1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
Park Jin lahir di Seoul dan memiliki latar belakang keluarga dari Korea Utara. Ia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Nasional Seoul, Harvard, dan Oxford.
1.1. Masa Kecil dan Latar Belakang Keluarga
Park Jin lahir pada 16 September 1956 di Seoul, Korea Selatan. Ayahnya berasal dari Hamgyeongbuk-do dan ibunya dari Hamgyeongnam-do, keduanya di wilayah yang sekarang menjadi Korea Utara. Ayahnya adalah seorang dokter yang menjalankan praktik medis di Hamgyeong-do sebelum pindah ke selatan selama Mundur 1.4 dan membuka klinik Park Nae-gwa di depan gerbang utama Universitas Sungkyunkwan di Seoul.
1.2. Pendidikan
Park Jin menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Eunseok. Ia kemudian pindah ke Sekolah Menengah Gyeongil dan kemudian keluar dari Sekolah Menengah Namdaemun. Ia berhasil lulus ujian kualifikasi masuk sekolah menengah atas dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Gyeonggi.
Ia memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Nasional Seoul dan gelar Magister Hukum dari Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional Seoul. Ia melanjutkan studinya di luar negeri, mendapatkan gelar Magister Administrasi Publik dari Harvard Kennedy School pada tahun 1985 dan gelar Doktor Filsafat (DPhil) di bidang ilmu politik dari Universitas Oxford pada tahun 1993. Selain itu, ia juga menyelesaikan program LL.M (Master of Laws) di Sekolah Hukum Universitas New York dan lulus ujian pengacara di Negara Bagian New York, Amerika Serikat.
2. Karier Diplomatik
Karier diplomatik Park Jin dimulai di Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, diikuti dengan berbagai kegiatan penelitian dan pengajaran di institusi internasional.
2.1. Masuk Kementerian Luar Negeri dan Karier Awal
Park Jin lulus Ujian Dinas Luar Negeri ke-11 pada Agustus 1977 dan mulai menjabat sebagai pejabat di Kementerian Luar Negeri pada November 1977 hingga Maret 1978. Dari tahun 1980 hingga 1983, ia bertugas sebagai perwira angkatan laut melalui kursus kadet angkatan laut, mencapai pangkat Letnan Muda (Jungwi). Setelah itu, ia terpilih untuk program studi internasional yang didanai negara pada periode ketujuh pada tahun 1983.
2.2. Penelitian dan Kegiatan di Luar Negeri
Setelah menyelesaikan pendidikan pascasarjana, Park Jin aktif dalam kegiatan penelitian dan pengajaran di berbagai institusi internasional. Dari tahun 1987 hingga 1989, ia menjadi peneliti asing di Universitas Tokyo, Jepang. Ia kemudian menjadi peneliti di King's College London dari tahun 1989 hingga 1990. Dari tahun 1990 hingga 1993, ia menjabat sebagai asisten profesor di Departemen Ilmu Politik Universitas Newcastle upon Tyne. Setelah kembali ke Korea Selatan, ia menjadi profesor riset di Institut Studi Timur dan Barat di Universitas Yonsei dari Maret 1999 hingga Februari 2002. Pada tahun 2014, ia menjadi Global Fellow di Woodrow Wilson International Center for Scholars. Dari Maret 2013 hingga Mei 2020, ia menjabat sebagai Profesor Kursi Endowed di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional dan Area, Hankuk University of Foreign Studies. Sejak Januari 2025, ia juga menjabat sebagai profesor tamu di Sekolah Pascasarjana Kebijakan Sains dan Teknologi Institut Sains dan Teknologi Korea (KAIST).
3. Karier Politik
Park Jin memasuki dunia politik setelah menjabat di kantor kepresidenan, kemudian menjadi anggota Majelis Nasional selama empat periode, dan memegang berbagai posisi kunci dalam partainya.
3.1. Masuk ke Politik
Park Jin memulai karier politiknya setelah menjabat sebagai sekretaris di kantor kepresidenan pada masa pemerintahan Kim Young-sam. Ia menjabat sebagai Sekretaris Pers Kepresidenan untuk Urusan Luar Negeri dari Mei 1993 hingga Juli 1996, dan kemudian sebagai Sekretaris Politik Kepresidenan dari Juli 1996 hingga Februari 1998. Ia juga bertindak sebagai penerjemah Presiden Kim Young-sam dari Juli 1993 hingga Februari 1998. Pada Oktober 1998, ia menjadi penasihat di Kim & Chang Law Firm.
