1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Simon Bradstreet dibaptis pada 18 Maret 1603/4 di Horbling, Lincolnshire, Inggris. Ia adalah putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Simon dan Margaret Bradstreet. Ayahnya adalah rektor gereja paroki dan merupakan keturunan bangsawan minor Irlandia. Sebagai seorang Nonkonformis yang vokal, ayahnya membentuk pandangan keagamaan Puritan pada diri Simon muda sejak dini.
Pada usia 16 tahun, Bradstreet masuk Emmanuel College, Cambridge, tempat ia belajar selama dua tahun. Setelah itu, pada tahun 1622, ia mulai bekerja sebagai asisten Thomas Dudley di bawah naungan Earl of Lincoln ke-4. Ada sedikit ketidakpastian apakah Bradstreet kembali ke Emmanuel College pada tahun 1623-1624. Beberapa catatan menunjukkan bahwa Simon Bradstreet yang lain mungkin menerima gelar M.A. pada waktu itu, tetapi genealog Robert Anderson berpendapat bahwa itu bukan Simon Bradstreet yang sama. Selama salah satu masa jabatannya di Emmanuel, Bradstreet direkomendasikan oleh John Preston (pendeta) sebagai tutor atau pengawas bagi Lord Rich, putra Robert Rich, Earl of Warwick ke-2. Lord Rich berusia 12 tahun pada tahun 1623, dan Preston ditunjuk sebagai kepala Emmanuel pada tahun 1622.
Bradstreet mengambil alih posisi Dudley ketika Dudley pindah sementara ke Boston, Lincolnshire pada tahun 1624. Ketika Dudley kembali beberapa tahun kemudian, Bradstreet sempat menjabat sebagai pengurus bagi Dowager Countess of Warwick. Pada tahun 1628, ia menikah dengan Anne, putri Dudley, ketika Anne berusia 16 tahun.
Pada tahun 1628, Dudley dan beberapa orang dari lingkaran Earl of Lincoln membentuk Massachusetts Bay Company dengan tujuan mendirikan Koloni Puritan di Amerika Utara. Bradstreet terlibat dengan perusahaan ini pada tahun 1629. Pada April 1630, keluarga Bradstreet bergabung dengan keluarga Dudley dan Gubernur kolonial John Winthrop dalam armada kapal yang membawa mereka ke Teluk Massachusetts. Di sana, mereka mendirikan Boston, ibu kota Koloni Teluk Massachusetts.
2. Kegiatan di Koloni Teluk Massachusetts
Setelah tiba di Massachusetts, Simon Bradstreet dengan cepat terlibat dalam berbagai aspek kehidupan kolonial, mulai dari pembangunan pemukiman, keterlibatan bisnis, hingga peran kunci dalam politik dan diplomasi. Bagian ini akan membahas kontribusinya dalam pemerintahan kolonial, aktivitas bisnisnya, serta hubungan yang rumit dengan Kerajaan Inggris yang berujung pada pembatalan piagam koloni.
2.1. Peran Politik dan Bisnis di Koloni
Setelah tinggal sebentar di Boston, Bradstreet pertama kali menetap di Newtowne (kemudian berganti nama menjadi Cambridge, Massachusetts), dekat kediaman keluarga Dudley di daerah yang sekarang dikenal sebagai Harvard Square. Pada tahun 1637, selama Kontroversi Antinomian, ia menjadi salah satu hakim yang mengadili Anne Hutchinson dan memberikan suara untuk pengasingannya dari koloni. Keputusan ini, meskipun mencerminkan konsensus di kalangan hakim pada waktu itu, kini dilihat sebagai salah satu contoh kerasnya penegakan ortodoksi keagamaan pada masa awal koloni, yang membatasi kebebasan berkeyakinan dan berekspresi.
