1. Gambaran Umum
Burkina Faso adalah sebuah negara republik semi-presidensial yang terkurung daratan di Afrika Barat, dengan luas wilayah 274.22 K km2 dan populasi sekitar 23,3 juta jiwa pada tahun 2024. Beribu kota di Ouagadougou, negara ini memiliki sejarah panjang yang dimulai dari kerajaan-kerajaan kuno seperti Kerajaan Mossi, melalui periode kolonialisme Prancis, hingga mencapai kemerdekaan sebagai Republik Volta Hulu sebelum berganti nama menjadi Burkina Faso di bawah kepemimpinan revolusioner Thomas Sankara. Secara geografis, Burkina Faso didominasi oleh lanskap peneplain dan sabana, dengan iklim tropis yang dipengaruhi oleh Sahel. Sistem politiknya telah mengalami berbagai transisi, termasuk periode demokrasi dan kudeta militer, dengan tantangan signifikan dalam penegakan hak asasi manusia dan stabilitas keamanan akibat pemberontakan jihadis yang berkelanjutan. Ekonomi negara ini bergantung pada pertanian dan pertambangan emas, namun menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi dan tantangan ketahanan pangan. Masyarakat Burkina Faso kaya akan keragaman etnis, dengan orang Mossi sebagai kelompok terbesar, dan memiliki warisan budaya yang beragam dalam seni, musik, dan tradisi.
2. Etimologi dan Nama Negara
Sebelumnya dikenal sebagai Republik Volta Hulu (1958-1984), negara ini diubah namanya menjadi "Burkina Faso" pada tanggal 4 Agustus 1984 oleh Presiden Thomas Sankara saat itu. Nama "Burkina Faso" berasal dari gabungan kata dari dua bahasa utama di negara tersebut. "Burkina" berasal dari bahasa Mossi (Mooré) yang berarti "orang yang jujur", "orang yang terhormat", atau "orang yang tidak korup", yang mencerminkan kebanggaan masyarakat akan integritas mereka. Sementara itu, "Faso" berasal dari bahasa Dioula (ditulis dalam aksara N'Ko: ߝߊ߬ߛߏ߫fasoBahasa Dyula) yang berarti "tanah air" (secara harfiah, "rumah ayah"). Akhiran "-bé" yang ditambahkan pada "Burkina" untuk membentuk demonim "Burkinabè" berasal dari bahasa Fula dan berarti "perempuan atau laki-laki". Dengan demikian, "Burkina Faso" secara keseluruhan dapat diartikan sebagai "Tanah Orang-Orang Jujur" atau "Tanah Orang-Orang yang Tidak Korup".
Nama kolonial Prancis, Volta Hulu (Haute-VoltaVolta HuluBahasa Prancis), merujuk pada lokasinya di hulu tiga sungai utama yang melintasinya: Sungai Volta Hitam (Mouhoun), Sungai Volta Merah (Nazinon), dan Sungai Volta Putih (Nakambé). Perubahan nama menjadi Burkina Faso oleh Thomas Sankara merupakan bagian dari upaya revolusioner untuk melepaskan diri dari warisan kolonial dan membangun identitas nasional yang berakar pada nilai-nilai lokal, menekankan integritas dan martabat rakyatnya.
3. Sejarah
Sejarah Burkina Faso bermula dari masa pemburu-pengumpul dan kerajaan-kerajaan Mossi, berlanjut ke era kolonialisme Prancis, kemerdekaan sebagai Republik Volta Hulu, revolusi Thomas Sankara, pemerintahan Blaise Compaoré, pemberontakan rakyat, dan kini menghadapi krisis keamanan serta pemerintahan militer pasca-kudeta 2022.
3.1. Sejarah Awal dan Kerajaan-Kerajaan Mossi
Wilayah barat laut Burkina Faso modern dihuni oleh para pemburu-pengumpul dari 14.000 SM hingga 5.000 SM. Alat-alat mereka, termasuk pengikis, pahat, dan mata panah, ditemukan pada tahun 1973 melalui penggalian arkeologis. Permukiman pertanian didirikan antara 3600 dan 2600 SM. Budaya Bura adalah peradaban Zaman Besi yang berpusat di bagian barat daya Niger modern dan di bagian tenggara Burkina Faso kontemporer. Industri besi, dalam peleburan dan penempaan untuk alat dan senjata, telah berkembang di Afrika Sub-Sahara pada 1200 SM. Bukti tertua peleburan besi yang ditemukan di Burkina Faso berasal dari 800 hingga 700 SM dan merupakan bagian dari Situs Metalurgi Besi Kuno Burkina Faso, sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO.
Dari abad ke-3 hingga ke-13 M, budaya Bura Zaman Besi ada di wilayah tenggara Burkina Faso dan barat daya Niger saat ini. Berbagai kelompok etnis Burkina Faso saat ini, seperti orang Mossi, orang Fula, dan orang Dioula, tiba dalam gelombang berturut-turut antara abad ke-8 dan ke-15. Sejak abad ke-11, orang Mossi mulai mendirikan beberapa kerajaan yang terpisah.

