1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
P. Ramlee lahir pada 22 Maret 1929, bertepatan dengan 1 Syawal 1347, pagi setelah khotbah Hari Raya Aidilfitri selesai di Sungai Pinang, George Town, Pulau Pinang, Negeri-negeri Selat (kini Malaysia).
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Ayahnya bernama Teuku Nyak Puteh bin Teuku Karim (1902-1955) dan ibunya bernama Che Mah binti Hussein (1904-1967). Teuku Nyak Puteh adalah anak tunggal keturunan Aceh yang berasal dari Lhokseumawe, Indonesia. Ia mengembara sebagai pelaut karena merajuk kepada salah seorang anggota keluarganya, hingga akhirnya bertemu dengan ibu P. Ramlee, Che Mah, yang berstatus janda. Che Mah sendiri berasal dari Kampung Kubang Buaya, Butterworth, Pulau Pinang. Perkenalan ini menyebabkan mereka menikah pada tahun 1925.
P. Ramlee memiliki seorang saudara tiri seibu bernama Syeikh Ali dari pernikahan pertama ibunya. Ibunya meninggal karena penyakit kanker gusi saat P. Ramlee dalam perjalanan pulang ke Pulau Pinang. Nama "Ramlee" diberikan oleh neneknya karena kesulitan memanggil nama "Teuku Zakaria". Huruf "P" di depan namanya merupakan singkatan dari "Puteh", nama ayahnya, mengikuti konvensi penamaan patronimik Tamil. Sejak saat itu, nama P. Ramlee terus melekat hingga akhir hayatnya.
1.2. Pendidikan
P. Ramlee menerima pendidikan awal di Sekolah Melayu Kampung Jawa dan kemudian di Francis Light English School (1939-1941). Ia melanjutkan pendidikannya di Penang Free School (1945-1947) hingga pecahnya Perang Dunia II. Selama masa sekolahnya di Penang Free School, ia dikenal sebagai siswa yang rapi dalam tulisan dan memiliki bahasa yang menarik. Pada siang hari, ia belajar pendidikan Islam, dan pada malam hari, ia aktif berolahraga. Gurunya, Encik Hashim, adalah ayah dari Ahmad Daud. Setiap hari, P. Ramlee sering diminta oleh Encik Hashim untuk mengantar buku-buku siswa ke rumahnya dan sering diundang untuk makan di sana.
Selama pendudukan Jepang di Tanah Melayu (1942-1945), ia belajar di Japanese Navy School (Kaigun GakkoSekolah Angkatan Laut JepangBahasa Jepang), di mana ia belajar dasar-dasar musik dan menyanyikan lagu-lagu Jepang. Ia juga terpengaruh oleh sinema Jepang pada periode ini. Setelah perang berakhir, ia kembali ke Penang Free School dan mengambil pelajaran musik yang memungkinkannya membaca notasi musik.
2. Kerjaya
Karier P. Ramlee dalam industri hiburan berlangsung dari akhir tahun 1940-an hingga kematiannya pada tahun 1973. Ia memberikan kontribusi signifikan pada industri film Malaya dan Singapura, membintangi dan menyutradarai banyak film yang kini dianggap sebagai karya klasik.
2.1. Awal Mula dalam Industri Hiburan
Minat P. Ramlee dalam musik dimulai ketika ia melihat teman-temannya bermain musik di kampungnya. Ia mulai mengumpulkan uang dari upah kerja untuk membeli sebuah biola. Selama di Japanese Navy School, ia pernah menjadi pemimpin batalion beranggotakan 150 orang dan sering diundang untuk menyanyi di pertunjukan panggung mingguan. Sistem pendidikan Jepang membantunya menguasai bahasa Jepang dalam waktu singkat, dan ia dikirim ke berbagai tempat untuk mengasah kemampuannya.
Setelah salat malam, ia berlatih musik bersama orkes Sinaran Bintang Sore. Kemudian, ia bergabung dengan Orkes Teruna Sekampung sebagai pemain biola, penyanyi, dan pencipta lagu. Bakatnya disadari oleh Encik Kamaruddin, yang menawarkan kelas piano di rumahnya.
P. Ramlee mulai mencoba peruntungan dengan mengikuti kompetisi menyanyi yang diselenggarakan oleh Radio Malaya bagian utara. Pada tahun 1945, ia meraih juara ketiga, dan pada tahun berikutnya, ia kembali masuk dalam daftar tiga besar. Pada tahun 1947, ia berhasil meraih juara pertama sebagai Bintang Penyanyi Utama Malaya. Sejak saat itu, namanya dan Orkes Teruna Sekampung dikenal luas di wilayah utara.
Pada tahun 1948, B.S. Rajhans, seorang sutradara dari Shaw Brothers, menemukan bakat P. Ramlee saat ia tampil dalam pertunjukan keroncong di Pulau Pinang. Setahun kemudian, pada tahun 1949, Rajhans mengundang P. Ramlee untuk bergabung dengan Malay Film Productions (MFP) sebagai penyanyi latar. P. Ramlee berangkat ke Singapura dengan membawa biolanya dan mengikuti audisi di studio Jalan Ampas, menyanyikan lagu ciptaannya yang pertama, "Azizah". Lagu ini kemudian menjadi karya khasnya dan digunakan sebagai lagu latar dalam film debutnya sebagai sutradara, Penarek Becha (1955).
