1. Overview
Ikeda Shigeaki (池田 成彬, いけだ しげあきIkeda ShigeakiBahasa Jepang), juga dikenal sebagai Seihin Ikeda, adalah seorang politikus, menteri kabinet, dan pengusaha terkemuka di Kekaisaran Jepang pada dekade awal abad ke-20. Lahir pada 15 Agustus 1867 di Domain Yonezawa dan meninggal pada 9 Oktober 1950 di Oiso, Kanagawa, ia memainkan peran penting dalam modernisasi ekonomi Jepang dan sektor keuangan.
Sepanjang kariernya, Ikeda menjabat sebagai direktur Mitsui Bank dari tahun 1909 hingga 1933, kemudian diangkat sebagai gubernur Bank of Japan pada tahun 1937. Ia juga memegang posisi menteri kunci sebagai Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri di bawah Perdana Menteri Fumimaro Konoe dari tahun 1938 hingga 1939. Pada tahun 1941, ia menjadi anggota Dewan Penasihat Kekaisaran. Ikeda juga merupakan kepala de facto Mitsui zaibatsu pada tahun 1932, di mana ia memimpin reformasi organisasi dan keuangan yang signifikan, termasuk penawaran saham publik dan implementasi sistem pensiun.
Karier Ikeda tidak lepas dari kontroversi, terutama terkait perannya dalam krisis finansial Showa tahun 1927 dan insiden pembelian dolar yang memicu kritik publik. Namun, ia juga dikenal karena pandangannya yang pro-Inggris-Amerika dan penentangannya yang kuat terhadap Perang Pasifik, sering berbenturan dengan militeris Jepang. Ia terlibat dalam Rencana Fugu, sebuah proposal untuk menampung Yahudi Eropa di Jepang, menunjukkan perhatiannya terhadap isu-isu kemanusiaan dan hubungan internasional. Setelah Perang Dunia II, Ikeda ditangkap sebagai tersangka penjahat perang Kelas A namun kemudian dibebaskan tanpa tuntutan. Ia dilarang dari jabatan publik tetapi tetap bekerja sama dengan otoritas pendudukan AS dalam pembubaran zaibatsu dan menjadi penasihat bagi Perdana Menteri Shigeru Yoshida, menunjukkan pengaruhnya yang berkelanjutan dalam rekonstruksi pasca-perang Jepang.
2. Life and Education
2.1. Birth and Background
Ikeda Shigeaki lahir pada tahun 1867, tahun terakhir periode Bakumatsu, di Domain Yonezawa (sekarang Prefektur Yamagata). Ia adalah putra sulung dari Ikeda Nariaki, seorang samurai terkemuka. Pada usia 13 tahun, sekitar tahun 1880, ia pindah ke Tokyo. Awalnya, ia belajar Hanzi dan Konfusianisme di berbagai sekolah swasta, termasuk Sekolah Arima dan Rensei-juku yang didirikan oleh Konagai Kohachiro. Ia juga belajar Hanzi di bawah bimbingan Nakajo Masatsune, yang juga mengajar tokoh-tokoh seperti Hirata Tosuke dan Goto Shinpei.
2.2. Schooling and Study Abroad
Upaya awal Ikeda untuk mendaftar di Keio University atau Universitas Kekaisaran Tokyo gagal karena kurangnya kemampuan berbahasa Inggris. Namun, setelah 18 bulan les privat bahasa Inggris, ia berhasil masuk ke Departemen Ekonomi (理財科, kini Fakultas Ekonomi) yang baru dibentuk di Universitas Keio pada Januari 1890. Atas rekomendasi profesor Harvard, Arthur Knapp, yang ditempatkan di Universitas Keio, Ikeda dikirim untuk belajar di Universitas Harvard di Amerika Serikat dari tahun 1890 hingga 1895. Selama masa studinya di luar negeri, ia juga berkorespondensi dengan Obata Tokujiro dan Kadono Ikunoshin.
Setelah lulus dan kembali ke Jepang pada tahun 1895, ia sempat bekerja sebagai penulis editorial di surat kabar Jiji Shimpo, yang didirikan oleh Fukuzawa Yukichi, namun berhenti setelah hanya tiga minggu. Alasan pengunduran dirinya masih menjadi perdebatan, dengan beberapa spekulasi menyebutkan ketidakpuasan terhadap gaji, model bisnis surat kabar, atau ketidakmampuan untuk menerapkan pengetahuan dan pengalamannya dari Harvard.
