1. Kehidupan dan Pendidikan
Ume Kenjirō menunjukkan bakat intelektual yang luar biasa sejak usia muda, yang memungkinkannya untuk berkarier cemerlang di bidang hukum dan pendidikan baik di Jepang maupun melalui studi di luar negeri.
1.1. Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga
Ume Kenjirō lahir pada tanggal 24 Juli 1860 (tanggal 7 Juni tahun pertama Man'en dalam kalender lama) sebagai putra kedua dari Ume Kaoru, seorang dokter domain di Domain Matsue, Provinsi Izumo (sekarang Matsue, Prefektur Shimane). Keluarganya memiliki tradisi panjang dalam bidang medis; kakek buyutnya, Ume Dōchiku, adalah seorang dokter bedah yang mendirikan cabang keluarga Ume di Matsue setelah belajar di Nagasaki. Meskipun keluarganya menghadapi kesulitan finansial di awal era Meiji, keberhasilan Ume dan saudara-saudaranya di kemudian hari memungkinkan ayahnya untuk menikmati kehidupan yang lebih mewah. Kakak laki-lakinya, Ume Kinnojō, menjadi profesor oftalmologi pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Tokyo setelah belajar di Jerman.
1.2. Masa Kecil dan Bakat Awal
Sejak usia enam tahun, Ume Kenjirō mampu menghafal Daigaku dan Chūyō (dua dari Empat Kitab dalam Konfusianisme) di depan umum, membuatnya dijuluki "Biksu cilik dari keluarga Ume adalah reinkarnasi Nichirō". Meskipun fisiknya lemah, ia memiliki tekad yang kuat dan sangat cakap dalam berdebat. Pada usia dua belas tahun, ia memberikan ceramah tentang Nihon Gaishi di hadapan penguasa domain dan menerima penghargaan, menunjukkan kecerdasan luar biasa sejak dini.
1.3. Pendidikan Hukum di Jepang
Pada tahun 1874, keluarganya pindah ke Tokyo. Setahun kemudian, pada tahun 1875, ia masuk Sekolah Bahasa Asing Tokyo (sekarang Universitas Studi Asing Tokyo). Ia lulus sebagai yang terbaik di kelas Bahasa Prancis pada tahun 1880 dan kemudian melanjutkan studi di Sekolah Hukum Kementerian Kehakiman. Di sana, ia belajar Hukum Prancis dan mempertahankan posisinya sebagai mahasiswa terbaik sejak awal. Meskipun tidak mengikuti ujian akhir karena sakit, ia berhasil lulus sebagai mahasiswa terbaik di angkatannya berdasarkan nilai rata-ratanya. Salah satu instruktur utamanya adalah Georges Appert. Menariknya, ia awalnya gagal dalam ujian masuk angkatan kedua Sekolah Hukum Kementerian Kehakiman, tetapi mendapatkan kesempatan masuk setelah Hara Takashi (yang kemudian menjadi Perdana Menteri Jepang) dan lainnya keluar dari sekolah karena konflik internal.
1.4. Studi Lanjutan di Luar Negeri dan Perolehan Gelar
Pada tahun 1886, Ume Kenjirō ditunjuk sebagai mahasiswa berprestasi oleh Kementerian Pendidikan untuk melanjutkan studi di Prancis. Ia diterima langsung di program doktor di Universitas Lyon dengan jalur cepat. Ia menyelesaikan studinya pada tahun 1889 dan dianugerahi gelar Doktor Hukum (docteur en droitBahasa Prancis) sebagai lulusan terbaik pada tahun 1891. Disertasi doktoralnya, De la transactionBahasa Prancis (Tentang Transaksi), sangat diapresiasi di Prancis; ia menerima penghargaan VermeilBahasa Prancis dari kota Lyon dan tesisnya diterbitkan dengan biaya umum. Bahkan pada tahun 1891, ulasan tentang karyanya dimuat di jurnal hukum di Berlin, Jerman, dan tesisnya masih dikutip dalam interpretasi hukum perdata Prancis hingga saat ini. Setelah Lyon, ia melanjutkan studi selama satu tahun di Universitas Humboldt Berlin di Jerman, dan kembali ke Jepang pada Agustus 1890. Setelah kepulangannya, ia diangkat sebagai salah satu penasihat utama Itō Hirobumi.