Film pertama yang dibintangi P. Ramlee adalah Chinta (1948), di mana ia berperan sebagai penjahat dan menyumbangkan vokal latar. Kesuksesannya terus berlanjut, dan ia berhasil berakting serta menyumbangkan suaranya dalam film-film seperti Nasib (1949) dan Nilam (1949), sebelum mendapatkan peran utama dalam Bakti (1950) dan Takdir Ilahi (1950). Dalam film Bakti, ia menjadi aktor pertama yang bernyanyi dengan suaranya sendiri, tidak lagi mengandalkan penyanyi latar. Popularitas P. Ramlee sebagai aktor terus meningkat, dan karier musiknya juga dimulai. Suaranya yang merdu membuatnya mendapatkan kontrak rekaman dengan Hemsley & Co. Lagu "Azizah" menghasilkan keuntungan besar bagi Hemsley, yang memberikan P. Ramlee 3.00 K USD untuk lagu-lagunya. Ia juga bernyanyi bersama Orkestra HMV (His Master's Voice) di bawah bimbingan direktur musik Yusoff B., yang tampil untuk Radio Malaya.
2.2. Era Malay Film Productions (MFP) dan Zaman Keemasan
Karier P. Ramlee di MFP melonjak setelah film Takdir Ilahi dirilis. Meskipun sempat meninggalkan MFP karena permintaan kenaikan gaji yang tidak dipenuhi dan rencana bergabung dengan Nusantara Productions yang gagal, ia kembali bergabung dengan MFP melalui rekannya, A. Mahadi, untuk membintangi film Penghidupan yang dirilis pada akhir Mei 1951.
Setelah kembali ke MFP, P. Ramlee membintangi serangkaian film produksi studio tersebut, seperti Sejoli (1951), Juwita (1951), Antara Senyum dan Tangis (1952), Hujan Panas (1953), dan Panggilan Pulau (1954), hingga ia meraih kesuksesan besar pertamanya sebagai sutradara. Pada tahun 1955, P. Ramlee menyutradarai film pertamanya, Penarek Becha, di mana ia juga berakting bersama Saadiah. Film ini sukses secara komersial dan mendapatkan pujian kritis. Pada tahun 1956, film ini meraih penghargaan sebagai Film Melayu Terbaik, Sutradara Terbaik, Lagu Terbaik (untuk "Inang Baru"), dan Aktor Terbaik. Karya-karya arahannya selanjutnya memenangkan banyak penghargaan di Festival Film Asia Pasifik.
P. Ramlee juga berakting di bawah arahan sutradara film India, Phani Majmudar, membintangi film Hang Tuah (1956) bersama Saadiah dan Ahmad Mahmud. Film ini didasarkan pada kisah legenda Hang Tuah dan ditayangkan pada 28 Januari 1956, menjadikannya film Melayu pertama yang difilmkan dalam format warna Eastmancolour. Untuk film ini, P. Ramlee memenangkan penghargaan Musik Terbaik di Festival Film Asia Pasifik. Ia kemudian kembali bekerja dengan Majmudar dalam film Anak-ku Sazali, di mana P. Ramlee memerankan dua karakter: Hassan, seorang ayah penyayang, dan Sazali, seorang anak pemberontak. Melalui film ini, ia memenangkan penghargaan Aktor Terbaik di Festival Film Asia keempat di Tokyo, Jepang.
Antara tahun 1955 dan 1964, karier P. Ramlee di Malay Film Productions di Singapura dianggap sebagai "zaman keemasan" baginya. Pada periode ini, ia membuat film-film yang paling diakui secara kritis dan menulis lagu-lagu yang paling dikenang. Komposisi musiknya mencerminkan lanskap musik yang sangat kosmopolit yang lazim di Federasi Malaya dan Singapura pada awal abad ke-20, termasuk musik pengiring bangsawan dan ronggeng serta genre keroncong.
Pada tahun 1958, ia muncul dengan film militer Sarjan Hassan, di mana P. Ramlee memerankan karakter senama. Film ini awalnya disutradarai oleh sutradara film Filipina, Lamberto Avellana, tetapi setelah Avellana mengundurkan diri, P. Ramlee mengambil alih tugas penyutradaraan. Dua tahun kemudian, ia menulis, menyutradarai, dan membintangi film Antara Dua Darjat (1960), yang mengisahkan hubungan cinta antara Ghazali (diperankan oleh P. Ramlee) dan Tengku Zaleha (Saadiah) yang ditentang oleh keluarga Tengku Zaleha yang mementingkan status sosial. Selain film, P. Ramlee juga menyutradarai produksi teater seperti Sultan Mahmood Mangkat Di Julang (1959), Kachip Mas (1961), dan Damaq (1952), yang dipentaskan di Happy World, New World, dan Teater Victoria.
P. Ramlee juga sangat menonjol dalam komedi, terbukti dari penyutradaraannya pada seri film Bujang Lapok, yang dibintangi oleh dirinya sendiri bersama S. Shamsuddin dan Aziz Sattar. Seri ini menjadi film komedi yang paling disukai karena tema kesadaran sosialnya. Kesuksesan Bujang Lapok juga menghasilkan tiga film sekuel, yaitu Ali Baba Bujang Lapok, Pendekar Bujang Lapok, dan Seniman Bujang Lapok. Salah satu filmnya, Pendekar Bujang Lapok (1959), memenangkan penghargaan Komedi Terbaik di Festival Film Asia Pasifik.
