1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
Lee Kwang-jae memiliki latar belakang yang kuat dalam aktivisme mahasiswa dan pengalaman sebagai buruh, yang membentuk pandangan politiknya yang progresif.
1.1. Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga
Lee Kwang-jae lahir pada 28 Februari 1965 di Cheonbyeon-ri, Pyeongchang-eup, Pyeongchang, Gangwon, Korea Selatan. Ia adalah anak kedua dari tujuh bersaudara, dan merupakan satu-satunya putra dalam keluarganya. Ayahnya, Lee Kang-won, adalah seorang pegawai negeri sipil, sementara ibunya, Yeon Myung-soon, bekerja sebagai penggiling. Bibinya, Lee Kang-choon, terpisah dari ayahnya selama Perang Korea dan saat ini tinggal di wilayah Pyongyang, Korea Utara.
1.2. Pendidikan dan Aktivisme Mahasiswa
Lee Kwang-jae menempuh pendidikan di dua sekolah dasar, yaitu Sekolah Dasar Pyeongchang dan Sekolah Dasar Yemi, serta tiga sekolah menengah: Sekolah Menengah Hamback, Sekolah Menengah Pyeongchang, dan Sekolah Menengah Wonju. Atas saran ayahnya untuk "pergi ke daerah perkotaan", ia awalnya masuk Sekolah Menengah Hamback, kemudian pindah ke Sekolah Menengah Pyeongchang, dan akhirnya ke Sekolah Menengah Wonju.
Pada tahun 1980, Lee masuk Sekolah Menengah Atas Wonju. Tak lama setelah itu, terjadi Pemberontakan Gwangju menyusul Kudeta Dua Belas Desember oleh Chun Doo-hwan. Meskipun ia ingin pergi ke Gwangju, ia tidak berani melakukannya karena merupakan putra tertua dan satu-satunya dalam keluarganya. Ia kemudian melakukan perjalanan bersama teman-temannya sebelum mendaftar di Universitas Yonsei pada tahun 1983, tempat ia belajar teknik kimia dan memperoleh gelar sarjana hukum. Ia memilih jurusan sains untuk menghindari aktivitas politik, namun pada tahun 1985, ia menjadi editor majalah mahasiswa anti-pemerintah universitas yang berjudul A Million Student. Mengenai masa ini, ia kemudian menggambarkan kemarahannya terhadap petugas polisi berpakaian preman yang bertindak kasar di perpustakaan.
1.3. Aktivitas Buruh Awal
Karena aktivitasnya di majalah tersebut membuatnya menjadi buronan, Lee pindah ke Cheonan dan bekerja sebagai buruh pada tahun 1986. Ia kemudian pergi ke Busan, di mana ia bekerja di sebuah pabrik pengecoran. Pada 18 November 1987, ia ditangkap karena melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional (Korea Selatan). Pada 11 Maret 1988, ia dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan 3 tahun masa percobaan, namun kemudian diampuni pada 21 Desember tahun yang sama.
2. Masuk Politik dan Karier Awal
Perjalanan Lee Kwang-jae ke dunia politik dimulai dengan pertemuan penting yang membentuk arah kariernya, terutama hubungannya dengan mantan Presiden Roh Moo-hyun.
2.1. Hubungan dengan Roh Moo-hyun
Lee Kwang-jae pertama kali bertemu dengan Roh Moo-hyun, yang kemudian terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, di Busan pada tahun 1987. Sejak Roh terpilih menjadi anggota Majelis Nasional pada tahun 1988, Lee menjadi sekretarisnya, menjadikannya sekretaris anggota parlemen termuda pada masa itu. Bersama dengan Ahn Hee-jung, keduanya dikenal sebagai "Kiri HJ & Kanan KJ" (좌희정 우광재), merujuk pada posisi mereka sebagai tangan kanan Roh. Lee Kwang-jae selalu menjadi penasihat kunci yang dimintai saran oleh Roh Moo-hyun setiap kali ia membuat keputusan politik penting. Ia juga terlibat secara mendalam dalam proses seleksi personel untuk Pemerintahan Partisipatif Roh Moo-hyun.
