1. Tinjauan
Kang Woo-kyu (강우규Kang Woo-gyuBahasa Korea, 姜宇奎Jiang Yu-guiBahasa Tionghoa; 20 April 1855 - 29 November 1920) adalah seorang dokter pengobatan Korea dan seorang aktivis kemerdekaan Korea yang berjuang selama periode kolonial Jepang. Pada tahun 1919, Kang berusaha membunuh Saitō Makoto, yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Korea, tetapi usahanya gagal. Tindakannya merupakan salah satu bentuk perlawanan keras pertama setelah Gerakan 1 Maret, yang bertujuan untuk memulihkan kedaulatan Korea dan membangkitkan kesadaran nasional di tengah penindasan kolonial.
2. Kehidupan dan Aktivitas Awal
Bagian ini merinci latar belakang pribadi Kang Woo-kyu, masa kecilnya, dan jalur karier awalnya sebelum aktivitas kemerdekaannya yang lebih besar, termasuk keterlibatannya dalam pendidikan dan perdagangan yang menjadi dasar bagi perjuangannya di kemudian hari.
2.1. Kehidupan Awal, Tempat Kelahiran, dan Keluarga
Kang Woo-kyu lahir di Deokcheon, Provinsi Pyeongan, Joseon. Ia menghabiskan masa kecilnya di Jinju dan Miryang, keduanya di Provinsi Gyeongsang. Nama `자 (字)`-nya adalah Chan-gu (燦九), dan `호 (號)`-nya adalah Wal-u (曰愚) atau Il-gu (日愚). Ia berasal dari klan Jinju Kang. Kang memiliki seorang putra bernama Kang Jung-geon dan seorang cucu perempuan bernama Kang Young-jae. Setelah kematian cucu perempuannya pada Desember 1985, garis keturunannya berakhir.
2.2. Karier Medis dan Pendidikan
Kang mempelajari pengobatan Korea sejak usia muda setelah kembali ke kampung halamannya di Deokcheon, Provinsi Pyeongan. Pada tahun 1884, ia pindah ke Hongwon, Provinsi Hamgyong, di mana ia berpraktik sebagai dokter pengobatan Korea. Selain itu, ia juga mengajar anak-anak Hanmun (klasik Tiongkok). Dilaporkan bahwa ia pindah ke sana untuk mencari perlindungan karena keamanan pribadinya terancam akibat keterlibatannya dalam gerakan-gerakan patriotik Korea. Sebagai seorang Presbyterian yang taat, ia bekerja di sekolah gereja, menggunakan posisinya untuk menanamkan sentimen anti-Jepang di kalangan siswa dan warga Korea di sekitarnya. Ia juga mengecam kejahatan perang Jepang dalam pengajarannya dan sesekali mengumpulkan penduduk desa di aula sekolah untuk mempromosikan kesadaran nasional.
2.3. Aktivitas Komersial dan Persiapan Pengasingan
Setelah pindah ke Hongwon, Kang Woo-kyu tidak lagi bertani, melainkan berdagang di pusat kota. Ia dilaporkan membawa sejumlah besar uang saat tiba di Hongwon. Ia menjalankan toko serba ada bersama putranya, Jung-geon, di Jalan Nammun, pusat kota Hongwon. Toko tersebut menjual berbagai barang seperti cat, pipa rokok, benang katun, dan kain. Selain itu, ia juga meminjamkan uang kepada para pedagang dengan bunga rendah.
Kang sangat marah dengan Perjanjian Eulsa pada tahun 1905, yang mengubah Joseon menjadi protektorat Jepang, dan Aneksasi Jepang atas Korea pada tahun 1910. Pada saat itu, ia adalah seorang pria paruh baya berusia lebih dari 50 tahun. Pada musim gugur 1910, Kang memutuskan untuk mencari suaka dan pertama-tama memindahkan keluarga putra sulungnya, Jung-geon, beserta istri dan ketiga anaknya, ke Khabarovsk, Rusia.
3. Aktivitas Kemerdekaan dan Pengasingan
Bagian ini merinci upaya Kang Woo-kyu untuk mendukung kemerdekaan Korea saat tinggal di luar negeri, dengan fokus pada aktivisme dan pembangunan komunitasnya yang bertujuan untuk melestarikan identitas dan semangat nasional Korea.