1.5. Karier Akademik
Setelah kembali ke Jepang, Ume Kenjirō diangkat sebagai profesor di Fakultas Hukum Universitas Kekaisaran Tokyo (sekarang Fakultas Hukum Universitas Tokyo). Meskipun awalnya berencana untuk hanya mengajar di universitas negeri, ia dibujuk oleh Tomii Masaaki (mantan murid Léon Dury dan saudara ipar Satta Masakuni) serta Motono Ichirō (yang membantunya selama studinya di Lyon dan merupakan dosen di Sekolah Hukum Tokyo-Prancis) untuk juga mengajar di Sekolah Hukum Tokyo-Prancis, yang kemudian menjadi Universitas Hosei. Selama dua puluh tahun berikutnya, Ume Kenjirō menjabat sebagai pengawas, kepala sekolah, dan kemudian presiden pertama (総理sōriBahasa Jepang) Universitas Hosei, memberikan kontribusi besar bagi pendirian dan perkembangannya. Ia adalah satu-satunya yang menyandang gelar "総理sōriBahasa Jepang"; setelahnya, gelar tersebut berubah menjadi "學長gakuchōBahasa Jepang" dan kemudian "総長sōchōBahasa Jepang". Ia juga mengajar di Sekolah Spesialisasi Tokyo (sekarang Universitas Waseda).
1.6. Peran dalam Kontroversi KUH Perdata
Setibanya di Jepang, Ume Kenjirō segera terlibat dalam kontroversi seputar Kitab Undang-Undang Sipil Jepang (民法典論争Minpōten RonsōBahasa Jepang). Ia mendesak adopsi segera kode yang telah disusun oleh penasihat asing pemerintah Prancis, Gustave Émile Boissonade. Ketika adopsi kode tersebut ditunda pada tahun 1892, ia mengajukan banding kepada Perdana Menteri Jepang Itō Hirobumi untuk membentuk komite penyusun draf baru, dan ia terpilih sebagai anggota komite tersebut pada tahun 1893.
Meskipun Ume adalah pendukung utama adopsi segera Kitab Undang-Undang Sipil Jepang, ia juga memiliki pandangan kritis terhadap draf awal kode tersebut dari sudut pandang akademis. Ia pernah menyatakan bahwa "kekurangan dalam hukum perdata tidak akan habis meskipun disebutkan sepanjang hari," mengkritik terutama aspek formal hukum properti. Meskipun demikian, ia memprioritaskan unifikasi praktik yurisprudensi dan memfasilitasi revisi perjanjian yang tidak adil sebagai alasan utama untuk adopsi cepat. Sikap pragmatisnya, yang mengesampingkan kesempurnaan demi kecepatan, membedakannya dari Tomii Masaaki yang lebih mengutamakan kesempurnaan. Ia percaya bahwa kekurangan dapat diperbaiki melalui revisi di kemudian hari.
Dalam komite penyusun, Ume memiliki kemampuan yang sangat cepat dalam merumuskan teks hukum dan menerima kritik dari Hozumi Nobushige dan Tomii Masaaki. Namun, setelah keputusan komite dibuat, ia dengan gigih mempertahankan draf asli di hadapan Dewan Investigasi Kodifikasi Hukum. Kecepatan berpikirnya dan kemampuan logikanya yang tajam diakui sebagai faktor kunci dalam keberhasilan penyusunan Kitab Undang-Undang Sipil yang berlaku pada tahun 1898.
1.7. Kontribusi pada Hukum Perdata Jepang
Bersama dengan Hozumi Nobushige dan Tomii Masaaki, Ume Kenjirō diakui sebagai salah satu "bapak hukum perdata Jepang". Ia adalah salah satu dari tiga perumus utama Kitab Undang-Undang Sipil Jepang yang berlaku pada tahun 1898, yang menjadi dasar sistem hukum perdata modern Jepang. Meskipun ia juga terlibat dalam penyusunan Hukum Dagang bersama Tabe Kaoru dan Okano Keijirō, kontribusinya pada hukum perdata lah yang paling menonjol.