2.2. Peran Politik Awal
Lee Kwang-jae bekerja lebih dekat dengan Cho Soon selama Pemilu lokal Korea Selatan 1995, di mana Cho terpilih sebagai Wali Kota Seoul. Setelah Roh Moo-hyun terpilih sebagai presiden pada Pemilu presiden Korea Selatan 2002, Lee diangkat sebagai Kepala Kantor Urusan Negara di Kantor Kepresidenan. Namun, ia mengundurkan diri setelah delapan bulan menyusul kritik karena dianggap "terlalu berpengaruh".
3. Anggota Majelis Nasional
Lee Kwang-jae memiliki tiga masa jabatan sebagai anggota Majelis Nasional, mewakili berbagai daerah pemilihan dan memainkan peran penting dalam legislasi serta upaya politik nasional.
3.1. Masa Jabatan Pertama (2004-2008)
Pada Pemilu legislatif Korea Selatan 2004, Lee Kwang-jae mencalonkan diri untuk daerah pemilihan Taebaek-Yeongwol-Pyeongchang-Jeongseon dan berhasil terpilih. Ia kemudian diangkat sebagai salah satu wakil pemimpin parlemen Partai Uri. Ia juga mengorganisir Pusat Penelitian Politik Parlemen bersama 11 anggota parlemen lainnya.
Di bawah pemerintahan Roh Moo-hyun, Lee Kwang-jae adalah salah satu tokoh yang berupaya keras untuk menyelenggarakan Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, tempat kelahirannya. Sebagai bagian dari upayanya, Komite Olahraga & Olimpiade Korea (KOC) mengkonfirmasi Pyeongchang sebagai kota kandidat Korea Selatan untuk Olimpiade Musim Dingin 2014. Meskipun kontribusinya besar, Pyeongchang kalah dari Sochi, Rusia, dengan selisih 4 suara. Namun, kota kelahirannya akhirnya berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2018.
3.2. Masa Jabatan Kedua (2008-2010)
Lee Myung-bak, kandidat presiden dari Partai Nasional Raya (GNP), terpilih sebagai presiden baru pada Pemilu presiden Korea Selatan 2007 di tengah rendahnya popularitas pemerintahan Roh Moo-hyun. Meskipun demikian, Lee Kwang-jae berhasil terpilih kembali ke daerah pemilihannya pada Pemilu legislatif Korea Selatan 2008.
Namun, pada 26 Maret 2009, ia ditahan atas tuduhan menerima 160.00 M KRW dari Park Yeon-cha dan Jung Dae-geun. Ia mengumumkan pengunduran dirinya sebagai anggota parlemen, serta pensiun dari dunia politik. Partai Demokrat membujuknya untuk menarik kembali keputusan tersebut.
3.3. Masa Jabatan Ketiga (2020-2022)
Pada 30 Desember 2019, Lee Kwang-jae menerima amnesti khusus dari Presiden Moon Jae-in, bersama dengan Kwak No-hyun dan Han Sang-kyun, yang membuka jalan baginya untuk kembali ke dunia politik. Ia kemudian menjadi salah satu ketua Komite Pemilihan Partai Demokrat menjelang Pemilu legislatif Korea Selatan 2020. Pada 2 Maret 2020, ia mengumumkan akan mencalonkan diri untuk daerah pemilihan Wonju 1. Ia bertarung melawan kandidat Partai Kekuatan Bersatu (UFP) Park Jung-ha, mantan Juru Bicara Kantor Kepresidenan dan mantan Wakil Gubernur Jeju.
Lee berhasil kembali ke parlemen, memenangkan masa jabatan empat tahun di Majelis Nasional. Dengan demikian, ia melakukan kebangkitan politik setelah 9 tahun. Selama masa jabatan ini, ia menjabat sebagai anggota Komite Perencanaan dan Keuangan Majelis Nasional ke-21 dari Juni 2020 hingga Agustus 2021, dan sebagai ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Unifikasi Majelis Nasional ke-21 dari Agustus 2021 hingga April 2022. Ia juga menjadi anggota Komite Khusus Dukungan Pencalonan Pameran Dunia Busan 2030 dari Januari 2022 hingga April 2022.