Pada Agustus 2001, ia menjadi Penasihat Khusus Ketua Partai Nasional Besar (sekarang Partai Kekuatan Rakyat) Lee Hoi-chang. Ini menandai awal keterlibatannya yang lebih dalam dalam politik partai.
3.2. Kegiatan di Majelis Nasional
Park Jin adalah anggota Majelis Nasional selama empat periode. Ia pertama kali terpilih dalam pemilihan sela pada 8 Agustus 2002, mewakili Jongno-gu, Seoul, sebagai anggota Majelis Nasional ke-16. Ia kemudian terpilih kembali untuk periode ke-17 (2004-2008) dan ke-18 (2008-2012) dari daerah pemilihan yang sama. Setelah jeda, ia kembali terpilih sebagai anggota Majelis Nasional ke-21 pada 15 April 2020, mewakili Gangnam-gu B, Seoul. Pada pemilihan umum ke-22 tahun 2024, ia mencalonkan diri di Seodaemun-gu B, Seoul, namun tidak berhasil terpilih.
3.2.1. Daerah Pemilihan dan Hasil Pemilu
Berikut adalah catatan rinci kampanye dan hasil pemilu Park Jin di berbagai daerah pemilihan:
Tahun Pemilu | Pemilu | Periode | Jabatan | Daerah Pemilihan | Partai Politik | Jumlah Suara | Persentase Suara | Peringkat | Hasil | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
2002 | Pemilu Sela 8 Agustus | ke-16 | Anggota Majelis Nasional | Jongno-gu, Seoul | Partai Nasional Besar | 23.300 | 50.3% | 1 | Terpilih | Periode pertama |
2004 | Pemilu Umum | ke-17 | Anggota Majelis Nasional | Jongno-gu, Seoul | Partai Nasional Besar | 37.431 | 42.81% | 1 | Terpilih | Periode kedua |
2008 | Pemilu Umum | ke-18 | Anggota Majelis Nasional | Jongno-gu, Seoul | Partai Nasional Besar | 34.113 | 48.43% | 1 | Terpilih | Periode ketiga |
2020 | Pemilu Umum | ke-21 | Anggota Majelis Nasional | Gangnam-gu B, Seoul | Partai Persatuan Masa Depan | 51.762 | 50.94% | 1 | Terpilih | Periode keempat |
2024 | Pemilu Umum | ke-22 | Anggota Majelis Nasional | Seodaemun-gu B, Seoul | Partai Kekuatan Rakyat | 42.059 | 42.37% | 2 | Kalah |
3.2.2. Kegiatan Legislatif Utama
Selama masa jabatannya di Majelis Nasional, Park Jin memegang berbagai posisi penting di komite, termasuk:
- Komite Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Majelis Nasional ke-16)
- Komite Pertahanan Nasional (Majelis Nasional ke-17, paruh pertama)
- Komite Urusan Luar Negeri, Perdagangan, dan Unifikasi (Majelis Nasional ke-17, paruh kedua)
- Komite Intelijen (Majelis Nasional ke-17, paruh kedua)
- Ketua Komite Urusan Luar Negeri, Perdagangan, dan Unifikasi (Majelis Nasional ke-18, paruh pertama)
- Komite Ekonomi Pengetahuan (Majelis Nasional ke-18, paruh kedua)
- Komite Urusan Luar Negeri dan Unifikasi (Majelis Nasional ke-21, paruh pertama)
- Komite Anggaran dan Akuntansi Khusus (Majelis Nasional ke-21, paruh pertama dan kedua)
Ia memainkan peran kunci dalam ratifikasi Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Serikat-Korea (KORUS FTA), sebuah kesepakatan yang memiliki implikasi ekonomi dan sosial yang luas bagi Korea Selatan. Ia juga memimpin pengesahan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Korea Utara, yang bertujuan untuk mempromosikan hak asasi manusia dan pembangunan demokrasi di Korea Utara.
Pada September 2005, Park Jin mengusulkan peningkatan kekuatan kapal selam Angkatan Laut Republik Korea untuk melindungi Dokdo. Ia juga mengusulkan agar anggota parlemen dari partai yang berkuasa dan oposisi mengunjungi Dokdo, dengan mempertimbangkan simbolisme teritorialnya. Pada 18 April 2010, sebagai Ketua Komite Urusan Luar Negeri, Perdagangan, dan Unifikasi Majelis Nasional, ia mendarat di Dokdo bersama Ketua Majelis Nasional Kim Hyong-o.
