1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang Pribadi
Rebecca Cheptegei memiliki latar belakang pribadi yang terkait erat dengan kehidupan di perbatasan dan karier atletiknya.
1.1. Kelahiran dan Masa Pertumbuhan
Rebecca Cheptegei dilahirkan pada 22 Februari 1991, di sisi Kenya dari perbatasan Kenya-Uganda. Ia adalah anak kedua dari tiga belas bersaudara dari pasangan Joseph dan Agnes Cheptegei. Meskipun desa leluhurnya adalah Bukwo di Uganda, ia kemudian pindah ke desa Chepkum di Kenya. Kepindahannya ini bertujuan agar lebih dekat dengan pusat-pusat pelatihan atletik, di mana ia juga membeli properti di sana.
1.2. Dinas Militer dan Kehidupan Pribadi
Pada tahun 2008, Rebecca Cheptegei bergabung dengan Pasukan Pertahanan Rakyat Uganda (UPDF) dan berhasil mencapai pangkat sersan. Ia juga merupakan anggota klub atletik UPDF, yang memungkinkannya mengembangkan karier larinya. Dalam kehidupan pribadinya, ia memiliki dua orang anak dari mantan suaminya, Simon Ayeko. Sebelumnya, ia juga pernah menjalin hubungan dengan Dickson Ndiema Marangach, yang kemudian menjadi penyebab kematiannya.
2. Karier Atletik
Karier atletik Rebecca Cheptegei dimulai pada awal tahun 2010-an dan berkembang hingga mencapai panggung Olimpiade.
2.1. Awal Karier dan Lari Lintas Alam
Pada tahun 2010, Cheptegei memulai debutnya dengan finis di posisi ke-15 dalam lomba U20 di Kejuaraan Dunia Lari Lintas Alam IAAF ke-38 di Taman Myslecinek, Bydgoszcz, Polandia. Pada bulan Mei tahun yang sama, ia memenangkan lomba 1500 meter di München Pfingstmeeting di Munich, Jerman, sebelum finis di posisi ke-19 dalam lomba 800 meter di Rehlingen Pfingstsportfest dua hari kemudian. Ia juga berpartisipasi dalam lomba 1500 meter Sparkassen-Gala di Regensburg, finis di posisi ke-15. Pada tahun yang sama, Cheptegei finis di posisi ke-10 dalam lomba 1500 meter Memorial Janusz Kusociński di Warsaw, dan memenangkan lomba 10.000 meter di Kampala, Uganda.
Pada tahun 2011, Cheptegei finis di posisi ke-55 dalam final lomba senior di Kejuaraan Dunia Lari Lintas Alam IAAF ke-39 di Punta Umbria. Ia meraih posisi kedua dalam Madrid Half Marathon. Kemudian, ia finis di posisi ketiga dalam Kejuaraan Lari Jalan Raya 10.000 meter Spanyol di Camargo, dan berpartisipasi dalam lomba 5000 meter putri di Olimpiade Militer Dunia CISM 2011 di Rio de Janeiro. Ia meraih posisi kedua dalam Cantalejo Half Marathon sebelum mengakhiri tahun dengan finis di posisi ke-10 dalam lomba 10 km Lisbon São Silvestre da Amadora.
Cheptegei finis di posisi ke-68 dalam lomba senior di Kejuaraan Dunia Lari Lintas Alam IAAF ke-40 di Bydgoszcz pada tahun 2013. Ia juga memenangkan edisi ke-47 dari Cross Internacional Ciutat de Granollers. Ia mengakhiri tahun dengan memenangkan lomba 10.000 meter di Crevillente San Silvestre. Pada tahun 2014, Cheptegei finis di posisi ke-14 dalam lomba 5000 meter di Meeting Iberoamericano de Atletismo, Huelva, dan ke-8 dalam lomba 3000 meter di Bilbao Reunion Internacional de Atletismo. Ia kemudian memenangkan Santa Pola 10 km dan finis di posisi ketiga dalam Kejuaraan Lari Lintas Alam Afrika 2014 di Kampala.

Pada tahun 2016, Cheptegei finis di posisi ketiga dalam Quanzhou Half Marathon, dan ke-12 dalam Shanghai Half Marathon pada tahun 2017. Pada tahun yang sama, ia finis di posisi ketiga dan kedua dalam lomba 5 km dan 10.000 meter, masing-masing, di Kejuaraan Uganda di Kampala. Ia mengakhiri tahun dengan finis di posisi keempat dalam Brazzaville Half Marathon. Pada tahun 2019, ia finis di posisi kedua dalam Semi Marathon Eiffage de Dakar di Dakar dan kelima dalam lomba 10.000 meter di Stadion Nasional Mandela, Kampala. Akibat pembatasan pandemi COVID-19, Cheptegei tidak berlomba lagi hingga tahun 2021, di mana ia meraih posisi ketiga dan kelima dalam Uji Coba UAF keempat dan ketujuh di Stadion Nasional Mandela di Kampala. Ia finis di posisi ke-47 dalam Eldoret City Marathon sebelum meraih posisi kedua dalam Kampala Half Marathon pada tahun yang sama.