Pada April 2022, Lee mengajukan pengunduran diri sebagai anggota parlemen untuk mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur Provinsi Gangwon pada Pemilu lokal Korea Selatan 2022. Pengunduran dirinya disetujui oleh Ketua Parlemen Park Byeong-seok.
4. Gubernur Provinsi Gangwon (2010-2011)
Masa jabatan Lee Kwang-jae sebagai Gubernur Provinsi Gangwon ditandai oleh kemenangan bersejarah, namun juga diwarnai oleh tantangan hukum yang akhirnya menyebabkan pemberhentiannya.
4.1. Pemilihan dan Masa Jabatan

Pada 22 April 2010, Lee Kwang-jae mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Gangwon pada Pemilu lokal Korea Selatan 2010. Dua hari kemudian, ia dikonfirmasi sebagai kandidat Partai Demokrat untuk posisi tersebut. Pada 26 Mei, Lee menjadi kandidat persatuan oposisi dari Partai Demokrat dan Partai Buruh Demokrat (DLP) untuk melawan kandidat Partai Nasional Raya (GNP) yang saat itu berkuasa, Yi Kye-jin.
Awalnya, berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa Lee tertinggal jauh dari Yi. Namun, hasil akhir menunjukkan kemenangan mengejutkan, di mana Lee memperoleh 54,36% suara dan mengalahkan Yi. Lee juga menjadi gubernur non-konservatif pertama di provinsi yang merupakan basis konservatif tersebut. Analisis GNP menunjukkan bahwa rasa keterasingan di kalangan masyarakat, kurangnya kandidat "kompeten", dan kepedulian Lee terhadap rakyat memicu hasil yang mengejutkan tersebut.
4.2. Proses Hukum dan Pemberhentian
Saat ia mencalonkan diri dan terpilih dalam pemilihan, kasus korupsinya sedang dalam persidangan, di mana sidang kedua sedang berlangsung. Pada sidang pertama, ia dijatuhi hukuman 8 bulan penjara, 2 tahun masa percobaan, dan denda 148.14 M KRW sebagai kompensasi, yang setara dengan pembatalan pemilihan.
Pada 11 Juni 2010, beberapa minggu sebelum pelantikan, Pengadilan Tinggi Seoul menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara, 1 tahun masa percobaan, dan denda 114.17 M KRW sebagai kompensasi, sehingga ia mengambil sumpah jabatan sambil diskors dari menjalankan tugas. Ia mengajukan banding konstitusional, dan Mahkamah Konstitusi Korea memerintahkannya untuk kembali ke kantor pada 2 September.
Namun, pada 27 Januari 2011, Mahkamah Agung Korea mengkonfirmasi putusan asli dari sidang kedua, dan Lee diberhentikan dari jabatannya. Ia juga dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan apa pun selama 10 tahun. Para kritikus, termasuk Partai Demokrat, berpendapat bahwa ia menjadi korban pemerintahan Lee Myung-bak. Pembatalan pemilihan tersebut memicu Pemilu sela Korea Selatan 2011 pada bulan April, di mana Choi Moon-soon terpilih.
5. Pasca-Jabatan Gubernur dan Kebangkitan Politik
Setelah kehilangan jabatan gubernur, Lee Kwang-jae menjalani periode di luar arena politik langsung sebelum akhirnya kembali dengan amnesti khusus dan menduduki posisi-posisi penting.
5.1. Aktivitas di Luar Negeri dan Kepulangan
Setelah diberhentikan dari jabatannya, Lee Kwang-jae pergi ke Beijing, Tiongkok pada Juli 2011. Ia diangkat sebagai profesor tamu di Sekolah Kebijakan Publik dan Manajemen di Universitas Tsinghua dan menjabat hingga tahun 2013. Selama waktu ini, ia mewawancarai berbagai pejabat pemerintah dan cendekiawan di Tiongkok; ia menulis buku berjudul Asking China: Superpower DNA of the 21st Century pada tahun 2012 berdasarkan pengalamannya tersebut.
