1. Identitas dan Nama
Simon si Zealot dikenal dengan beberapa nama dan julukan yang membedakannya dari tokoh-tokoh lain bernama Simon dalam Perjanjian Baru. Dalam Injil Lukas (6:15) dan Kisah Para Rasul (1:13), ia secara spesifik disebut sebagai "Simon yang disebut Zelotes" atau "Simon si Zealot". Sementara itu, dalam Injil Matius (10:4) dan Injil Markus (3:18), ia disebut "Simon Kananaios" atau "Simon orang Kanaan".
Nama "Simon" sendiri berasal dari bahasa Ibrani, שמעוןŠimʿonBahasa Ibrani, yang berarti "Dia telah mendengar" atau "Dia telah menjawab". Julukan "Zelot" dan "Kananaios" digunakan untuk membedakannya dari Simon Petrus, salah satu rasul utama Yesus, serta dari Simon saudara Yesus yang disebutkan dalam Injil Markus (6:3). Meskipun ada spekulasi bahwa Simon si Zealot mungkin adalah orang yang sama dengan Simon saudara Yesus atau Simeon dari Yerusalem, tradisi Alkitabiah membedakan mereka secara jelas.
2. Catatan Alkitabiah
Penyebutan Simon si Zealot dalam Alkitab sangat terbatas, hanya muncul dalam daftar para rasul di Injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul. Ia selalu disebut tanpa rincian lebih lanjut mengenai aktivitas atau perkataannya.
Berikut adalah kutipan dari Alkitab yang menyebutkan Simon si Zealot:
- Dalam Injil Lukas (6:14-16), daftar rasul berbunyi: "Simon, (yang juga dinamai-Nya Petrus), dan Andreas saudaranya, Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus, Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut Zelotes, dan Yudas saudara Yakobus, dan Yudas Iskariot, yang juga adalah pengkhianat."
- Dalam Injil Matius (10:4) dan Markus (3:18), ia disebut sebagai "Simon Kananaios" atau "Simon orang Kanaan".
- Dalam Kisah Para Rasul (1:13), ia kembali disebutkan dalam daftar rasul yang berkumpul setelah kenaikan Yesus ke surga: "Ketika mereka masuk kota, mereka naik ke ruang atas, tempat mereka menumpang. Di situ ada Petrus dan Yohanes, Yakobus dan Andreas, Filipus dan Tomas, Bartolomeus dan Matius, Yakobus anak Alfeus, dan Simon orang Zelot, dan Yudas anak Yakobus."
Penyebutan yang konsisten dalam daftar ini menunjukkan posisinya sebagai salah satu dari Dua Belas Rasul, meskipun Injil tidak memberikan narasi spesifik tentang perannya dalam pelayanan Yesus.
3. Interpretasi Julukan: 'Zealot' dan 'Canaanite'
Julukan "Zealot" (ΖηλωτήςZēlōtēsBahasa Yunani Kuno) dan "Kanaanaios" (ΚανανίτηςKananítēsBahasa Yunani Kuno atau ΚαναναῖοςKananaîosBahasa Yunani Kuno) yang diberikan kepada Simon telah menjadi subjek berbagai interpretasi di kalangan akademisi.
Kata Kananaios dan Kananites berasal dari kata Ibrani qanai (קנאי), yang berarti "orang yang tekun" atau "bersemangat". Sebagian besar sarjana modern menerjemahkan kedua kata ini sebagai "Zealot", mengacu pada semangat atau ketekunan. Oleh karena itu, secara umum diasumsikan bahwa Simon adalah mantan anggota kelompok politik Zelot. Kelompok Zelot adalah faksi nasionalis yang menentang keras pendudukan Kekaisaran Romawi di Yudea dan menganjurkan perlawanan bersenjata untuk mendapatkan kemerdekaan.
Namun, ada pandangan alternatif. Beberapa penafsir awal, seperti Hieronimus dan Beda Venerabilis, berpendapat bahwa "Kananaios" atau "Kananite" harus diterjemahkan sebagai "orang Kanaan" atau "orang dari Kana", yang berarti Simon berasal dari kota Kana di Galilea. Jika demikian, julukannya akan menjadi "Kanaios".
