seperti Okuma Shigenobu dalam pidato belasungkawanya, yang menyoroti keyakinan Asako pada kapabilitas wanita dan kontribusi sosialnya yang luar biasa, semakin menegaskan statusnya sebagai figur yang patut dicontoh.
8.2. Pengaruh dalam Budaya Populer
Kisah hidup Hirooka Asako telah diadaptasi ke dalam berbagai media budaya populer, membantu mempopulerkan warisannya kepada khalayak luas. Pada tahun 2015 dan 2016, NHK menyiarkan drama periode berjudul Asa ga Kita (あさが来たAsa ga KitaBahasa Jepang), yang dibintangi oleh aktris Haru sebagai "Shiraoka Asa," karakter yang dimodelkan berdasarkan Hirooka Asako. Drama ini didasarkan pada novel Tosaborigawa karya Furukawa Chieko. Selain itu, kisah hidupnya juga diadaptasi menjadi pementasan panggung Tosaborigawa pada tahun 1990, dengan aktris Yachigusa Kaoru memerankan Hirooka Asako. Karya sastra lain yang terinspirasi oleh hidupnya termasuk novel Ann no Yurikago karya Muraoka Eri dan Maken Toki karya Tamaoka Kaoru. Perusahaan Asuransi Jiwa Daido, yang turut ia dirikan, juga menayangkan iklan animasi tentang Asako dengan judul "Kikkake-hen" (episode "pemicu") dan "Akiramenai-hen" (episode "jangan menyerah").
8.3. Warisan Jangka Panjang
Warisan Hirooka Asako memiliki pengaruh jangka panjang yang signifikan, terutama dalam bidang pendidikan wanita dan kewirausahaan. Kontribusinya dalam pendirian Universitas Wanita Jepang menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan tinggi bagi perempuan di Jepang. Semangatnya yang tangguh dan tidak pernah menyerah, yang direpresentasikan dalam nama penanya "sembilan kali jatuh, sepuluh kali bangkit," terus menjadi inspirasi. Ia menunjukkan bahwa dengan ketekunan, wanita dapat mencapai prestasi luar biasa bahkan di tengah tantangan sosial yang besar. Selain itu, sekitar 10 K dokumen (termasuk kontrak pinjaman dan surat-surat) dari Kajimaya, yang sebagian besar terkait dengan Asako, ditemukan di sebuah rumah pribadi di Kashihara, Prefektur Nara, pada 6 November 2015. Penemuan ini semakin memperkaya pemahaman kita tentang kehidupannya dan dampak historisnya.
9. Tokoh dan Organisasi Terkait
Bagian ini memperkenalkan individu-individu dan organisasi kunci yang memainkan peran penting dalam kehidupan dan karya Hirooka Asako.
- Naruse Jinzo (1855-1919): Kepala sekolah Baika Jogakko yang ditemui Asako pada tahun 1896. Naruse mencari kolaborator untuk mendirikan institusi pendidikan tinggi bagi wanita. Buku Naruse, "Pendidikan Wanita," sangat menginspirasi Asako dan meyakinkannya untuk mendukung proyek tersebut.
- Dokura Shozaburo (1841-1904): Pengusaha dan industrialis terkemuka yang memperkenalkan Hirooka Asako kepada Naruse Jinzo, yang merupakan langkah awal dalam pendirian Universitas Wanita Jepang.
- Inoue Hide (1878-1969): Kepala sekolah wanita pertama (keempat secara keseluruhan) Universitas Wanita Jepang. Ia pernah sekamar dengan Kameko, putri Asako, di Sekolah Tinggi Putri Prefektur Kyoto. Inoue Hide sering mendampingi Asako dalam perjalanan bisnis, termasuk kunjungan ke Tambang Batu Bara Yuruno. Atas dorongan Asako, Inoue belajar ekonomi rumah tangga di Amerika Serikat.
- Miyagawa Tsuneteru (1857-1925): Seorang pendeta yang membaptis Hirooka Asako pada tahun 1911, setelah Asako bertemu dengannya melalui perantara Kikuchi Kanji dan Naruse Jinzo.
- Kawai Michi (1877-1955) dan Emma Kaufman: Keduanya adalah pemimpin yang terlibat dalam Konferensi Musim Panas YWCA pada tahun 1912, tempat Hirooka Asako juga berperan sebagai salah satu pemimpin.
