1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Abdul Hadi Palazzi, lahir sebagai Massimo Palazzi pada tanggal 24 Januari 1961, di Roma, Italia. Ia lahir dari seorang ayah Katolik Italia yang kemudian berpindah ke Islam Sunni, dan seorang ibu Muslim Sunni yang berasal dari keturunan Suriah.
1.2. Pendidikan
Setelah menyelesaikan pendidikan sekuler dan agama di Roma dan Kairo pada tahun 1987, Palazzi mulai menjabat sebagai Imam untuk Komunitas Islam Italia. Selain meraih berbagai gelar master, ia memperoleh gelar Ph.D. dalam Ilmu Pengetahuan Islam dari Institut Studi dan Penelitian Islam di Naples.
2. Karier
Abdul Hadi Palazzi telah memegang berbagai posisi penting baik dalam bidang keagamaan maupun akademik, serta aktif terlibat dalam dialog antaragama dan upaya perdamaian.
2.1. Karier Keagamaan dan Akademik
Pada tahun 1989, Palazzi diangkat sebagai anggota dewan direksi Asosiasi Muslim Italia. Saat ini, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Muslim Italia, sebuah organisasi Muslim Sunni. Sejak tahun 1991, ia juga menjabat sebagai direktur Institut Kebudayaan Komunitas Islam Italia. Selain itu, ia pernah menjadi dosen di Departemen Sejarah Agama di Università della Terza Età di Velletri, dekat Roma.
2.2. Dialog Antaragama dan Aktivisme Perdamaian
Institut Kebudayaan Komunitas Islam Italia, yang dipimpin oleh Palazzi, memiliki program yang berfokus pada pengembangan pendidikan Islam di Italia, penolakan terhadap fundamentalisme dan fanatisme, serta keterlibatan mendalam dalam dialog antaragama. Dialog ini terutama dilakukan dengan umat Yahudi dan Kristen, tetapi juga dengan umat Buddha dan kelompok lainnya.
Pada tahun 1997, Palazzi bergabung dengan Dewan Internasional Asosiasi Root and Branch, dan esainya yang berjudul "Dialog Yahudi-Muslim dan Pertanyaan Yerusalem" diterbitkan oleh Institut Kongres Yahudi Sedunia.
Pada tahun 1998, Palazzi dan Asher Eder dari Yerusalem turut mendirikan Persekutuan Islam-Israel. Persekutuan ini bertujuan untuk mempromosikan sikap Muslim yang positif terhadap Yahudi dan Israel, berdasarkan apa yang Palazzi yakini sebagai ajaran otentik Muhammad yang diekspresikan dalam Al-Qur'an dan Hadith. Palazzi menjabat sebagai ketua bersama dari pihak Muslim dalam persekutuan tersebut, sementara Eder menjabat sebagai ketua bersama dari pihak Yahudi.
Pada Desember 2009, Palazzi melakukan kunjungan ke Israel. Selama kunjungannya, ia bertemu dengan anggota komunitas Yahudi Hebron, termasuk Noam Arnon dan David Wilder, dan menyatakan simpatinya kepada penduduk Yahudi di sana. Ia menegaskan bahwa baik Muslim maupun Yahudi adalah keturunan Abraham, yang dimakamkan di Gua Patriark (Gua Makhpela) di Hebron. Palazzi menyalahkan "interpretasi ekstremis Islam" sebagai sumber konflik di wilayah tersebut.
3. Keyakinan dan Ideologi Utama
Abdul Hadi Palazzi dikenal karena pandangannya yang unik dan sering kali kontroversial mengenai Zionisme, proses perdamaian Arab-Israel, dan gerakan Salafisme. Pandangan-pandangan ini membedakannya dari banyak tokoh Muslim lainnya.
3.1. Pandangan tentang Israel dan Zionisme
Palazzi menerima kedaulatan Israel atas Tanah Suci, menyatakan bahwa Al-Qur'an mendukungnya sebagai kehendak Tuhan dan prasyarat penting untuk Hari Penghakiman Akhir. Ia juga menerima kedaulatan Israel atas Yerusalem, dengan syarat hak-hak agama dari penganut agama lain dilindungi.
Ia mengutip Al-Qur'an untuk mendukung hubungan khusus Yudaisme dengan Bukit Bait Suci, menyatakan bahwa "sumber-sumber Islam yang paling otoritatif menegaskan keberadaan Bait Suci." Palazzi menambahkan bahwa Yerusalem menjadi suci bagi umat Muslim karena kesuciannya yang lebih dahulu bagi umat Yahudi dan kedudukannya sebagai rumah bagi para nabi dan raja Alkitab seperti Daud dan Salomo, yang semuanya ia sebut sebagai tokoh suci dalam Islam. Ia mengklaim bahwa Al-Qur'an "secara eksplisit mengakui bahwa Yerusalem memainkan peran yang sama bagi Yahudi seperti halnya Mekkah bagi Muslim."
