1. Kehidupan Awal dan Pendidikan
Titus Oates lahir pada tanggal 15 September 1649 di Oakham, Rutland, Inggris. Ayahnya, Samuel Oates (1610-1683), berasal dari keluarga penenun pita di Norwich. Samuel adalah seorang lulusan Corpus Christi College, Cambridge, dan dikenal sebagai seorang pendeta yang sering berpindah-pindah keyakinan; ia pernah menjadi Rektor di Marsham, Norfolk, bergabung dengan kaum Baptis selama Perang Saudara Inggris, dan kemudian kembali ke Gereja Inggris setelah Restorasi Inggris, menjabat sebagai rektor Gereja All Saints di Hastings dari tahun 1666 hingga 1674. Ibunya bernama Lucy Oates.
Oates menempuh pendidikan di Merchant Taylors' School dan beberapa sekolah lainnya. Ia kemudian melanjutkan studinya di Universitas Cambridge, masuk ke Gonville and Caius College pada tahun 1667, sebelum pindah ke St John's College, Cambridge pada tahun 1669. Namun, ia meninggalkan universitas pada tahun yang sama tanpa meraih gelar. Ia dikenal sebagai mahasiswa yang kurang cerdas, bahkan tutornya menganggapnya sebagai "a great dunceseorang bodoh yang hebatBahasa Inggris", meskipun ia memiliki daya ingat yang baik. Selama di Cambridge, Oates juga memiliki reputasi terkait homoseksualitas dan gaya bicara yang "Canting Fanatical wayfanatik dan munafikBahasa Inggris".
2. Karier Keagamaan dan Kontroversi Awal
Dengan mengklaim secara palsu bahwa ia memiliki gelar, Titus Oates berhasil memperoleh izin untuk berkhotbah dari Uskup London. Pada tanggal 29 Mei 1670, ia ditahbiskan sebagai pendeta Gereja Inggris. Ia menjabat sebagai vikaris di paroki Bobbing, Kent dari tahun 1673 hingga 1674, kemudian menjadi kurat bagi ayahnya di Gereja All Saints, Hastings.
Selama masa jabatannya di Hastings, Oates menuduh seorang kepala sekolah di sana melakukan sodomi dengan salah satu muridnya, dengan harapan bisa mendapatkan posisi kepala sekolah tersebut. Namun, tuduhan itu terbukti palsu, dan Oates sendiri segera menghadapi tuduhan sumpah palsu. Ia berhasil melarikan diri dari penjara dan kabur ke London.
Pada tahun 1675, ia diangkat sebagai kapelan di kapal HMS Adventure milik Angkatan Laut Kerajaan. Selama bertugas, Oates mengunjungi Tangier Inggris dan dituduh melakukan buggery-sebuah kejahatan yang pada masa itu dapat dihukum mati di Inggris-tetapi ia lolos dari hukuman karena statusnya sebagai rohaniwan. Ia akhirnya diberhentikan dari Angkatan Laut pada tahun 1676.
Pada bulan Agustus 1676, Oates ditangkap di London dan dikembalikan ke Hastings untuk menghadapi persidangan atas tuduhan sumpah palsu yang belum terselesaikan. Namun, ia berhasil melarikan diri untuk kedua kalinya dan kembali ke London. Dengan bantuan aktor Matthew Medbourne, ia kemudian bergabung dengan rumah tangga bangsawan Katolik, Henry Howard, Adipati Norfolk ke-7, sebagai kapelan Anglikan bagi anggota rumah tangga yang beragama Protestan. Meskipun Oates awalnya dikagumi karena khotbahnya, ia segera kehilangan posisi ini.
Pada Rabu Abu tahun 1677, Oates diterima masuk ke Gereja Katolik. Anehnya, pada saat yang sama, ia setuju untuk menjadi penulis bersama serangkaian pamflet anti-Katolik dengan Israel Tonge, yang dikenalnya melalui ayahnya, Samuel, yang sekali lagi kembali menganut doktrin Baptis.