Terdapat perdebatan mengenai tanggal pasti kedatangan berbagai kelompok etnis Burkina Faso ke wilayah tersebut. Proto-Mossi tiba di bagian paling timur yang sekarang menjadi Burkina Faso antara abad ke-8 dan ke-11, dan menerima Islam sebagai agama mereka pada abad ke-11. Orang Samo tiba sekitar abad ke-15. Orang Dogon tinggal di wilayah utara dan barat laut Burkina Faso hingga sekitar abad ke-15 atau ke-16, dan banyak kelompok etnis lain yang membentuk populasi negara ini tiba di wilayah tersebut selama masa ini.
Selama Abad Pertengahan, bangsa Mossi mendirikan beberapa kerajaan terpisah termasuk Tenkodogo, Yatenga, Zandoma, dan Ouagadougou. Antara tahun 1328 dan 1338, para prajurit Mossi menyerbu Timbuktu, tetapi Mossi dikalahkan oleh Sonni Ali dari Kekaisaran Songhai dalam Pertempuran Kobi di Mali pada tahun 1483. Selama awal abad ke-16, Songhai melakukan banyak serangan perbudakan ke wilayah yang sekarang menjadi Burkina Faso. Selama abad ke-18, Kekaisaran Gwiriko didirikan di Bobo-Dioulasso dan kelompok etnis seperti Dyan, Lobi, dan Birifor menetap di sepanjang Sungai Volta Hitam.
3.2. Pemerintahan Kolonial Prancis

Dimulai pada awal 1890-an selama Perebutan Afrika oleh Eropa, serangkaian perwira militer Eropa melakukan upaya untuk mengklaim bagian dari wilayah yang sekarang menjadi Burkina Faso. Kadang-kadang para kolonialis ini dan pasukan mereka berperang melawan masyarakat lokal; di lain waktu mereka menjalin aliansi dengan mereka dan membuat perjanjian. Para perwira kolonialis dan pemerintah asal mereka juga membuat perjanjian di antara mereka sendiri. Wilayah Burkina Faso diserbu oleh Prancis, menjadi protektorat Prancis pada tahun 1896. Wilayah timur dan barat, di mana kebuntuan melawan pasukan penguasa kuat Samori Ture memperumit situasi, berada di bawah pendudukan Prancis pada tahun 1897. Pada tahun 1898, sebagian besar wilayah yang sesuai dengan Burkina Faso secara nominal telah ditaklukkan; namun, kendali Prancis atas banyak bagian masih belum pasti.
Konvensi Anglo-Prancis 1898 pada tanggal 14 Juni 1898 menciptakan perbatasan modern negara tersebut. Di wilayah Prancis, perang penaklukan terhadap komunitas lokal dan kekuatan politik berlanjut selama sekitar lima tahun. Pada tahun 1904, wilayah-wilayah yang sebagian besar telah ditenangkan di DAS Sungai Volta diintegrasikan ke dalam koloni Senegal Hulu dan Niger di Afrika Barat Prancis sebagai bagian dari reorganisasi kekaisaran kolonial Afrika Barat Prancis. Koloni tersebut memiliki ibu kota di Bamako.
Bahasa administrasi kolonial dan sekolah menjadi bahasa Prancis. Sistem pendidikan publik dimulai dari awal yang sederhana. Pendidikan lanjutan disediakan selama bertahun-tahun selama periode kolonial di Dakar. Penduduk asli sangat didiskriminasi. Misalnya, anak-anak Afrika tidak diizinkan mengendarai sepeda atau memetik buah dari pohon, "hak istimewa" yang hanya diperuntukkan bagi anak-anak penjajah. Melanggar peraturan ini dapat membuat orang tua dipenjara.
Wajib militer dari wilayah tersebut berpartisipasi dalam front Eropa Perang Dunia I dalam batalion Tirailleurs sénégalais. Antara tahun 1915 dan 1916, distrik-distrik di bagian barat yang sekarang menjadi Burkina Faso dan pinggiran timur Mali yang berbatasan menjadi panggung salah satu oposisi bersenjata terpenting terhadap pemerintah kolonial: Perang Volta-Bani. Pemerintah Prancis akhirnya menekan gerakan tersebut tetapi hanya setelah menderita kekalahan. Pemerintah juga harus mengatur pasukan ekspedisi terbesarnya dalam sejarah kolonialnya untuk dikirim ke negara itu guna menekan pemberontakan. Oposisi bersenjata mengguncang wilayah utara Sahel ketika orang Tuareg dan kelompok-kelompok sekutu di wilayah Dori mengakhiri gencatan senjata mereka dengan pemerintah.