3. Career at Mitsui Zaibatsu
3.1. Joining Mitsui Bank and Growth
Pada Desember 1895, Ikeda mulai bekerja di Mitsui Bank atas rekomendasi direktur Nakamigawa Hirojirō, yang saat itu sedang melakukan reformasi di bank tersebut. Ia memulai kariernya di departemen penelitian, kemudian ditugaskan ke cabang Osaka, dan selanjutnya menjadi manajer cabang Ashikaga. Selama masa ini, ia memperkenalkan berbagai inisiatif baru, seperti sistem panggilan, penjaminan obligasi kota Osaka, dan perjanjian deposito antar bank.
Pada tahun 1898, ia dikirim ke Eropa dan Amerika untuk mempelajari modernisasi perbankan. Setelah kembali pada tahun 1900, ia dengan cepat naik dalam hierarki di dalam Mitsui zaibatsu, menjadi asisten manajer departemen bisnis di kantor pusat. Pada tahun 1904, ia menjadi manajer departemen bisnis dan menikah dengan Tsuru, putri sulung direktur pelaksana Nakamigawa Hirojirō. Pada tahun 1911, ketika Mitsui Bank direorganisasi dari `gomei kaisha` (perusahaan kemitraan tak terbatas) menjadi perusahaan saham, Ikeda diangkat sebagai direktur pelaksana, sebuah posisi yang dipegangnya selama 23 tahun. Pada Agustus 1919, ia menjadi direktur pelaksana utama dan berperan penting dalam peningkatan modal serta penawaran saham publik Mitsui Bank.
3.2. Bank Reform and Management
Ikeda Shigeaki memainkan peran krusial dalam memodernisasi praktik perbankan di Mitsui Bank dan secara lebih luas di Jepang. Ia mengimplementasikan reformasi dalam penjaminan obligasi dan perjanjian deposito antar bank, yang merupakan langkah maju dalam praktik keuangan modern. Kepemimpinannya memfasilitasi transisi Mitsui Bank menjadi perusahaan saham pada tahun 1911, sebuah langkah signifikan menuju tata kelola perusahaan yang lebih modern dan transparan. Selain itu, ia juga memperkenalkan sistem pensiun di dalam Mitsui, menetapkan usia pensiun pada 70 tahun, dan ia sendiri pensiun dari Mitsui pada usia tersebut pada tahun 1937, menunjukkan komitmennya terhadap aturan baru yang ia tetapkan.
3.3. Role as Zaibatsu Head
Pada tahun 1932, Ikeda menjadi direktur Mitsui Gomei Kaisha, yang secara efektif menjadikannya kepala de facto Mitsui zaibatsu. Untuk meredakan kritik publik dan serangan dari kelompok sayap kanan setelah krisis keuangan, Ikeda mendirikan Mitsui Hōonkai (Asosiasi Filantropi Mitsui) untuk fokus pada proyek-proyek kesejahteraan sosial, dengan tujuan untuk "mengubah" citra publik zaibatsu.
Ia juga melakukan reformasi personel yang signifikan, menyingkirkan anggota keluarga Mitsui (seperti Mitsui Takakata, Mitsui Takayasu, Mitsui Takahiro) dari posisi manajemen kunci di zaibatsu dan perusahaan intinya. Ia juga menjadikan perusahaan-perusahaan utama dalam grup tersebut publik dengan menawarkan saham mereka di Bursa Saham Tokyo. Pada September 1933, ia menjadi direktur pelaksana utama Mitsui Gomei Kaisha, sebuah posisi yang ia terima atas permintaan kepala keluarga Mitsui, Mitsui Takahiro, meskipun terkadang terjadi ketidaksepakatan dengan keluarga tersebut. Ia juga menyarankan pengunduran diri Yasukawa Yuunosuke, yang memiliki kecenderungan manajemen otokratis. Pada tahun 1936, Ikeda memperkenalkan sistem pensiun wajib bagi eksekutif dan karyawan di Mitsui Gomei Kaisha dan enam afiliasi langsungnya, menetapkan usia pensiun pada 70 tahun. Ia sendiri pensiun dari Mitsui pada tahun 1937 pada usia tersebut, menunjukkan komitmennya terhadap aturan baru yang ia tetapkan.

