1. Overview
Guy Lacombe (lahir 12 Juni 1955) adalah seorang mantan pemain sepak bola profesional dan pelatih asal Prancis. Sepanjang kariernya, ia dikenal sebagai penyerang yang handal dan kemudian sebagai pelatih dengan kemampuan strategis yang beragam. Lacombe menjadi bagian penting dari tim nasional Prancis yang meraih medali emas di Olimpiade Los Angeles 1984, sebuah pencapaian puncak dalam karier bermainnya. Sebagai pelatih, ia menunjukkan kapasitasnya dalam mengembangkan bakat muda dan membawa tim meraih gelar domestik, seperti Coupe de la Ligue bersama Sochaux dan Coupe de France bersama Paris Saint-Germain. Namun, karier kepelatihannya juga diwarnai dengan beberapa kontroversi, termasuk pemecatan pemain dan konflik internal, yang mencerminkan tantangan dalam mengelola tim sepak bola profesional tingkat tinggi.
2. Kehidupan Awal dan Karier Pemain
Guy Lacombe memulai perjalanannya di dunia sepak bola dari klub lokal di kampung halamannya sebelum menjelma menjadi pemain profesional yang disegani, mencapai puncak dengan medali emas Olimpiade.
2.1. Kelahiran dan Masa Muda
Guy Hubert Georges Lacombe lahir pada 12 Juni 1955 di Villefranche-de-Rouergue, Aveyron, Midi-Pyrénées, Prancis. Ia mengawali karier sepak bolanya dengan bermain untuk klub lokal di Villefranche-de-Rouergue hingga usia 20 tahun. Pada tahun 1970 hingga 1975, ia bermain di akademi muda Cannes.
2.2. Karier Klub
Pada tahun 1975, Lacombe bergabung dengan US Albi yang berkompetisi di Divisi Ketiga Prancis. Di sana, ia mencatatkan 29 penampilan dan menyumbangkan 10 gol. Pada tahun 1976, ia pindah ke klub papan atas, FC Nantes, yang bermain di Divisi Pertama Prancis. Bersama Nantes, Lacombe meraih gelar Liga Prancis pada musim 1976-1977. Tim ini juga berhasil finis di posisi kedua dalam dua musim berikutnya dan memenangkan Coupe de France pada musim 1978-1979.

Setelah tiga musim yang sukses bersama Nantes, Lacombe melanjutkan kariernya ke RC Lens dari tahun 1979 hingga 1981, di mana ia bermain sebanyak 86 kali dan mencetak 16 gol. Selanjutnya, ia bermain untuk Tours (1981-1983, 90 penampilan, 10 gol), Toulouse FC (1983-1985, 82 penampilan, 6 gol), Rennes (1985-1986, 53 penampilan, 6 gol), Lille (1986-1987, 23 penampilan, 4 gol), dan mengakhiri karier bermainnya di AS Cannes (1987-1989, 35 penampilan, 4 gol) sebelum pensiun pada tahun 1989. Sepanjang karier bermainnya, Lacombe berposisi sebagai striker dengan tinggi 178 cm dan berat 77 kg.
2.3. Karier Internasional
Guy Lacombe memiliki peran penting di tim nasional. Pada tahun 1984, ia menjadi bagian dari skuad tim nasional Olimpiade Prancis U-23. Dalam kompetisi tersebut, ia tampil sebanyak 9 kali dan mencetak 2 gol. Puncak karier internasionalnya adalah ketika ia berhasil memenangkan medali emas di Olimpiade Musim Panas 1984 yang diadakan di Los Angeles, California.
3. Karier Pelatih
Setelah pensiun sebagai pemain, Guy Lacombe beralih ke dunia kepelatihan, menukangi berbagai klub Prancis dan bahkan berkarier di luar negeri, meraih beberapa trofi namun juga menghadapi tantangan besar dan insiden kontroversial.
3.1. Sochaux
Guy Lacombe memulai karier kepelatihannya di akademi muda AS Cannes dari tahun 1990 hingga 1995, kemudian menjadi pelatih utama klub tersebut dari 1995 hingga 1997. Setelah itu, ia melatih Toulouse FC (1998-1999) dan Guingamp (1999-2002).