3.3. Posisi Partai Penting
Park Jin memegang berbagai posisi penting dalam Partai Nasional Besar (kemudian berganti nama menjadi Partai Saenuri dan kemudian Partai Kekuatan Rakyat):
- Ketua Komite Internasional Partai Nasional Besar (Juli 2004 - Februari 2005; September 2007 - Juni 2008)
- Juru Bicara Partai Nasional Besar (Juli 2003 - Maret 2004)
- Ketua Komite Cabang Partai Nasional Besar di Jongno-gu, Seoul (2002-2012)
- Ketua Komite Cabang Partai Saenuri di Jongno-gu, Seoul (Februari 2012 - Mei 2012)
- Anggota Komite Khusus Urusan Luar Negeri dan Keamanan Komite Darurat Partai Persatuan Masa Depan (Juni 2020)
- Ketua Komite Khusus Urusan Luar Negeri dan Keamanan Komite Darurat Partai Kekuatan Rakyat (September 2020 - Juni 2021)
- Ketua Komite Cabang Partai Kekuatan Rakyat di Gangnam-gu B, Seoul (September 2020 - Januari 2024)
- Ketua Komite Visi Global Markas Besar Kampanye Pemilihan Presiden ke-20 Partai Kekuatan Rakyat (Desember 2021 - Maret 2022)
- Ketua Komite Penasihat Partai Kekuatan Rakyat Cabang Seoul (Juli 2021 - Mei 2022)
- Ketua Komite Kampanye Umum Komite Kampanye Pemilihan Presiden ke-20 Partai Kekuatan Rakyat Cabang Seoul (Desember 2021 - Maret 2022)
- Ketua Komite Cabang Partai Kekuatan Rakyat di Seodaemun-gu B, Seoul (Mei 2024 - Juni 2024)
Ia juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Bola Basket Kursi Roda Korea (Juni 2004), Ketua Asosiasi Korea-Inggris (2004-2017), Wakil Ketua Uni Demokrat Internasional (September 2004), Ketua Asosiasi Korea-Amerika (2004; Februari 2017 - Februari 2020), dan Penasihat Yayasan Aliansi Korea-Amerika (Januari 2017 - sekarang).
4. Menteri Luar Negeri
Sebagai Menteri Luar Negeri, Park Jin memimpin diplomasi Korea Selatan dan menghadapi berbagai tantangan serta evaluasi atas kebijakannya.

4.1. Kegiatan dan Kebijakan Diplomatik Utama
Pada April 2022, Park Jin dinominasikan sebagai Menteri Luar Negeri oleh Presiden terpilih Yoon Suk-yeol dan secara resmi dilantik pada 12 Mei 2022. Ia menjabat hingga 10 Januari 2024, ketika Cho Tae-yul ditunjuk sebagai penggantinya.
Selama masa jabatannya, Park Jin memimpin berbagai inisiatif kebijakan luar negeri dan keputusan diplomatik:
- Hubungan AS-Korea:** Pada tahun 2008, ia mengunjungi Amerika Serikat sebagai kepala Asosiasi Diplomatik Kongres Korea-AS dan bertemu Joe Biden, yang saat itu menjabat sebagai ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat. Sebagai Menteri Luar Negeri, ia bertemu dengan Wakil Sekretaris Negara AS Wendy Sherman pada 6 Juni 2022, dan Sekretaris Negara AS Antony Blinken pada 22 September 2022 di Bali.


- Hubungan Korea-Jepang:** Dari 18 hingga 20 Juli 2022, Park Jin mengunjungi Jepang untuk menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya mantan Perdana Menteri Shinzo Abe dan mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi. Mereka sepakat untuk mempercepat penyelesaian isu-isu yang belum terselesaikan antara kedua negara. Pada Agustus 2022, dalam pertemuan para menteri luar negeri terkait ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, ia kembali bertemu dengan Hayashi. Dalam pertemuan ini, Korea Selatan meminta Jepang untuk mencabut pembatasan ekspor bahan semikonduktor, namun Jepang menolak permintaan tersebut, menyatakan bahwa itu adalah masalah terpisah dari isu pekerja paksa.
- Hubungan Korea-Tiongkok:** Pada 9 Agustus 2022, Park Jin mengunjungi Tiongkok dan mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi di Qingdao, Shandong. Di tengah memburuknya hubungan AS-Tiongkok setelah kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan, Tiongkok mendesak Korea Selatan untuk tidak condong ke jaringan pasokan semikonduktor yang dibangun oleh Amerika Serikat dan meminta pembatasan operasional pangkalan THAAD.