Pada tahun 1639, ia diberi tanah di Salem, Massachusetts, dekat properti John Endecott. Ia tinggal di sana untuk sementara waktu, pindah pada tahun 1634 ke Ipswich, Massachusetts, sebelum menjadi salah satu pendiri pemukim Andover, Massachusetts pada tahun 1648. Pada tahun 1666, rumahnya di Andover hancur oleh api, yang diduga karena "kecelakaan pelayan."
Bradstreet memiliki berbagai kepentingan bisnis, termasuk spekulasi tanah dan investasi bersama dengan kolonis lain dalam kapal yang terlibat dalam perdagangan pesisir. Pada tahun 1660, ia membeli saham di Atherton Trading Company, sebuah perusahaan pengembangan tanah dengan kepentingan di "Narragansett Country" (sekarang Rhode Island selatan). Ia menjadi salah satu tokoh terkemuka perusahaan ini, menjabat di komite manajemen, dan menerbitkan selebaran yang mengiklankan tanahnya. Pada saat kematiannya, ia memiliki lebih dari 1.50 K acre tanah di lima komunitas yang tersebar di seluruh koloni. Ia juga diketahui memiliki dua budak, seorang wanita bernama Hannah dan putrinya Billah. Kepemilikan budak ini merupakan aspek kontroversial dari warisan Bradstreet, mencerminkan norma-norma yang berlaku pada era kolonial, namun bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan yang kini dihargai.

Bradstreet sangat terlibat dalam politik kolonial. Ketika dewan pertama kali bertemu di Boston, Bradstreet terpilih sebagai sekretaris kolonial, jabatan yang akan ia pegang hingga tahun 1644. Ia secara politik moderat, menentang undang-undang dan keputusan yudisial yang menghukum orang-orang yang berbicara menentang hakim yang berkuasa. Bradstreet juga secara terbuka menentang histeria perburuan penyihir yang melanda kota asalnya Salem, yang berpuncak pada Pengadilan Penyihir Salem pada tahun 1692. Penentangannya terhadap pengadilan penyihir ini menunjukkan keteguhan prinsipnya melawan fanatisme dan ketidakadilan yang merajalela.
Ia menjabat selama bertahun-tahun sebagai komisaris yang mewakili Massachusetts dalam Konfederasi New England, sebuah organisasi yang mengoordinasikan masalah kepentingan bersama (terutama pertahanan) di antara sebagian besar koloni New England. Ia secara teratur dipilih sebagai asisten, menjabat di dewan yang mendominasi urusan publik koloni, tetapi tidak mencapai jabatan yang lebih tinggi sampai tahun 1678, ketika ia pertama kali terpilih sebagai wakil gubernur di bawah John Leverett. Ia menentang tindakan militer terhadap beberapa tetangga asing koloni, menentang intervensi resmi dalam sengketa Acadia Prancis pada tahun 1640-an, dan juga menentang penyerangan terhadap New Netherland selama Perang Inggris-Belanda Pertama (1652-1654). Sikapnya ini menunjukkan kehati-hatian diplomatik dan penolakannya terhadap konflik yang tidak perlu.
Bradstreet dikirim dalam sejumlah misi diplomatik, berurusan dengan pemukim, koloni Inggris lainnya, dan Belanda di New Amsterdam. Pada tahun 1650, ia dikirim ke Hartford, Connecticut, di mana Perjanjian Hartford (1650) dinegosiasikan untuk menentukan batas antara koloni Inggris dan New Amsterdam. Pada tahun-tahun berikutnya, ia menegosiasikan perjanjian dengan para pemukim di York, Maine dan Kittery, Maine untuk membawa mereka di bawah yurisdiksi Massachusetts.