Periode kepelatihannya yang paling menonjol dimulai pada tahun 2002 ketika ia mengambil alih Sochaux. Di sana, Lacombe menunjukkan kemampuan luar biasa dalam menemukan dan mengembangkan bakat-bakat muda, termasuk pemain seperti Benoît Pedretti dan Jérémy Ménez. Di bawah kepemimpinannya, Sochaux berhasil lolos kualifikasi Piala UEFA sebanyak dua kali. Pada musim 2002-2003, tim finis di posisi kelima Ligue 1 dan mencapai final Coupe de la Ligue, meski akhirnya menjadi runner-up. Pada musim 2003-2004, Sochaux kembali finis di posisi kelima liga dan berhasil meraih gelar Coupe de la Ligue pertama dalam sejarah klub, mengalahkan FC Nantes di final. Ia meninggalkan Sochaux pada Juli 2005.
3.2. Paris Saint-Germain
Pada 27 Desember 2005, Guy Lacombe ditunjuk sebagai pelatih Paris Saint-Germain (PSG), menggantikan Laurent Fournier yang dipecat saat tim berada di posisi keenam. Pertandingan pertamanya sebagai pelatih PSG adalah kemenangan 3-1 di kandang Parc des Princes melawan mantan klubnya, Sochaux, pada 4 Januari 2006. Meskipun timnya merosot ke posisi kesembilan pada akhir musim Ligue 1, Lacombe berhasil membawa PSG meraih gelar Coupe de France pada tahun 2006. Dalam final tersebut, PSG mengalahkan rival Le Classique mereka, Marseille, dengan skor 2-1, yang sekaligus mengamankan tempat di Piala UEFA.
Namun, musim 2006-2007 diwarnai kontroversi. Lacombe mencoret gelandang internasional Prancis, Vikash Dhorasoo, dari skuad utama. Dhorasoo, yang merupakan salah satu pencetak gol di final piala sebelumnya, secara terbuka mengkritik Lacombe dalam sebuah wawancara dengan harian olahraga L'Équipe. Akibatnya, ketua PSG, Alain Cayzac, memecat Dhorasoo pada Oktober 2006. Insiden ini menjadi kasus pertama seorang pemain Ligue 1 dipecat oleh klubnya. Pada 15 Januari 2007, dengan PSG hanya satu posisi di atas zona degradasi, Lacombe sendiri dipecat dan digantikan oleh Paul Le Guen.
3.3. Stade Rennais
Pada 17 Desember 2007, Lacombe kembali ke Ligue 1 dengan mengambil alih kursi kepelatihan Rennes, menggantikan Pierre Dréossi. Rennes saat itu sedang mengalami penurunan performa drastis, jatuh dari posisi ketiga ke posisi ketiga belas setelah enam kekalahan beruntun. Di bawah asuhan Lacombe, Rennes finis di posisi keenam dan ketujuh secara berurutan dalam dua musim kepemimpinannya. Pada musim 2008-2009, tim mencatat rekor tak terkalahkan dalam 18 pertandingan liga, meskipun pada akhirnya finis di posisi ketujuh. Mereka juga berhasil mencapai final Coupe de France tahun 2009, namun kalah 2-1 dari rival Derby Breton mereka, Guingamp, yang saat itu bermain di Ligue 2. Di tengah rumor adanya ketidaksepahaman dengan manajemen klub, Lacombe memutuskan mundur dari posisinya sebagai pelatih Rennes pada 3 Juni 2009.
3.4. AS Monaco
Pada 2 Juni 2009, Guy Lacombe menandatangani kontrak dua tahun dengan AS Monaco, menggantikan pelatih asal Brasil, Ricardo Gomes. Di musim pertamanya bersama tim dari kerajaan Monako itu, ia berhasil membawa mereka mencapai final Coupe de France tahun 2010. Namun, mereka kalah 1-0 dari mantan timnya, PSG, melalui gol Guillaume Hoarau di perpanjangan waktu.
Setelah finis di papan tengah liga pada musim pertamanya, Monaco mengalami penurunan performa drastis di musim 2010-2011, bahkan mendekati zona degradasi. Puncaknya, pada 10 Januari 2011, Lacombe dipecat setelah timnya tersingkir di babak 64 besar Coupe de France musim itu melalui adu penalti melawan Chambéry SF, sebuah tim dari liga divisi kelima.
