1. Biografi
Ifa Isfansyah memiliki latar belakang yang kuat dalam seni dan perfilman, mengawali perjalanannya dari lingkungan pedesaan hingga menempuh pendidikan formal dan mengembangkan komunitas film independen yang berpengaruh.
1.1. Kehidupan awal dan pendidikan
Ifa Isfansyah lahir di Yogyakarta pada 16 Desember 1979. Ia menghabiskan masa kecilnya di sebuah desa kecil dan memiliki minat yang besar pada olahraga, terutama sepak bola. Ifa pernah bermain untuk tim yang disponsori oleh Muhammadiyah dan menjadi pemain cadangan di sekolah menengah pertama. Selama masa sekolah menengah, ia juga aktif dalam bola basket dan bermain alat musik bass. Setelah menamatkan pendidikan menengah atas, Ifa melanjutkan studi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, menyelesaikan studinya di Jurusan Televisi pada tahun 2007.
1.2. Awal karier perfilman
Pada tahun 2001, Ifa Isfansyah turut mendirikan Fourcolors Films, sebuah komunitas film independen yang aktif memproduksi film-film pendek. Setahun kemudian, pada tahun 2002, ia menyutradarai film pendek pertamanya, Air Mata Surga, bersama Eddie Cahyono, yang diundang sebagai film pembuka Festival Film-Video Indonesia 2002. Di tahun yang sama, ia juga merilis film pendek Mayar. Film ini berhasil meraih penghargaan SET Award untuk penata kamera terbaik dan penata artistik terbaik pada Festival Film-Video Independen Indonesia 2002, serta diputar di berbagai festival film internasional seperti International Film Festival Rotterdam dan Festival Film Internasional Hamburg. Selain itu, Ifa juga terlibat dalam penyuntingan film Mayar dan menyutradarai beberapa iklan serta program cerita untuk televisi.
Pada tahun 2006, Ifa kembali berkarya dengan film pendek Harap Tenang, Ada Ujian!. Film ini mengangkat perbandingan antara Piala Dunia FIFA 2006 dengan gempa bumi Yogyakarta Mei 2006, yang menunjukkan sensitivitas Ifa terhadap isu sosial. Film tersebut memenangkan penghargaan di beberapa festival penting di Indonesia, termasuk sebagai film pendek terbaik di Jogja-NETPAC Asian Film Festival, Festival Film Pendek Konfiden, dan Festival Film Indonesia 2006. Secara internasional, film ini juga masuk dalam sesi kompetisi internasional Short Shorts Film Festival 2007 di Tokyo, Jepang, serta Almaty Film Festival di Kazakhstan dan Three Eyes Film Festival di Mumbai. Pada tahun yang sama, Ifa Isfansyah menerima beasiswa untuk mempelajari perfilman di Im Kwon Taek Film School, Dongseo University, Korea Selatan, setelah terpilih mengikuti Asian Film Academy di Festival Film Internasional Busan 2006. Ia tinggal di Busan hingga Desember 2008. Pada tahun 2007, ia merilis film pendek Setengah Sendok Teh.
2. Karya Utama
Ifa Isfansyah dikenal luas melalui karya-karya film panjangnya, baik sebagai sutradara maupun produser, yang seringkali mencerminkan komitmennya terhadap eksplorasi tema-tema sosial dan budaya.
2.1. Karier Penyutradaraan
Debut film panjang Ifa Isfansyah adalah Garuda di Dadaku, yang dirilis pada 18 Juni 2009. Film ini mengisahkan perjalanan seorang anak laki-laki yang bermimpi untuk bermain di liga sepak bola Indonesia. Karya ini menunjukkan kemampuannya dalam menggarap cerita yang dekat dengan aspirasi masyarakat.
Film panjang keduanya, Sang Penari, dirilis pada 10 November 2011 setelah tiga tahun dalam proses produksi. Berdasarkan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, film ini mengikuti kehidupan seorang penari ronggeng muda di Banyumas, Jawa Tengah. Secara signifikan, film ini secara halus namun kuat menyentuh tema pembersihan komunis 1965-1966, sebuah peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia yang menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas. Dengan mengangkat latar belakang sejarah yang sensitif ini, Sang Penari tidak hanya berhasil secara artistik tetapi juga menjadi medium penting untuk refleksi sosial dan historis. Film ini meraih empat Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2011, termasuk kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik, serta terpilih sebagai perwakilan Indonesia untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Awards ke-85.