2.2. Pencapaian Utama dan Partisipasi Olimpiade
Pada tahun 2022, Cheptegei memenangkan Maraton Padova dan meraih posisi kedua dalam lomba 10.000 meter di Kejuaraan Uganda di Kampala. Pada tahun yang sama, ia mencetak rekor nasional Uganda dengan catatan waktu 2:22:47 dalam acara maraton, dan memenangkan Kejuaraan Dunia Lari Gunung dan Lintas Alam 2021 yang ditunda di Chiang Mai, Thailand. Ia mengakhiri tahun dengan finis di posisi keempat dalam Maraton Abu Dhabi ADNOC. Pencapaian-pencapaian ini membuatnya berhak mewakili Uganda di Olimpiade Musim Panas 2024 di Paris. Pada tahun 2023, ia finis di posisi kedua pada Maraton Florence dan ke-14 pada Kejuaraan Atletik Dunia 2023 di Budapest.
Pada tahun 2024, ia berhasil lolos kualifikasi dan berkompetisi untuk Uganda di Olimpiade Musim Panas 2024 dalam maraton putri di Olimpiade Musim Panas di Paris, di mana ia finis di posisi ke-44.
3. Kematian
Kematian Rebecca Cheptegei adalah peristiwa tragis yang mengejutkan dunia atletik.
3.1. Penyerangan dan Kronologi
Pada 1 September 2024, Rebecca Cheptegei diserang dan dibakar di kediamannya di Endebess, Trans-Nzoia County, Kenya. Ia menderita luka bakar yang meliputi 80% tubuhnya, menyebabkan kondisinya kritis dan harus dirawat di rumah sakit. Polisi menyatakan bahwa Dickson Ndiema Marangach, mantan pasangannya, menyiramnya dengan bensin dan membakarnya. Insiden ini dilaporkan terjadi setelah pertengkaran mengenai properti yang telah dibeli Cheptegei. Marangach juga dirawat di rumah sakit setelah mengalami luka bakar pada 40% tubuhnya akibat serangan tersebut. Pada saat kematian Marangach, polisi telah berencana untuk menuntutnya atas pembunuhan Cheptegei.
3.2. Kematian Atlet dan Pelaku
Rebecca Cheptegei meninggal dunia akibat sindrom disfungsi multi-organ sebagai dampak luka bakarnya di Rumah Sakit Pelatihan dan Rujukan Moi di Eldoret pada 5 September 2024, pada usia 33 tahun. Empat hari kemudian, pada 9 September, Marangach, pelaku penyerangan, juga meninggal dunia di rumah sakit yang sama akibat luka bakar yang dideritanya.
4. Peringatan dan Dampak Sosial
Kematian Rebecca Cheptegei memicu gelombang duka dan protes, serta meningkatkan kesadaran akan masalah sosial yang lebih luas.
4.1. Dampak terhadap Isu Kekerasan Berbasis Gender
Kematian tragis Cheptegei membawa perhatian baru pada isu kekerasan berbasis gender (KBG) di Kenya. Cheptegei adalah atlet wanita keempat di negara tersebut yang tewas dalam keadaan serupa sejak tahun 2021, menyoroti epidemi KBG yang meluas. Prosesi pemakaman Cheptegei di Eldoret pada 13 September juga dihadiri oleh para aktivis yang mengecam kekerasan berbasis gender.
4.2. Acara Peringatan dan Proyek Memorial
Sebagai bentuk penghormatan, pada 6 September, Wali Kota Paris, Anne Hidalgo, mengumumkan bahwa kota tersebut akan menghormati Cheptegei dengan menamai sebuah fasilitas olahraga dengan namanya. Pada akhir maraton putri Paralimpiade Musim Panas 2024 pada 8 September, panitia penyelenggara mengadakan mengheningkan cipta untuk menghormatinya.
Di Uganda, para pejabat di Bukwo, desa leluhurnya, mengusulkan penamaan jalan dan fasilitas olahraga dengan namanya. Pemerintah Uganda juga berjanji untuk memberikan sekitar 13.00 K USD kepada masing-masing anak Cheptegei sebagai dukungan.
4.3. Pemakaman dan Penguburan
Prosesi pemakaman untuk Rebecca Cheptegei diadakan di Eldoret pada 13 September. Jenazahnya kemudian dibawa ke Uganda, dan ia dimakamkan dengan penghormatan militer penuh di Bukwo pada 14 September.