1. Overview
Lee Seung-hoon (이승훈I SeunghunBahasa Korea; 李承勳Bahasa Korea; lahir 26 Juli 1960) adalah seorang mantan petinju profesional asal Korea Selatan yang berkompetisi dari tahun 1977 hingga 1989. Dikenal dengan julukan "Mutiara Oriental" (ไข่มุกตะวันออกKhaimuk TawantokBahasa Thai), Lee adalah sosok yang tangguh di dunia tinju. Ia berhasil menjuarai kelas bantam super Federasi Tinju Internasional (IBF) pada tahun 1987, setelah sebelumnya mengalami beberapa kali kegagalan dalam perebutan gelar dunia di berbagai kelas berat. Karier profesionalnya mencakup 52 pertandingan, dengan 45 kemenangan (25 KO), 6 kekalahan, dan 1 hasil imbang. Setelah pensiun dari ring, Lee melanjutkan perannya di dunia tinju sebagai promotor. Artikel ini akan menguraikan perjalanan hidup dan karier tinju Lee Seung-hoon, menyoroti pencapaiannya sebagai juara dunia serta dampak warisannya dalam olahraga tinju Korea.
2. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Lee Seung-hoon lahir pada tanggal 26 Juli 1960, di Cheongwon-gun, Chungcheongbuk-do, Korea Selatan. Ia memiliki tinggi 172 cm dan bertinju dengan gaya Ortodoks. Sedikit informasi tentang latar belakang awal atau keluarganya tersedia, namun ia memulai perjalanan tinju profesionalnya pada usia muda, menunjukkan bakat dan dedikasi yang luar biasa sejak awal.
3. Karier Tinju Profesional
Karier tinju profesional Lee Seung-hoon berlangsung selama 12 tahun, dari tahun 1977 hingga 1989, ditandai dengan perjuangan yang gigih untuk meraih gelar dunia di beberapa kelas berat.
3.1. Debut dan Tahap Awal
Lee Seung-hoon membuat debut profesionalnya pada tanggal 30 Juli 1977, memenangkan pertandingan perdananya melalui keputusan dalam empat ronde. Namun, tidak lama setelah itu, ia menghadapi kekalahan pertamanya pada 6 November 1977, dalam pertandingan enam ronde melawan Kim Hwan-jin, yang kemudian menjadi juara kelas terbang ringan WBA. Pada 1979, ia juga menderita kekalahan keputusan dalam 10 ronde dari Netrnoi Sor Vorasingh, mantan juara kelas terbang ringan WBC.
Meski demikian, Lee dengan cepat menunjukkan potensinya. Pada 20 Desember 1978, di Seoul, ia berhasil meraih gelar kelas terbang Korea setelah mengalahkan Kim Yong-hwan melalui keputusan 10 ronde dalam pertandingan perebutan gelar. Pada 15 Mei 1979, ia juga meraih kemenangan penting melawan Prudencio Cardona, yang kemudian menjadi juara kelas terbang WBC, dalam pertandingan non-gelar 10 ronde.
3.2. Tantangan Gelar Dunia
Perjalanan Lee Seung-hoon untuk meraih gelar dunia dimulai dengan serangkaian tantangan di berbagai kelas berat:
- Kelas Terbang Super WBC: Pada 2 Februari 1980, ia naik ke kelas terbang super dan menantang Rafael Orono untuk memperebutkan gelar kelas terbang super Dewan Tinju Dunia (WBC) yang masih kosong di Caracas, Venezuela. Meskipun bertanding dengan gigih, Lee kalah melalui keputusan terpisah (1-2) dalam 15 ronde, dengan skor 145-150, 148-147, dan 143-148. Kekalahan ini sangat kontroversial. Sebelum tantangan ini, pada 9 Mei 1980, Lee berhasil mengalahkan mantan juara kelas terbang ringan WBC, Kim Sung-jun, dengan keputusan 10 ronde. Ia juga mencatat kemenangan KO atas Tsuguyuki Fujima pada 28 September 1980 (ronde 7) dan Flash Jagdon pada 16 November 1980 (ronde 7). Pada 31 Juli 1981, ia mengalahkan Neptali Alamag melalui keputusan 10 ronde.
- Kelas Bantam WBC: Pada 2 Juni 1982 (beberapa sumber menyebut 3 Juni), Lee naik ke kelas bantam dan menantang Lupe Pintor untuk gelar kelas bantam WBC di Olympic Auditorium, Los Angeles, Amerika Serikat. Lee menunjukkan performa yang mengesankan, bahkan menjatuhkan Pintor di ronde kelima. Namun, ia akhirnya kalah melalui penghentian teknis (TKO) di ronde kesebelas pada detik ke-43.
- Kelas Bantam Super WBA: Setelah kekalahan dari Pintor, Lee naik lagi ke kelas bantam super. Di kelas ini, ia mengalahkan mantan juara kelas bantam super WBA, Ricardo Cardona, melalui KO di ronde keenam pada 20 Maret 1983. Ia juga mencatat kemenangan KO atas Maurice Pastor pada 4 Februari 1984 (ronde 2) dan Imy Sanico pada 9 September 1984 (ronde 4). Pada 2 Februari 1985, di Roberto Clemente Coliseum, San Juan, Puerto Riko, Lee menantang Victor Callejas untuk gelar kelas bantam super Asosiasi Tinju Dunia (WBA). Lee sempat terjatuh di ronde kedua dan akhirnya kalah melalui keputusan mutlak 15 ronde (0-3), dengan skor 141-145, 142-146, dan 141-147.