Selain itu, Ifa juga menyutradarai film-film lain seperti Ambilkan Bulan (2012), 9 Summers 10 Autumns (2013), Pendekar Tongkat Emas (2014), Pesantren Impian (2016), Catatan Dodol Calon Dokter (2016), Hoax (2018) yang sebelumnya berjudul Rumah dan Musim Hujan, Koki-Koki Cilik (2018), dan Losmen Bu Broto (2021) bersama Eddie Cahyono.
2.2. Aktivitas Produksi
Selain menyutradarai, Ifa Isfansyah juga aktif sebagai produser, seringkali mendukung proyek-proyek yang mengangkat suara kelompok marginal atau isu-isu hak asasi manusia. Di antara karya-karya pentingnya sebagai produser adalah Isyarat (2013), Masked Monkey - The Evolution of Darwin's Theory (2014) sebagai co-producer, dan Siti (2014) di mana ia juga berperan sebagai produser eksekutif.

Salah satu karya produksi Ifa yang menonjol adalah Turah (2016). Film ini menggambarkan perjuangan dan kondisi kehidupan komunitas yang terisolasi dan termarginalkan, menyoroti isu-isu kemiskinan dan keterbatasan akses. Film ini berhasil memenangkan sejumlah penghargaan dan menerima pujian kritis karena keberaniannya mengangkat realitas sosial yang sering terabaikan. Selanjutnya, ia juga menjadi co-producer untuk Sekala Niskala (2017), sebuah film yang secara artistik menggambarkan tema kehilangan dan transendensi, mendapatkan pengakuan internasional.
Pada tahun 2018, Ifa Isfansyah memproduseri Kucumbu Tubuh Indahku. Film ini menjadi sorotan karena temanya yang berani mengangkat isu identitas gender dan homoseksualitas di tengah masyarakat Indonesia, menantang norma-norma sosial dan mendorong dialog tentang inklusi sosial dan hak asasi manusia bagi kelompok LGBT. Film ini meraih Piala Citra sebagai Film Terbaik pada Festival Film Indonesia 2019, sebuah pencapaian yang menandai pengakuan akan pentingnya narasi yang berani dan relevan secara sosial. Karya produksi lainnya termasuk Mountain Song (2019), Abracadabra (2019), Yuni (2021) yang menyoroti isu perempuan dan pendidikan, serta Before, Now & Then (2022).
3. Filmografi
Ifa Isfansyah telah terlibat dalam berbagai produksi film, baik film panjang maupun film pendek, sebagai sutradara, produser, dan penulis skenario.
Tahun | Judul | Penulis | Produser | Sutradara | Lainnya |
---|---|---|---|---|---|
2001 | Di antara Masa Lalu dan Masa Sekarang | Tidak | Ya | Tidak | - |
2002 | Air Mata Surga | Tidak | Tidak | Ya | Film pendek pertama; bersama Eddie Cahyono |
2002 | Mayar | Tidak | Tidak | Ya | Film pendek; juga sebagai Penyunting |
2006 | Harap Tenang, Ada Ujian! | Ya | Ya | Ya | Film pendek |
2007 | Setengah Sendok Teh | Ya | Ya | Ya | Film pendek |
2008 | Huan Chen Guang | Ya | Ya | Ya | Segmen film 9808 Antologi 10 Tahun Reformasi Indonesia |
2009 | Garuda di Dadaku | Tidak | Tidak | Ya | Debut film panjang pertama |
2010 | 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta | Tidak | Tidak | Tidak | Konsultan Kreatif bersama Salman Aristo |
2011 | Rindu Purnama | Ya | Tidak | Tidak | Skenario bersama Mathias Muchus |
2011 | Belkibolang | Tidak | Tidak | Ya | Segmen: Percakapan Ini |
2011 | Sang Penari | Ya | Tidak | Ya | Skenario bersama Salman Aristo & Shanty Harmayn |