4. Financial Crisis and Controversies
4.1. Showa Financial Crisis and Bank of Taiwan Issue
Pada tahun 1927, krisis finansial Showa meletus, dan Ikeda menghadapi kritik atas perannya dalam keruntuhan Bank of Taiwan serta kegagalan Suzuki Shoten, sebuah zaibatsu tingkat kedua. Bank of Taiwan telah memberikan pinjaman besar kepada Suzuki Shoten, yang memburuk akibat resesi pasca-perang. Bank of Taiwan sendiri sangat bergantung pada pinjaman dari Bank of Japan dan Biro Deposito Kementerian Keuangan. Ikeda dikritik karena secara tergesa-gesa menarik dana dari Bank of Taiwan yang terlalu banyak berutang untuk melindungi aset Mitsui, yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama keruntuhan bank tersebut dan kepanikan finansial yang menyusul.
4.2. Dollar Buying Incident and Criticism
Pada tahun 1931, di tengah krisis ekonomi global yang menyebar dari Jerman ke Inggris, Inggris meninggalkan standar emas dengan melarang ekspor emas. Hal ini secara efektif meruntuhkan standar emas internasional. Bertindak atas instruksi Ikeda, Mitsui terlibat dalam pembelian dolar spekulatif melalui Yokohama Specie Bank. Tindakan ini dilakukan dengan antisipasi bahwa Jepang akan segera mengikuti Inggris dalam melarang ekspor emas, yang akan menyebabkan depresiasi yen.
Inoue Junnosuke, Menteri Keuangan saat itu yang telah menerapkan standar emas, menanggapi dengan menaikkan suku bunga diskonto dan memperketat kebijakan moneter, menyebabkan kekurangan dana untuk pembelian dolar. Resesi domestik memburuk, dan Mitsui disorot sebagai penyebab utama pembelian dolar. Ikeda membela Mitsui, menyatakan bahwa perusahaan terpaksa mengonversi emas senilai 80.00 M JPY yang disimpan di London menjadi dolar karena pemerintah Inggris mencegah repatriasinya ke Jepang, dan jumlah yang dikonversi hanya sekitar 43.24 M JPY. Ia lebih lanjut berargumen, berdasarkan logika kapital, bahwa tidak ada yang salah dengan membeli dolar ketika Jepang masih mengizinkan ekspor emas.
Namun, publik memandang aktivitas spekulatif Mitsui secara keseluruhan jauh lebih besar dari yang dijelaskan, dan di tengah resesi parah, pernyataan Ikeda, yang terlepas dari kesulitan sehari-hari rakyat biasa, secara luas dianggap sebagai "arogansi orang kaya," menyebabkan reaksi keras dari publik. Kritik ini menyebabkan Ikeda dan Dan Takuma, manajer umum Mitsui saat itu, menjadi target pembunuhan oleh Blood Pledge Corps sayap kanan. Dan Takuma dibunuh pada tahun 1932, meskipun Ikeda berhasil selamat.
5. Public Office and Political Activities
5.1. Governor of the Bank of Japan
Setelah pensiun dari Mitsui pada tahun 1937, Ikeda menerima posisi sebagai Gubernur ke-14 Bank of Japan. Masa jabatannya relatif singkat, berlangsung sekitar lima bulan.
5.2. Cabinet Councilor and Minister
Pada Oktober 1937, Ikeda diangkat sebagai Penasihat Kabinet atas permintaan Perdana Menteri Fumimaro Konoe. Dari Mei 1938 hingga Januari 1939, ia secara bersamaan menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri dalam Kabinet Konoe Pertama. Selama periode ini, ia memainkan peran utama dalam Gerakan Orde Baru Konoe, membentuknya melalui kebijakan keuangan dan ekonominya, bersama dengan kebijakan luar negeri Ugaki Kazushige. Ia juga menjabat sebagai Penasihat Kabinet di bawah Kabinet Hiranuma dan Kabinet Konoe Kedua, dari Januari 1939 hingga Agustus 1939, dan dari Juli 1940 hingga Juli 1941.

5.3. Policy Participation and Influence
Ikeda menjabat sebagai penasihat untuk Kementerian Keuangan, ketua Komite Pengendalian Harga Pusat, dan anggota pendiri Perusahaan Pembangunan Cina Utara serta Perusahaan Promosi Cina Tengah. Ia sering kali berbenturan dengan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang mengenai masalah keuangan, terutama terkait campur tangan mereka yang berlebihan dalam urusan ekonomi dan desakan mereka untuk memberlakukan Undang-Undang Mobilisasi Umum Nasional. Ia berusaha melawan tuntutan mereka dengan argumen ekonomi yang rasional, meskipun seringkali sia-sia. Pengaruhnya meluas ke strategi pembangunan nasional, di mana ia berusaha menerapkan keahlian keuangan dan bisnisnya yang luas.