3. Keterlibatan Jesuit dan Persiapan Konspirasi
Titus Oates terlibat dengan rumah-rumah Yesuit di College of St Omer di Prancis dan Royal English College di Valladolid, Spanyol. Ia diterima dalam kursus pelatihan imamat di Valladolid berkat dukungan Richard Strange, kepala Provinsi Inggris, meskipun ia tidak memiliki kompetensi dasar dalam bahasa Latin. Oates kemudian secara palsu mengklaim bahwa ia telah menjadi Doktor Teologi Katolik.
Namun, ketidaktahuannya akan bahasa Latin dengan cepat terungkap. Percakapannya yang sering kali menista agama dan serangannya terhadap monarki Inggris mengejutkan baik para pengajar maupun siswa lainnya. Thomas Whitbread, seorang provinsial Yesuit yang baru, mengambil tindakan yang jauh lebih tegas terhadap Oates daripada Strange, dan pada bulan Juni 1678, ia mengusir Oates dari St Omer.
Setelah kembali ke London, Oates kembali menjalin persahabatan dengan Israel Tonge. Oates mengklaim bahwa ia berpura-pura menjadi Katolik untuk mempelajari rahasia-rahasia Yesuit dan bahwa, sebelum pergi, ia telah mendengar tentang rencana pertemuan Yesuit di London.
4. Konspirasi Katolik (Popish PlotPopish PlotBahasa Inggris)
Bagian ini mengupas tuntas Konspirasi Katolik yang difabrikasi oleh Titus Oates, yang menuduh adanya konspirasi Katolik untuk membunuh Raja Charles II, serta dampaknya yang luas terhadap masyarakat dan politik Inggris.
4.1. Fabrikasi dan Pengembangan Konspirasi
Titus Oates dan Israel Tonge menyusun sebuah manuskrip panjang yang menuduh otoritas Gereja Katolik di Inggris telah menyetujui rencana pembunuhan Raja Charles II, yang akan dilaksanakan oleh para Yesuit. Pada bulan Agustus 1678, Raja Charles diperingatkan tentang dugaan plot ini oleh ahli kimia Christopher Kirkby, dan kemudian oleh Tonge. Raja awalnya tidak terkesan, namun menyerahkan masalah ini kepada salah satu menterinya, Thomas Osborne, Earl of Danby, yang lebih bersedia mendengarkan dan diperkenalkan kepada Oates oleh Tonge.
Dewan Penasihat Raja menginterogasi Oates. Pada tanggal 28 September, Oates mengajukan 43 tuduhan terhadap berbagai anggota ordo keagamaan Katolik-termasuk 541 Yesuit-dan banyak bangsawan Katolik. Ia menuduh Sir George Wakeman, dokter pribadi Ratu Catherine, dan Edward Colman, sekretaris Mary dari Modena, Adipati Wanita York, merencanakan pembunuhan Raja Charles.
Meskipun Oates mungkin memilih nama-nama tersebut secara acak atau dengan bantuan Earl of Danby, Colman ditemukan telah berkorespondensi dengan seorang Yesuit Prancis, Pastor Ferrier, yang merupakan bapa pengakuan Louis XIV, dan ini cukup untuk menghukumnya. Wakeman kemudian dibebaskan. Meskipun reputasi Oates tidak menyenangkan, penampilannya yang percaya diri dan daya ingatnya yang luar biasa memberikan kesan yang mengejutkan baik pada dewan. Ketika ia menyebutkan "sekilas" nama-nama penulis dugaan lima surat yang konon ditulis oleh Yesuit terkemuka, dewan "terheran-heran". Seperti yang dicatat oleh Kenyon, mengejutkan bahwa dewan tidak menyadari bahwa ini tidak berguna sebagai bukti jika Oates sendiri yang menulis semua surat tersebut.