2.2. Hubungan dengan Kerajaan dan Penolakan Piagam
Setelah Restorasi Inggris pada tahun 1660 yang mengembalikan Charles II dari Inggris ke takhta Inggris, otoritas kolonial kembali khawatir tentang pelestarian hak-hak piagam mereka. Pada tahun 1661, Bradstreet memimpin komite legislatif untuk "mempertimbangkan dan mendebat hal-hal yang menyentuh hak paten, hak istimewa, dan kewajiban mereka kepada Yang Mulia, sebagaimana mestinya." Surat yang dirancang komite ini mengulang hak-hak piagam koloni, dan juga mencakup deklarasi kesetiaan kepada mahkota. Bradstreet dan John Norton (pendeta Puritan) dipilih sebagai agen untuk menyampaikan surat itu ke London. Charles memperbarui piagam tersebut, tetapi mengirim agen-agen itu kembali ke Massachusetts dengan surat yang melampirkan syarat-syarat untuk persetujuannya. Koloni diharapkan, antara lain, untuk memperluas toleransi beragama untuk mencakup Gereja Inggris dan minoritas agama seperti Quaker. Para agen dikritik keras oleh faksi garis keras legislatif, tetapi Bradstreet membela perlunya mengakomodasi keinginan raja sebagai tindakan teraman.
Bagaimana menanggapi tuntutan raja memecah belah koloni; Bradstreet adalah bagian dari faksi "akomodasionis" moderat yang berpendapat bahwa koloni harus mematuhi keinginan raja. Faksi ini kalah dalam debat dari faksi "persemakmuran" garis keras, yang mendukung pemeliharaan agresif hak-hak piagam koloni, dipimpin pada tahun 1660-an oleh gubernur John Endecott dan Richard Bellingham. Dengan Charles yang terganggu oleh Perang Inggris-Belanda Kedua dan politik domestik pada akhir tahun 1660-an, masalah ini tidak aktif hingga pertengahan tahun 1670-an. Hubungan antara koloni dan mahkota memburuk ketika raja kemudian memperbarui tuntutan untuk reformasi legislatif dan agama, yang kembali ditolak oleh hakim garis keras.
3. Masa Jabatan sebagai Gubernur
Pada awal tahun 1679, Gubernur John Leverett meninggal, dan Bradstreet sebagai wakilnya menggantikannya. Leverett telah menentang akomodasi tuntutan raja, dan perubahan kepemimpinan ke akomodasionis sudah terlambat. Bradstreet akan menjadi gubernur terakhir di bawah piagam aslinya. Wakilnya, Thomas Danforth, berasal dari faksi persemakmuran. Selama masa jabatannya, agen mahkota Edward Randolph (administrator kolonial) berada di koloni, mencoba menegakkan Undang-Undang Navigasi, di mana jenis-jenis perdagangan tertentu yang melibatkan koloni adalah ilegal.
3.1. Konflik dengan Randolph dan Pembatalan Piagam
Upaya penegakan Randolph ditentang keras oleh kelas pedagang dan hakim yang bersimpati meskipun Bradstreet mencoba mengakomodasi Randolph. Juri sering kali menolak untuk menghukum kapal-kapal yang dituduh melanggar undang-undang; dalam satu kasus, Bradstreet mencoba tiga kali untuk membuat juri mengubah putusannya. Upaya Randolph untuk menegakkan undang-undang navigasi akhirnya meyakinkan pengadilan umum koloni bahwa mereka perlu membuat mekanisme sendiri untuk penegakannya. RUU untuk membentuk kantor angkatan laut diperdebatkan dengan sengit pada tahun 1681, dengan majelis deputi, yang didominasi oleh partai persemakmuran, menentang gagasan tersebut, dan hakim moderat mendukungnya. RUU yang akhirnya disahkan merupakan kemenangan bagi partai persemakmuran, membuat penegakan menjadi sulit dan tunduk pada tuntutan hukum balasan. Bradstreet menolak untuk benar-benar menerapkan hukum tersebut, dan Randolph menerbitkan tantangan terbuka terhadapnya. Bradstreet sampai batas tertentu dibenarkan ketika ia memenangkan pemilihan ulang pada tahun 1682, dan ia kemudian menggunakan otoritas yudisialnya untuk lebih merusak efek hukum tersebut.