5.4. Participation in the Fugu Plan
Pada 5 Desember 1938, Ikeda berpartisipasi dalam Konferensi Lima Menteri, sebuah pertemuan rahasia para pejabat tinggi Jepang, termasuk Perdana Menteri Konoe, Menteri Luar Negeri Hachirō Arita, Menteri Angkatan Darat Seishirō Itagaki, dan Menteri Angkatan Laut Mitsumasa Yonai, untuk membahas posisi pemerintah mengenai Yahudi. Sementara beberapa pejabat, seperti Menteri Luar Negeri, menentang keterlibatan formal dengan orang Yahudi berdasarkan pandangan anti-Semit (misalnya, dari Protokol Para Tetua Zion), Ikeda, bersama dengan Menteri Angkatan Darat Itagaki, berargumen bahwa populasi Yahudi akan menjadi aset signifikan bagi Jepang. Ia percaya bahwa menampung orang Yahudi dapat menarik modal asing dan meningkatkan opini internasional terhadap Jepang. Pertemuan ini merupakan langkah krusial dalam pengembangan "Rencana Fugu", yang bertujuan untuk membawa beberapa ribu Yahudi dari Eropa yang dikuasai Nazi ke Kekaisaran Jepang, menyoroti perhatiannya terhadap masalah kemanusiaan dan hubungan internasional yang strategis.
5.5. Evaluation as Prime Minister Candidate
Nama Ikeda berulang kali disebut-sebut sebagai calon pengganti Perdana Menteri seperti Konoe, Hiranuma Kiichirō, dan Abe Nobuyuki. Namun, pencalonannya secara konsisten dan kuat ditentang oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Penentangan ini berasal dari bentrokan berulang Ikeda dengan militer mengenai kebijakan keuangan dan sikapnya yang pro-Inggris-Amerika, yang sangat kontras dengan agenda militeristik dan ekspansionis Angkatan Darat. Akibatnya, aspirasinya untuk menjadi perdana menteri tidak pernah terwujud.
5.6. Privy Councilor
Pada tahun 1941, Ikeda diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat Kekaisaran di bawah Perdana Menteri Hideki Tojo. Meskipun menduduki posisi tinggi ini, pandangannya yang pro-Inggris-Amerika menyebabkan ia dimonitor oleh Kempeitai (polisi militer).
6. Thought and Foreign Relations
6.1. Stance on Anglo-American Relations
Ikeda memegang perspektif pro-Inggris-Amerika yang jelas, yang sangat kontras dengan sentimen nasionalistik dan anti-Barat yang lazim pada masanya, terutama dari tokoh-tokoh seperti Fumimaro Konoe. Perbedaan pandangan mengenai Inggris dan Amerika Serikat ini menjadi titik perbedaan utama antara Ikeda dan Konoe, yang pada akhirnya mencegah keselarasan penuh di antara mereka. Pendekatan Ikeda terhadap diplomasi internasional dan keterlibatan ekonomi berakar pada pemahaman yang lebih liberal dan pragmatis tentang kapitalisme global, dipengaruhi oleh latar belakangnya sebagai putra seorang samurai liberal dan pengalamannya yang luas dalam keuangan internasional.
6.2. Opposition to the Pacific War
Ikeda adalah penentang keras keterlibatan Jepang dalam Perang Pasifik. Ia percaya bahwa perang dengan Amerika Serikat tidak dapat dimenangkan dan akan merugikan kepentingan jangka panjang Jepang. Ia secara terbuka berbenturan dengan para pemimpin militer, termasuk Hideki Tojo, mengenai masalah ini, menganjurkan resolusi damai dan keterlibatan diplomatik daripada konfrontasi militer.