Setelah kembali ke Korea Selatan, Lee menjadi asisten direktur Future Consensus Institute pada tahun 2016, dan dipromosikan menjadi direktur pada tahun 2017. Sebelum Hari Gerakan Kemerdekaan 2019, ada upaya untuk mengampuninya, tetapi tidak terjadi karena politikus dikecualikan oleh Kementerian Kehakiman (Korea Selatan).
5.2. Amnesti Khusus dan Pemilihan Kembali
Pada 30 Desember 2019, Lee menerima amnesti khusus dari Presiden Moon Jae-in, bersama dengan Kwak No-hyun dan Han Sang-kyun. Amnesti ini memungkinkannya untuk kembali ke dunia politik. Ia kemudian berhasil dalam Pemilu legislatif Korea Selatan 2020, memenangkan kursi di Majelis Nasional untuk daerah pemilihan Wonju 1, menandai kebangkitan politiknya setelah absen selama 9 tahun.
5.3. Upaya Pencalonan Presiden dan Jabatan Lainnya
Pada 11 Mei 2021, Lee Kwang-jae menyatakan bahwa ia sedang mempersiapkan diri untuk Pemilu presiden Korea Selatan 2022. Ia terinspirasi oleh Sejong yang Agung, yang melakukan jajak pendapat untuk mengumpulkan data dari sekitar 170 ribu orang di wilayah Gyeongsang dan Jeolla untuk secara bertahap memperkenalkan kebijakan pajak. Pencalonannya disambut baik oleh anggota parlemen lain dari Gangwon seperti Woo Sang-ho, Song Ki-hun, dan Heo Young.
Pada 27 Mei, Lee membuat pengumuman resmi untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden di kantor pusat KBIZ-Korea Federation of SMEs di Yeouido. Ia menyatakan bahwa negara membutuhkan revolusi politik dengan perubahan era, generasi, dan "pemain". Slogannya adalah "Republik Korea, negara pertama yang menyongsong masa depan dunia". Namun, pada Juli 2021, ia menarik diri dari pencalonan setelah mencapai kesepakatan untuk bersatu dengan mantan Perdana Menteri Chung Sye-kyun sebagai kandidat tunggal.
Pada April 2022, ia mengumumkan pencalonannya untuk pemilihan Gubernur Provinsi Gangwon dalam Pemilu lokal Korea Selatan 2022, sehingga ia mengundurkan diri dari Majelis Nasional. Meskipun Partai Demokrat cabang Gangwon menyebutnya sebagai "pahlawan utama" dalam pengesahan undang-undang pembentukan Provinsi Otonomi Khusus Gangwon, ia kalah dalam pemilihan gubernur dari kandidat Partai Kekuatan Rakyat, Kim Jin-tae.
Pada Juli 2022, Lee diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Nasional, jabatan setingkat menteri, yang diembannya hingga Desember 2023. Pada Pemilu legislatif Korea Selatan 2024, ia mencalonkan diri untuk daerah pemilihan Seongnam Bundang-gu A di Provinsi Gyeonggi, namun kalah dari Ahn Cheol-soo. Sejak Mei 2024, ia menjabat sebagai ketua Komite Wilayah Seongnam Bundang-gu A di Partai Demokrat Provinsi Gyeonggi, dan juga sebagai profesor tamu di Universitas Myongji.
6. Filosofi dan Ideologi Politik
Filosofi dan ideologi politik Lee Kwang-jae sangat dipengaruhi oleh pengalamannya sebagai aktivis mahasiswa, buruh, dan politikus, dengan penekanan kuat pada nilai-nilai kemajuan sosial dan keadilan.
6.1. Pengaruh dan Keyakinan Inti
Lee Kwang-jae memiliki keyakinan inti yang berakar pada ideologi progresif. Kedekatannya dengan Roh Moo-hyun sejak awal karier politiknya menunjukkan komitmennya terhadap reformasi dan pemerintahan yang partisipatif. Ia percaya pada pentingnya perubahan era, generasi, dan "pemain" dalam politik untuk mencapai kemajuan nasional. Slogannya "Republik Korea, negara pertama yang menyongsong masa depan dunia" mencerminkan visinya untuk Korea Selatan sebagai pemimpin global yang berorientasi masa depan.