Ancaman Randolph untuk melaporkan ketidakpatuhan legislatif kolonial mendorongnya untuk mengirim agen ke Inggris untuk memperdebatkan kasus koloni; namun, kekuasaan mereka terbatas. Tak lama setelah kedatangan mereka pada akhir tahun 1682, Dewan Perdagangan mengeluarkan ultimatum kepada koloni: berikan agen-agennya kekuasaan yang lebih luas, termasuk kemampuan untuk menegosiasikan modifikasi piagam, atau berisiko piagam tersebut dibatalkan. Pengadilan umum menanggapi dengan mengeluarkan instruksi kepada agen-agen untuk mengambil garis keras. Menyusul proses hukum yang dimulai pada tahun 1683, piagam tersebut secara resmi dibatalkan pada 23 Oktober 1684. Pembatalan ini menandai akhir otonomi Koloni Teluk Massachusetts di bawah piagam aslinya, sebuah langkah yang secara signifikan mengubah hubungan kekuasaan antara mahkota Inggris dan pemukiman di New England.
3.2. Dominion New England dan Pengembalian Sementara
Pada tahun 1684, Raja Charles II mendirikan Dominion of New England. Ipar Bradstreet, Joseph Dudley, yang pernah menjabat sebagai salah satu agen kolonial, ditugaskan oleh James II dari Inggris sebagai Presiden Dewan New England pada tahun 1685, dan mengambil kendali koloni pada Mei 1686. Bradstreet ditawari posisi di dewan Dudley, tetapi menolak. Penolakannya mencerminkan komitmennya pada otonomi kolonial dan penolakannya untuk berpartisipasi dalam pemerintahan yang dianggapnya tidak sah.
Dudley digantikan pada Desember 1686 oleh Sir Edmund Andros, yang kemudian sangat dibenci di Massachusetts karena membatalkan hak kepemilikan tanah yang ada dan menyita properti gereja Kongregasional untuk layanan keagamaan Gereja Inggris. Pemerintahan tangan besi Andros juga tidak populer di koloni-koloni lain di Dominion.
Gagasan pemberontakan terhadap Andros muncul paling awal Januari 1689, sebelum berita Revolusi Gemilang pada Desember 1688 mencapai Boston. Setelah William III dari Inggris dan Mary II dari Inggris naik takhta, Increase Mather dan Sir William Phips, agen Massachusetts di London, mengajukan petisi kepada mereka dan Dewan Perdagangan untuk pemulihan piagam Massachusetts. Mather selanjutnya meyakinkan Dewan Perdagangan untuk menunda pemberitahuan revolusi kepada Andros. Ia telah mengirim surat kepada Bradstreet yang berisi berita bahwa laporan (disiapkan sebelum revolusi) menyatakan bahwa piagam telah dibatalkan secara ilegal, dan bahwa para hakim harus "mempersiapkan pikiran rakyat untuk perubahan."
Berita revolusi tampaknya mencapai beberapa individu paling awal akhir Maret, dan Bradstreet adalah salah satu dari beberapa kemungkinan penyelenggara Pemberontakan Boston 1689 yang terjadi di Boston pada 18 April 1689. Ia, bersama dengan hakim pra-Dominion lainnya dan beberapa anggota dewan Andros, mengirim surat terbuka kepada Andros pada hari itu, menyerukan penyerahannya untuk menenangkan massa. Andros, yang telah melarikan diri ke keamanan Pulau Castle (Massachusetts), menyerah, dan akhirnya dikembalikan ke Inggris setelah beberapa bulan ditahan.

Setelah penangkapan Andros, sebuah dewan keamanan dibentuk, dengan Bradstreet sebagai presidennya. Dewan tersebut menyusun surat kepada William dan Mary, membenarkan tindakan koloni dengan bahasa yang mirip dengan yang digunakan William dalam proklamasi-nya saat ia menyerbu Inggris. Dewan tersebut dengan cukup cepat memutuskan untuk kembali ke pemerintahan seperti yang ada di bawah piagam lama. Dalam bentuk ini, Bradstreet kembali menjabat sebagai gubernur, dan setiap tahun terpilih kembali sebagai gubernur hingga tahun 1692. Ia harus membela koloni dari mereka yang menentang pengenalan kembali pemerintahan lama, yang ia cirikan dalam laporan ke London sebagai pemberontak dan orang asing yang menimbulkan masalah. Perbatasan utara koloni juga dilanda Perang Raja William, di mana sering terjadi serangan Indian. Bradstreet menyetujui ekspedisi Sir William Phips pada tahun 1690 melawan Acadia dan Quebec.