Volta Hulu Prancis didirikan pada 1 Maret 1919. Prancis khawatir akan terulangnya pemberontakan bersenjata dan memiliki pertimbangan ekonomi terkait. Untuk memperkuat administrasinya, pemerintah kolonial memisahkan wilayah Burkina Faso saat ini dari Senegal Hulu dan Niger. Koloni baru itu dinamai Haute Volta karena lokasinya di hulu sungai Sungai Volta (Volta Hitam, Volta Merah, dan Volta Putih), dan François Charles Alexis Édouard Hesling menjadi gubernur pertamanya. Hesling memprakarsai program pembuatan jalan yang ambisius untuk meningkatkan infrastruktur dan mempromosikan pertumbuhan kapas untuk ekspor. Kebijakan kapas - berdasarkan paksaan - gagal, dan pendapatan yang dihasilkan oleh koloni tersebut mandek. Koloni tersebut dibubarkan pada 5 September 1932, dibagi antara koloni Prancis Pantai Gading, Sudan Prancis, dan Niger. Pantai Gading menerima bagian terbesar, yang berisi sebagian besar populasi serta kota Ouagadougou dan Bobo-Dioulasso.
Prancis membatalkan perubahan ini selama periode agitasi anti-kolonial yang intens yang mengikuti akhir Perang Dunia II. Pada 4 September 1947, Prancis menghidupkan kembali koloni Volta Hulu, dengan batas-batas sebelumnya, sebagai bagian dari Uni Prancis. Prancis menunjuk koloninya sebagai departemen Prancis Metropolitan di benua Eropa.
Pada 11 Desember 1958 koloni tersebut mencapai pemerintahan sendiri sebagai Republik Volta Hulu; ia bergabung dengan Komunitas Prancis-Afrika. Revisi dalam organisasi Wilayah Seberang Laut Prancis telah dimulai dengan disahkannya Hukum Dasar (Loi Cadre) tanggal 23 Juli 1956. Undang-undang ini diikuti oleh langkah-langkah reorganisasi yang disetujui oleh parlemen Prancis pada awal tahun 1957 untuk memastikan tingkat pemerintahan sendiri yang besar bagi masing-masing wilayah. Volta Hulu menjadi republik otonom dalam komunitas Prancis pada 11 Desember 1958. Kemerdekaan penuh dari Prancis diterima pada tahun 1960.
3.3. Republik Volta Hulu (1958-1984)
Setelah merdeka dari Prancis pada tahun 1960, Republik Volta Hulu mengalami ketidakstabilan politik dengan berbagai kudeta militer, sebelum memasuki era revolusi yang dipimpin oleh Thomas Sankara yang mengubah nama negara menjadi Burkina Faso pada 1984.

3.3.1. Kemerdekaan Awal dan Ketidakstabilan Politik
Republik Volta Hulu (République de Haute-VoltaRepublik Volta HuluBahasa Prancis) didirikan pada 11 Desember 1958 sebagai koloni berpemerintahan sendiri di dalam Komunitas Prancis. Nama Volta Hulu terkait dengan lokasi negara tersebut di sepanjang hulu Sungai Volta. Tiga anak sungai sungai tersebut adalah Volta Hitam, Volta Putih, dan Volta Merah. Ini diekspresikan dalam tiga warna bendera nasional sebelumnya.
Sebelum mencapai otonomi, wilayah ini merupakan Volta Hulu Prancis dan bagian dari Uni Prancis. Pada 5 Agustus 1960, negara ini mencapai kemerdekaan penuh dari Prancis. Presiden pertama, Maurice Yaméogo, adalah pemimpin Persatuan Demokratik Volta (UDV). Konstitusi 1960 mengatur pemilihan presiden dan majelis nasional melalui hak pilih universal untuk masa jabatan lima tahun. Segera setelah berkuasa, Yaméogo melarang semua partai politik selain UDV. Pemerintahannya berlangsung hingga 1966. Setelah banyak kerusuhan, termasuk demonstrasi massal dan pemogokan oleh mahasiswa, serikat buruh, dan pegawai negeri sipil, militer melakukan intervensi.
Kudeta militer tahun 1966 menggulingkan Yaméogo, menangguhkan konstitusi, membubarkan Majelis Nasional, dan menempatkan Letnan Kolonel Sangoulé Lamizana sebagai kepala pemerintahan perwira tinggi angkatan darat. Militer tetap berkuasa selama empat tahun. Pada 14 Juni 1976, rakyat Volta meratifikasi konstitusi baru yang menetapkan periode transisi empat tahun menuju pemerintahan sipil penuh. Lamizana tetap berkuasa sepanjang tahun 1970-an sebagai presiden pemerintahan militer atau campuran sipil-militer. Pemerintahan Lamizana bertepatan dengan dimulainya kekeringan Sahel dan kelaparan yang berdampak buruk pada Volta Hulu dan negara-negara tetangga. Setelah konflik mengenai konstitusi 1976, konstitusi baru ditulis dan disetujui pada tahun 1977. Lamizana terpilih kembali melalui pemilihan terbuka pada tahun 1978.
Pemerintahan Lamizana menghadapi masalah dengan serikat buruh yang kuat secara tradisional di negara itu, dan pada 25 November 1980, Kolonel Saye Zerbo menggulingkan Presiden Lamizana dalam kudeta tak berdarah. Kolonel Zerbo mendirikan Komite Militer Pemulihan untuk Kemajuan Nasional sebagai otoritas pemerintahan tertinggi, sehingga menghapuskan konstitusi 1977.