6.2. Sikap terhadap Isu Sosial
Sebagai mantan aktivis mahasiswa dan buruh, Lee Kwang-jae menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap isu-isu sosial. Ia secara konsisten menyuarakan pentingnya keadilan sosial, hak asasi manusia, dan hak-hak buruh. Kritikannya terhadap kesenjangan ekonomi dan penekanannya pada pemilu yang memilih pemimpin berdasarkan kompetensi daripada afiliasi partai, seperti yang ia sampaikan terkait ekonomi Daegu, menunjukkan komitmennya terhadap perbaikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Ia percaya bahwa pemimpin harus bekerja untuk mata pencarian rakyat dan bukan hanya untuk menjadi kandidat.
7. Kontroversi dan Masalah Hukum
Sepanjang karier politiknya, Lee Kwang-jae menghadapi berbagai kontroversi dan masalah hukum yang menarik perhatian publik.
7.1. Tuduhan Penghindaran Dinas Militer
Pada tahun 1985, Lee Kwang-jae terdaftar untuk dinas militer, tetapi dibebaskan pada tahun 1986 setelah kehilangan jari telunjuk kanannya. Isu ini menjadi kontroversi karena dugaan kesengajaan untuk menghindari wajib militer.
Pada wawancara dengan The Dong-a Ilbo pada tahun 2003, Lee menjelaskan bahwa jari telunjuknya terpotong saat menggunakan mesin pres di sebuah pabrik di Distrik Bupyeong. Namun, pada akhir tahun yang sama, ia mengatakan di Gedung Sidang Majelis Nasional bahwa insiden itu terjadi selama masa kuliahnya.
Isu ini semakin menjadi kontroversi ketika ia menerbitkan otobiografinya berjudul Dream of a Spring Water sebelum pemilu 2004, di mana ia menggambarkan bahwa ia sengaja memotong jarinya untuk menulis dengan darah di atas Taegukgi setelah melihat bakar diri mahasiswa pada tahun 1986. Oh Seung-jae, Wakil Juru Bicara Partai Nasional Raya (GNP), mengemukakan kemungkinan insiden itu "sengaja untuk menghindari dinas militer", mengutip otobiografi Lee. Karena isu ini menjadi kontroversial, GNP mendesaknya untuk mengatakan yang sebenarnya. Kim Hyong-o, seorang anggota parlemen GNP, membandingkan Lee dengan An Jung-geun, dengan mengatakan, "Tidak ada yang meragukan patriotisme An atas jari pendeknya. Setidaknya ia menyisakan jari untuk menggunakan senjata ketika negara dalam krisis."
Lee menjelaskan, "Tidak ada gunanya membicarakan jari saya tanpa mempertimbangkan tahun 1986, ketika saya bisa disiksa jika saya terdaftar. Jika saya menyebut nama rekan-rekan saya untuk menghindari penyiksaan, mereka akan menjadi korban. Saya bahkan tidak bisa menerimanya." Ia juga mengklarifikasi bahwa kejadian itu "sengaja" untuk menulis dengan darah di atas Taegukgi agar "tidak mengkhianati rekan-rekannya". Istrinya, Lee Jung-sook, mendesak masyarakat untuk berhenti membicarakan masalah tersebut.
7.2. Tuduhan Pendanaan Politik dan Korupsi
Lee Kwang-jae telah menghadapi beberapa tuduhan terkait pendanaan politik ilegal dan korupsi.