- Dukungan Kontroversial:** Sebagai Menteri Luar Negeri, Park Jin memimpin dukungan Korea Selatan yang kontroversial terhadap Israel dan Azerbaijan selama Perang Israel-Hamas dan serangan Azerbaijan 2023 di Nagorno-Karabakh. Dukungan ini menuai kritik karena kedua negara dituduh melakukan genosida dan pembersihan etnis.

4.2. Penerimaan dan Evaluasi Internasional
Pada 29 September 2022, Majelis Nasional Korea Selatan mengeluarkan mosi tidak percaya untuk pemecatan Park Jin sebagai Menteri Luar Negeri, dengan 168 suara mendukung dari 170 anggota yang hadir (Partai Kekuatan Rakyat memboikot pemungutan suara). Mosi ini diajukan setelah kunjungan Presiden Yoon Suk-yeol ke Britania Raya, Amerika Serikat, dan Kanada dianggap gagal secara diplomatik. Namun, pada 30 September, Presiden Yoon Suk-yeol menolak mosi pemecatan tersebut.
Park Jin juga aktif dalam berbagai forum dan pertemuan internasional lainnya untuk memperkuat posisi diplomatik Korea Selatan.
5. Ideologi dan Filosofi
Pandangan politik dan diplomatik Park Jin mencerminkan komitmennya terhadap demokrasi dan keamanan nasional, meskipun beberapa pernyataannya menimbulkan kontroversi.
5.1. Perspektif Politik dan Diplomatik
Park Jin dikenal memiliki pandangan yang kuat terhadap demokrasi dan keamanan nasional. Namun, ia juga pernah membuat pernyataan kontroversial yang menimbulkan perdebatan tentang pandangan ideologisnya. Menurut WikiLeaks, pada 18 Juni 2008, Park Jin bertemu dengan Asisten Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik di Seoul. Dalam pertemuan tersebut, ia mengomentari demonstrasi menentang impor daging sapi AS pada tahun 2008, dengan menyatakan bahwa "Korea memiliki terlalu banyak demokrasi." Pernyataan ini menuai kritik karena dianggap meremehkan hak-hak demokratis warga negara.
Meskipun demikian, ia juga menunjukkan pandangan yang kuat dalam mempertahankan kedaulatan nasional, seperti yang ditunjukkan oleh usulannya untuk meningkatkan kekuatan kapal selam dan kunjungan langsungnya ke Dokdo.
6. Kehidupan Pribadi dan Keluarga
Park Jin menikah dengan Jo Yoon-hee. Mereka memiliki seorang putra dan seorang putri. Ayah Park Jin adalah seorang dokter yang menjalankan praktik medis di Hamgyeong-do sebelum pindah ke selatan dan membuka klinik di Seoul.
7. Kontroversi dan Kritikan
Sepanjang kariernya, Park Jin terlibat dalam berbagai kontroversi, termasuk tuduhan kebocoran informasi, pernyataan publik yang problematis, dan isu-isu terkait keuangan.
7.1. Kebocoran Informasi Rahasia dan Hubungan Media
Pada Oktober 2004, sebelum audit parlemen terkait pertahanan, Park Jin memberikan materi terkait kepada media, yang berisi data spesifik seperti jumlah cadangan amunisi. Hal ini menuai kritik karena dianggap sebagai kebocoran rahasia militer. Meskipun Park Jin berpendapat bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui dan bahwa kerahasiaan yang berlebihan dapat menimbulkan kecemasan publik, ia akhirnya menerima peringatan dari Komite Etik Majelis Nasional. Ia dituduh membocorkan rahasia militer secara berulang kali.
7.2. Pernyataan Mengenai Insiden Pelecehan Seksual
Pada 3 Maret 2006, setelah insiden pelecehan seksual yang melibatkan seorang jurnalis oleh Sekretaris Jenderal Partai Nasional Besar, Choi Yeon-hee, Park Jin menyatakan bahwa penyebab insiden tersebut adalah "budaya minuman bom" (campuran minuman keras). Ia bahkan melakukan aksi memecahkan gelas berisi alkohol dengan palu dalam konferensi pers di Majelis Nasional. Namun, ia dikritik karena dianggap memutarbalikkan esensi insiden tersebut, dengan menyatakan bahwa pelakunya adalah orang, bukan alkohol, dan bahwa tindakannya menunjukkan pemahaman yang salah tentang pelecehan seksual.