Pada tahun 1962, ia mendapatkan inspirasi dari kebahagiaannya bersama istrinya, Saloma, dengan menyutradarai film Ibu Mertua-ku. Dalam film ini, P. Ramlee juga menulis skrip dan berakting sebagai Kassim Slamat. Film ini tidak hanya sukses secara komersial, tetapi lagu temanya, "Di Mana Kan Ku Cari Ganti", melampaui popularitas film itu sendiri. Dalam film ini pula, P. Ramlee menunjukkan kemahirannya meniup saksofon. Ibu Mertua-ku memenangkan penghargaan untuk Aktor Paling Serba Bisa, sebuah kategori yang diperkenalkan khusus di Festival Film Asia ke-10 yang berlangsung di Tokyo, Jepang. Setahun kemudian, ia dan istrinya tampil sebagai kameo dalam film Hong Kong, Love Parade, yang dibintangi oleh Lin Dai dan Peter Chen Ho.
2.3. Kerjaya Muzik
P. Ramlee adalah seorang musisi yang sangat produktif. Ia telah mengarang lebih dari 350 lagu, dengan sekitar 500 lagunya telah direkam, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh artis lain. Sebanyak 359 lagu di antaranya direkam untuk film dan albumnya. Lagu-lagu yang ia tulis seringkali ditampilkan dalam film-filmnya, dibawakan oleh dirinya sendiri atau oleh artis lain.
Dikenal dengan gaya musik yang serba bisa, ia membawakan berbagai genre termasuk jazz dan joget. Komposisinya mencerminkan lanskap musik yang sangat kosmopolit yang lazim di Malaya dan Singapura pada awal abad ke-20, yang mencakup musik pengiring bangsawan dan ronggeng serta genre keroncong. P. Ramlee juga mampu memainkan berbagai instrumen seperti piano, biola, terompet, dan saksofon. Ia menggabungkan gaya musik lokal Malaysia dan Indonesia seperti joget, keroncong, dan dondang sayang dengan ritme dan melodi dari musik Latin, jazz, musik Arab, dan musik India. Pada tahun 1960-an, ia bahkan memasukkan elemen Twist yang populer di luar negeri ke dalam lagunya "Bunyi Gitar".
Di antara lagu-lagunya yang paling terkenal adalah "Getaran Jiwa", "Dendang Perantau", "Engkau Laksana Bulan", "Joget Pahang", "Tudung Periok", "Di Mana Kan Ku Cari Ganti", "Azizah", "Aci Aci Buka Pintu", "Jeritan Batinku", dan "Air Mata di Kuala Lumpur", yang merupakan lagu terakhir yang direkamnya sebelum kematiannya.
2.4. Merdeka Film Productions dan Kerjaya Akhir
Setelah meninggalkan Shaw Brothers, P. Ramlee pindah ke Studio Merdeka (dimiliki oleh Ho Ah Loke dan H.M. Shah) di Kuala Lumpur pada April 1964. Keluarga Shaw tetap mempertahankan hubungan dengan P. Ramlee dengan membeli saham besar di Studio Merdeka. Pada November 1964, P. Ramlee dan istrinya, Saloma, diundang untuk tampil dalam pertunjukan anekawara di Persatuan Kwong Tong untuk penggalangan dana Kaum Ibu dan Muslim UMNO.
Film pertamanya bersama Studio Merdeka adalah Sitora Harimau Jadian, di mana ia juga menulis skrip dan berakting. Untuk film ini, P. Ramlee mencoba menggunakan efek khusus, tetapi dengan anggaran kecil dan dukungan yang lemah, ia melakukan berbagai tugas termasuk penyuntingan. Film ini menjadi satu-satunya film Melayu yang hilang dari peredarannya.
P. Ramlee kemudian menyutradarai 18 film lagi bersama Studio Merdeka, seperti Masam-Masam Manis dan seri film Do Re Mi, hingga tahun 1972. Pada tahun 1967, setelah kegagalan tiga film terakhir pasca kepergian P. Ramlee, Malay Film Productions menghentikan operasinya. Setahun kemudian, perusahaan rekaman yang menaungi P. Ramlee, EMI, memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya. Ini mengejutkan P. Ramlee, tetapi ia memutuskan untuk tidak lagi bekerja dengan EMI dalam kondisi apa pun.
Pada 21 Juni 1969, P. Ramlee dan istrinya, Saloma, berangkat ke Medan, Indonesia, untuk bergabung dengan rombongan kebudayaan Malaysia. Turut serta adalah Sharifah Rodziah Syed Alwi Barakbah, istri Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj, yang diundang khusus oleh pemerintah Indonesia.
Film terakhirnya adalah Laxmana Do Re Mi (1972), yang juga merupakan film terakhirnya bersama Studio Merdeka. Lagu dan lirik terakhirnya adalah "Air Mata di Kuala Lumpur", yang dinyanyikan oleh istrinya, Puan Sri Saloma, setelah kematiannya. Menjelang akhir kariernya, P. Ramlee berakting dalam dua seri drama televisi, yaitu Intan (1970) dan Rantau Selamat (1972), yang ditulis oleh Abdullah Hussain.
P. Ramlee bersama H. M. Shah dan tiga orang lainnya mendirikan Perusahaan Film Malaysia atau PERFIMA, sebuah organisasi film yang bertujuan untuk memajukan industri perfilman Malaysia. Namun, pada akhir Februari 1973, P. Ramlee dan H. M. Shah dipecat dari PERFIMA karena perbedaan pandangan dengan pimpinan. Sebelum kematiannya, P. Ramlee berkeinginan untuk mendirikan perusahaan filmnya sendiri untuk bersaing dengan Shaw Brothers suatu hari nanti.
Menjelang akhir hayatnya, P. Ramlee memimpin rombongan artis Malaysia ke Pesta Film Asia yang berlangsung dari 14 hingga 18 Mei 1973 di Singapura. Namun, ia merasa diabaikan oleh artis-artis Malaysia lain yang hadir dan kemudian memilih untuk duduk bersama artis-artis Singapura, serta mendapatkan lebih banyak pengakuan dari artis asing dari Hong Kong dan Jepang.