John P. Meier berpendapat bahwa istilah "Zealot" adalah salah tafsir dan dalam konteks Injil berarti "tekun" atau "religius" (dalam hal ini, tekun dalam mematuhi Hukum Musa), karena gerakan Zelot secara politis mungkin belum ada 30 hingga 40 tahun setelah peristiwa Injil. Namun, pandangan ini tidak didukung oleh sarjana lain seperti S. G. F. Brandon dan Martin Hengel, yang menganggap keberadaan gerakan Zelot lebih awal.
Terlepas dari perdebatan etimologis, julukan "Zealot" atau "Kananaios" mengindikasikan bahwa Simon memiliki semangat yang kuat, baik dalam konteks politik-nasionalis maupun dalam ketekunannya terhadap Hukum Taurat.
4. Kehidupan Awal dan Latar Belakang Ideologis
Sebelum menjadi salah satu rasul Yesus, Simon diyakini memiliki latar belakang yang sangat berbeda dari kebanyakan murid lainnya. Ia adalah seorang anggota Zealot, sebuah gerakan nasionalis ekstrem yang menentang keras pendudukan Kekaisaran Romawi di Yudea. Para Zelot percaya bahwa Mesias yang dinubuatkan akan datang sebagai pemimpin militer untuk mengusir Romawi dan membebaskan bangsa Yahudi, serta mereka tidak ragu menggunakan kekerasan, termasuk perampokan dan pembunuhan, terhadap Romawi dan orang-orang Yahudi yang dianggap berkolaborasi.
Pemikiran Simon sebagai seorang Zelot didominasi oleh semangat perlawanan, keadilan, dan pembebasan nasional. Ia mungkin melihat kekuasaan Romawi sebagai penindasan yang harus dilawan dengan segala cara. Namun, pertemuannya dengan Yesus Kristus membawa perubahan mendalam dalam pandangan ideologisnya. Ketika Simon mendengar khotbah Yesus yang menekankan kasih, pengampunan, keadilan sosial, dan Kerajaan Allah yang bersifat rohaniah, serta menyaksikan mukjizat-mukjizat-Nya, ia tergerak untuk meninggalkan jalan perlawanan kekerasan.
Transisi Simon dari seorang pejuang Zelot menjadi pengikut Yesus menunjukkan kemampuan ajaran Yesus untuk mengubah hati dan pikiran, bahkan dari individu yang paling radikal sekalipun. Yesus tidak hanya menerima Simon, tetapi juga Matius, seorang pemungut cukai yang bekerja untuk Romawi dan dibenci oleh kaum Zelot. Keputusan Yesus untuk menerima Simon si Zealot dan Matius ke dalam lingkaran terdekat-Nya adalah tindakan yang luar biasa. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak hanya mencari orang-orang yang patuh atau pasif, tetapi juga ingin merangkul individu dari berbagai latar belakang ideologis yang bertentangan. Dengan menyatukan Simon dan Matius, Yesus secara simbolis berusaha menjembatani konflik dan mempromosikan rekonsiliasi di antara kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dalam masyarakat Yahudi. Ini mencerminkan visi-Nya tentang persatuan dan perdamaian yang melampaui batas-batas politik dan sosial.
5. Aktivitas Kerasulan dan Tradisi Lanjutan
Setelah menjadi rasul Yesus, catatan Alkitab mengenai aktivitas Simon sangat minim. Namun, tradisi Kristen, terutama dari sumber-sumber apokrif dan abad pertengahan, memberikan detail yang lebih kaya mengenai kehidupan dan misi kerasulannya.
Menurut tradisi yang paling umum, Simon si Zealot sering dikaitkan dengan Yudas Tadei, rasul lainnya, sebagai tim penginjil. Dalam Kekristenan Barat, mereka berbagi hari raya pada tanggal 28 Oktober. Tradisi yang paling luas menyatakan bahwa setelah menginjili di Mesir, Simon bergabung dengan Yudas Tadei di Persia dan Armenia atau Beirut di Lebanon modern, di mana keduanya mati syahid pada tahun 65 M. Versi ini ditemukan dalam Legenda Emas (Golden Legend), sebuah kumpulan hagiografi yang disusun oleh Jacobus de Voragine pada abad ke-13.