Kolonel Zerbo juga menghadapi perlawanan dari serikat buruh dan digulingkan dua tahun kemudian oleh Mayor Dr. Jean-Baptiste Ouédraogo dan Dewan Keselamatan Rakyat (CSP) dalam kudeta Volta Hulu 1982. CSP terus melarang partai dan organisasi politik, namun menjanjikan transisi ke pemerintahan sipil dan konstitusi baru.
3.3.2. Thomas Sankara dan Revolusi (1983-1987)
Perselisihan internal berkembang antara faksi kanan dan kiri CSP. Pemimpin sayap kiri, Kapten Thomas Sankara, diangkat menjadi perdana menteri pada Januari 1983, tetapi kemudian ditangkap. Upaya untuk membebaskannya, yang dipimpin oleh Kapten Blaise Compaoré, menghasilkan kudeta militer pada 4 Agustus 1983.
Kudeta tersebut membawa Sankara ke tampuk kekuasaan dan pemerintahannya mulai menerapkan serangkaian program revolusioner yang mencakup vaksinasi massal, perbaikan infrastruktur, perluasan hak-hak perempuan, dorongan konsumsi pertanian domestik, dan proyek anti-penggurunan.
Pada tanggal 4 Agustus 1984, atas prakarsa Sankara, nama negara diubah dari "Volta Hulu" menjadi "Burkina Faso", yang berarti "tanah orang-orang jujur" (terjemahan harfiahnya adalah "tanah orang-orang yang lurus"). Keputusan presiden ini dikukuhkan oleh Majelis Nasional pada tanggal yang sama.
Pemerintahan Sankara terdiri dari Dewan Nasional untuk Revolusi (CNR - Conseil national révolutionnaireDewan Nasional untuk RevolusiBahasa Prancis), dengan Sankara sebagai presidennya, dan mendirikan Komite-komite Pertahanan Revolusi (CDR) yang populer. Program pemuda Pelopor Revolusi juga didirikan.
Sankara meluncurkan program sosio-ekonomi yang ambisius untuk perubahan, salah satu yang terbesar yang pernah dilakukan di benua Afrika. Kebijakan luar negerinya berpusat pada anti-imperialisme, dengan pemerintahannya menolak semua bantuan luar negeri, mendorong pengurangan utang yang membebani, menasionalisasi semua tanah dan kekayaan mineral, serta menghindari kekuasaan dan pengaruh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Kebijakan domestiknya meliputi kampanye melek huruf nasional, redistribusi tanah kepada petani, pembangunan rel kereta api dan jalan, serta pelarangan pemotongan kelamin perempuan, perkawinan paksa, dan poligami.
Sankara mendorong swasembada agraria dan mempromosikan kesehatan masyarakat dengan memvaksinasi 2.500.000 anak terhadap meningitis, demam kuning, dan campak. Agenda nasionalnya juga mencakup penanaman lebih dari 10.000.000 pohon untuk menghentikan penggurunan yang meluas di Sahel. Sankara menyerukan setiap desa untuk membangun apotek medis dan meminta lebih dari 350 komunitas membangun sekolah dengan tenaga kerja mereka sendiri.
Pada tahun 1980-an, ketika kesadaran ekologis masih sangat rendah, Sankara adalah salah satu dari sedikit pemimpin Afrika yang menganggap perlindungan lingkungan sebagai prioritas. Ia terlibat dalam tiga pertempuran besar: melawan kebakaran semak "yang akan dianggap sebagai kejahatan dan akan dihukum demikian"; melawan ternak yang berkeliaran "yang melanggar hak-hak rakyat karena hewan yang tidak dijaga merusak alam"; dan melawan penebangan kayu bakar ilegal "yang profesinya harus diorganisir dan diatur". Sebagai bagian dari program pembangunan yang melibatkan sebagian besar penduduk, sepuluh juta pohon ditanam di Burkina Faso dalam lima belas bulan selama revolusi. Untuk menghadapi gurun yang semakin meluas dan kekeringan yang berulang, Sankara juga mengusulkan penanaman strip berhutan selebar sekitar lima puluh kilometer, melintasi negara dari timur ke barat. Produksi sereal, mendekati 1,1 miliar ton sebelum 1983, diperkirakan akan meningkat menjadi 1,6 miliar ton pada 1987. Jean Ziegler, mantan pelapor khusus PBB untuk hak atas pangan, mengatakan bahwa negara itu "telah menjadi swasembada pangan."
Pemerintahan Sankara dipandang progresif dalam hal hak-hak perempuan. Ia mempromosikan kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dalam pembangunan nasional. Kebijakannya melarang sunat perempuan dan perkawinan paksa merupakan langkah maju yang signifikan bagi hak-hak perempuan di negara tersebut. Namun, beberapa kritikus menyoroti aspek otoriter dari pemerintahannya, termasuk pembatasan kebebasan pers dan kegiatan politik oposisi. Warisan Sankara tetap menjadi topik diskusi dan inspirasi bagi banyak orang di Afrika dan sekitarnya, terutama karena komitmennya terhadap kedaulatan nasional, keadilan sosial, dan pemberantasan korupsi, serta upayanya untuk meningkatkan taraf hidup rakyat jelata dan memperjuangkan hak-hak kelompok yang terpinggirkan. Penggulingan dan pembunuhannya pada tahun 1987 mengakhiri periode reformasi yang ambisius ini.