3. Filmografi dan Karya Muzik
P. Ramlee terlibat dalam banyak aspek film-filmnya: sebagai penulis skenario, sutradara, aktor, serta komposer musik dan penyanyi. Ia terlibat dalam 62 film sepanjang kariernya sebagai aktor, dan menyutradarai 35 film.
3.1. Filem-filem Utama
- Chinta (1948)
- Nasib (1949)
- Nilam (1949)
- Noor Asmara (1949)
- Bakti (1950)
- Aloha (1950)
- Rachun Dunia (1950)
- Takdir Illahi (1950)
- Penghidupan (1951)
- Sejoli (1951)
- Juwita (1951)
- Antara Senyum Dan Tangis (1952)
- Miskin (1952)
- Patah Hati (1952)
- Sedarah (1952)
- Ibu (1953)
- Hujan Panas (1953)
- Putus Harapan (1953)
- Siapa Salah (1953)
- Merana (1954)
- Panggilan Pulau (1954)
- Perjodohan (1954)
- Abu Hassan Penchuri (1955)
- Penarek Becha (1955)
- Anak-ku Sazali (1956)
- Hang Tuah (1956)
- Se Merah Padi (1956)
- Bujang Lapok (1957)
- Pancha Delima (1957)
- Sarjan Hassan (1958)
- Sumpah Orang Minyak (1958)
- Musang Berjanggut (1959)
- Nujum Pak Belalang (1959)
- Pendekar Bujang Lapok (1959)
- Antara Dua Darjat (1960)
- Ali Baba Bujang Lapok (1961)
- Seniman Bujang Lapok (1961)
- Ibu Mertua-ku (1962)
- Labu dan Labi (1962)
- Love Parade (1963)
- Nasib Si Labu Labi (1963)
- Madu Tiga (1964)
- Melanchong Ke Tokyo (1964)
- Ragam P Ramlee & Damaq (1964)
- Sitora Harimau Jadian (1964)
- Tiga Abdul (1964)
- Dajal Suchi (1965)
- Masam Masam Manis (1965)
- Do Re Mi (1966)
- Nasib Do Re Mi (1966)
- Sabarudin Tukang Kasut (1966)
- Keluarga 69 (1967)
- Sesudah Suboh (1967)
- Ahmad Albab (1968)
- Anak Bapak (1968)
- Gerimis (1968)
- Bukan Salah Ibu Mengandung (1969)
- Di Belakang Tabir (1969)
- Enam Jahanam (1969)
- Kanchan Tirana (1969)
- Gelora (1970)
- Doktor Rushdi (1970)
- Jangan Tinggal Daku (1971)
- Putus Sudah Kaseh Sayang (1971)
- Laksamana Do Re Mi (1972)
3.2. Lagu-lagu Terkenal
- "Aci Aci Buka Pintu"
- "Aduh Sayang"
- "Aduhai Sayang"
- "Ahmad Albab"
- "Ai Ai Twist"
- "Aku Bermimpi"
- "Aku Debuk"
- "Aku Menangis"
- "Aku Tak Berdaya"
- "Aku Terpesona"
- "Ala Payong"
- "Alam"
- "Alam Di Tiup Bayu"
- "Alam Maya"
- "Alangkah Indah Di Waktu Pagi"
- "Alhamdulillah"
- "Ali Baba Rock"
- "Alunan Biola"
- "Anak-ku Sazali"
- "Aneka Ragam"
- "Angin Malam"
- "Apa Guna Berjanji"
- "Apabila Kau Tersenyum"
- "Apek Dan Marjina"
- "Asmara Bergelora"
- "Asmara Datang Bersama Sang Bulan"
- "Asmara Murni"
- "Assalamualaikum"
- "Awan Mendung Telah Tiba"
- "Awas-awas Jangan Tertawan"
- "Ayam Ayam"
- "Ayer Mata"
- "Ayer Mata Di Kuala Lumpur"
- "Azizah"
- "Bahagia"
- "Bahtera Karam"
- "Baidah"
- "Barang Yang Lepas Jangan Di Kenang"
- "Bawah Rumpunan Bambu"
- "Bayangan Wajahmu"
- "Beginilah Nasib"
- "Belantara"
- "Berdendang Ria"
- "Berhati Lara"
- "Berkorban Apa Saja"
- "Bermandi-manda"
- "Berpedati"
- "Bersama"
- "Bertamasha"
- "Betapa Riangnya"
- "Biarlah Aku Pergi"
- "Bila"
- "Bila Mama Pakai Chelana"
- "Bila Tiba Masa"
- "Bintang Hati"
- "Bintang Sore"
- "Bubor Sagu"
- "Budi Dibawa Mati"
- "Bujang Merempat"
- "Bulan Dan Juga Angin"
- "Bulan Jatuh Ke Riba"
- "Bulan Mengambang"
- "Bumiku Ini"
- "Bunga Mekar"
- "Bunga Melor"
- "Bunyi Gitar"
- "Burung Pungok"
- "Chemara Jingga"
- "Chemburu"
- "Chinta"
- "Chinta Abadi"
- "Choraknya Dunia"
- "Cik Cik Keboom"
- "Dalam Air Terbayang Wajah"
- "Dari Hati Ke Hati"
- "Dari Masa Hingga Masa"
- "Debaran Jiwa"
- "Dendang Perantau"
- "Dengar Ini Cherita"
- "Dengarlah Kemala Hati"
- "Dengarlah Rayuanku"
- "Dengarlah Sang Ombak Berdesir"
- "Derita"
- "Dewi Ilhamku"
- "Dewi Puspitaku"
- "Di Bibir Mu Terlukis Kata"
- "Di Mana Kan Ku Chari Ganti"
- "Di Mana Suara Burong Kenari"