Itō Hirobumi, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang dan Presiden Dewan Investigasi Kodifikasi Hukum, sangat menghormati Ume, memanggilnya "Ume-sensei" (Profesor Ume), sementara ia memanggil Hozumi dan Tomii dengan nama belakang mereka. Ume Kenjirō sering digambarkan sebagai "pembuat undang-undang yang belum pernah ada sebelumnya" dan "ahli hukum bawaan". Ia adalah satu-satunya ahli hukum Jepang yang gambarnya pernah muncul sendiri di perangko pos (dalam seri Tokoh Budaya Jepang), menunjukkan pengakuan tinggi atas prestasinya. Kecepatan berpikirnya dan kemampuan argumennya yang luar biasa merupakan faktor penting dalam menyelesaikan kodifikasi hukum perdata Jepang. Namun, meskipun ia dikenal sebagai "bapak hukum perdata Jepang," beberapa ahli berpendapat bahwa kontribusinya lebih pada percepatan penyelesaian kode daripada pada struktur internalnya, karena ia sendiri cenderung pragmatis dan kurang memperhatikan aspek detail.
1.8. Dukungan dalam Kodifikasi Hukum Korea
Pada tahun 1906, atas permintaan Itō Hirobumi yang saat itu menjadi Residen Jenderal Korea, Ume Kenjirō pergi ke Korea untuk membantu kodifikasi hukum bagi protektorat Korea. Ia menjabat sebagai penasihat hukum tertinggi pemerintah Korea dan terlibat dalam penyusunan berbagai undang-undang. Perannya ini merupakan bagian dari upaya Jepang untuk memodernisasi dan mengintegrasikan sistem hukum Korea di bawah pengaruhnya pada masa itu.
1.9. Jabatan Publik Lainnya
Selain kontribusinya dalam kodifikasi hukum dan pendidikan, Ume Kenjirō juga memegang beberapa jabatan publik penting lainnya:
- Pada tahun 1897, ia diangkat sebagai Direktur Fakultas Hukum Universitas Kekaisaran Tokyo, kemudian sebagai Ketua Biro Legislatif Kabinet dan Direktur Jenderal Biro Pensiun Kabinet secara bersamaan.
- Pada tahun 1900, ia menjabat sebagai Kepala Urusan Umum Kementerian Pendidikan Jepang.
- Ia juga menjabat sebagai ketua Komite Ujian Tinggi Pegawai Negeri Sipil dari tahun 1897 hingga 1898.
- Ia adalah anggota Komite Investigasi Penegakan Hukum Perdata dan Dagang pada tahun 1892.
Ia secara aktif mengemban berbagai peran ini di samping tugas akademisnya, menunjukkan dedikasi dan kontribusinya yang luas dalam administrasi negara Jepang.
2. Pendirian dan Pengembangan Universitas Hosei
Ume Kenjirō adalah tokoh kunci dalam sejarah Universitas Hosei, dari pendiriannya hingga perkembangannya menjadi salah satu institusi pendidikan hukum terkemuka di Jepang.
2.1. Pendirian Tokyo Law School
Pada tahun 1890, tak lama setelah kembali dari studinya di luar negeri, Ume Kenjirō setuju untuk bergabung dengan Sekolah Hukum Tokyo-Prancis (和仏法律学校Wafutsu Hōritsu GakkōBahasa Jepang), yang merupakan cikal bakal Universitas Hosei. Sekolah ini didirikan pada tahun 1880 oleh sekelompok ahli hukum Prancis dan Jepang yang ingin mempromosikan pendidikan hukum ala Prancis di Jepang. Awalnya, ia enggan mengajar di institusi swasta, namun dibujuk oleh pendiri sekolah, Satta Masakuni, dan rekannya Tomii Masaaki. Ume Kenjirō diangkat sebagai pengawas akademik (学監gakkanBahasa Jepang) sekolah, sebuah posisi yang memberinya pengaruh besar dalam kurikulum dan arah pendidikan.
2.2. Administrasi dan Kepemimpinan Universitas
Kontribusi Ume Kenjirō terhadap Universitas Hosei tidak berhenti pada pendiriannya. Selama dua puluh tahun, ia memainkan peran kepemimpinan yang krusial. Pada tahun 1899, ia diangkat sebagai kepala sekolah (校長kōchōBahasa Jepang) Yayasan Sekolah Hukum Tokyo-Prancis. Kemudian, dari tahun 1903 hingga kematiannya pada tahun 1910, ia menjabat sebagai Presiden pertama (総理sōriBahasa Jepang) Universitas Hosei. Ia adalah satu-satunya yang memegang gelar "総理sōriBahasa Jepang"; setelahnya, gelar kepala institusi berubah menjadi "rektor" (学長gakuchōBahasa Jepang) dan kemudian "presiden" (総長sōchōBahasa Jepang). Kepemimpinannya yang visioner sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan pengembangan universitas, menjadikannya salah satu lembaga pendidikan hukum terkemuka di Jepang pada masanya.