- Ichikawa Fusae (1893-1981) dan Muraoka Hanako (1893-1968): Tokoh-tokoh wanita terkemuka di Jepang yang pada masa mudanya menjadi peserta dalam perkemahan studi musim panas yang diselenggarakan oleh Hirooka Asako di vilanya di Gotemba.
- Okuma Shigenobu (1838-1922): Negarawan terkemuka Jepang dan salah satu pendiri Universitas Waseda. Ia menjabat sebagai ketua komite pendiri Universitas Wanita Jepang dan menyampaikan pidato belasungkawa pada upacara peringatan kematian Hirooka Asako.
- Nagai Nagayoshi (1845-1929): Seorang ahli farmasi dan kimiawan Jepang yang terkemuka. Setelah pensiun dari dunia bisnis, Hirooka Asako mendalami ilmu pengetahuan, termasuk belajar di bawah bimbingan Nagai Nagayoshi.
- Suzuki Yone (1852-1938) dan Mineshima Kiyoko: Pengusaha wanita terkemuka lainnya pada era Meiji yang sering dibandingkan dengan Hirooka Asako. Suzuki Yone adalah pemimpin Toko Suzuki, sementara Mineshima Kiyoko mengelola Bank Owariya dan Mineshima Goshi Kaisha.
- Hirooka Shinjirō (1841-1904): Suami Hirooka Asako, putra kedua dari kepala kedelapan keluarga Hirooka. Ia juga merupakan anggota komite pendiri Universitas Wanita Jepang dan menjabat sebagai presiden pertama Amagasaki Spinning (kemudian Unitika).
- Hirooka Keizo (1876-1952): Menantu Hirooka Asako, putra kedua dari Viscount Hitotsuyanagi Suenori. Ia mengambil alih bisnis Asako dan menjadi presiden kedua Asuransi Jiwa Daido. Ia juga menjabat sebagai presiden pertama Kereta Api Listrik Osaka, namun Asako memintanya untuk mengundurkan diri setelah ia merasakan adanya risiko. Rumah pribadinya di Higashinada-ku, Kobe, kini menjadi Universitas Wanita Konan.
- Hitotsuyanagi Makiko (1884-1969): Adik perempuan dari Hirooka Keizo dan istri dari William Merrell Vories. Hirooka Asako mendukung pernikahannya dengan Vories. Makiko pernah tinggal di rumah keluarga Hirooka sebelum belajar ke luar negeri karena hubungannya yang buruk dengan ayahnya.
- Nakagawa Kojuro (1874-1949): Pendiri Universitas Ritsumeikan. Setelah pensiun dari Kementerian Pendidikan, ia bergabung dengan Kajimaya pada tahun 1898 atas rekomendasi Naruse Jinzo. Ia memegang berbagai posisi penting, termasuk direktur Bank Kajima, wakil presiden Asahi Life (perusahaan berbeda dengan Asahi Life modern), dan auditor Bursa Beras Dojima. Ia berperan penting dalam pendirian Asuransi Jiwa Daido. Selain itu, ia juga menjabat sebagai sekretaris Universitas Kekaisaran Kyoto (sekarang Universitas Kyoto) dan sekretaris jenderal urusan pendirian Universitas Wanita Jepang.
- Honma Shumpei: Hirooka Asako menyumbangkan 500.00 K JPY kepadanya, yang saat ini setara dengan sekitar 2.00 B JPY. Dana ini menjadi dasar bagi terbentuknya Seijo Gakuen.
- Okumura Iyoko (1855-1907): Pendiri "Asosiasi Wanita Patriotik" (愛国婦人会Aikoku FujinkaiBahasa Jepang). Asako bertemu dengannya melalui Okuma Shigenobu dan mereka menjadi sahabat dekat. Ketika Okumura sakit dan dirawat di Karatsu pada tahun 1906, Asako mengunjunginya dan memberikan ceramah di sana yang mendorong pendirian Sekolah Putri Karatsu (sekarang Sekolah Menengah Atas Nishi Prefektur Saga) pada tahun berikutnya. Asako menemani Okumura di ranjang kematiannya di Kyoto pada tahun 1907.