- "Di Pinggiran"
- "Di Pulau"
- "Dia Dan Aku"
- "Di Renjis-renjis Di Pilis"
- "Di Telan Pahit Di Buang Sayang"
- "Do Re Mi"
- "Duka Berganti Suka"
- "Dunia Hanya Pinjaman"
- "Dunia Ini Hanya Palsu"
- "Embun Menitik"
- "Engkau Laksana Bulan"
- "Enjit Enjit Semut"
- "Entah Di Mana"
- "Gadis Dan Terona"
- "Gambus Jodoh"
- "Gara Asmara"
- "Gelang Suasa"
- "Gelora"
- "Gelora Asmara"
- "Gelora Jiwa"
- "Gerimis"
- "Getaran Jiwa"
- "Gitar Berbunyi"
- "Gunung Payong"
- "Hamidah"
- "Hancur Badan Kandung Tanah"
- "Hanya Angan Angan"
- "Hanya Dikau"
- "Harapan Bonda"
- "Harapan Jiwa"
- "Hari Feista"
- "Hati Gelisah"
- "Hati Muda"
- "Hidup Berdua"
- "Hidup Melarat"
- "Hilang Terang Timbul Gelap"
- "Hoi Hoi Yahoi"
- "Hore-hore"
- "Hujan Di Tengah Hari"
- "Ibu"
- "Ilham Tiba"
- "Impian Kalbu"
- "Inang Baru"
- "Indahnya Sang Suria"
- "Ingin Tahu"
- "Inikah Suratan Hidup"
- "Intan Menjadi Kacha"
- "Irama Lagu"
- "Istana Chinta"
- "Isteri Yang Di Rindu"
- "Itulah Sayang"
- "Jangan Adek Angan Angan"
- "Jangan Chemburu"
- "Jangan Masam Muka"
- "Jangan Tinggal Daku"
- "Jari-jariku Sakit Semua"
- "Jasa Perwira"
- "Jeritan Batinku"
- "Jikalau Abang Merindu"
- "Jikalau Ku Tahu"
- "Jodoh Ta' Ke Mana"
- "Joget Istana"
- "Joget Malaysia"
- "Joget Pong Ketipang Pong"
- "Joget Pura Chendana"
- "Joget Si Pinang Muda"
- "Joget Tari Lenggang"
- "Juwita"
- "Juwitaku Sayang"
- "Kachang Goreng"
- "Kalau Kacha Menjadi Intan"
- "Kampung Nelayan"
- "Kasihnya Ibu"
- "Kata Dari Kalbu"
- "Kau Turun Dari Kayangan"
- "Kejamnya Manusia"
- "Kelasi"
- "Kelohanku"
- "Kelohan Saloma"
- "Keluarga 69"
- "Kembara"
- "Kenangan Abadi"
- "Kenek Kenek Udang"
- "Kerana Budi"
- "Keronchong Kuala Lumpur"
- "Ketipang Payong"
- "Kesah Rumah Tangga"
- "Kesah Mahjong"
- "Kita Berdayung"
- "Kolam Mandi"
- "Ku Jejak Bekas Kakimu"
- "Ku Kehilangan Kanda"
- "Ku Kejar Bayangan"
- "Ku Rela Ampun"
- "Ku Rindu Padamu"
- "Kumbang Dan Rama-rama"
- "Kumbang Dengan Bunga"
- "Kwek Mambo"
- "Lagu Anak Rantau"
- "Lama Aku Merana"
- "Lanang Tunang Tak Jadi"
- "Larut Malam"
- "Lenggang Kangkong Baru"
- "Maafkan Kami"
- "Mabok Kepayang"
- "Madahku"
- "Madu Tiga"
- "Makan Sireh Di Semerah Padi"
- "Malam Bulan Di Pagar Bintang"
- "Malam Ini Kita Berpisah"
- "Malam Ku Bermimpi"
- "Malam Minggu"
- "Malam Tak Bergema"
- "Malam Tak Berguna"
- "Manusia"
- "Manusia Miskin Kaya"
- "Mari Menari"
- "Mari Panching Ikan"
- "Masa Yang Bahagia"
- "Mastura"
- "Melodi Asmara"
- "Melaka"
- "Memikat Hati"
- "Menceceh Bujang Lapok"
- "Mengapa"
- "Mengapa Abang Merajok"
- "Mengapa Bintang Sembunyi"
- "Mengapa Derita"
- "Mengapa Membisu"
- "Mengapa Pilu Saja"
- "Mengapa Riang Ria"
- "Mengapa Tak Berkawan"
- "Mengapakah Laguku"
- "Merak Kayangan"
- "Merana"
- "Merayu Asmara"
- "Merayu Hati"
- "Merpati Dua Sejoli"
- "Mesra Ibu"
- "Mutiara Permai"
- "Nak Dara Rindu"
- "Nasi Goreng"
- "Nasib"
- "Nasib Diriku"
- "Nasib Malang"
- "Nasib Si Miskin"
- "Nasibnya Manusia"
- "Nenek Nenek"
- "Nilai Bangsa"
- "Nujum Pa' Belalang"
- "Nyanyian Asmara"
- "Obat"
- "Oh Bulan"
- "Oh Manisku"
- "Pabila Malam Tiba"
- "Padang Kota"
- "Panah Asmara"
- "Panca Delima Hilang"
- "Pantai Gurauan"
- "Patah Tumbuh Hilang Berganti"
- "Pelangi Hati"
- "Penawar Hati"
- "Penghidupan Baru"
- "Permata Bonda"
- "Perwira"
- "Pesta Muda Mudi"
- "Pok Pok Bujang Lapok"
- "Pujaanku, Pujaanmu"
- "Pukul Tiga Pagi"
- "Puteri Bersiram"
- "Putus Harapan"
- "Putus Kaseh Di Semerah Padi"
- "Putus Sudah Kaseh Sayang"
- "Qadzaan Tuhan"
- "Raga Musnah"
- "Rambang Petang"
- "Rantai Terlepas"
- "Rantau Selamat"