Ada beberapa variasi tradisi mengenai tempat dan cara kemartirannya:
- Persia:** Tradisi umum menyatakan bahwa Simon dan Yudas Tadei dihukum mati di Persia. Simon dikatakan disalibkan atau digergaji menjadi dua. Menurut beberapa catatan, setelah mengkhotbahkan Injil dan menghancurkan berhala di sana, ia dan Yudas Tadei diserang oleh kaum pagan. Simon dikatakan digantung terbalik pada sebuah tiang dan digergaji dari selangkangan hingga kepala, sebuah bentuk kemartiran yang sangat brutal.
- Georgia dan Abkhazia:** Tradisi Timur menyebutkan bahwa Simon melakukan perjalanan misi ke Georgia dan meninggal di Abkhazia, dikuburkan di Nicopsia, sebuah situs yang belum teridentifikasi di pantai Laut Hitam. Jenazahnya kemudian dipindahkan ke Anakopia di Abkhazia modern.
- Timur Tengah dan Afrika:** Tradisi lain menyatakan bahwa ia melakukan perjalanan di Timur Tengah dan Afrika. Orang Ethiopia mengklaim bahwa ia disalibkan di Samaria.
- Kaukasus Iberia:** Moses dari Khorene menulis bahwa ia mati syahid di Weriosphora di Kaukasus Iberia.
- Edessa:** Tradisi lain mengklaim bahwa ia meninggal dengan damai di Edessa.
- Britania Romawi:** Sebuah tradisi yang kurang umum menyatakan bahwa Simon mengunjungi Britania Romawi. Dalam catatan ini, ia tiba di Britania pada tahun 60 M, selama pemberontakan Boudica. Ia dikatakan disalibkan pada 10 Mei 61 M oleh Catus Decianus di Caistor, Lincolnshire modern, Inggris. Menurut Caesar Baronius dan Hippolytus dari Roma, kedatangan pertama Simon di Britania adalah pada tahun 44 M, selama penaklukan Romawi. Nikephoros I dari Konstantinopel menulis bahwa Simon, yang dijuluki Zelotes karena semangatnya yang membara bagi Gurunya, melakukan perjalanan melalui Mesir, Afrika, Mauretania, dan seluruh Libya, memberitakan Injil, dan juga mengajarkan doktrin yang sama di Laut Barat dan Kepulauan yang disebut Britania.
Beberapa tradisi, yang terinspirasi dari julukannya "si Zealot", juga mengaitkannya dengan Perang Yahudi-Romawi Pertama (66-73 M). Namun, Perjanjian Baru sendiri tidak mencatat detail-detail ini, sehingga sebagian besar informasi mengenai aktivitas kerasulan Simon setelah kenaikan Yesus berasal dari tradisi gereja dan tulisan-tulisan apokrif.
6. Diskusi Identitas dan Keterkaitan
Identitas Simon si Zealot telah menjadi subjek diskusi dan perdebatan di kalangan teolog dan sejarawan. Meskipun Injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul secara jelas membedakannya dari Simon Petrus dengan julukan "Zelot" atau "Kananaios", ada beberapa teori dan spekulasi mengenai keterkaitannya dengan tokoh-tokoh lain yang juga bernama Simon.
Salah satu perdebatan utama adalah apakah Simon si Zealot adalah orang yang sama dengan Simon saudara Yesus yang disebutkan dalam Injil Markus (6:3): "Bukankah ini tukang kayu, anak Maria dan saudara Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon? Dan bukankah saudari-saudarinya ada di sini bersama kita?" Catholic Encyclopedia menyarankan bahwa Simon si Zealot mungkin adalah orang yang sama dengan Simon saudara Yesus, atau bahkan Simeon dari Yerusalem, yang menjabat sebagai uskup kedua Yerusalem dari tahun 62 hingga 107 M setelah eksekusi Yakobus yang Adil. Jika demikian, ia bisa jadi adalah sepupu Yesus atau putra Yusuf dari pernikahan sebelumnya.
Dalam tulisan apokrif abad ke-2, Epistula Apostolorum (Surat Para Rasul), sebuah polemik melawan Gnostisisme, ia terdaftar di antara para rasul yang diduga menulis surat tersebut (termasuk Tomas) sebagai Yudas Zelotes. Beberapa terjemahan Vetus Latina dari Injil Matius mengganti "Yudas Zelotes" dengan Tadeus/Lebbaeus dalam Matius 10:3. Bagi beberapa pembaca, ini menunjukkan bahwa ia mungkin identik dengan "Yudas, bukan Iskariot" yang disebutkan dalam Yohanes 14:22. Karena telah disarankan bahwa Yudas Tadei identik dengan Rasul Tomas, identifikasi "Simon Zelotes" dengan Tomas juga mungkin.
