1. Kehidupan dan Karier
Charles Jules Henri Nicolle menjalani perjalanan pendidikan dan profesional yang membawanya menjadi seorang tokoh penting dalam dunia mikrobiologi, terutama melalui kepemimpinannya di Institut Pasteur di Tunis yang mandiri.
1.1. Masa Muda dan Keluarga
Nicolle lahir di Rouen, Prancis, pada 21 September 1866. Ia dibesarkan dalam keluarga kelas menengah yang sangat menghargai pendidikan. Ayahnya, Eugène Nicolle, adalah seorang dokter di rumah sakit Rouen yang mengajarinya biologi sejak dini, memberikan pengaruh pendidikan awal yang kuat. Ibunya bernama Aline Louvrier. Charles Nicolle memiliki dua saudara laki-laki: Maurice Nicolle, yang juga menjadi mikrobiolog medis dan profesor di Institut Pasteur di Paris, serta direktur Institut Bakteriologi Konstantinopel; dan Marcel Nicolle, seorang kritikus seni.
Pada tahun 1895, Charles Nicolle menikah dengan Alice Avice. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua anak, Marcelle (lahir 1896) dan Pierre (lahir 1898), yang keduanya kemudian juga berkecimpung di bidang kedokteran. Selama masa ini, Nicolle juga dilaporkan mulai mengalami masalah pendengaran hingga menjadi tuli.
1.2. Pendidikan dan Awal Karier Profesional
Charles Nicolle menempuh pendidikan di Lycée Pierre Corneille di Rouen sebelum melanjutkan studinya di Institut Pasteur Paris. Ia meraih gelar kedokterannya pada tahun 1893. Setelah lulus, Nicolle kembali ke Rouen, tempat asalnya. Ia bergabung dengan Fakultas Kedokteran hingga tahun 1896. Dari tahun 1896 hingga 1902, Nicolle menjabat sebagai Direktur Laboratorium Bakteriologi di Rouen.
1.3. Kepemimpinan di Institut Pasteur Tunis
Pada tahun 1903, Charles Nicolle diangkat sebagai Direktur Institut Pasteur di Tunis, sebuah jabatan yang diembannya hingga akhir hayatnya pada tahun 1936. Selama 33 tahun kepemimpinannya, Institut Pasteur di Tunis berkembang pesat dari sekadar cabang 'saudara' dari Institut Pasteur Paris menjadi pusat penelitian dan produksi vaksin internasional yang independen.
Keberhasilan Nicolle dalam mengembangkan Institut di Tunis sebagian besar karena ia menyimpang dari ideologi Pasteurian tradisional yang mengharuskan bantuan medis dan penelitian dilakukan secara nirlaba. Nicolle secara aktif membangun hubungan dengan pejabat kesehatan lokal Tunisia dan Prancis, serta mengatur Institut sedemikian rupa sehingga fungsi medis lainnya, seperti perawatan pasien, secara finansial mendukung penelitian laboratorium yang sedang berlangsung. Pendekatan ini memberinya otonomi untuk mengelola Institut tanpa bergantung pada dana publik atau pemerintah.
Ketika Institut menjadi lebih stabil secara finansial, Nicolle mulai menangani penyakit dan masalah kesehatan masyarakat yang lazim di wilayah tersebut. Ia juga berbagi temuan penelitian dan sumber daya dengan Institut Paris serta memperluas tulisan ilmiahnya menjadi sebuah jurnal bernama Archives de l'Institut de Tunis. Nicolle juga menjadi titik kontak utama bagi pemerintah Prancis ketika terjadi epidemi baru yang membutuhkan intervensinya, seperti epidemi malaria tahun 1906 dan wabah kolera tahun 1907. Ia membawa serta Hélène Sparrow sebagai kepala laboratorium di Institut tersebut. Selama masa kepemimpinannya ini pula, Nicolle melakukan dua proyek besar yang akan mendefinisikan perannya dalam komunitas ilmiah: penemuan mode penularan tifus (penyakit menular yang umum di Afrika Utara dan Cekungan Mediterania saat itu) dan produksi vaksin.
2. Penelitian dan Penemuan Kunci
Kontribusi ilmiah Charles Nicolle sangat signifikan dalam bidang bakteriologi dan parasitologi, terutama melalui penemuan inovatifnya mengenai penularan tifus dan pengembangan vaksin untuk berbagai penyakit.
2.1. Penemuan Penularan Tifus
Penemuan paling terkenal Nicolle adalah identifikasi cara penularan tifus epidemik. Ia mengamati bahwa pasien tifus dapat menularkan penyakit kepada orang lain di dalam dan di luar rumah sakit, dan bahwa pakaian mereka tampak menyebarkan penyakit tersebut. Namun, ketika pasien telah mandi air panas dan berganti pakaian, mereka tidak lagi menular. Dari pengamatan ini, Nicolle menyimpulkan bahwa kutu kemungkinan besar adalah vektor untuk tifus epidemik.