Ketika ditanya apakah ia menganggap dirinya sebagai "Zionis Muslim", Palazzi menjawab bahwa jika Zionis Muslim diartikan sebagai seorang Muslim yang mendukung hak rakyat Yahudi untuk memiliki Negara yang merdeka dan berdaulat, yang mendukung Negara Israel ketika diserang oleh teror dan ketika keberadaan Marah terancam, dan yang berpendapat bahwa mengembangkan hubungan persahabatan antara negara-negara Muslim dan Negara Israel adalah demi kepentingan Muslim dan peradaban manusia secara umum, maka ia berpendapat label Zionis Muslim itu tepat.
Mengenai apa yang dikatakan Al-Qur'an tentang Negara Israel, Palazzi menjelaskan bahwa Al-Qur'an tidak dapat secara langsung membahas Negara Israel modern karena negara tersebut baru terbentuk pada tahun 1948, berabad-abad setelah Al-Qur'an diturunkan. Namun, ia menekankan bahwa Al-Qur'an secara spesifik menyatakan bahwa Tanah Israel adalah tanah air bangsa Yahudi, bahwa Tuhan Sendiri memberikan tanah tersebut kepada mereka sebagai warisan dan memerintahkan mereka untuk tinggal di dalamnya. Ia juga menyatakan bahwa Al-Qur'an mengumumkan bahwa sebelum akhir zaman, bangsa Yahudi akan datang dari berbagai negara untuk mengambil kembali warisan mereka. Menurut Palazzi, siapa pun yang menyangkal hal ini sesungguhnya menyangkal Al-Qur'an itu sendiri. Ia menambahkan bahwa jika seseorang bukanlah seorang ulama dan dengan niat baik mempercayai apa yang orang lain katakan tentang masalah ini, maka ia adalah seorang Muslim yang tidak berilmu. Namun, jika seseorang mengetahui apa yang dikatakan Al-Qur'an dan secara terbuka menentangnya, maka ia berhenti menjadi seorang Muslim.
3.2. Pandangan tentang Proses Perdamaian Arab-Israel
Palazzi menentang peta jalan menuju perdamaian yang didukung Amerika Serikat dengan alasan bahwa hal itu akan memberi penghargaan kepada terorisme Palestina. Ia menentang seruan-seruan untuk jihad melawan Israel dan menyatakan bahwa tidak ada tuntutan agama bagi Israel untuk melepaskan kendali atas tempat-tempat suci Muslim.
3.3. Pandangan tentang Salafisme
Dalam pandangan Palazzi, Islam telah "dibajak" oleh gerakan Salafisme di Arab Saudi. Ia menggambarkan Salafisme sebagai gerakan reformis "radikal" yang menolak pemahaman moderat Al-Qur'an dan telah mengambil alih kendali atas Mekkah dan Madinah. Palazzi menyatakan bahwa uang minyak telah menjadikan budaya primitif dan keras ini berkuasa secara global. Menurutnya, kelompok Salafi "sedang membentuk ulang Islam sesuai dengan isu-isu politik mereka."
4. Publikasi
Berikut adalah beberapa karya dan publikasi utama Abdul Hadi Palazzi:
- [http://www.templemount.org/quranland.html What the Qur'an Really Says]
- [http://www.meforum.org/article/14 The Islamists Have it Wrong]
- [http://www.eretzyisroel.org/~jkatz/wahhabism.html Wahhabism, the Saudi Arabia-based puritanical heresy at the base of Islamism]
5. Warisan dan Penerimaan
Penilaian historis dan sosial terhadap Abdul Hadi Palazzi mengungkapkan posisinya yang unik di tengah masyarakat Muslim global, diiringi oleh pujian dan kritik.
5.1. Evaluasi dan Posisi Unik
Menurut sarjana Dina Lisnyansky, Palazzi "menciptakan ceruknya sendiri." Lisnyansky menyatakan bahwa Palazzi, yang lahir dari keluarga imigran, berhasil menggabungkan hak-hak demokratis Eropa Barat dengan kecintaannya pada Islam, diiringi misi Zionisnya. Akibatnya, "ia juga seorang radikal, tetapi bukan di pihak radikal. Ia memerangi segala sesuatu yang dipromosikan oleh Islam politik." Lisnyansky menjelaskan bahwa salah satu alasan mengapa Palazzi tidak masuk daftar hitam di Iran adalah karena ia, tidak seperti Salman Rushdie, tidak pernah mengatakan hal negatif tentang Islam. Kepada penafsir ekstremis Al-Qur'an, Palazzi tidak mengatakan 'Anda salah,' melainkan hanya akan mengatakan: 'Anda keliru dalam beberapa hal.' Oleh karena itu, misi Palazzi jelas bukan tentang menciptakan kembali Islam, melainkan tentang mengoreksi perspektif.
5.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun demikian, pandangan dan tindakan Palazzi tidak luput dari kritik dan kontroversi. Di kalangan Muslim, pendiriannya yang mendukung hak keberadaan Israel dan mendorong pemukiman kembali Yahudi di Hebron sering kali memicu perdebatan. Beberapa sarjana lain mengkritiknya karena "memutarbalikkan logika demi kepentingan Zionis." Misalnya, kritik ini menuduh bahwa, menurut logikanya, Amerika Utara dan Selatan bukanlah tempat kelahiran umat Kristen, sehingga mereka harus disingkirkan secara paksa dari sana seperti halnya Muslim di Palestina, dan suku-suku Indian Merah harus bermukim di Amerika, yang disamakan dengan situasi di Australia.