3. Pemikiran Akademik dan Karya Tulis
Pemikiran hukum Ume Kenjirō mencerminkan perpaduan pengaruh dari tradisi hukum Prancis dan Jerman, yang ia sintesiskan dalam konteks sistem hukum Jepang yang baru terbentuk.
3.1. Filsafat Hukum dan Interpretasi Hukum
Ume Kenjirō mendukung teori hukum alam baru yang berkembang melalui pemikiran Aristoteles dan Thomas Aquinas, menunjukkan kedekatan dengan pemikiran hukum Prancis. Aliran Eksegesis dalam hukum Prancis, yang ia pelajari, mengasumsikan hukum alam tetapi menolak potensinya sebagai prinsip revolusioner. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa undang-undang yang dibuat oleh kehendak umum adalah manifestasi dari hukum alam, dan interpretasi hukum harus berfokus pada pencarian niat legislator dan sistematisasi melalui deduksi untuk mengomentari kode hukum.
Meskipun demikian, Ume menghindari idealisme yang terlalu abstrak. Ia adalah seorang sarjana yang berorientasi pada praktik, yang bertujuan untuk memberikan solusi yang tepat secara substansial dan cepat dalam kerangka undang-undang. Hozumi Nobushige berkomentar bahwa pandangan Ume tentang hukum alam "bukanlah hukum alam dalam arti sebenarnya," karena ia mencari dasar hukum alam dalam ketentuan hukum positif. Ume sendiri lebih suka menggunakan istilah "hukum ideal" daripada "hukum alam," tetapi beberapa berpendapat bahwa pada dasarnya tidak banyak perbedaan dengan pandangan Friedrich Carl von Savigny dari Jerman, yang mencari prinsip-prinsip hukum abadi dalam hukum Romawi.
Meskipun Ume sering dikaitkan sebagai perwakilan ahli hukum Prancis, ia juga belajar di Jerman. Ia bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa ia menganggap Draft Kode Sipil Jerman sebagai model terpenting untuk penyusunan Kode Sipil Jepang, bukan Kode Sipil Prancis. Ia berpendapat bahwa Kode Prancis, yang telah berusia seratus tahun, jauh lebih tidak lengkap dibandingkan draf kode Jepang, sehingga metode interpretasinya tidak selalu dapat diterapkan di Jepang. Mengenai metode interpretasi hukum perdata Jepang pada masanya, ia menyatakan bahwa secara umum, metodenya "sejalan dengan pandangan Bernhard Windscheid dan Heinrich Dernburg" dari Jerman. Di sisi lain, ia menentang anggapan populer bahwa hukum perdata Jepang semata-mata merupakan tiruan hukum perdata Jerman, dan ia tetap bersikap positif terhadap sistem hukum yang berbasis hukum Prancis, bahkan mengutip Kode Sipil Spanyol sebagai contoh.
3.2. Karya Utama dan Kontribusi Akademik
Karya-karya tulis Ume Kenjirō mencerminkan kedalaman pemikiran dan pengaruh luasnya dalam bidang hukum:
- De la transactionBahasa Prancis (1889): Disertasi doktoralnya dari Universitas Lyon, yang dihargai secara internasional dan masih relevan dalam studi hukum Prancis. Versi Jepang berjudul '日本民法和解論' (Nihon Minpō Wakairon) diterbitkan.
- 日本売買法Nihon Baibai HōBahasa Jepang (Hukum Penjualan Jepang) (1891): Salah satu karya awal Ume setelah kembali ke Jepang, membahas hukum penjualan dalam konteks Jepang.
- 民法債権担保論Minpō Saiken TanporonBahasa Jepang (Teori Jaminan Utang dalam Hukum Perdata) (1892-1893)
- 改正 商法講義Kaisei Shōhō KōgiBahasa Jepang (Kuliah Revisi Hukum Dagang: Hukum Perusahaan, Hukum Wesel, Hukum Kebangkrutan) (1893)
- 会社法綱要Kaishahō KōyōBahasa Jepang (Garis Besar Hukum Perusahaan) (1894)
- 民法要義Minpō YōgiBahasa Jepang (Esensi Hukum Perdata) (1896-1900): Karya penting yang membahas prinsip-prinsip dasar hukum perdata.