- "Rasam Dunia (Resam Rindu)"
- "Rela Hamba Rela"
- "Rindu Asmara"
- "Rindu Hatiku Rindu"
- "Rindu Hatiku Tidak Terkira"
- "Rintihan Di Jiwaku"
- "Rukun Islam"
- "Saat Yang Bahagia"
- "Sabar"
- "Sabaruddin Tukang Kasut"
- "Saling Kaseh"
- "Sam Pek Eng Tai"
- "Sampah Hanyut Terapong"
- "Sang Rang Bulan"
- "Sapu Tangan Tanda Kaseh"
- "Satay"
- "Saya Suka Berkawan (Gelora Chinta)"
- "Sayu Pilu Kalbu Merana"
- "Sejoli"
- "Sedangkan Lidah Lagi Tergigit"
- "Sejak Ku Bertemu Pada Mu"
- "Sekapur Sireh Seulas Pinang"
- "Seksa"
- "Sekuntum Mawar"
- "Selamat Berbahagia Wahai Kekaseh"
- "Selamat Berjumpa Lagi"
- "Selamat Hari Raya"
- "Selamat Panjang Umur"
- "Selamat Pengantin Baru"
- "Semarak Hati"
- "Semenjak Mata Bertentang"
- "Semerah Padi"
- "Senandung Kaseh"
- "Senandung Malam"
- "Senjakala"
- "Senyap Dan Sunyi"
- "Sepanjang Riwayatku"
- "Seri Bulan"
- "Seri Bunian"
- "Seribu Satu Malam"
- "Sesudah Suboh"
- "Si Burung Pungok"
- "Siapa Kanda"
- "Sikit Kasi Banyak Minta"
- "Simpulan Kaseh"
- "Sindir Oh Sindir"
- "Sua Sue Kemuning"
- "Suara Takbir"
- "Sukma Rindu"
- "Sungguh Malangnya Nasibku"
- "Sunyi Dan Senyap"
- "Surat Chinta"
- "Suria"
- "Tak Guna"
- "Tak Puas Mata Memandang"
- "Tak Sabar Menanti"
- "Tak Seindah Bunga"
- "Taman Asmara"
- "Taman Firdausi"
- "Taman Puspawarna"
- "Tangkap Ikan"
- "Tari Panglima"
- "Tari Silat Melayu"
- "Tari Tualang Tiga"
- "Tasek Madu"
- "Telaga Hati"
- "Temukanlah"
- "Terbang Burung Terbang"
- "Terbuku Di Kalbu"
- "Terima Kaseh Banyak-banyak"
- "Teruskan Lah"
- "Tiada Kata Sechantek Bahasa"
- "Tidurku Di Rumput Yang Basah"
- "Tidurlah Pemaisuri"
- "Tidurlah Wahai Sayang"
- "Tiga Abdul"
- "Tiga Sahabat"
- "Timang Timang Anak"
- "Ting Tara Tilala"
- "Tinggal Impian"
- "Tiru Macham Saya"
- "Tolong Kami"
- "Tudung Periuk"
- "Tunggu Sekejap"
- "Twist Malaysia"
- "Ubat"
- "Uda Dan Dara"
- "Udara Nyaman"
- "Ya Habibi Ali Baba"
- "Yang Mana Satu Idaman Kalbu"
- "Zapin Budaya"
- "Zapin Malaysia"
- "Zuraidah"
4. Kehidupan Peribadi
P. Ramlee memiliki kehidupan pribadi yang cukup kompleks, terutama terkait dengan pernikahannya.
4.1. Perkahwinan dan Anak-anak
P. Ramlee menikah sebanyak tiga kali.
- Pernikahan pertamanya adalah dengan Junaidah Haris pada 17 September 1947. Namun, pernikahan ini berakhir pada 17 Oktober 1953.
- Pernikahan keduanya adalah dengan Noorizan pada 6 Februari 1955. Noorizan adalah seorang kerabat kerajaan Negeri Perak yang rela meninggalkan kehidupan istana demi cintanya kepada P. Ramlee. Namun, Noorizan mengharapkan sesuatu yang lebih dari pernikahan mereka, sementara P. Ramlee lebih memfokuskan hidupnya pada karier seni. Hal ini menyebabkan pernikahan mereka berakhir pada 16 Oktober 1961, di tengah kecurigaan P. Ramlee bahwa Noorizan menjalin hubungan terlarang dengan aktor lain. Noorizan kemudian menikah sebentar dengan Abdullah Chik, meskipun tetap menjaga hubungan baik dengan P. Ramlee.
- Pernikahan terakhirnya adalah dengan Saloma pada 21 November 1961 dalam sebuah upacara yang sangat sederhana bersama teman-teman terdekatnya. Kisah cinta P. Ramlee dan Saloma cukup unik, karena awalnya P. Ramlee memiliki ketertarikan pada kakak Saloma, yaitu Mariani Ismail, yang juga mantan Puteri Kecantikan Singapura. Pernikahan dengan Saloma menjadi masa yang paling produktif bagi karier bermusik P. Ramlee. Pada periode ini, ia menciptakan ratusan lagu dan menyanyikannya baik secara solo maupun duet dengan Saloma. Saloma sendiri adalah seorang aktris dan penyanyi yang sangat populer di Malaysia dan Singapura, yang juga tampil dalam film-film P. Ramlee.
Wanita-wanita yang mencintai P. Ramlee memiliki alasan yang berbeda. Junaidah mencintainya saat ia belum terkenal. Noorizan mencintainya sebagai seniman dan pembuat film terkenal. Sementara itu, Saloma mencintainya apa adanya, baik sebagai seniman maupun sebagai individu biasa. Hal inilah yang membuat Saloma menjadi teman hidup sehati sejiwa P. Ramlee hingga akhir hayatnya.
P. Ramlee memiliki banyak anak yang ia asuh, tetapi hanya dua di antaranya yang merupakan anak kandungnya dari pernikahannya dengan Junaidah. Anak-anaknya banyak membantunya dalam pekerjaan, seperti menjadi penyanyi latar anak-anak (contohnya lagu "Tolong Kami Bantu Kami" dari film Tiga Abdul) dan aktor cilik tambahan (contohnya Sazali yang berakting sebagai anak pekerja ladang dalam film Anak Bapak). Berikut adalah anak-anak yang pernah diasuhnya:
- Mohamad Nasir: Anak kandung bersama Junaidah (1953-2008).
- Arfan: Anak kandung bersama Junaidah (1955-1998).
- Sazali P. Ramlee: Anak angkat (lahir 1958).
- Abdul Rahman: Anak tiri (anak Junaidah).
- Norma: Anak tiri (anak Noorizan).
- Armali: Anak tiri (anak Saloma dan A.R. Tompel).
- Betty: Anak angkat.
- Zakiah @ Zazaloma: Anak angkat (lahir 1963).
- Sabaruddin @ Badin: Anak angkat (1965-2007).
- Salfarina @ Dian P. Ramlee: Anak angkat keturunan Tionghoa, yang juga merupakan seorang aktris terkenal Malaysia.
5. Kematian

P. Ramlee meninggal dunia pada pagi Selasa, 29 Mei 1973, pada usia 44 tahun, akibat serangan jantung saat dalam perjalanan menuju Hospital Kuala Lumpur. Jenazahnya dimakamkan di Tanah Perkuburan Islam Jalan Ampang, Kuala Lumpur.
Kematiannya yang mendadak mengejutkan publik Malaysia. Banyak tokoh penting, termasuk mantan Perdana Menteri Abdul Razak Hussein, memberikan penghormatan terakhir. Abdul Razak Hussein menggambarkan kepergian P. Ramlee sebagai "kehilangan seorang tokoh seni ulung yang sulit dicari ganti". Tokoh lain yang hadir di pemakamannya termasuk Aziz Sattar, S. Sudarmaji, dan M. Amin.
Pada saat kematiannya, karier P. Ramlee umumnya diabaikan dalam industri hiburan Malaysia, dan ia sebagian besar telah dicela karena kecemburuan dari rekan-rekan sezamannya. Baru pada akhir 1980-an, dua dekade setelah kematiannya, kontribusinya mulai lebih dihargai karena signifikansinya dalam periode pembangunan negara pasca-kemerdekaan dan pasca-kolonial. Hal ini sebagian disebabkan oleh rasa malu dan kasihan yang mendalam terhadap penemuan tahun-tahun terakhirnya yang tragis oleh generasi setelahnya.
6. Warisan dan Penilaian
Warisan P. Ramlee terus memengaruhi dan menginspirasi generasi baru seniman di wilayah tersebut. Film dan musiknya tetap dicintai, dan kontribusinya terhadap warisan budaya Malaysia, Singapura, dan dunia berbahasa Melayu yang lebih luas (yaitu Nusantara) dirayakan hingga hari ini.
6.1. Pengaruh Budaya
P. Ramlee diakui sebagai "Bapak Musik Malaysia" dan "pahlawan musik Malaysia". Aktor Malaysia Sean Ghazi menggambarkannya sebagai seniman zaman kebangkitan, gabungan antara Frank Sinatra dan Dean Martin. Ia bersama Sudirman Arshad dianggap sebagai tokoh terpenting dalam musik populer Malaysia. Jika P. Ramlee mewakili generasi jazz dan musik Latin, Sudirman Arshad mewakili generasi rock. Keduanya memiliki repertoar yang luas, menyanyikan lagu pop maupun lagu tradisional.
Pada tahun 2010, CNN memilih P. Ramlee sebagai salah satu dari "25 Aktor Asia Terbesar Sepanjang Masa." Film-filmnya terus diputar berulang kali di televisi, dan lagu-lagunya banyak di-cover oleh berbagai penyanyi. Pada tahun 2019, sebanyak 149 lagu ciptaannya dinyatakan sebagai Warisan Nasional.
6.2. Anugerah dan Penghormatan
Sepanjang kariernya, P. Ramlee menerima berbagai penghargaan dan pengakuan atas karyanya.
- 1956**: Musik Terbaik untuk film Hang Tuah di Festival Film Asia.
- 1957**: Aktor Terbaik untuk film Anak-ku Sazali di Festival Film Asia ke-4 di Tokyo, Jepang.
- 1959**: Komedi Terbaik untuk film Pendekar Bujang Lapok di Festival Film Asia Pasifik.
- 1962**: Aktor Paling Serba Bisa di Festival Film Asia ke-10 di Tokyo, Jepang, untuk film Ibu Mertua-ku.
- 1963**: Menerima pingat Ahli Mangku Negara (AMN) dari Tuanku Syed Putra Jamalullail, Yang di-Pertuan Agong ke-3, menjadikannya bintang film Melayu pertama yang menerima penghargaan tertinggi negara.
- 1963**: Menerima "The Most Versatile Talent Award" di Festival Film Asia di Tokyo.
- 1990**: Dianugerahi gelar kehormatan Tan Sri secara anumerta oleh Yang di-Pertuan Agong, melalui darjah Panglima Setia Mahkota.
- 2005**: Menerima gelar Doktor honoris causa dalam bidang seni pertunjukan.
- 2009**: Dianugerahi gelar kehormatan "Datuk Amar" oleh Pemerintah Negara Bagian Sarawak, melalui Darjah Yang Amat Mulia Bintang Kenyalang Sarawak (Anumerta) (DA (P)). Penghargaan ini diserahkan kepada putri angkatnya, Dian P. Ramlee, dalam sebuah upacara di Kuching.
- 2010**: Terpilih oleh CNN sebagai salah satu dari "25 Aktor Asia Terbesar Sepanjang Masa".
6.3. Peringatan dan Penghormatan
Berbagai tempat, institusi, dan acara telah dinamai atau didedikasikan untuk mengenang P. Ramlee:
- 1973**: Pada 15 Agustus, hampir tiga bulan setelah kematiannya, sebuah bioskop bernama Pawagam P. Ramlee dibuka secara resmi di Jalan Tuanku Abdul Rahman, Kuala Lumpur.
- 1982**: Sebuah jalan di pusat kota Kuala Lumpur, yang sebelumnya dikenal sebagai Jalan Parry, berganti nama menjadi Jalan P. Ramlee.
- 1983**: Jalan Caunter Hall di Pulau Pinang berganti nama menjadi Jalan P. Ramlee.
- 1986**: Pada 22 Maret, bertepatan dengan ulang tahun kelahirannya yang ke-57, kediaman terakhirnya di Jalan Dedap, Setapak, Kuala Lumpur, direnovasi dan dibuka untuk umum sebagai Pustaka Peringatan P. Ramlee. Pustaka ini memamerkan memorabilia dan bahan-bahan terkait P. Ramlee.
- 1992**: Jalan Jawa di Kuching, Sarawak, berganti nama menjadi Jalan P. Ramlee.
- 2007**: Terpilih sebagai salah satu dari 10 kandidat terakhir program Anak Gemilang Malaysia yang mengapresiasi warga Malaysia yang berkontribusi besar bagi negara. Pada tahun yang sama, kisah hidupnya dipentaskan dalam teater musikal berjudul P. Ramlee the Musical... Hidup, Cinta dan Inspirasi.
- 2010**: Sebuah film dokumenter tentang dirinya disiarkan di The History Channel dan disutradarai oleh Shuhaimi Baba.
- 2011**: SK Kampung Jawa, almamaternya, berganti nama menjadi SK Tan Sri P. Ramlee.
- 2017**: Pada 22 Maret, bertepatan dengan ulang tahun kelahirannya yang ke-88, Google Malaysia menghormatinya dengan menampilkan Google Doodle di halaman depan mesin pencari Google.
- 2021**: Kentucky Fried Chicken (KFC) meluncurkan menu edisi terbatas, Burger P. Ramlee, yang merupakan kombinasi antara KFC Zinger dan hidangan favorit P. Ramlee, Nasi Kandar.
- 2022**: Dari 14 April hingga 31 Juli, Fahrenheit 88 bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia serta Arkib Negara Malaysia mengadakan pameran khusus bernama Galeri P. Ramlee di pusat perbelanjaan tersebut, menampilkan foto-foto bersejarah dan koleksi pribadi P. Ramlee serta Saloma.
Selain itu, beberapa entitas lain juga dinamai sesuai namanya:
- Taman P. Ramlee, sebuah kota di Setapak, Kuala Lumpur, dan George Town, Penang.
- Pawagam Mini P. Ramlee di Studio Merdeka, FINAS, Ulu Klang, Selangor.
- Makmal P. Ramlee di Filem Negara Malaysia, Petaling Jaya, Selangor.
- Auditorium P. Ramlee (sebelumnya Auditorium RTM), Angkasapuri.
- Ramlee Mall di pusat perbelanjaan Suria KLCC, Kuala Lumpur.
- Stasiun Monorel Bukit Nanas, Kuala Lumpur, yang sebelumnya dikenal sebagai Stasiun Monorel P. Ramlee.
- Auditorium P. Ramlee, RTM Kuching, Sarawak.
6.4. Penerimaan dan Penilaian Kritis
Pada masa film Malaya masih diizinkan diputar di Indonesia, P. Ramlee menjadi idola remaja Jakarta. Penampilannya banyak ditiru, termasuk rambut keriting dan kumis tipisnya yang mirip bintang Hollywood saat itu, Clark Gable. Artis Indonesia seperti Bing Slamet dan Benyamin Sueb pernah menjadikan P. Ramlee sebagai panutan dalam berkarier. Setiap film P. Ramlee yang tayang di bioskop selalu diborong tiketnya oleh penggemar.
Meskipun pada akhir hayatnya ia sempat diabaikan oleh industri hiburan Malaysia karena kecemburuan dari rekan-rekan sezamannya, kontribusinya kemudian diakui dan dihargai. Dom Moraes, yang menulis tentang P. Ramlee di Asia Magazine pada April 1972, menggambarkan P. Ramlee sebagai "John Wayne dalam dunia perfilman Melayu".