3.4. Burkina Faso (1984-sekarang)
Pasca-era Thomas Sankara, Burkina Faso dipimpin oleh Blaise Compaoré hingga pemberontakan 2014. Upaya transisi demokrasi selanjutnya terhambat oleh pemberontakan jihadis dan dua kudeta militer pada tahun 2022.
3.4.1. Pemerintahan Jangka Panjang Blaise Compaoré (1987-2014)

Pada tanggal 15 Oktober 1987, Sankara dan dua belas pejabat pemerintah lainnya dibunuh dalam sebuah kudeta yang diorganisir oleh Blaise Compaoré, mantan kolega Sankara, yang kemudian mengambil alih sebagai presiden Burkina Faso. Ia memegang posisi tersebut hingga Oktober 2014. Setelah kudeta dan meskipun Sankara diketahui telah meninggal, beberapa CDR (Komite Pertahanan Revolusi) melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara selama beberapa hari. Sebagian besar warga Burkinabè berpendapat bahwa Kementerian Luar Negeri Prancis, Quai d'Orsay, berada di belakang Compaoré dalam mengorganisir kudeta tersebut, dan terdapat beberapa bukti yang mendukung keterlibatan Prancis.
Compaoré menyebut kemerosotan hubungan dengan negara-negara tetangga sebagai salah satu alasan kudeta. Ia berpendapat bahwa Sankara telah membahayakan hubungan luar negeri dengan bekas kekuatan kolonial (Prancis) dan dengan negara tetangga Pantai Gading. Setelah kudeta, Compaoré segera membatalkan nasionalisasi, membalikkan hampir semua kebijakan Sankara, mengembalikan negara ke dalam pelukan IMF, dan pada akhirnya menolak sebagian besar warisan Sankara. Setelah dugaan upaya kudeta pada tahun 1989, Compaoré memperkenalkan reformasi demokrasi terbatas pada tahun 1990. Di bawah konstitusi baru (1991), Compaoré terpilih kembali tanpa lawan pada bulan Desember 1991. Pada tahun 1998, Compaoré memenangkan pemilihan umum dengan telak. Pada tahun 2004, 13 orang diadili karena merencanakan kudeta terhadap Presiden Compaoré dan dalang kudeta yang dituduhkan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Pada tahun 2000, konstitusi diubah untuk mengurangi masa jabatan presiden menjadi lima tahun dan menetapkan batas masa jabatan menjadi dua, mencegah pemilihan ulang berturut-turut. Amandemen tersebut berlaku selama pemilihan umum 2005. Jika disahkan sebelumnya, hal itu akan mencegah Compaoré terpilih kembali. Kandidat presiden lainnya menentang hasil pemilihan. Tetapi pada Oktober 2005, dewan konstitusional memutuskan bahwa, karena Compaoré adalah presiden yang sedang menjabat pada tahun 2000, amandemen tersebut tidak akan berlaku baginya sampai akhir masa jabatan keduanya. Ini membuka jalan bagi pencalonannya dalam pemilihan umum 2005. Pada 13 November 2005, ia terpilih kembali dengan telak, karena oposisi politik yang terpecah.
Dalam pemilihan presiden 2010, Compaoré terpilih kembali. Hanya 1,6 juta warga Burkinabè yang memberikan suara, dari total populasi 10 kali lipatnya.
Pemerintahan Compaoré dikritik karena catatan hak asasi manusianya yang buruk. Pembunuhan jurnalis investigasi Norbert Zongo pada tahun 1998, yang menyelidiki kematian sopir saudara laki-laki Compaoré, menjadi simbol impunitas dan represi terhadap kebebasan pers. Selama 27 tahun pemerintahannya, ruang demokrasi menyempit, dan korupsi merajalela, sementara pembangunan ekonomi tidak merata dan kemiskinan tetap meluas. Upayanya untuk mengubah konstitusi agar dapat mencalonkan diri lagi pada tahun 2015 menjadi pemicu akhir pemberontakan rakyat yang menggulingkannya.
3.4.2. Pemberontakan 2014 dan Pemerintahan Transisi

Mulai tanggal 28 Oktober 2014, para pengunjuk rasa mulai berbaris dan berdemonstrasi di Ouagadougou menentang Presiden Compaoré, yang tampaknya siap untuk mengubah konstitusi dan memperpanjang masa pemerintahannya selama 27 tahun. Pada tanggal 30 Oktober, beberapa pengunjuk rasa membakar gedung parlemen dan mengambil alih markas besar TV nasional. Bandara Internasional Ouagadougou ditutup dan para anggota parlemen menangguhkan pemungutan suara untuk mengubah konstitusi (perubahan tersebut akan memungkinkan Compaoré untuk mencalonkan diri kembali pada tahun 2015). Kemudian pada hari itu, militer membubarkan semua institusi pemerintah dan memberlakukan jam malam.