Pada tahun 1691, William dan Mary mengeluarkan piagam yang mendirikan Provinsi Teluk Massachusetts, dan mengangkat Phips sebagai gubernur pertamanya. Bradstreet ditawari posisi di dewan Phips ketika gubernur baru tiba pada tahun 1692, tetapi menolak.
4. Kehidupan Pribadi
Simon Bradstreet menikah dengan Anne Dudley, putri Thomas Dudley, salah satu pendiri Koloni Teluk Massachusetts. Anne dikenal sebagai penyair pertama yang menerbitkan karya di New England, dengan koleksi puisi yang mencakup ekspresi cinta abadi untuk suaminya. Salah satu puisinya yang paling terkenal, "To my Dear and Loving Husband" (Untuk Suamiku yang Terkasih dan Mencintai), mencerminkan ikatan mendalam mereka:
"Jika pernah ada dua yang menjadi satu, maka pastilah kita;
Jika pernah ada pria yang dicintai oleh istrinya, maka itu adalah kamu;
Jika pernah ada istri yang bahagia dalam seorang pria,
Bandingkan denganku, wahai wanita, jika kalian bisa.
Aku menghargai cintamu lebih dari seluruh tambang emas,
Atau semua kekayaan yang dimiliki Timur."
Anne Bradstreet meninggal pada tahun 1672. Pasangan ini memiliki delapan anak, di antaranya tujuh yang selamat dari masa bayi. Anak-anak mereka termasuk Dudley Bradstreet (hakim) dan John Bradstreet (pengadilan penyihir Salem). Pada tahun 1676, Bradstreet menikah untuk kedua kalinya dengan Ann Gardner, janda Kapten Joseph Gardner, putra Thomas Gardner (pekebun) dari Salem.
5. Kematian
Simon Bradstreet meninggal di rumahnya di Salem pada 27 Maret 1697, pada usia 93 tahun. Ia dimakamkan di Pemakaman Charter Street di Salem. Karena usianya yang lanjut, Cotton Mather menjulukinya "Nestor dari New England," sebuah julukan yang menyoroti umur panjang dan pengalaman hidupnya yang luar biasa, menjadikannya figur penatua yang dihormati di antara para pemimpin kolonial.

6. Penilaian dan Warisan
Simon Bradstreet merupakan salah satu tokoh paling signifikan dalam sejarah awal Koloni Teluk Massachusetts, yang dikenal karena umur panjang dan keterlibatannya yang berkelanjutan dalam urusan kolonial. Penilaian atas warisannya harus mempertimbangkan peran diplomatik, politik, dan bahkan sisi kontroversial dalam kehidupannya.
6.1. Moderatisme Politik dan Kontribusi
Bradstreet secara konsisten menunjukkan sikap politik yang moderat, sebuah karakteristik yang membedakannya dari faksi-faksi garis keras di Massachusetts. Ia adalah seorang pendukung vokal kebebasan berbicara, secara aktif menentang legislasi dan keputusan yudisial yang menghukum individu karena menyatakan pandangan yang tidak populer atau mengkritik para magistrat. Sikap ini sangat penting dalam lingkungan Puritan yang seringkali tidak toleran terhadap perbedaan pendapat.
Kontribusinya yang paling menonjol adalah penentangannya terhadap histeria Pengadilan Penyihir Salem pada tahun 1692. Meskipun pengadilan tersebut terjadi di kota asalnya, Salem, Bradstreet secara terbuka menyatakan oposisinya terhadap gelombang fanatisme yang menyebabkan banyak persidangan dan hukuman mati. Tindakan ini menunjukkan keberanian moralnya untuk berdiri melawan tekanan populer dan membela keadilan.