- 民法講義Minpō KōgiBahasa Jepang (Kuliah Hukum Perdata) (1901)
- 破産法案概説Hasan Hōan GaisetsuBahasa Jepang (Pengantar Draf Hukum Kebangkrutan) (1903)
- 民法原理Minpō GenriBahasa Jepang (Prinsip-prinsip Hukum Perdata) (1903-1904)
- 最近判例批評Saikin Hanrei HihyōBahasa Jepang (Kritik Kasus Terbaru) (1906, dilanjutkan pada 1909)
Ume juga merupakan salah satu penulis buku '日本商法義解' (Nihon Shōhō Gikai) (Tafsir Hukum Dagang Jepang) bersama Motono Ichirō dan terlibat dalam penyusunan '法典実施意見' (Hōten Jisshi Iken) (Pandangan tentang Penegakan Kode Hukum) pada tahun 1892. Selain itu, ia menyunting '法律辞書' (Hōritsu Jisho) (Kamus Hukum) yang diterbitkan pada tahun 1903. Karya-karyanya ini secara signifikan memengaruhi perkembangan studi hukum di Jepang dan menjadi referensi penting bagi generasi ahli hukum berikutnya.
4. Kehidupan Pribadi
Ume Kenjirō dikenal tidak hanya karena pencapaian profesionalnya, tetapi juga karena beberapa aspek unik dalam kehidupan pribadinya dan hubungannya dengan keluarga.
4.1. Hubungan Keluarga
Pada tahun 1905, Ume Kenjirō secara resmi menikahi Kaneko, putri ketiga dari Matsumoto Rizaemon, seorang samurai dari Domain Matsue. Mereka telah hidup bersama sebagai pasangan selama lima belas tahun sebelum pernikahan resmi mereka. Keluarga Matsumoto memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Ume sejak generasi kakek buyutnya. Kaneko juga merupakan kerabat jauh dari istri Lafcadio Hearn, Setsu. Oleh karena itu, ketika Universitas Tokyo memecat Hearn pada tahun 1903 (yang kemudian digantikan oleh Natsume Sōseki), Ume Kenjirō menjadi penasihatnya. Setelah kematian Hearn pada September 1904, Ume Kenjirō bahkan menjabat sebagai ketua komite pemakamannya.
Ume dan Kaneko memiliki beberapa anak:
- Umeeda** (梅枝, lahir 1892), putri sulung yang menikah dengan Itakura Sōichi, seorang insinyur arsitektur.
- Midori** (緑, lahir 1893), putra sulung. Ia sempat belajar bahasa Inggris di Universitas Kekaisaran Tokyo, tetapi keluar. Karena orang tuanya belum menikah saat ia lahir, ia terdaftar sebagai putra kakeknya dari pihak ibu, dan baru kemudian diadopsi ke dalam keluarga Ume.
- Shin** (震, lahir 1896), putra kedua yang lulus dari Fakultas Hukum Universitas Kekaisaran Tokyo dan bekerja di Bank Sentral Manchukuo. Setelah perang, ia kembali ke Jepang dan menjadi presiden perusahaan kayu Akita. Istrinya, Fumiko, adalah cucu dari Hiraoka Kōtarō dan Saigō Tsugumichi.
- Toku** (徳, lahir 1897), putra ketiga dan kembar dari Hikaru. Ia menjadi kepala bagian koreksi di Iwanami Shoten sebelum meninggal karena dua kecelakaan lalu lintas.
- Hikaru** (光, lahir 1897), putra keempat dan kembar dari Toku. Setelah lulus dari Universitas Kekaisaran Kyoto, ia sempat mengelola penerbitan dengan saudaranya Toku, lalu bekerja di sebuah perusahaan di Yokohama, dan kemudian pindah ke Taiwan serta Manchuria.