7.3. Dana Politik dan Masalah Hukum
Pada tahun 2008, Park Jin terlibat dalam skandal "Gerbang Park Yeon-cha", yang juga menjadi penyebab bunuh diri mantan Presiden Roh Moo-hyun. Ia dituduh menerima dana politik ilegal sebesar 20.00 K USD. Dalam sidang pertama, ia dijatuhi hukuman denda sebesar 3.00 M KRW, yang mengancam kehilangan kursi parlemennya. Namun, dalam sidang banding, tuduhan penerimaan 20.00 K USD dinyatakan tidak bersalah, dan ia hanya dinyatakan bersalah atas sumbangan kampanye ilegal melalui nama samaran. Hukuman dendanya diubah menjadi 800.00 K KRW, sehingga ia berhasil mempertahankan jabatannya sebagai anggota parlemen.
7.4. Kontroversi Mengenai Pekerjaan Putra
Dalam sidang konfirmasi Menteri Luar Negeri pada tahun 2022, muncul tuduhan bahwa putra Park Jin bekerja di sebuah perusahaan pengelola situs judi online di luar negeri dan menjabat sebagai "pendiri" dan "Chief Operating Officer (COO)" di perusahaan tersebut. Park Jin membantah bahwa putranya adalah pendiri perusahaan tersebut. Ia menyatakan bahwa "jika melihat deskripsi perusahaan, itu adalah perusahaan game, dan secara luas, itu adalah perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak game dan memberikan lisensi." Ia juga menambahkan bahwa "bermain poker dengan uang tunai secara online juga, secara luas, saya pikir itu adalah game," menekankan bahwa tempat kerja putranya tidak ada hubungannya dengan "judi." Pernyataan ini menuai kritik dan sindiran dari publik.
7.5. Kesalahan Diplomatik dan Kontroversi
Pada 26 April 2022, saat dalam perjalanan menuju kantor persiapan sidang konfirmasi di Jongno-gu, Seoul, Park Jin ditanya oleh seorang reporter tentang pandangannya mengenai terpilihnya kembali Presiden Prancis Emmanuel Macron dan ucapan selamat yang dikirim oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Park Jin awalnya menjawab, "Pertama-tama, saya secara pribadi mengucapkan selamat atas terpilihnya Presiden Putin." Setelah menyadari reaksi di sekitarnya, ia segera mengoreksi, "Ah, Presiden Macron." Insiden ini dianggap sebagai kesalahan diplomatik yang memalukan.
8. Dampak dan Evaluasi
Karier Park Jin memiliki dampak signifikan pada politik dan diplomasi Korea Selatan, dengan warisan yang kompleks bagi generasi mendatang.
8.1. Dampak pada Politik dan Diplomasi Korea Selatan
Park Jin telah memberikan kontribusi signifikan pada politik dan diplomasi Korea Selatan, terutama melalui perannya dalam ratifikasi KORUS FTA dan pengesahan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Korea Utara. Namun, kariernya juga diwarnai oleh berbagai kontroversi, termasuk tuduhan kebocoran rahasia militer, pernyataan yang dianggap meremehkan demokrasi, dan masalah dana politik.
Sebagai Menteri Luar Negeri, ia memimpin diplomasi Korea Selatan di bawah pemerintahan Yoon Suk-yeol, yang berfokus pada penguatan aliansi dengan Amerika Serikat dan Jepang, serta menavigasi hubungan yang kompleks dengan Tiongkok. Meskipun ia menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen, ia tetap menjabat hingga akhir masa jabatannya, menunjukkan dukungan dari presiden. Kebijakan luar negerinya, terutama dukungan terhadap Israel dan Azerbaijan di tengah tuduhan genosida, menunjukkan keselarasan dengan kebijakan pro-Barat, namun juga menimbulkan pertanyaan tentang pertimbangan hak asasi manusia dalam diplomasi Korea Selatan.
8.2. Pengaruh pada Generasi Mendatang
Warisan Park Jin bagi generasi mendatang adalah kompleks. Di satu sisi, ia adalah seorang diplomat dan politikus berpengalaman dengan latar belakang pendidikan yang kuat dari institusi bergengsi. Perannya dalam legislasi penting dan posisinya di kancah internasional mencerminkan dedikasinya pada pelayanan publik. Di sisi lain, kontroversi yang melingkupinya, mulai dari pernyataan yang dianggap meremehkan demokrasi hingga masalah etika dan hukum, menjadi pelajaran penting tentang tantangan yang dihadapi oleh para pejabat publik. Pengaruhnya akan terus dievaluasi berdasarkan bagaimana kebijakan dan tindakannya membentuk arah politik dan diplomasi Korea Selatan di masa depan, serta bagaimana generasi mendatang menafsirkan komitmennya terhadap nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.