3.5. Al Wasl
Pada 7 November 2012, Guy Lacombe untuk pertama kalinya dalam karier sepak bolanya melatih di luar negeri, bergabung dengan klub Al Wasl FC di Uni Emirat Arab. Ia direkomendasikan untuk posisi tersebut oleh pelatih sebelumnya, rekan senegaranya Bruno Metsu, yang harus cuti karena diagnosis kanker lambung.
Namun, masa jabatannya di Al Wasl berlangsung singkat. Pada 18 Februari 2013, ia dipecat setelah kekalahan 4-0 dari Al-Ahli, dengan tim berada di posisi kesembilan liga. Selama sembilan pertandingan kepemimpinannya, ia hanya berhasil memenangkan dua di antaranya.
4. Setelah Pensiun dari Kepelatihan
Setelah mengakhiri karier kepelatihan klubnya, Guy Lacombe masih aktif di dunia sepak bola dalam kapasitas administratif. Pada 1 Oktober 2013, ia bergabung dengan Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) sebagai direktur. Ia memegang posisi ini selama empat tahun sebelum akhirnya secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari semua kegiatan terkait sepak bola pada 3 Oktober 2017.
5. Penghargaan
Guy Lacombe telah meraih sejumlah penghargaan baik sebagai pemain maupun pelatih, menunjukkan dedikasi dan kontribusinya yang signifikan dalam olahraga sepak bola.
5.1. Sebagai Pemain
- FC Nantes
- Ligue 1: 1977
- Coupe de France: 1978-1979
- Prancis (Tim Olimpiade)
- Medali emas Olimpiade: 1984
5.2. Sebagai Pelatih
- AS Cannes (Akademi Muda)
- Coupe Gambardella: 1995
- FC Sochaux-Montbéliard
- Coupe de la Ligue: 2004
- Finalis Coupe de la Ligue: 2003
- Paris Saint-Germain F.C.
- Coupe de France: 2006
- Stade Rennais F.C.
- Finalis Coupe de France: 2009
- AS Monaco FC
- Finalis Coupe de France: 2010
6. Penilaian
Karier Guy Lacombe di dunia sepak bola, baik sebagai pemain maupun pelatih, mencerminkan perpaduan antara kesuksesan signifikan dan tantangan yang tak terhindarkan. Sebagai pemain, ia mencapai puncak dengan meraih medali emas Olimpiade bersama tim Prancis, sebuah pencapaian yang menandai dedikasinya terhadap tim nasional.
Sebagai pelatih, Lacombe dikenal karena kemampuannya dalam mengembangkan bakat-bakat muda, seperti yang terlihat jelas selama masa kepemimpinannya di Sochaux. Ia berhasil membawa Sochaux meraih Coupe de la Ligue pertama mereka, menunjukkan kapasitasnya dalam membangun tim yang kompetitif dengan sumber daya yang mungkin terbatas. Kemenangan Coupe de France bersama Paris Saint-Germain juga menjadi sorotan, terutama mengingat keberhasilan ini dicapai di tengah tekanan besar dari klub sebesar PSG.
Namun, karier kepelatihannya juga diwarnai dengan beberapa insiden kontroversial dan pemecatan yang sering terjadi. Kasus pemecatan Vikash Dhorasoo dari PSG, yang menjadi preseden di Ligue 1, menyoroti dinamika kekuasaan antara pelatih dan pemain, serta bagaimana kritikan publik dapat berdampak pada karier seorang individu. Meskipun keputusan tersebut sah secara klub, kejadian ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan penanganan konflik secara transparan dalam lingkungan tim. Hubungan yang dikabarkan tegang dengan manajemen klub di Rennes dan serangkaian pemecatan dari Monaco dan Al Wasl juga menunjukkan bahwa Lacombe terkadang menghadapi kesulitan dalam menjaga stabilitas jangka panjang.
Secara keseluruhan, Guy Lacombe adalah sosok yang berkontribusi besar pada sepak bola Prancis, baik melalui prestasinya di lapangan maupun kemampuannya dalam membimbing pemain di luar lapangan. Meskipun dihadapkan pada pasang surut, rekam jejaknya dalam memenangkan trofi dan mengembangkan potensi pemain muda tetap menjadi warisan penting yang layak diapresiasi.