Tokoh lain yang dituduh Oates termasuk William Fogarty, Uskup Agung Peter Talbot dari Dublin, Samuel Pepys Anggota Parlemen, dan John Belasyse, Baron Belasyse ke-1. Dengan bantuan Danby, daftar tuduhan bertambah menjadi 81. Oates diberi pasukan tentara dan ia mulai menangkap para Yesuit, termasuk mereka yang pernah membantunya di masa lalu.
Pada tanggal 6 September 1678, Oates dan Tonge mendekati seorang hakim Anglikan, Sir Edmund Berry Godfrey, dan bersumpah di hadapannya, merinci tuduhan mereka. Pada tanggal 12 Oktober, Godfrey menghilang, dan lima hari kemudian jasadnya ditemukan di parit di Primrose Hill; ia dicekik dan ditusuk dengan pedangnya sendiri. Oates kemudian mengeksploitasi insiden ini untuk melancarkan kampanye publik melawan "Papist" dan menuduh bahwa pembunuhan Godfrey adalah ulah para Yesuit.

Pada tanggal 24 November 1678, Oates mengklaim bahwa Ratu bekerja sama dengan dokter Raja untuk meracuni Raja. Oates meminta bantuan "Kapten" William Bedloe, yang bersedia mengatakan apa pun demi uang. Raja sendiri menginterogasi Oates dan menangkapnya dalam sejumlah ketidakakuratan dan kebohongan. Secara khusus, Oates dengan tidak bijaksana mengklaim telah melakukan wawancara dengan Wali Raja Spanyol, Don John, di Madrid. Raja, yang pernah bertemu Don John di Brussel selama pengasingannya di benua itu, menunjukkan bahwa deskripsi Oates yang sangat tidak akurat tentang penampilannya menjelaskan bahwa ia tidak pernah melihatnya. Raja memerintahkan penangkapannya. Namun, beberapa hari kemudian, dengan ancaman krisis konstitusional, Parlemen memaksa pembebasan Oates, yang segera menerima apartemen negara di Istana Whitehall dan tunjangan tahunan sebesar 1.20 K GBP.
Oates dihujani pujian. Ia meminta College of Arms untuk memeriksa garis keturunannya dan membuatkan lambang kebesaran untuknya, dan kemudian menerima lambang dari keluarga yang telah punah. Desas-desus muncul bahwa Oates akan menikah dengan putri Anthony Ashley-Cooper, Earl of Shaftesbury ke-1.
4.2. Dampak Insiden
Setelah hampir tiga tahun dan eksekusi setidaknya 15 orang yang tidak bersalah, opini publik mulai berbalik melawan Oates. Korban berprofil tinggi terakhir dari iklim kecurigaan ini adalah Oliver Plunkett, Uskup Agung Armagh Katolik Roma, yang digantung, ditarik, dan dipotong-potong pada tanggal 1 Juli 1681. William Scroggs, Ketua Hakim Agung Inggris dan Wales, mulai menyatakan lebih banyak orang tidak bersalah, seperti yang telah ia lakukan dalam persidangan Wakeman, dan reaksi keras terhadap Oates serta para pendukung Whig-nya pun terjadi. Konspirasi palsu ini juga memicu sentimen anti-Katolik yang parah di seluruh Kerajaan Inggris antara tahun 1678 dan 1681, dan pada akhirnya menyebabkan pengajuan Rancangan Undang-Undang Pengecualian, yang semakin memperparah ketidakstabilan politik di negara tersebut.
5. Kejatuhan dan Hukuman Berat
Setelah kebenaran mulai terungkap, Titus Oates kehilangan pengaruhnya, ditangkap, dan diadili kembali di bawah pemerintahan Raja James II, menandai titik balik yang brutal dalam hidupnya.
5.1. Vonis dan Hukuman Perjanjian Palsu
Pada tanggal 31 Agustus 1681, Oates diperintahkan untuk meninggalkan apartemennya di Istana Whitehall, namun ia tetap tidak gentar dan bahkan mengecam Raja serta saudara Katoliknya, Adipati York. Akibatnya, ia ditangkap atas tuduhan penghasutan, didenda sebesar 100.00 K GBP, dan dipenjara.