Barbara Thiering mengidentifikasi Simon Zelotes dengan Simon Magus, meskipun pandangan ini tidak mendapat penerimaan serius. Perjanjian Baru sendiri tidak mencatat lebih lanjut mengenai Simon, selain dari kemungkinan nama samaran yang banyak namun tidak mungkin.
Dalam Injil Kanak-kanak Arab yang apokrif, disebutkan sebuah fakta terkait rasul ini. Seorang anak laki-laki bernama Simon digigit ular di tangannya; ia disembuhkan oleh Yesus, yang mengatakan kepada anak itu "engkau akan menjadi murid-Ku". Penyebutan itu diakhiri dengan frasa "inilah Simon orang Kanaan, yang disebut dalam Injil."
Secara keseluruhan, meskipun ada berbagai teori dan tradisi yang mencoba mengaitkan Simon si Zealot dengan tokoh-tokoh lain, konsensus umum tetap membedakannya sebagai individu yang unik di antara para rasul, dengan julukan yang menyoroti semangat atau latar belakangnya.
7. Status Kesucian dan Penghormatan
Simon si Zealot, seperti para rasul lainnya, dihormati sebagai Santo oleh berbagai denominasi Kristen karena perannya sebagai salah satu dari Dua Belas Rasul dan kesaksiannya terhadap Yesus Kristus.
Ia dihormati oleh:
- Gereja Katolik, termasuk Gereja Katolik Timur.
- Gereja Ortodoks Timur.
- Gereja Ortodoks Oriental.
- Gereja Lutheran.
- Gereja-gereja dalam Persekutuan Anglikan.
Dalam Kekristenan Barat, terutama Gereja Katolik dan Anglikan, Simon si Zealot dirayakan bersama Yudas Tadei pada tanggal 28 Oktober. Hari raya ini memperingati kemartiran mereka berdua, yang menurut tradisi terjadi bersamaan. Dalam Gereja Ortodoks Timur, hari perayaannya adalah pada tanggal 10 Mei. Sementara itu, Gereja Ortodoks Koptik juga memperingatinya pada tanggal 10 Mei.
Penghormatan terhadap Simon si Zealot sebagai santo didasarkan pada keyakinan bahwa ia adalah seorang saksi mata dan penyebar Injil yang setia, yang bahkan mungkin telah memberikan hidupnya untuk imannya. Meskipun detail historis mengenai kehidupannya setelah kenaikan Yesus tidak banyak, tradisi gereja telah memelihara ingatannya sebagai pilar iman Kristen.
8. Representasi dalam Seni Kristen
Dalam seni Kristen, Simon si Zealot sering digambarkan dengan simbol-simbol tertentu yang terkait dengan tradisi kemartirannya. Atribut yang paling umum dan dikenal adalah gergaji. Hal ini karena menurut tradisi, ia mati syahid dengan cara digergaji menjadi dua bagian.
Penggambaran Simon dengan gergaji dapat ditemukan dalam berbagai bentuk seni, termasuk lukisan, patung, dan mosaik.


Representasi awal Simon si Zealot dalam seni Kristen sering menyoroti perannya sebagai rasul, seperti yang terlihat dalam mosaik abad ke-6 di Basilika San Vitale, Ravenna. Seiring waktu, seniman mulai memasukkan atribut yang lebih spesifik, seperti gergaji, yang menjadi simbol kemartirannya. Penggambaran ini dapat bervariasi dalam gaya dan periode, dari karya seni abad pertengahan hingga renaisans.
Beberapa seniman terkenal, seperti Caravaggio, telah menciptakan karya yang menggambarkan Simon si Zealot, seringkali dengan fokus pada ekspresi dan dramatisasi. Atribut gergaji menjadi elemen kunci dalam mengidentifikasi Simon dalam seni, menekankan cara ia diyakini menderita kemartiran. Patung-patung juga sering menampilkan atribut ini, seperti karya Francesco Moratti.