Dalam sebuah anekdot penting, Tojo mencoba membujuk Ikeda dengan menawarkan untuk memindahkan putra ketiga Ikeda, Toyo, yang telah direkrut, ke posisi yang lebih aman di Tokyo. Ikeda segera menolak, menunjukkan prinsip-prinsipnya yang teguh dan penentangannya terhadap perang. Tragisnya, Toyo kemudian meninggal di Cina karena malnutrisi dan malaria. Sikapnya menggarisbawahi komitmen terhadap perdamaian dan stabilitas dalam hubungan internasional, memprioritaskan pembangunan ekonomi dan kerja sama internasional di atas ekspansionisme militer.
7. Post-war Handling and Retirement
7.1. Arrest and Release as War Crimes Suspect
Pada Desember 1945, menyusul penyerahan diri Jepang, Ikeda ditangkap atas perintah Panglima Tertinggi Sekutu (SCAP) sebagai tersangka kejahatan perang Kelas A. Ia ditahan di Penjara Sugamo. Pada Mei 1946, ia dibebaskan tanpa ada tuntutan yang diajukan terhadapnya.
7.2. Purge from Public Office and Retirement
Meskipun dibebaskan, Ikeda, seperti semua anggota pemerintahan Jepang selama perang, dikenakan pembersihan jabatan publik. Larangan ini mencegahnya untuk memegang jabatan publik apa pun. Ia kemudian menarik diri dari kehidupan publik dan pensiun ke rumah musim panasnya di Oiso, Kanagawa. Ini menandai berakhirnya secara definitif karier politik formalnya.
7.3. Cooperation with GHQ and Zaibatsu Dissolution
Ikeda secara aktif bekerja sama dengan pejabat pendudukan Amerika mengenai pembubaran zaibatsu. Kerja samanya bersifat strategis; ia percaya bahwa dengan secara proaktif membantu GHQ, hal itu akan lebih menguntungkan bagi kebangkitan Mitsui di masa depan. Namun, sikap ini membuatnya dibenci dan dikritik keras oleh banyak mantan kolega dan anggota keluarga Mitsui, yang memandangnya sebagai "tidak tahu berterima kasih" dan "dingin" karena seolah-olah meninggalkan struktur tradisional zaibatsu. Episode ini juga menyoroti bahwa meskipun menerapkan sistem pensiun, Ikeda terus memberikan pengaruh terhadap urusan zaibatsu.
7.4. Relationship with Prime Minister Yoshida Shigeru
Selama periode rekonstruksi pasca-perang, Perdana Menteri Shigeru Yoshida, yang tinggal di dekat Oiso, sering berkonsultasi dengan Ikeda mengenai masalah keuangan dan personel. Pengaruh Ikeda yang berkelanjutan terlihat dari rekomendasinya terhadap mantan sekretarisnya, Izumiyama Sanroku, untuk posisi Menteri Keuangan. Ini menunjukkan perannya yang abadi dalam membentuk kebijakan nasional bahkan setelah pensiun resminya.
8. Family and Personal Life
8.1. Family Relations
Ikeda Shigeaki adalah putra sulung dari Ikeda Nariaki, seorang samurai dari Domain Yonezawa. Ia menikah dengan Tsuru, putri sulung dari Nakamigawa Hirojirō, seorang tokoh terkemuka di Mitsui zaibatsu. Putri sulungnya, Toshiko, menikah dengan Iwasaki Tatsuya. Putra keduanya, Kiyoshi Ikeda, menjadi sarjana bahasa Inggris terkemuka, kritikus, dan profesor kehormatan di Universitas Keio. Adik laki-lakinya, Kōhei Ikeda, adalah seorang letnan angkatan laut yang gugur dalam Pertempuran Tsushima selama Perang Rusia-Jepang. Saudara iparnya termasuk Katō Takeo, mantan presiden Mitsubishi Bank, dan Usami Katsuo, mantan gubernur Prefektur Tokyo. Keponakannya termasuk Usami Jun, mantan Gubernur Bank of Japan, dan Usami Takeshi, mantan Kepala Rumah Tangga Kekaisaran.
8.2. Personal Tendencies and Anecdotes
Ikeda dikenal karena sifatnya yang pendiam. Meskipun beberapa orang mengaitkan ini dengan didikan ketat ayahnya, Ikeda sendiri dilaporkan menjelaskan bahwa ia takut dialek daerahnya akan muncul. Selama di Keio Gijuku, ketika mahasiswa memboikot kafetaria karena kualitas makanan yang buruk, Ikeda terkenal menolak untuk bergabung, menyatakan keheranannya bahwa mahasiswa akan mogok karena makanan padahal mereka di sana untuk belajar. Ketidaksukaannya yang kuat terhadap Universitas Waseda juga dikenal luas. Dimulainya kembali Sōkeisen (rivalitas bisbol Keio-Waseda) tertunda dari tahun 1906 hingga 1925 terutama karena Ikeda, sebagai anggota Dewan Pengawas Keio Gijuku, sangat menentangnya. Penentangannya terhadap Perang Pasifik dan konfrontasinya dengan Hideki Tojo adalah anekdot penting yang menyoroti prinsip-prinsipnya.