Penelitian tentang penularan tifus sulit dilakukan karena parasit penyebabnya memerlukan inang manusia untuk bertahan hidup, sehingga studi hanya mungkin dilakukan selama masa epidemi. Namun, Nicolle menemukan bahwa simpanse dapat berfungsi sebagai inang alternatif yang cocok karena kemiripan genetiknya dengan manusia. Pada Juni 1909, Nicolle menguji teorinya dengan menginfeksi seekor simpanse biasa dengan tifus, kemudian mengambil kutu dari simpanse yang sakit tersebut dan menempatkannya pada simpanse sehat. Dalam 10 hari, simpanse kedua juga tertular tifus. Setelah mengulangi eksperimen ini, Nicolle yakin bahwa kutu adalah pembawa penyakit. Seiring berjalannya penelitian, ia kemudian beralih menggunakan marmut sebagai organisme model karena marmut sama rentannya terhadap infeksi, serta lebih kecil dan lebih murah.
Penemuan penting dari penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa metode penularan utama bukanlah gigitan kutu, melainkan kotoran (feses) yang diekskresikan oleh kutu. Kutu yang terinfeksi tifus akan berubah menjadi merah dan mati setelah beberapa minggu. Namun, selama masa tersebut, mereka mengeluarkan sejumlah besar mikroba. Ketika sejumlah kecil feses ini mengenai kulit atau mata, infeksi dapat terjadi.
Pekerjaan Nicolle tidak hanya sangat berpengaruh dalam mengendalikan epidemi tifus yang terjadi di wilayah tersebut, tetapi juga membantu para ilmuwan membedakan demam tifus yang disebabkan oleh kutu dari tifus murin, yang ditularkan oleh kutu (flea).
2.2. Upaya Pengembangan Vaksin
Nicolle berhipotesis bahwa ia dapat membuat vaksin sederhana dengan menghancurkan kutu dan mencampurnya dengan serum darah dari pasien yang telah pulih. Ia pertama kali mencoba vaksin ini pada dirinya sendiri, dan setelah ia tetap sehat, ia mencobanya pada beberapa anak (karena sistem kekebalan tubuh mereka yang lebih baik), yang mengembangkan tifus tetapi kemudian pulih. Meskipun demikian, ia tidak berhasil mengembangkan vaksin tifus yang praktis dan dapat digunakan secara luas. Langkah selanjutnya dalam pengembangan vaksin tifus akan diambil oleh Rudolf Weigl pada tahun 1930, meskipun vaksin Weigl pada awalnya tidak cocok untuk produksi massal dan berisiko, namun kemudian diperbaiki menjadi metode produksi vaksin yang lebih aman dan produktif.
Terlepas dari kegagalannya dalam mengembangkan vaksin tifus, Nicolle membuat beberapa penemuan kunci lainnya di bidang vaksinasi. Ia adalah yang pertama menentukan bahwa natrium fluorida adalah reagen yang baik untuk mensterilkan parasit (sehingga tidak lagi menular) sambil tetap mempertahankan strukturnya (untuk digunakan dalam vaksin). Dengan metode ini, ia mengembangkan vaksin untuk gonore, beberapa infeksi stafilokokus, dan kolera. Vaksin-vaksin ini tidak hanya digunakan di seluruh Prancis tetapi juga dikirim ke seluruh dunia.
2.3. Kontribusi Ilmiah Lainnya
Selain penelitiannya yang revolusioner tentang tifus, Charles Nicolle juga memberikan kontribusi signifikan dalam studi berbagai penyakit menular lainnya dan identifikasi parasit:
- Ia memperkenalkan vaksinasi untuk demam Malta (juga dikenal sebagai demam gastrik Mediterania).
- Ia menemukan metode penularan demam kutu.
- Ia melakukan studi mendalam tentang kanker, demam skarlet, sampar sapi, campak, influenza, tuberkulosis, dan trakoma.
- Ia mengidentifikasi organisme parasit Toxoplasma gondii di dalam jaringan gundi (Ctenodactylus gundi), yang sering ditemukan pada pasien AIDS.
- Ia mempelajari mikroorganisme parasit Leishmania tropica yang menyebabkan koreng oriental (sejenis bisul kulit).
3. Tulisan dan Filosofi
Sepanjang hidupnya, Charles Nicolle adalah seorang penulis yang produktif, menghasilkan banyak karya di bidang bakteriologi, biologi, filosofi, dan bahkan sastra fiksi.