Pada tanggal 31 Oktober 2014, Compaoré mengundurkan diri. Letnan Kolonel Isaac Zida mengatakan bahwa ia akan memimpin negara selama periode transisi sebelum pemilihan presiden 2015 yang direncanakan, tetapi ada kekhawatiran atas hubungan dekatnya dengan mantan presiden. Pada bulan November 2014, partai-partai oposisi, kelompok masyarakat sipil, dan para pemimpin agama mengadopsi sebuah rencana untuk otoritas transisi guna membimbing Burkina Faso menuju pemilihan umum. Berdasarkan rencana tersebut, Michel Kafando menjadi presiden transisi dan Letnan Kolonel Zida menjadi penjabat Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan.
Pemberontakan 2014 menunjukkan kekuatan mobilisasi rakyat dan keinginan untuk perubahan demokratis. Namun, periode transisi juga menghadapi tantangan, termasuk upaya kudeta oleh unit pengawal presiden yang setia kepada Compaoré. Dampak kejadian ini terhadap kelompok-kelompok yang terkena dampak, seperti keluarga korban kekerasan selama protes, dan upaya pemulihan menjadi fokus penting bagi pemerintah transisi dan masyarakat sipil.
3.4.3. Upaya Transisi Demokrasi dan Ketidakstabilan (2015-2021)
Pada tanggal 16 September 2015, Resimen Keamanan Presiden (RSP) melakukan upaya kudeta, menangkap presiden dan perdana menteri dan kemudian mendeklarasikan Dewan Nasional untuk Demokrasi sebagai pemerintah nasional yang baru. Namun, pada tanggal 22 September 2015, pemimpin kudeta, Gilbert Diendéré, meminta maaf dan berjanji untuk memulihkan pemerintahan sipil. Pada tanggal 23 September 2015, perdana menteri dan presiden sementara dipulihkan ke tampuk kekuasaan.
Pemilihan umum diadakan pada tanggal 29 November 2015. Roch Marc Christian Kaboré memenangkan pemilihan pada putaran pertama dengan 53,5% suara, mengalahkan pengusaha Zéphirin Diabré, yang memperoleh 29,7%. Kaboré dilantik sebagai presiden pada tanggal 29 Desember 2015. Kaboré terpilih kembali dalam pemilihan umum 22 November 2020, tetapi partainya Gerakan Rakyat untuk Kemajuan (MPP), gagal mencapai mayoritas absolut di parlemen. Partai tersebut memperoleh 56 kursi dari total 127 kursi. Kongres untuk Demokrasi dan Kemajuan (CDP), partai mantan Presiden Blaise Compaoré, berada di urutan kedua dengan 20 kursi.
Meskipun pemilihan umum berhasil diselenggarakan, periode ini ditandai dengan meningkatnya ketidakstabilan politik dan keamanan. Upaya untuk memperkuat institusi demokrasi dibayangi oleh serangan jihadis yang semakin meluas dan intens. Hal ini berdampak signifikan terhadap hak-hak sipil dan politik, dengan meningkatnya kekhawatiran atas pelanggaran hak asasi manusia baik oleh kelompok bersenjata maupun pasukan keamanan negara dalam upaya menanggapi krisis. Kebebasan bergerak dan akses ke layanan dasar juga sangat terpengaruh di daerah-daerah yang dilanda konflik.
3.4.4. Pemberontakan Jihadis dan Krisis Keamanan


Sebuah pemberontakan Jihadis dimulai pada Agustus 2015, bagian dari pemberontakan Islamis di Sahel. Antara Agustus 2015 dan Oktober 2016, tujuh pos berbeda diserang di seluruh negeri. Pada 15 Januari 2016, teroris menyerang ibu kota Ouagadougou, menewaskan 30 orang. Al-Qaeda di Maghreb Islam dan Al-Mourabitoune, yang hingga saat itu sebagian besar beroperasi di negara tetangga Mali, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Pada tahun 2016, serangan meningkat setelah kelompok baru Ansarul Islam, yang dipimpin oleh imam Ibrahim Malam Dicko, didirikan. Serangan-serangannya terutama berfokus pada provinsi Soum dan menewaskan puluhan orang dalam serangan di Nassoumbou pada 16 Desember. Antara 27 Maret - 10 April 2017, pemerintah Mali, Prancis, dan Burkina Faso melancarkan operasi gabungan bernama "Operasi Panga", yang melibatkan 1.300 tentara dari ketiga negara, di Hutan Fhero, dekat perbatasan Burkina Faso-Mali, yang dianggap sebagai tempat perlindungan bagi Ansarul Islam. Kepala Ansarul Islam, Ibrahim Malam Dicko, tewas pada Juni 2017 dan Jafar Dicko menjadi pemimpin.
Pada 2 Maret 2018, Jama'at Nasr al-Islam wal Muslimin menyerang kedutaan Prancis di Ouagadougou serta staf umum tentara Burkinabè. Delapan tentara dan delapan penyerang tewas, dan 61 tentara serta 24 warga sipil lainnya terluka. Pemberontakan meluas ke timur negara itu dan, pada awal Oktober, Angkatan Bersenjata Burkina Faso melancarkan operasi militer besar di Timur negara itu, didukung oleh pasukan Prancis. Menurut Human Rights Watch, antara pertengahan 2018 hingga Februari 2019, setidaknya 42 orang dibunuh oleh jihadis dan minimal 116 warga sipil, sebagian besar Fulani, dibunuh oleh pasukan militer tanpa pengadilan. Serangan meningkat secara signifikan pada tahun 2019. Menurut ACLED, kekerasan bersenjata di Burkina Faso melonjak 174% pada tahun 2019, dengan hampir 1.300 warga sipil tewas dan 860.000 orang mengungsi. Kelompok jihadis juga mulai secara khusus menargetkan umat Kristen.