9. Death and Evaluation
9.1. Death
Ikeda Shigeaki meninggal pada 9 Oktober 1950, di rumahnya di Oiso, Prefektur Kanagawa. Penyebab kematian adalah komplikasi yang timbul dari tukak usus. Ia meninggal pada usia 83 tahun. Makamnya terletak di kuil Gokoku-ji di Distrik Bunkyo, Tokyo. Kaisar menawarkan persembahan ritual (祭粢料, saishiryō), tetapi keluarga Ikeda menolak pengiriman utusan kekaisaran.
9.2. Honors and Decorations
Ikeda menerima beberapa penghargaan dan dekorasi selama hidupnya:
- Pangkat Junior Kelima (従五位): 10 November 1928
- Pangkat Junior Ketiga (従三位): 1 Juni 1938
- Pangkat Senior Ketiga (正三位): 15 April 1944
- Medali Peringatan Ulang Tahun ke-2600 Kekaisaran (紀元二千六百年祝典記念章): 15 Agustus 1940
- Order of the Sacred Treasure, Kelas Dua (勲二等瑞宝章): 7 Maret 1944
9.3. Historical Evaluation and Impact
Ikeda Shigeaki secara luas diakui atas kontribusinya yang signifikan terhadap modernisasi ekonomi Jepang dan sektor keuangannya. Kepemimpinannya di Mitsui Bank dan kemudian sebagai kepala de facto Mitsui zaibatsu memainkan peran krusial dalam mengubah konglomerat tersebut menjadi entitas korporasi modern melalui reformasi seperti penawaran saham dan implementasi sistem pensiun. Masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri menunjukkan pengaruhnya pada kebijakan ekonomi dan industri nasional selama periode kritis. Ia berusaha menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang rasional, sering berbenturan dengan pengaruh militer yang berkembang, terutama dalam penentangannya terhadap campur tangan militer yang berlebihan dalam ekonomi.
Namun, kariernya tidak lepas dari kontroversi. Tindakannya selama Krisis Keuangan Showa dan "insiden pembelian dolar" menuai kritik publik yang parah, menggambarkannya sebagai "orang kaya yang sombong" dan berkontribusi pada kebencian publik terhadap zaibatsu yang kuat, bahkan menyebabkan ia menjadi target kelompok ekstremis.
Meskipun ada kritik ini, warisan Ikeda juga ditandai oleh pandangannya yang progresif tentang hubungan internasional. Sikap pro-Inggris-Amerika yang konsisten dan penentangannya yang kuat terhadap keterlibatan Jepang dalam Perang Pasifik menggarisbawahi komitmennya terhadap perdamaian dan stabilitas, sangat kontras dengan sentimen militeristik yang lazim pada saat itu. Keterlibatannya dalam Rencana Fugu, yang menganjurkan penampungan Yahudi Eropa di Jepang, menyoroti dimensi kemanusiaan dalam karakternya dan visi strategis untuk meningkatkan posisi internasional Jepang.
Di era pasca-perang, kerja samanya dengan pendudukan Sekutu dalam pembubaran zaibatsu, meskipun kontroversial di kalangan mantan koleganya, menunjukkan pendekatan pragmatis untuk menavigasi lanskap politik dan ekonomi yang berubah drastis, dengan pandangan ke masa depan jangka panjang Mitsui. Peran penasihatnya yang berkelanjutan kepada Perdana Menteri Yoshida Shigeru lebih lanjut menggambarkan pengaruhnya yang abadi pada rekonstruksi Jepang. Secara keseluruhan, warisan kompleks Ikeda Shigeaki mencerminkan sosok yang, meskipun berakar pada sistem zaibatsu tradisional, memperjuangkan modernisasi, berusaha menyeimbangkan pragmatisme ekonomi dengan tanggung jawab sosial, dan berdiri untuk perdamaian serta kerja sama internasional di era yang semakin nasionalistik dan militeristik.