3.1. Karya Ilmiah dan Filosofis
Karya-karya non-fiksi Nicolle mencerminkan pemikirannya yang mendalam tentang penyakit menular, alam, dan peran kedokteran. Beberapa karyanya yang paling terkenal meliputi:
- Le Destin des Maladies infectieuses (1933)
- La Nature, conception et morale biologiques (1934)
- Responsabilités de la Médecine (1935)
- La Destinée humaine (1936)
Karya-karya lain dalam kategori ini termasuk:
- Naissance, vie et mort des maladies infectieuses (1930)
- Biologie de l'invention (1932)
- Introduction à la carrière de la médecine expérimentales (1932)
- L'Expérimentation en médecine (1934)
- Responsabilités de la médecine (1 et 2) (1935 dan 1936)
3.2. Karya Sastra
Selain kontribusi ilmiahnya, Nicolle juga menunjukkan bakatnya dalam bidang sastra fiksi. Beberapa karya sastra yang ia tulis antara lain:
- La chronique de Maitre Guillaume Heurtebise (ditandatangani C.A***) (Rouen, 1903)
- Le Pâtissier de Bellone (Calmann-Lévy, Paris, 1913)
- Les Feuilles de la sagittaire (Calmann-Lévy, Paris, 1920)
- La Narquoise (Calmann-Lévy, Paris, 1922)
- Les Menus Plaisirs de l'ennui (Rieder, Paris, 1924)
- Marmouse et ses hôtes (Rieder, Paris, 1927)
- Les deux Larrons (Calmann-Lévy, 1929)
- Les Contes de Marmouse (1930)
4. Kehidupan Pribadi dan Keyakinan
Charles Nicolle menikah dengan Alice Avice pada tahun 1895 dan memiliki dua anak, Marcelle (lahir 1896) dan Pierre (lahir 1898), yang keduanya kemudian juga berkecimpung di bidang kedokteran.
Meskipun dibaptis sebagai seorang Katolik, Nicolle meninggalkan keyakinannya pada usia dua belas tahun. Namun, mulai tahun 1934, ia merasakan kecemasan spiritual yang mendalam. Setelah berkomunikasi dengan seorang imam Yesuit, ia kembali berdamai dengan Gereja pada Agustus 1935.
5. Kematian
Charles Nicolle meninggal dunia pada 28 Februari 1936 di Tunis, Tunisia, tempat ia menjabat sebagai Direktur Institut Pasteur selama 33 tahun. Ia meninggal dunia saat masih aktif memimpin Institut tersebut.
6. Penghargaan dan Warisan
Charles Nicolle menerima banyak penghargaan dan pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat. Warisannya terus memengaruhi studi epidemiologi dan bakteriologi hingga saat ini.
6.1. Penghargaan dan Pengakuan
Prestasi terbesar Charles Nicolle adalah dianugerahinya Penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1928. Penghargaan ini diberikan atas penemuannya mengenai peran kutu sebagai vektor penularan tifus epidemik. Selain Penghargaan Nobel, ia juga diangkat sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis pada tahun 1929. Pada tahun 1932, ia diangkat sebagai profesor di Collège de France.
6.2. Pengaruh dan Evaluasi Sejarah
Pekerjaan Charles Nicolle memiliki dampak yang sangat besar di bidang bakteriologi, epidemiologi, dan kesehatan masyarakat. Penemuannya mengenai penularan tifus oleh kutu adalah terobosan krusial yang mengubah cara pandang dunia terhadap penyakit menular. Pengetahuan ini terbukti sangat berharga dalam upaya pencegahan tifus selama Perang Dunia I, menyelamatkan jutaan nyawa prajurit dan warga sipil dari wabah mematikan.
Kontribusinya dalam mengembangkan Institut Pasteur di Tunis menjadi pusat penelitian internasional yang mandiri juga menunjukkan visi dan kepemimpinan yang luar biasa. Kemampuannya untuk mendanai penelitian melalui layanan kesehatan pasien adalah model inovatif yang memungkinkan Institut tersebut fokus pada masalah kesehatan regional yang mendesak. Penelitiannya yang luas pada berbagai penyakit lainnya, seperti demam Malta, demam kutu, kanker, dan penyakit-penyakit tropis, semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu ilmuwan paling berpengaruh di zamannya.
6.3. Penghormatan dan Peringatan
Untuk menghormati dan mengenang kehidupan serta karya Charles Nicolle, beberapa buku telah ditulis tentangnya:
- Jacques Debray, Charles Nicolle. Enfant de Rouen. Médecin. Savant. Écrivain (Amis des monuments rouennais, Rouen, 1993)
- Maurice Huet, Le Pommier et l'Olivier. Charles Nicolle. Une biografi. 1866-1936 (Sauramps Médical, Montpellier, 1995)
- Fernand Lot, Charles Nicolle: Un Grand Biologiste (Ed. de la Liberté, Paris, 1946)
- Germaine Lot, Charles Nicolle et la biologie conquérante (Seghers, Paris, 1961)
- Mélanie Mataud dan Pierre-Albert Martin, La Médecine rouennaise à l'époque de Charles Nicolle. De la fin du abad ke-19 hingga tahun 1930-an (Bertout, Luneray, 2003)