Pada 8 Juli 2020, Amerika Serikat menyuarakan keprihatinan setelah laporan Human Rights Watch mengungkapkan kuburan massal dengan sedikitnya 180 jenazah, yang ditemukan di utara Burkina Faso tempat tentara memerangi jihadis. Pada 4 Juni 2021, Associated Press melaporkan bahwa menurut pemerintah Burkina Faso, orang-orang bersenjata membunuh sedikitnya 100 orang di desa Solhan di utara Burkina Faso dekat perbatasan Niger. Sebuah pasar lokal dan beberapa rumah juga dibakar. Seorang juru bicara pemerintah menyalahkan jihadis. Heni Nsaibia, peneliti senior di Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata mengatakan itu adalah serangan paling mematikan yang tercatat di Burkina Faso sejak dimulainya pemberontakan jihadis.
Dari 4-5 Juni 2021, militan tak dikenal membantai lebih dari 170 orang di desa Solhan dan Tadaryat. Jihadis membunuh 80 orang di Gorgadji pada 20 Agustus. Pada 14 November, Jama'at Nasr al-Islam wal Muslimin menyerang sebuah gendarmerie di Inata, menewaskan 53 tentara, kerugian jiwa terbesar oleh militer Burkinabe selama pemberontakan, dan kerugian moral besar di negara itu. Pada bulan Desember, kelompok Islamis membunuh 41 orang dalam sebuah penyergapan, termasuk pemimpin vigilante populer Ladji Yoro. Yoro adalah tokoh sentral dalam Relawan untuk Pertahanan Tanah Air (VDP), sebuah milisi pro-pemerintah yang telah mengambil peran utama dalam perjuangan melawan kelompok Islamis.
Pada tahun 2023, tak lama setelah pembunuhan seorang pendeta Katolik di tangan pemberontak, uskup Dori, Laurent Dabiré, mengklaim dalam sebuah wawancara dengan badan amal Katolik Aid to the Church in Need bahwa sekitar 50% negara berada di tangan kelompok Islamis.
Krisis keamanan ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan lebih dari satu juta orang menjadi pengungsi internal. Pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil, baik oleh kelompok jihadis maupun oleh pasukan keamanan negara dalam operasi kontra-terorisme, telah dilaporkan secara luas. Upaya penanggulangan oleh pemerintah dan komunitas internasional belum mampu membendung kekerasan, yang terus mengancam stabilitas negara dan kesejahteraan rakyatnya. Dampak sosialnya sangat besar, termasuk penutupan sekolah dan fasilitas kesehatan, serta gangguan terhadap kegiatan ekonomi dan pertanian, yang memperburuk kerawanan pangan.
3.4.5. Kudeta Beruntun 2022 dan Pemerintahan Militer
Dalam kudeta yang berhasil pada 24 Januari 2022, tentara yang memberontak menangkap dan menggulingkan Presiden Roch Marc Christian Kaboré setelah terjadi baku tembak. Gerakan Patriotik untuk Perlindungan dan Pemulihan (MPSR) yang didukung oleh militer menyatakan diri berkuasa, dipimpin oleh Letnan Kolonel Paul-Henri Sandaogo Damiba. Pada 31 Januari, junta militer memulihkan konstitusi dan menunjuk Damiba sebagai presiden sementara. Setelah kudeta tersebut, ECOWAS dan Uni Afrika menangguhkan keanggotaan Burkina Faso. Pada 10 Februari, Dewan Konstitusi menyatakan Damiba sebagai presiden. Ia dilantik sebagai presiden pada 16 Februari. Pada 1 Maret 2022, junta menyetujui piagam yang memungkinkan transisi yang dipimpin militer selama 3 tahun. Piagam tersebut mengatur proses transisi yang akan diikuti dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Presiden Kaboré, yang telah ditahan sejak junta militer mengambil alih kekuasaan, dibebaskan pada 6 April 2022.
Pemberontakan terus berlanjut setelah kudeta, dengan sekitar 60% wilayah negara berada di bawah kendali pemerintah. Pengepungan Djibo dimulai pada Februari 2022 dan berlanjut hingga Juni 2023. Antara 100 dan 165 orang tewas di Departemen Seytenga, Provinsi Séno pada 12-13 Juni dan sekitar 16.000 orang meninggalkan rumah mereka. Pada Juni 2022, Pemerintah mengumumkan pembentukan "zona militer", yang wajib dikosongkan oleh warga sipil agar Angkatan Bersenjata dan Keamanan negara dapat memerangi pemberontak tanpa "hambatan".