3.3. Kejuaraan IBF Kelas Bantam Super
Pada Desember 1986, Lee Seung-hoon mendapatkan kesempatan lain untuk memperebutkan gelar dunia setelah juara kelas bantam super IBF, Kim Ji-won, mengumumkan pengunduran dirinya tanpa kekalahan.
Pada 17 Januari 1987 (beberapa sumber menyebut 18 Januari), Lee menghadapi juara Organisasi Tinju Federasi Oriental Pasifik (OPBF), Prayurasak Muangsurin, dalam pertandingan perebutan gelar kelas bantam super IBF yang kosong. Lee berhasil menjadi juara melalui penghentian teknis (TKO) di ronde kesembilan pada menit ke-25, meraih gelar dunia yang telah lama ia dambakan setelah empat kali tantangan sebelumnya.
Sebagai juara IBF, Lee berhasil mempertahankan gelarnya sebanyak tiga kali:
- Pertahanan pertama: Pada 5 April 1987, ia mengalahkan Jorge Urbina Diaz melalui KO di ronde kesepuluh.
- Pertahanan kedua: Pada 19 Juli 1987, ia mengalahkan Leon Collins melalui KO di ronde kelima.
- Pertahanan ketiga: Pada 27 Desember 1987, di Pohang, ia menghadapi Jose Sanabria, yang kemudian menjadi juara kelas bantam super IBF. Lee memenangkan pertandingan ini melalui keputusan mutlak 15 ronde (3-0), dengan skor 147-143, 144-143, dan 146-141.
Namun, pada tahun 1988, Lee terpaksa melepaskan gelarnya karena Korea Selatan menghentikan dukungan untuk pertandingan gelar IBF. Ini merupakan situasi yang tidak menguntungkan bagi sang juara.
3.4. Karier Akhir dan Pensiun
Setelah melepaskan gelar IBF-nya, Lee Seung-hoon terus bertanding. Pada 20 Maret 1988, di Ulsan, ia mengalahkan mantan juara kelas bantam WBA, Julian Solís, melalui keputusan 10 ronde.
Lee mendapatkan kesempatan terakhirnya untuk merebut gelar dunia pada 29 Mei 1988, ketika ia menantang juara dunia dua divisi dan anggota Hall of Fame di masa depan, Daniel Zaragoza, untuk gelar kelas bantam super WBC di Yeosu, Korea Selatan. Pertarungan berakhir imbang 1-1 dalam 12 ronde, dengan skor 114-114, 114-112 (untuk Lee), dan 115-113 (untuk Zaragoza), sebuah hasil yang sangat ketat.
Lee melanjutkan beberapa pertandingan lagi, termasuk kemenangan KO di ronde keenam atas Noli Jockey Gym pada 27 Februari 1989. Pertandingan terakhirnya adalah pada 30 Desember 1989, di mana ia mengalahkan Edwin Montanes melalui KO 10 ronde, setelah itu ia secara resmi pensiun dari dunia tinju profesional.
4. Gelar dan Prestasi
Sepanjang karier tinju profesionalnya, Lee Seung-hoon berhasil meraih beberapa gelar dan mencatat prestasi signifikan:
- Juara kelas terbang Korea (1978)
- Juara Dunia kelas bantam super Federasi Tinju Internasional (IBF)
- Merebut gelar pada 17 Januari 1987, mengalahkan Prayurasak Muangsurin (TKO ronde 9).
- Berhasil mempertahankan gelar sebanyak 3 kali.
- Melepaskan gelar pada tahun 1988.
- Total 52 pertandingan profesional: 45 kemenangan (25 KO), 6 kekalahan, 1 hasil imbang.
Ia juga sempat menantang gelar dunia di beberapa kelas berat, termasuk kelas terbang super WBC, kelas bantam WBC, dan kelas bantam super WBA, meskipun tidak berhasil meraih kemenangan dalam tantangan-tantangan tersebut.
5. Karier Pasca-Tinju
Setelah pensiun dari ring pada akhir tahun 1989, Lee Seung-hoon tidak sepenuhnya meninggalkan dunia tinju. Ia beralih profesi menjadi promotor tinju, melanjutkan kontribusinya terhadap olahraga yang telah membesarkan namanya. Sebagai promotor, ia berperan dalam membina talenta baru dan mengatur pertandingan, menjaga warisannya di balik layar.
6. Warisan dan Evaluasi
Lee Seung-hoon dikenang sebagai salah satu petinju Korea Selatan yang gigih dan berprestasi di era keemasannya. Perjuangannya dalam meraih gelar dunia, terutama setelah beberapa kali tantangan yang gagal, menjadi inspirasi bagi banyak petinju muda. Ia menunjukkan ketahanan dan semangat juang yang tinggi, berhasil mencapai puncak kariernya dengan meraih gelar IBF.
Meskipun terpaksa melepaskan gelar IBF-nya karena faktor eksternal, pencapaian Lee dalam mempertahankan gelarnya tiga kali menunjukkan dominasinya di kelas bantam super pada masanya. Kontribusinya tidak hanya terbatas pada pencapaian di ring, tetapi juga melalui perannya sebagai promotor, yang membantu menjaga denyut nadi tinju di Korea Selatan. Warisan Lee Seung-hoon dalam dunia tinju Korea adalah simbol ketekunan dan keberhasilan, yang terus dikenang sebagai "Mutiara Oriental" yang bersinar.