Selain lukisan dan patung, Simon juga muncul dalam bentuk seni lain seperti fresko, yang dapat ditemukan di gereja-gereja bersejarah. Penggambaran ini sering kali merupakan bagian dari siklus naratif yang lebih besar yang menceritakan kehidupan para rasul dan orang-orang kudus.



Karya-karya yang lebih modern atau dari berbagai wilayah geografis juga terus menggambarkan Simon si Zealot, menunjukkan keberlangsungan penghormatannya dalam tradisi seni Kristen. Seniman seperti Hermann Schievelbein, Georg Gsell, dan James Tissot telah menyumbangkan interpretasi mereka terhadap sosok rasul ini, seringkali dengan gaya yang mencerminkan era masing-masing.
Selain gergaji, simbol lain yang kadang-kadang dikaitkan dengannya dalam seni termasuk kapal, salib dan gergaji, ikan atau dua ikan, tombak, serta dayung, yang mungkin merujuk pada perjalanannya sebagai nelayan atau misi penginjilannya.
9. Penyebutan dalam Islam
Dalam Islam, Simon si Zealot diakui sebagai salah satu murid Isa (Yesus). Tafsir Al-Qur'an dan hadis Muslim menyebutkan dua belas murid Isa, dan Simon termasuk di antara mereka.
Tradisi Muslim menyatakan bahwa Simon diutus untuk menyebarkan ajaran Allah kepada suku Berber, di luar Afrika Utara. Ini menunjukkan bahwa dalam tradisi Islam, Simon juga dianggap sebagai seorang misionaris yang aktif dalam menyebarkan pesan ilahi kepada berbagai bangsa. Meskipun detail mengenai aktivitasnya dalam sumber-sumber Islam tidak seluas dalam tradisi Kristen, keberadaannya sebagai salah satu murid Isa yang dihormati menegaskan posisinya sebagai tokoh penting dalam sejarah kenabian.
10. Evaluasi Historis dan Dampak Sosial
Kehidupan Simon si Zealot menawarkan makna berlapis yang relevan untuk evaluasi historis dan dampak sosial. Latar belakang ideologisnya sebagai seorang Zealot menyoroti semangat perlawanan terhadap penindasan Kekaisaran Romawi dan komitmennya terhadap pembebasan nasional. Kaum Zelot adalah kelompok yang gigih memperjuangkan keadilan dan kedaulatan bangsanya, bahkan melalui kekerasan. Semangat ini, meskipun pada awalnya diwujudkan dalam bentuk perlawanan bersenjata, mencerminkan keinginan mendalam akan kebebasan dan martabat.
Transformasi Simon dari seorang pejuang kekerasan menjadi pengikut Yesus yang damai adalah inti dari dampak sosialnya. Yesus, dengan kebijaksanaan-Nya, tidak hanya menerima Simon tetapi juga Matius, seorang pemungut cukai yang bekerja untuk Romawi dan dibenci oleh kaum Zelot. Tindakan Yesus yang menyatukan dua individu dengan ideologi yang saling bertolak belakang ini merupakan contoh nyata dari upaya rekonsiliasi dan pembangunan jembatan di tengah masyarakat yang terpecah belah. Ini menunjukkan bahwa ajaran Yesus melampaui batas-batas politik dan sosial, menawarkan jalan menuju perdamaian yang didasarkan pada kasih, pengampunan, dan keadilan sosial.
Kisah Simon si Zealot dapat dievaluasi sebagai cerminan dari dinamika gerakan pembebasan nasional dan perjuangan untuk hak asasi manusia. Perjalanannya dari perlawanan bersenjata menuju advokasi nilai-nilai damai Yesus menunjukkan potensi transformasi individu dan masyarakat. Ini menggarisbawahi pentingnya pergeseran ideologis dari kekerasan ke dialog dan rekonsiliasi dalam mencapai keadilan sejati. Dalam konteks modern, kisah Simon dapat menjadi inspirasi bagi mereka yang berjuang untuk keadilan dan perdamaian, menunjukkan bahwa perubahan hati dan pikiran, bahkan di antara mereka yang paling radikal, adalah mungkin dan esensial untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan harmonis. Simon si Zealot, dengan demikian, bukan hanya seorang rasul, tetapi juga simbol dari perjalanan menuju pembebasan yang lebih mendalam, yang tidak hanya membebaskan dari penindasan fisik tetapi juga dari belenggu kebencian dan perpecahan.