Pada 30 September 2022, Damiba digulingkan dalam kudeta militer yang dipimpin oleh Kapten Ibrahim Traoré. Ini terjadi delapan bulan setelah Damiba merebut kekuasaan. Alasan yang diberikan Traoré untuk kudeta tersebut adalah ketidakmampuan Paul-Henri Sandaogo Damiba untuk menangani pemberontakan Islamis. Damiba mengundurkan diri dan meninggalkan negara itu. Pada 6 Oktober 2022, Kapten Ibrahim Traoré secara resmi diangkat sebagai presiden. Apollinaire Joachim Kyélem de Tambèla diangkat sebagai Perdana Menteri sementara pada 21 Oktober 2022.
Pada 13 April 2023, pihak berwenang di Burkina Faso mendeklarasikan mobilisasi untuk memberikan negara semua sarana yang diperlukan untuk memerangi terorisme dan menciptakan "kerangka hukum untuk semua tindakan yang akan diambil" terhadap para pemberontak dalam merebut kembali 40% wilayah nasional dari pemberontak Islamis. Pada 20 April, Brigade Intervensi Cepat melakukan pembantaian Karma, mengumpulkan dan mengeksekusi warga sipil secara massal. Antara 60 dan 156 warga sipil tewas. Pada 25 Agustus 2024, JNIM kembali melancarkan serangan besar di wilayah Barsalogho, menewaskan sedikitnya 400 orang.
Kudeta beruntun ini semakin memperburuk situasi hak asasi manusia dan tata kelola demokratis. Penangguhan konstitusi, pembatasan kebebasan sipil, dan meningkatnya peran militer dalam politik telah menuai kecaman dari komunitas internasional. Dampak terhadap warga sipil sangat signifikan, dengan ketidakpastian politik menambah penderitaan akibat krisis keamanan dan kemanusiaan yang sedang berlangsung.
4. Geografi


Secara geografis, Burkina Faso memiliki lanskap peneplain dan sabana, dengan iklim tropis yang dipengaruhi Sahel. Sistem hidrologinya bergantung pada Sungai Volta dan Sungai Niger. Sumber daya alam utamanya adalah emas, sementara negara ini menghadapi tantangan desertifikasi.
4.1. Topografi dan Geologi
Burkina Faso terdiri dari dua jenis utama lanskap. Sebagian besar negara ditutupi oleh peneplain, yang membentuk lanskap bergelombang landai dengan, di beberapa daerah, beberapa bukit terisolasi, sisa-sisa terakhir dari massif Prakambrium. Sebaliknya, bagian barat daya negara ini membentuk massif batu pasir, di mana puncak tertinggi, Ténakourou, ditemukan pada ketinggian 749 m. Massif ini dibatasi oleh tebing curam setinggi 150 m. Ketinggian rata-rata Burkina Faso adalah 400 m dan perbedaan antara medan tertinggi dan terendah tidak lebih dari 600 m. Oleh karena itu, Burkina Faso adalah negara yang relatif datar.
Secara geologis, sebagian besar wilayah Burkina Faso tersusun atas batuan kristalin Prakambrium yang merupakan bagian dari Kraton Afrika Barat. Batuan ini kaya akan mineral, yang menjadi dasar bagi sektor pertambangan negara. Di bagian barat daya, formasi batu pasir menutupi batuan dasar Prakambrium, menciptakan lanskap yang berbeda dengan tebing dan dataran tinggi.
4.2. Iklim
Burkina Faso memiliki iklim tropis dengan dua musim yang sangat berbeda. Pada musim hujan, negara ini menerima curah hujan antara 600 mm dan 900 mm; pada musim kemarau, harmattan - angin kering panas dari Sahara - bertiup. Musim hujan berlangsung sekitar empat bulan, Mei/Juni hingga September, tetapi lebih pendek di bagian utara negara itu. Tiga zona iklim dapat didefinisikan: Sahel, Sudan-Sahel, dan Sudan-Guinea.
- Zona Sahel di utara biasanya menerima curah hujan kurang dari 600 mm per tahun dan memiliki suhu tinggi, 5 °C hingga 47 °C. Zona ini merupakan sabana tropis yang relatif kering dan berbatasan dengan Sahara di utara serta wilayah Sudan yang lebih subur di selatan.
- Zona Sudan-Sahel, terletak antara 11°3′ dan 13°5′ lintang utara, merupakan zona transisi dalam hal curah hujan dan suhu.
- Zona Sudan-Guinea di selatan menerima lebih dari 900 mm hujan setiap tahun dan memiliki suhu rata-rata yang lebih sejuk.
Geografi dan lingkungan berkontribusi terhadap kerawanan pangan Burkina Faso. Karena negara ini terletak di wilayah Sahel, ia memiliki variasi iklim paling radikal di dunia, mulai dari banjir parah hingga kekeringan ekstrem. Guncangan iklim yang tidak dapat diprediksi dapat mempersulit warga Burkina Faso untuk mengandalkan dan berhasil dalam pertanian. Iklim Burkina Faso juga membuat tanamannya rentan terhadap serangan serangga, termasuk serangan dari belalang dan jangkrik, yang menghancurkan tanaman dan semakin menghambat produksi pangan.

4.3. