1. Kehidupan
Pangeran Charles Alexander dari Lorraine memiliki latar belakang keluarga yang terkemuka, pendidikan militer yang kuat, dan kehidupan pribadi yang kompleks.
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Charles Alexander lahir pada 12 Desember 1712 di Lunéville, sebuah kota di Kadipaten Lorraine. Ia adalah putra bungsu dari pasangan Leopold, Adipati Lorraine, dan Élisabeth Charlotte d'Orléans. Ibunya, Élisabeth Charlotte, adalah putri dari Philippe I, Adipati Orléans, pendiri Wangsa Orléans. Kakak laki-lakinya adalah Franz III, Adipati Lorraine, yang kemudian menjadi Kaisar Romawi Suci Franz I setelah menikahi Maria Theresia dari Austria.

Silsilahnya menunjukkan koneksi yang luas dengan wangsa-wangsa kerajaan Eropa. Kakek-nenek dari pihak ayahnya adalah Charles V, Adipati Lorraine, dan Eleanor dari Austria. Kakek-nenek dari pihak ibunya adalah Philippe I, Adipati Orléans, dan Elisabeth Charlotte dari Pfalz. Melalui garis keturunan ayahnya, ia merupakan keturunan dari Nicholas II, Adipati Lorraine, dan Claude Françoise dari Lorraine. Melalui garis keturunan ibunya, ia adalah keturunan dari Louis XIII dari Prancis dan Anne dari Austria, serta Charles I Louis, Elektor Pfalz, dan Landgravine Charlotte dari Hesse-Kassel. Nenek buyutnya juga termasuk Ferdinand III, Kaisar Romawi Suci, dan Eleonora Gonzaga (1630-1686).
Pada November 1738, dalam salah satu syarat untuk mengakhiri Perang Suksesi Polandia, kakaknya, Franz, menukar Kadipaten Lorraine dengan Keharyapatihan Toscana kepada mantan raja Polandia Stanisław Leszczyński. Meskipun gelar adipati Lorraine dan Kadipaten Bar kemudian beralih kepada Louis XV dari Prancis setelah kematian Leszczynski pada tahun 1766, Franz dan para penerusnya tetap mempertahankan hak untuk menyandang gelar adipati Lorraine dan Bar.
1.2. Pendidikan dan Karier Awal
Sejak usia muda, Charles Alexander dididik untuk menjadi seorang prajurit. Pada tahun 1737, setelah kakaknya, Franz, menikah dengan Maria Theresia, Charles Alexander memasuki dinas kekaisaran. Ia kemudian berpartisipasi dalam Perang Austro-Rusia-Turki (1735-1739) pada kampanye tahun 1737 dan 1738.
1.3. Pernikahan dan Keluarga
Pada 7 Januari 1744, Charles Alexander menikahi Adipatni Agung Maria Anna dari Austria, satu-satunya saudari Maria Theresia. Pernikahan ini menjadikannya ipar Maria Theresia dua kali. Pasangan ini kemudian secara bersama-sama diangkat menjadi Gubernur Belanda Austria.
Namun, Maria Anna meninggal dunia pada tahun yang sama, tepatnya pada 16 Desember 1744, di Brussel saat melahirkan. Meskipun kematian istrinya terjadi tak lama setelah pernikahan, popularitas Charles dan ketiadaan pengganti yang jelas memungkinkannya untuk terus menjabat sebagai gubernur dan penguasa de facto hingga kematiannya sendiri pada tahun 1780.
Kehidupan pribadinya setelah kematian Maria Anna menjadi kurang jelas. Diketahui bahwa ia memiliki seorang gundik bernama Elisabeth de Vaux, yang memberinya seorang putra bernama Charles Alexandre Guillaume Joseph, dan seorang cucu melalui putra tersebut. Anak-anak dari hubungan ini harus dirahasiakan dan hanya boleh menggunakan nama keluarga ibu mereka di depan umum jika mereka berada di Belanda. Ia juga memiliki seorang putri yang lahir mati dari gundik yang tidak disebutkan namanya, seorang putra bernama Charles Frédéric dari gundik lain yang tidak disebutkan namanya, serta seorang putra bernama Jean Nicholas dan seorang putri bernama Anne Françoise dari gundik lain yang juga tidak disebutkan namanya. Dengan gundiknya yang lain, Regina Elisabeth Bartholotti von Porthenfeld (lahir 1725), ia memiliki seorang putri bernama Maria Regina Johanna von Merey, yang kemudian menjadi Baroness von Hackelberg-Landau (1744-1779). Beberapa anaknya diketahui pernah tinggal di wilayah berbahasa Belanda di Belgia baik sementara maupun permanen. Putra pertamanya, Charles Alexandre Guillaume Joseph, kemudian kembali ke Lunéville di Lorraine untuk mengklaim warisan yang besar dan memiliki seorang putra bernama Gustav Auguste pada tahun 1788. Ia meninggal di Nancy.
2. Karier Militer
Charles Alexander memiliki karier yang panjang sebagai komandan militer, meskipun sering kali menghadapi tantangan besar dalam pertempuran.
2.1. Perang Suksesi Austria
Selama Perang Suksesi Austria, Charles Alexander diangkat sebagai marsekal lapangan oleh Maria Theresia dan menjadi salah satu komandan militer utama Austria. Ia dikenal karena kekalahannya di tangan pasukan Prusia yang lebih terlatih dan unggul di bawah pimpinan Friedrich Agung.
Pada Pertempuran Chotusitz pada 17 Mei 1742, pasukannya kalah dalam pertempuran tersebut, tetapi berhasil menimbulkan kerugian jiwa yang lebih besar pada musuh dan mundur dengan tertib. Pada tahun 1743, ia berhasil dalam kampanye melawan pasukan Prancis dan Bayern. Pada kampanye tahun 1744, ia memimpin pasukan Austria melintasi Sungai Rhein dan menginvasi Kadipaten Lorraine, tetapi terpaksa mundur dari Lorraine ketika Friedrich Agung menginvasi Bohemia dalam Perang Silesia Kedua. Setelah itu, Charles Alexander bergegas ke Bohemia dan, dengan nasihat dari jenderal senior Otto Ferdinand von Traun, berhasil mengusir pasukan Prusia dari wilayah tersebut.
Namun, pada kampanye Silesia tahun berikutnya (1745), tanpa nasihat dari Traun, ia mengalami kekalahan telak dari pasukan Prusia dalam Pertempuran Hohenfriedberg dan Pertempuran Soor. Pada kampanye Belanda tahun 1746, ia juga dikalahkan oleh jenderal Prancis Maurice de Saxe dalam Pertempuran Rocoux.
2.2. Perang Tujuh Tahun
Meskipun catatan kekalahannya, Charles Alexander mampu mempertahankan posisinya dalam hierarki militer. Ia berhasil mendapatkan komando di atas Marsekal Browne yang lebih populer karena dukungan kakaknya, yang memiliki pengaruh signifikan dalam penunjukan militer.
Selama Perang Silesia Ketiga Austria melawan Prusia (bagian dari Perang Tujuh Tahun yang lebih luas), ia memimpin Tentara Kekaisaran dalam Pertempuran Praha (1757). Di sana, ia kembali dikalahkan oleh Friedrich Agung, tetapi pasukannya berhasil menimbulkan banyak korban pada pasukan Prusia yang lebih besar. Setelah itu, ia dikepung di Istana Praha, namun pengepungan tersebut dicabut setelah pasukan Prusia dikalahkan dalam Pertempuran Kolín. Ia kemudian mengalahkan pasukan Prusia yang jauh lebih kecil pada tahun 1757 dalam Pertempuran Breslau (1757). Namun, ia sepenuhnya dihancurkan oleh Friedrich Agung dalam Pertempuran Leuthen pada 5 Desember 1757, yang dianggap sebagai salah satu kemenangan paling cemerlang Frederick. Dalam pertempuran itu, pasukan Austria dikalahkan secara telak oleh pasukan Prusia yang ukurannya hanya separuh, dengan lebih sedikit meriam, dan kelelahan setelah perjalanan panjang selama 12 hari. Charles dan wakil komandannya, Count Leopold Joseph von Daun, tenggelam dalam keputusasaan, dan Pangeran tidak dapat memahami apa yang telah terjadi.
Setelah kekalahan telak ini, Maria Theresia menggantikannya dengan Daun. Charles Alexander kemudian pensiun dari dinas militer aktif dan menjabat sebagai penasihat militer di Wina selama sekitar satu tahun. Setelah pensiun, ia dianugerahi Salib Agung Ordo Militer Maria Theresia. Ia kemudian kembali ke Brussel untuk mengabdikan dirinya pada perannya sebagai gubernur Belanda Austria.
3. Administrasi dan Pemerintahan
Selain karier militernya, Charles Alexander juga memainkan peran penting sebagai administrator sipil dan pemimpin dalam berbagai kapasitas.
3.1. Gubernur Belanda Austria
Pada tahun 1744, Charles Alexander bersama istrinya, Maria Anna, diangkat sebagai Gubernur Belanda Austria. Setelah kematian dini Maria Anna pada tahun yang sama, Charles Alexander tetap menjabat sebagai gubernur dan penguasa de facto hingga kematiannya pada tahun 1780, berkat popularitasnya dan ketiadaan pengganti yang jelas.
Setelah berakhirnya Perang Suksesi Austria, ia memusatkan perhatian pada pemerintahan Belanda Austria. Ia dengan penuh semangat melakukan banyak reformasi yang membuatnya sangat populer di kalangan penduduk. Di bawah kepemimpinannya, Belanda Austria berkembang pesat, dan ia terlibat secara mendalam dalam kehidupan budaya provinsinya. Popularitasnya di Belanda tetap tinggi bahkan setelah ia pensiun dari militer. Sebagai pengakuan atas kontribusinya, parlemen Brabant mendirikan patungnya di Brussel pada tahun 1775.
3.2. Grand Master Ksatria Teutonik
Pada tahun 1761, Charles Alexander juga menjadi Grand Master Ordo Teutonik, sebuah peran kepemimpinan penting dalam ordo militer dan keagamaan tersebut.

4. Arsitektur
Charles Alexander dari Lorraine menugaskan atau memengaruhi beberapa proyek arsitektur penting, termasuk istana dan kastil yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau pusat pemerintahan.
Proyek-proyek yang terkait dengannya meliputi:
- Château de la Favorite (Lunéville), yang dibangun sebagai tempat peristirahatan pribadinya di Lunéville.
- Palace of Charles of Lorraine di Brussel, sebuah istana megah yang dibangun di ibu kota Belanda Austria.
- Kastil Tervuren, yang direnovasi di bawah pengawasannya.
- Château of Mariemont, sebuah kastil yang juga direnovasi.
- Château Charles di Tervuren, sebuah bangunan yang ditugaskannya.


Selain proyek-proyek tersebut, ia juga merenovasi dan menugaskan pembangunan properti lain yang mencerminkan selera arsitektur dan perannya sebagai penguasa.


5. Kematian
Charles Alexander dari Lorraine menghabiskan tahun-tahun terakhirnya sebagai Gubernur Belanda Austria yang sangat dihormati. Ia meninggal pada 4 Juli 1780 di Kastil Tervuren, Tervuren, Belgia.
Pemakamannya dilakukan pada 10 Juli di Katedral Santo Mikael dan Santa Gudula di Brussel. Jantungnya dikeluarkan dan dimakamkan di Gereja Saint-François-de-Cordeliers di Nancy, tempat para leluhurnya dimakamkan.
6. Penilaian dan Dampak
Warisan Charles Alexander dari Lorraine adalah campuran dari catatan militer yang kurang berhasil dan administrasi sipil yang sangat efektif, yang memberinya popularitas dan dampak positif yang abadi.
6.1. Penilaian Positif
Meskipun ia dianggap sebagai pemimpin militer yang tidak berhasil, Charles Alexander terbukti menjadi administrator yang sangat kompeten. Ia sangat disukai oleh penduduk Belanda Austria. Reformasi yang dilakukannya dengan penuh semangat memberinya popularitas besar di wilayah tersebut. Di bawah pemerintahannya, Belanda Austria berkembang pesat, dan ia terlibat secara mendalam dalam kehidupan budaya provinsinya. Popularitasnya yang tinggi di Belanda, bahkan setelah ia pensiun dari militer, menunjukkan dampak positif kepemimpinannya dalam urusan sipil dan sosial.
6.2. Kritik dan Kontroversi
Karier militer Charles Alexander ditandai oleh sejumlah kekalahan, terutama dalam menghadapi Friedrich Agung dari Prusia. Ia sering kali tidak mampu mengimbangi kejeniusan taktis Frederick, yang menyebabkan kekalahan telak seperti di Pertempuran Leuthen. Catatan kekalahannya ini membuatnya dianggap sebagai pemimpin militer yang tidak berhasil, meskipun ia sering kali menghadapi pasukan yang lebih unggul atau dalam kondisi yang kurang menguntungkan.