4.2. Kisah dan Sifat Pribadi
Ume Kenjirō terkenal dengan daya ingatnya yang fenomenal. Selama di Sekolah Hukum Kementerian Kehakiman, ia pernah menghafal 300 halaman buku teks Prancis dalam seminggu dan mampu mereproduksinya secara sempurna dalam ujian. Bahkan ia dikatakan hafal seluruh pasal dalam Kitab Undang-Undang Sipil Jepang. Sebuah anekdot dari Universitas Lyon menceritakan bagaimana ia mengejutkan para profesornya dengan menghafal tesis tiga halaman kata demi kata dalam bahasa Prancis yang lancar, hanya dalam waktu tiga setengah tahun studinya (padahal biasanya butuh lima tahun), membuat mereka merasa bahwa "ingatan seperti ini bukanlah pekerjaan manusia." Hal ini menyebabkan mahasiswa Jepang lainnya di Lyon dihormati dan sedikit ditakuti, karena orang-orang mengira "ada manusia seperti dewa hukum seperti Tomii dan Ume di Jepang."
Dalam hal kebiasaan pribadi, Ume Kenjirō sangat menyukai unagi (belut). Makanan di rapat dewan pengurus Universitas Hosei bahkan menjadi tradisi untuk selalu menyajikan hidangan unagi. Dikatakan bahwa ketika ia pergi ke Korea, pengeluaran untuk unagi di Kantor Residen Jenderal Korea meningkat drastis.
5. Kematian dan Warisan
Ume Kenjirō meninggalkan warisan abadi dalam sejarah hukum Jepang meskipun wafat pada usia yang relatif muda.
5.1. Kematian
Ume Kenjirō meninggal dunia pada tanggal 26 Agustus 1910, di Keijō (sekarang Seoul, Korea Selatan), pada usia 50 tahun. Penyebab kematiannya adalah demam tifoid. Pemakamannya diselenggarakan sebagai pemakaman universitas oleh Universitas Hosei di Gokoku-ji di Tokyo, tempat jenazahnya dimakamkan.
5.2. Kehormatan dan Signifikansi Historis
Satu hari sebelum wafatnya, Ume Kenjirō dianugerahi Orde Harta Karun Suci Kelas 1, penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Kaisar Jepang. Ia juga telah menerima berbagai penghargaan lainnya sepanjang hidupnya:
- Jepang:
- Orde Matahari Terbit Kelas 3 (1898)
- Medali Emas (1903)
- Orde Harta Karun Suci Kelas 2 (1906)
- Orde Matahari Terbit dan Bintang Emas (1907)
- Prancis: Officier de l'Instruction Publique (1896)
- Kekaisaran Korea:
- Medali Peringatan Penobatan Kaisar (1908)
- Orde Palgwae Kelas 1 (1908)
Meskipun Ume meninggal lebih awal dibandingkan dengan Hozumi dan Tomii, sehingga tidak sempat menerima gelar bangsawan, ia tetap diakui secara luas sebagai "Bapak Hukum Perdata Jepang." Prestasi dan kontribusinya yang luar biasa dalam kodifikasi hukum perdata dan dagang, serta perannya dalam memodernisasi pendidikan hukum, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah hukum Jepang. Ia juga dihormati karena kemampuannya yang "tak tertandingi" sebagai pembuat undang-undang dan ahli hukum "bawaan". Warisannya terus memengaruhi sistem hukum dan pendidikan di Jepang hingga saat ini.
Prangko Ume Kenjirō yang diterbitkan pada tahun 1952.
6. Pendapat dan Kritik
Meskipun Ume Kenjirō sangat dihormati, beberapa pandangannya dan karya-karyanya juga menjadi subjek kritik dan analisis lebih lanjut:
- Mengenai hukum perdata, meskipun ia sangat cepat dalam penyusunan draf, ia kurang memperhatikan konsistensi dan sistematisasi internal. Ini berbeda dengan Tomii Masaaki, yang lebih teliti dalam penyusunan teks hukum.
- Bagian tentang hak gadai (抵当権teitōkenBahasa Jepang), yang Ume rancang, dikritik karena "membingungkan dan sulit dipahami" dan bagian 滌除tekijoBahasa Jepang (pemurnian hak gadai) dianggap "terlalu teoritis dan tidak berfungsi."
- Meskipun ia banyak mengambil inspirasi dari hukum Prancis, ia tidak ragu untuk menyatakan bahwa ia lebih condong ke draf Kode Sipil Jerman dalam beberapa aspek penting dan mengkritik ketidaksempurnaan Kode Sipil Prancis pada masanya. Ini menunjukkan sikap pragmatis dan kritisnya terhadap sumber-sumber hukum asing.
Terlepas dari kritik ini, Ume Kenjirō tetap diakui sebagai salah satu arsitek utama sistem hukum modern Jepang.