2012 | Ambilkan Bulan | Tidak | Tidak | Ya | - |
2013 | 9 Summers 10 Autumns | Ya | Tidak | Ya | Skenario bersama Fajar Nugros dan Iwan Setyawan |
2013 | Isyarat | Tidak | Ya | Tidak | - |
2014 | Pendekar Tongkat Emas | Ya | Tidak | Ya | Cerita bersama Mira Lesmana, Riri Riza, & Eddie Cahyono; Skenario bersama Mira Lesmana, Jujur Prananto, & Seno Gumira Ajidarma |
2014 | Siti | Tidak | Ya | Tidak | Juga sebagai Produser Eksekutif |
2014 | Masked Monkey - The Evolution of Darwin's Theory | Tidak | Ya | Tidak | Ko-produser |
2016 | Pesantren Impian | Tidak | Tidak | Ya | - |
2016 | Turah | Tidak | Ya | Tidak | - |
2016 | Catatan Dodol Calon Dokter | Tidak | Tidak | Ya | - |
2018 | Hoax | Ya | Ya | Ya | Judul sebelumnya Rumah dan Musim Hujan |
2018 | Koki-Koki Cilik | Tidak | Tidak | Ya | - |
2018 | Sekala Niskala | Tidak | Ya | Tidak | Ko-produser |
2018 | Petualangan Menangkap Petir | Tidak | Ya | Tidak | Produser Eksekutif |
2019 | Kucumbu Tubuh Indahku | Tidak | Ya | Tidak | - |
2019 | Lamun Sumelang | Tidak | Tidak | Tidak | Kurator bersama Yosep Anggi Noen |
2019 | Mountain Song | Tidak | Ya | Tidak | - |
2020 | Abracadabra | Tidak | Ya | Tidak | - |
2020 | Quarantine Tales | Ya | Tidak | Tidak | Segmen: Cook Book; Penulis bersama Ahmad Aditya |
2021 | Yuni | Tidak | Ya | Tidak | - |
2021 | Losmen Bu Broto | Ya | Tidak | Ya | Sutradara bersama Eddie Cahyono; juga pengembang karakter bersama Pandu Birantoro, Eddie Cahyono, & Kamila Andini |
2022 | Nana | Tidak | Ya | Tidak | - |
2023 | Layar | Ya | Ya | Tidak | Film orisinil KlikFilm; penulis bersama Ahmad Aditya |
4. Penghargaan dan Nominasi
Ifa Isfansyah dan karya-karyanya telah mendapatkan berbagai penghargaan dan nominasi di festival film nasional maupun internasional, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu sineas paling diakui di Indonesia.
Tahun | Penghargaan | Kategori | Karya yang Dinominasikan | Hasil |
---|---|---|---|---|
2006 | Jogja-NETPAC Asian Film Festival | Blencong Award | Harap Tenang, Ada Ujian! | Nominasi |
2006 | Festival Film Indonesia | Film Pendek Terbaik | Menang | |
2008 | Hong Kong Independent Short Film and Video Awards | Grand Prize Asian New Force | Setengah Sendok Teh | Nominasi |
2010 | Jogja-NETPAC Asian Film Festival | Golden Hanoman Award | Belkibolang | Nominasi |
2011 | Festival Film Indonesia | Sutradara Terbaik | Sang Penari | Menang |
Penulis Skenario Asli Terbaik | Nominasi | |||
2012 | Jogja-NETPAC Asian Film Festival | Golden Hanoman Award | Rumah dan Musim Hujan | Nominasi |
2013 | Piala Maya | Sutradara Terpilih | 9 Summers 10 Autumns | Nominasi |
Penulis Skenario Adaptasi Terpilih (Bersama Fajar Nugros) | Menang | |||
2015 | Festival Film Bandung | Sutradara Terpuji Film Bioskop | Pendekar Tongkat Emas | Nominasi |
Festival Film Indonesia | Film Cerita Panjang Terbaik | Siti | Nominasi | |
2016 | Jogja-NETPAC Asian Film Festival | NETPAC Award | Turah | Menang |
Geber Award | Menang | |||
Singapore International Film Festival | Special Mention Award | Menang | ||
2017 | Festival Film Tempo | Film Pilihan Tempo | Nominasi | |
Piala Maya | Film Cerita Panjang Terpilih | Nominasi | ||