7.2.1. Kasus Lobi Park Yeon-cha
Pada 26 Maret 2009, Lee Kwang-jae ditahan atas tuduhan menerima 160.00 M KRW dari Park Yeon-cha dan Jung Dae-geun. Meskipun Park Yeon-cha kemudian meminta maaf dan menyatakan bahwa Lee tidak menerima uang tersebut, Pengadilan Tinggi Seoul pada 11 Juni 2010 tetap menyatakan Lee bersalah, dengan alasan bahwa kesaksian para pemberi uang "konkret dan konsisten". Putusan ini menyebabkan Lee diskors dari jabatannya sebagai Gubernur Gangwon. Pada 27 Januari 2011, Mahkamah Agung Korea mengkonfirmasi putusan ini, yang mengakibatkan Lee kehilangan jabatan gubernurnya dan dilarang berpolitik selama 10 tahun. Partai Demokrat mengkritik putusan ini sebagai "diskriminatif" karena anggota parlemen dari Partai Nasional Raya yang terlibat dalam kasus serupa hanya menerima hukuman ringan.
7.2.2. Pendanaan Politik Samsung
Pada 16 Desember 2005, Kantor Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Grup Samsung telah menyerahkan obligasi senilai 600.00 M KRW kepada Lee Kwang-jae saat ia menjabat sebagai kepala tim perencanaan kampanye calon presiden Roh Moo-hyun pada tahun 2002. Namun, kasus ini tidak dapat dituntut secara pidana karena masa berlaku hukum untuk pelanggaran undang-undang pendanaan politik telah kedaluwarsa.
7.2.3. Pelanggaran Pendanaan Lainnya
Pada 26 Juli 2004, Pengadilan Distrik Pusat Seoul menjatuhkan denda 30.00 M KRW dan perintah penyitaan 5.00 M KRW kepada Lee Kwang-jae atas tuduhan penerimaan dana politik ilegal dari Sun&Moon Group. Ia terbukti menerima 100.00 M KRW dari ketua Sun&Moon, Moon Byung-wook, dan 5.00 M KRW dari wakil ketua Kim Sung-rae.
Pada 23 April 2015, Mahkamah Agung Korea mengkonfirmasi putusan denda 5.00 M KRW dan penyitaan 10.00 M KRW terhadap Lee Kwang-jae atas tuduhan penerimaan 10.00 M KRW dari mantan ketua Jeil Savings Bank, Yoo Dong-cheon, pada Juni 2010. Tuduhan lain terkait penerimaan 10.00 M KRW pada Oktober-November 2009 dan Februari-Maret 2011 tidak dapat dibuktikan karena kesaksian Yoo Dong-cheon dianggap tidak konsisten.
7.3. Kontroversi Pernyataan Regional
Pada 31 Maret 2021, menjelang Pemilu sela Korea Selatan 2021, Lee Kwang-jae memicu kontroversi karena pernyataannya. Ia mengatakan, "Daegu memiliki ekonomi terlemah di Korea meskipun sekitar 40 tahun di bawah Presiden Park Chung Hee, Chun Doo-hwan, Roh Tae-woo, Lee Myung-bak, dan Park Geun-hye. Mengapa? Itu karena mereka selalu memilih berdasarkan partai politik mereka, bukan orang yang sebenarnya." Ia juga menambahkan, "Mereka memilih politikus yang hanya sibuk menjadi kandidat, bukan mereka yang benar-benar bekerja untuk mata pencarian rakyat."
Partai Kekuatan Rakyat (PPP) mengkritiknya karena "menggunakan kartu regional anti-patriotik". Kwon Young-jin, Wali Kota Daegu, mengecam keras pernyataan tersebut, dengan mengatakan, "Jangan pernah berpikir untuk datang ke sini tanpa permintaan maaf yang tulus." Partai Demokrat mengalami kekalahan telak dalam pemilihan sela, di mana mereka kehilangan jabatan Wali Kota Seoul dan Wali Kota Busan dari PPP.
8. Kehidupan Pribadi
Lee Kwang-jae memiliki kehidupan pribadi yang stabil, meskipun terkadang bersinggungan dengan sorotan publik akibat karier politiknya.
8.1. Keluarga dan Pernikahan
Lee Kwang-jae menikah dengan Lee Jung-sook. Mereka memiliki seorang putri dan seorang putra. Ketika Lee Kwang-jae diberhentikan dari jabatan Gubernur Gangwon, spekulasi muncul bahwa Lee Jung-sook mungkin akan mencalonkan diri dalam pemilihan sela, tetapi ia menolak untuk melakukannya.