3.1. Pengasingan di Manchuria dan Siberia
Pada musim semi 1911, Kang Woo-kyu meninggalkan Hongwon dan pergi ke Dudogu, Gando Utara (Jiandao), Manchuria, di mana ia mengelola toko obat herbal. Pada tahun 1915, ia pindah ke Yo-dong di Kabupaten Liaohe, Jilin, dan sering bepergian antara Yo-dong dan Vladivostok untuk mengorganisir gerakan kemerdekaan. Ia mengolah lahan pertanian di sekitar Yoha untuk membangun Shinheungchon, sebuah desa Korea. Desa ini kemudian menjadi basis utama bagi pasukan kemerdekaan yang beroperasi di Siberia dan Manchuria Utara.
3.2. Upaya Pendidikan dan Pembangunan Komunitas
Pada tahun 1917, Kang mendirikan Gwandong Middle School di Kabupaten Tonghua, Provinsi Jilin, Tiongkok Timur Laut. Ia bekerja keras untuk mempromosikan semangat kemerdekaan dengan mendidik rekan-rekannya. Ia juga mengorganisir gerakan kemerdekaan di sekolah Gwandong bersama para siswa dan warga Korea lainnya, dengan fokus pada Yeohyeon, selama Gerakan 1 Maret pada tahun 1919. Kang tidak percaya bahwa gerakan kemerdekaan yang sederhana akan membawa kemerdekaan bagi negaranya. Oleh karena itu, ia pergi ke Vladivostok, di mana ia aktif bersama Lee Dong-hwi. Ia menjabat sebagai kepala cabang Yo Ha-yeon di Asosiasi Lansia bersama Lee Seung-kyo, ayah Lee Dong-hwi.
4. Infiltrasi dan Upaya Pembunuhan
Bagian ini berfokus pada kembalinya Kang Woo-kyu secara rahasia ke Korea dan rencana serangan terhadap Gubernur Jenderal sebagai tindakan perlawanan yang signifikan terhadap pemerintahan kolonial Jepang.
4.1. Infiltrasi ke Korea dan Perencanaan
Setelah Gerakan 1 Maret, Kang menyerahkan pengelolaan Sekolah Menengah Gwandong dan desa Shinheungchon kepada seorang Korea-Amerika. Ia kemudian diam-diam menyusup kembali ke Korea yang diduduki Jepang. Ia membeli sebuah granat dari seorang Rusia dan menyusup ke Keijō (sekarang Seoul), melalui Wonsan, bersama Huh Hyung. Ia menyembunyikan granat tersebut dari polisi Jepang dengan menyelipkannya di antara kakinya dalam popok, memanfaatkan fakta bahwa polisi Jepang saat itu membebaskan orang tua berusia di atas 60 tahun dari pemeriksaan barang bawaan.
4.2. Upaya Pembunuhan Saitō Makoto
Pada 2 September 1919, setelah mengamati situasi internal dan pergerakan Gubernur Jenderal, Kang mengetahui bahwa laksamana Jepang Saitō Makoto telah ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal yang baru, menggantikan Hasegawa Yoshimichi. Pada hari kedatangan Saitō di Korea, Kang berusaha membunuhnya dengan melemparkan bom ke arahnya di Stasiun Nandaemun (sekarang Stasiun Seoul).
4.3. Korban dan Akibat Langsung
Bom yang dilemparkan Kang Woo-kyu meleset dari Saitō Makoto, tetapi meledak dengan kekuatan besar, melukai 37 orang. Korban termasuk pejabat Jepang, pengawal polisi, wartawan, dan penonton. Di antara yang terluka adalah seorang warga Amerika, kerabat dari mantan Wali Kota Chicago Carter Harrison Sr.. Insiden tersebut menyebabkan kekacauan di Plaza Stasiun Nandaemun. Setelah upaya pembunuhan yang gagal tersebut, Kang bersembunyi. Sebagai respons atas serangan ini, otoritas Jepang meningkatkan jumlah personel polisi di Korea dari 12.000 menjadi 20.000 anggota.
5. Penangkapan, Pengadilan, dan Eksekusi
Bagian ini mencakup proses hukum terhadap Kang Woo-kyu dan saat-saat terakhirnya, menekankan keteguhan pendiriannya yang tak tergoyahkan dalam menghadapi penindasan kolonial.
5.1. Penangkapan dan Pemenjaraan
Setelah insiden pengeboman, Kang Woo-kyu bersembunyi di rumah Jang Ik-kyu dan Lim Seung-hwa, yang diperkenalkan oleh Oh Tae-young. Ia kemudian ditangkap oleh Kim Tae-seok, seorang detektif tingkat tinggi dari Kantor Gubernur Jenderal yang mengkhususkan diri dalam penumpasan gerakan kemerdekaan, dan dipenjarakan pada 17 September 1919. Lima orang lainnya juga ditangkap sehubungan dengan serangan bom tersebut. Selama masa penahanannya, Kang tetap teguh dan tidak goyah dalam keyakinannya.