Asia Pacific Screen Awards | Best Youth Feature Film | Sekala Niskala | Nominasi | |
Jogja-NETPAC Asian Film Festival | Golden Hanoman Award | Menang | ||
2018 | Indonesian Movie Actors Awards | Film Terfavorit | Turah | Nominasi |
Ansambel Terbaik | Nominasi | |||
Festival Film Bandung | Sutradara Terpuji Film Bioskop | Koki-Koki Cilik | Nominasi | |
Festival Film Indonesia | Film Cerita Panjang Terbaik | Sekala Niskala | Nominasi | |
Asia Pacific Screen Awards | UNESCO Award | Kucumbu Tubuh Indahku | Nominasi | |
Festival Film Tempo | Film Pilihan Tempo | Menang | ||
2019 | Festival Film Indonesia | Film Cerita Panjang Terbaik | Menang | |
2020 | Piala Maya | Film Cerita Panjang Terpilih | Nominasi | |
Abracadabra | Nominasi | |||
Penulisan Skenario Asli Terpilih | Quarantine Tales | Nominasi | ||
2021 | Festival Film Indonesia | Film Cerita Panjang Terbaik | Yuni | Nominasi |
2022 | Piala Maya | Film Cerita Panjang Terpilih (Bersama Chand Parwez Servia) | Menang | |
Kerala International Film Festival | Golden Crow Pheasant | Nominasi | ||
Festival Film Wartawan Indonesia | Film Terbaik (Genre Drama) - (Bersama Chand Parwez Servia) | Menang | ||
Festival Film Bandung | Film Terpuji (Bersama Chand Parwez Servia) | Menang | ||
Indonesian Movie Actors Awards | Film Terfavorit | Losmen Bu Broto | Nominasi | |
Nana | Nominasi | |||
Festival Film Indonesia | Film Cerita Panjang Terbaik (Bersama Gita Fara) | Menang |
5. Kehidupan Pribadi
Ifa Isfansyah menikah dengan sesama sutradara, Kamila Andini. Kamila Andini adalah putri dari sutradara senior Indonesia, Garin Nugroho, yang juga merupakan tokoh penting dalam perfilman Indonesia.
6. Warisan dan Pengaruh
Ifa Isfansyah telah meninggalkan warisan penting dalam industri film Indonesia melalui karya-karyanya yang artistik dan sarat makna sosial. Kontribusinya tidak hanya terletak pada pengakuan formal melalui berbagai penghargaan, tetapi juga pada kemampuannya untuk mengangkat isu-isu yang relevan dan seringkali sensitif ke permukaan. Melalui film-film seperti Sang Penari yang mengulas peristiwa 1965, Turah yang menggambarkan keterasingan komunitas marginal, dan terutama Kucumbu Tubuh Indahku yang berani mengeksplorasi identitas gender dan LGBT, Ifa Isfansyah telah mendorong batas-batas narasi sinematik di Indonesia.
Karya-karyanya secara konsisten berkontribusi pada pengembangan demokrasi, hak asasi manusia, dan kemajuan sosial dengan memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan dan menantang status quo. Ia telah membuka ruang diskusi publik melalui seni, memicu refleksi kritis tentang sejarah dan isu-isu kontemporer yang relevan dengan masyarakat. Ifa Isfansyah dianggap sebagai salah satu sutradara dan produser yang berperan aktif dalam membentuk arah sinema Indonesia menjadi lebih berani, inklusif, dan secara sosial bertanggung jawab, memberikan inspirasi bagi generasi sineas mendatang untuk menggunakan film sebagai alat perubahan dan pencerahan.
7. Pranala Luar
- [https://www.imdb.com/name/nm2856917 Ifa Isfansyah di IMDb]
- [http://www.myspace.com/isfansyahfilm Isfansyah Film di MySpace.com]