Ketika Adipati York naik takhta pada tahun 1685 sebagai Raja James II, ia memerintahkan Oates untuk diadili ulang, dihukum, dan dijatuhi hukuman atas tuduhan sumpah palsu. Ia dicopot dari jubah klerikalnya, dipenjara seumur hidup, dan dijatuhi hukuman "dicambuk di jalan-jalan London lima hari setahun selama sisa hidupnya".

Oates dibawa dari selnya dengan mengenakan topi bertuliskan "Titus Oates, dihukum berdasarkan bukti lengkap atas dua sumpah palsu yang mengerikan". Ia kemudian ditempatkan di tiang penghukum di gerbang Westminster Hall (sekarang New Palace Yard), di mana para pejalan kaki melempari dirinya dengan telur. Keesokan harinya, ia dicambuk di tiang penghukum di London, dan pada hari ketiga, ia dilucuti pakaiannya, diikat ke gerobak, dan dicambuk dari Aldgate ke Newgate. Pada hari berikutnya, ia dicambuk dari Newgate ke Tyburn.
Hakim yang memimpin persidangan Oates adalah Hakim Jeffreys, yang menyatakan bahwa Oates adalah "aib bagi umat manusia", meskipun fakta bahwa Jeffreys sendiri telah membantu menghukum orang-orang yang tidak bersalah berdasarkan bukti palsu Oates. Jeffreys mengakui bahwa bukti yang diajukan dalam persidangan sumpah palsu kedua tidak dipercaya dalam persidangan sebelumnya ketika disumpah bertentangan dengan bukti Oates sendiri. Ia menyesali bahwa bukti yang baru diajukan ini tidak tersedia, terutama pada persidangan Ireland dan lima Yesuit (di mana ia memimpin), karena "itu mungkin telah menyelamatkan beberapa darah tak berdosa". Hukuman yang dijatuhkan kepada Oates begitu berat sehingga beberapa pihak, termasuk Thomas Babington Macaulay, berpendapat bahwa tujuannya adalah untuk membunuhnya melalui perlakuan buruk, karena Jeffreys dan rekan-rekan hakimnya secara terbuka menyesal bahwa mereka tidak dapat menjatuhkan hukuman mati dalam kasus sumpah palsu.
6. Pengampunan, Kehidupan Akhir, dan Kematian
Titus Oates menghabiskan tiga tahun berikutnya di penjara. Pada tahun 1689, setelah naiknya takhta Raja Protestan William dari Oranye dan Mary, ia diampuni dan diberikan pensiun sebesar 260 GBP per tahun. Namun, reputasinya tidak pernah pulih. Pensiunnya kemudian ditangguhkan, tetapi pada tahun 1698, pensiun tersebut dipulihkan dan ditingkatkan menjadi 300 GBP per tahun. Oates meninggal pada tanggal 12 atau 13 Juli 1705, sebagai sosok yang tidak dikenal dan sebagian besar terlupakan.
7. Pengaruh dan Budaya Populer
Konspirasi Katolik yang difabrikasi oleh Titus Oates meninggalkan dampak jangka panjang yang signifikan pada sejarah Inggris, terutama dalam konteks persekusi agama dan prasangka sosial. Kisah Oates dan Konspirasi Katolik juga diabadikan dalam berbagai bentuk budaya populer.
Francis Barlow membuat komik strip tentang Konspirasi Katolik dan Oates sekitar tahun 1682, berjudul A True Narrative of the Horrid Hellish Popish Plot. Karya ini secara umum dianggap sebagai contoh paling awal dari komik strip berbalon yang ditandatangani.
Dalam ranah televisi, Oates diperankan oleh Nicholas Smith dalam serial televisi BBC tahun 1969, The First Churchills. Kemudian, pada tahun 2003, Eddie Marsan memerankan Oates dalam serial Charles II: The Power and The Passion.