Selain itu, Bradstreet juga berperan penting dalam upaya menjaga otonomi kolonial sambil menavigasi tuntutan mahkota Inggris melalui diplomasi. Meskipun ia menerima kritik dari faksi garis keras karena kesediaannya untuk mengakomodasi beberapa keinginan Raja Charles II, Bradstreet berpendapat bahwa ini adalah jalur teraman untuk melindungi hak-hak piagam koloni. Upayanya dalam negosiasi dan diplomasi, seperti Perjanjian Hartford (1650) dan interaksinya dengan agen kerajaan, menunjukkan komitmennya terhadap stabilitas dan kelangsungan hidup koloni. Perannya dalam Pemberontakan Boston 1689 yang menggulingkan Sir Edmund Andros dan jabatannya sebagai presiden Dewan Keamanan juga menyoroti kemampuannya untuk memimpin di masa krisis dan mengembalikan pemerintahan kolonial.
6.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun banyak kontribusinya, beberapa aspek dari kepemimpinan dan kehidupan Simon Bradstreet menghadapi kritik. Keputusannya pada tahun 1637 untuk memilih mendukung pengasingan Anne Hutchinson selama Kontroversi Antinomian merupakan salah satu momen kontroversial. Keputusan ini mencerminkan dominasi ortodoksi keagamaan Puritan dan penindasan terhadap perbedaan teologis dan kebebasan berekspresi pada masa itu. Meskipun ia kemudian dikenal karena moderatisme, tindakan ini menunjukkan bahwa pada awal karirnya, ia juga tunduk pada tekanan untuk mempertahankan keseragaman keagamaan.
Aspek kontroversial lainnya adalah kepemilikan dua budak, Hannah dan Billah. Meskipun praktik perbudakan umum pada masa kolonial, kepemilikan budak oleh seorang pemimpin kolonial yang kemudian dikenal karena penentangannya terhadap ketidakadilan (seperti dalam kasus pengadilan penyihir) menciptakan paradoks moral. Ini menyoroti kompleksitas nilai-nilai sosial pada abad ke-17 dan kebutuhan untuk menilai tokoh sejarah dalam konteks zamannya, sambil tetap mengakui praktik-praktik yang tidak sejalan dengan hak asasi manusia modern.
Bradstreet juga menghadapi kritik dari faksi-faksi garis keras dalam pemerintahan kolonial, terutama terkait dengan upayanya untuk mengakomodasi tuntutan mahkota Inggris. Mereka memandangnya sebagai terlalu akomodatif dan kurang tegas dalam mempertahankan hak-hak piagam koloni, yang menyebabkan ketegangan politik dan perdebatan yang intens.
6.3. Keturunan dan Pengaruh
Warisan Simon Bradstreet berlanjut melalui banyak keturunannya yang terkemuka. Di antara mereka adalah ahli hukum terkenal Oliver Wendell Holmes Jr. dan David Souter, yang keduanya menjabat sebagai Hakim Agung di Mahkamah Agung Amerika Serikat, menunjukkan garis keturunan yang memiliki pengaruh signifikan dalam sistem hukum Amerika. Selain itu, ia juga merupakan leluhur dari Herbert Hoover, Presiden Amerika Serikat ke-31, dan aktor legendaris Humphrey Bogart.
Keluarga Bradstreet secara keseluruhan memberikan dampak jangka panjang pada sejarah New England, bukan hanya melalui kepemimpinan Simon Bradstreet tetapi juga melalui kontribusi intelektual dan artistik istrinya, Anne Bradstreet, yang menjadi suara penting dalam sastra kolonial Amerika. Melalui keturunan mereka, pengaruh Simon Bradstreet melampaui masa jabatannya sebagai gubernur, membentuk bagian dari tapestry sejarah dan budaya Amerika.