5.2. Pengadilan dan Hukuman
Kang Woo-kyu diadili oleh Pengadilan Tinggi Kantor Gubernur Jenderal. Ia didakwa dengan tuduhan percobaan pembunuhan Gubernur Jenderal dan menyebabkan korban sipil. Setelah proses persidangan, ia dijatuhi hukuman mati.
5.3. Eksekusi dan Momen Terakhir
Kang Woo-kyu digantung pada 29 November 1920, di Seodaemun Prison di Keijō. Bahkan setelah hukuman matinya dikonfirmasi, Kang tetap tenang, membaca Alkitab setiap hari, dan berdoa di pagi dan sore hari, menunggu hari terakhirnya dengan pikiran yang rileks. Kepada putra-putranya, ia berpesan: "Jangan lakukan apa pun tentang kematianku. Aku merasa malu karena tidak melakukan apa pun untuk negaraku sepanjang hidupku. Yang tidak bisa kulupakan bahkan saat tidur adalah pendidikan kaum muda kita. Jika kematianku memberikan sedikit dorongan pada pikiran kaum muda, itulah yang kuharapkan." Ia juga secara tidak resmi meminta mereka untuk menyebarkan wasiatnya ke sekolah-sekolah dan gereja-gereja di seluruh negeri. Sebuah puisi berbahasa Tiongkok yang ditulisnya sesaat sebelum eksekusinya di Penjara Seodaemun telah dilestarikan di Balai Kemerdekaan Korea. Puisi itu berbunyi:
斷頭臺上 猶在春風Di atas panggung pemenggalan, seolah aku berada di tengah angin musim semi.Bahasa Tionghoa
有身無國 豈無感想Aku memiliki tubuh tetapi tidak memiliki negara; bagaimana mungkin aku tidak memiliki perasaan?Bahasa Tionghoa
Kang tidak pernah melepaskan keyakinannya dan tetap menantang hingga akhir hayatnya.
6. Warisan dan Evaluasi
Bagian ini membahas dampak abadi Kang Woo-kyu dan bagaimana ia dikenang, menyoroti kontribusinya yang signifikan terhadap gerakan kemerdekaan dan cita-cita yang ia perjuangkan.
6.1. Pengakuan dan Peringatan Anumerta
Pada Maret 1962, Kang Woo-kyu secara anumerta dianugerahi Orde Jasa untuk Pendirian Nasional, yang kemudian direvisi menjadi Orde Jasa untuk Pendirian Nasional, Medal Republik Korea. Jenazahnya pertama kali dimakamkan di pemakaman umum di Sinsa-dong, Eunpyeong-gu. Kemudian, pada tahun 1954, jenazahnya dipindahkan ke Suyu-ri, Jindo, dan pada tahun 1967, ia dimakamkan kembali di bagian martir patriotik di Pemakaman Nasional Seoul. Sebuah patung Kang Woo-kyu setinggi 4.9 m didirikan pada 2 September 2011, di depan Plaza Seoul Station, yang didanai oleh 820.00 M KRW dari sumbangan publik dan dukungan pemerintah. Sebuah prasasti dengan puisi terakhirnya juga dipajang di Balai Kemerdekaan Korea.


6.2. Dampak Sejarah dan Sosial
Tindakan Kang Woo-kyu adalah bentuk perlawanan kekerasan pertama terhadap pendudukan Jepang setelah Gerakan 1 Maret. Ini menjadi peringatan keras bagi Gubernur Jenderal Saitō dan berkontribusi besar dalam meningkatkan kesadaran nasional di kalangan warga Korea baik di dalam maupun luar negeri. Keteguhan Kang selama persidangan, masa penahanan, dan eksekusinya sangat menginspirasi gerakan kemerdekaan, menjadikan proses persidangan itu sendiri sebagai kelanjutan dari perjuangan. Chiba, kepala polisi Provinsi Gyeonggi pada saat itu, dilaporkan mengatakan, "Saya tidak merasa buruk tentang itu. Jika Anda mengubah posisi Anda, Kang Woo-kyu adalah seorang patriot." Pernyataan ini menunjukkan pengakuan atas patriotisme Kang bahkan dari pihak berwenang Jepang. Namun, Yoon Chi-ho, seorang intelektual terkemuka, mengkritik tindakan tersebut, menyatakan bahwa terorisme semacam itu kontraproduktif, merujuk pada pembunuhan Itō Hirobumi sebagai contoh yang mempercepat aneksasi Korea oleh Jepang. Ia menyatakan kekecewaannya atas insiden tersebut.