8.2. Keyakinan Agama
Lee Kwang-jae adalah seorang Buddha.
9. Karya dan Aktivitas
Di luar karier politiknya, Lee Kwang-jae juga dikenal melalui karya-karya tertulis dan partisipasinya dalam produksi film.
9.1. Buku
- Dream of a Spring Water (2004)
- Book Report of Lee Kwang-jae (2008)
- I Can't Dip My Feet Twice in a Same River (2010)
- Asking China: Superpower DNA of the 21st Century (2012)
- Where Should Korea Go To? (2014)
- Roh Moo-hyun Was Correct (2020)
9.2. Penampilan Film
- Our President (2017)
10. Penghargaan dan Pengakuan
Lee Kwang-jae telah menerima penghargaan atas kontribusinya dalam politik dan pemerintahan.
Pada tahun 2010, ia menerima Penghargaan Utama Janji Manifesto (Manifesto Promise Award) untuk kategori rencana kampanye kepala pemerintahan daerah. Penghargaan ini diberikan kepada politikus yang mengajukan janji kampanye terbaik dalam Pemilu lokal Korea Selatan 2010. Lee Kwang-jae mendapatkan nilai tinggi karena janji-janji kampanyenya yang reformis, filosofis, dan jelas dalam mewujudkan demokrasi lokal, serta mudah dipahami oleh warga dan merupakan satu-satunya yang menyajikan total anggaran.
11. Hasil Pemilu
Berikut adalah ringkasan hasil pemilu yang diikuti oleh Lee Kwang-jae sepanjang karier politiknya.
11.1. Pemilu Umum
Tahun | Daerah Pemilihan | Partai Politik | Suara (%) | Keterangan |
---|---|---|---|---|
2004 | Taebaek-Yeongwol-Pyeongchang-Jeongseon | Partai Uri | 39.061 (46,66%) | Menang |
2008 | Taebaek-Yeongwol-Pyeongchang-Jeongseon | Partai Demokrat Terpadu | 42.321 (54,57%) | Menang |
2020 | Wonju 1 | Partai Demokrat | 45.224 (48,56%) | Menang |
2024 | Seongnam Distrik Bundang A | Partai Demokrat | 76.578 (46,72%) | Kalah |
11.2. Pemilu Daerah
11.2.1. Gubernur Provinsi Gangwon
Tahun | Partai Politik | Suara (%) | Keterangan |
---|---|---|---|
2010 | Partai Demokrat | 388.443 (54,36%) | Menang |
2022 | Partai Demokrat | 347.766 (45,92%) | Kalah |
12. Penilaian dan Warisan
Lee Kwang-jae adalah figur politik yang kompleks, dikenal karena perannya dalam gerakan mahasiswa, kedekatannya dengan mantan Presiden Roh Moo-hyun, dan komitmennya terhadap nilai-nilai progresif. Meskipun kariernya diwarnai oleh berbagai kontroversi hukum, terutama terkait pendanaan politik, ia tetap menjadi salah satu tokoh penting dalam politik Korea Selatan yang berjuang untuk kemajuan sosial dan demokrasi.
Sebagai mantan gubernur non-konservatif pertama di Provinsi Gangwon, ia menunjukkan kemampuan untuk memenangkan dukungan di wilayah yang secara tradisional konservatif, mencerminkan daya tarik personal dan kemampuannya untuk berempati dengan rakyat. Upayanya dalam mempromosikan Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang juga menunjukkan visinya untuk pembangunan regional. Meskipun ia menghadapi hambatan dan pemberhentian dari jabatan karena masalah hukum, amnesti khusus dan kembalinya ia ke Majelis Nasional menunjukkan ketahanan politiknya. Kontribusinya terhadap wacana politik dan sosial di Korea Selatan, serta pandangannya yang kritis terhadap isu-isu regional dan ekonomi, menjadikannya tokoh yang terus relevan dalam diskusi mengenai arah masa depan negara.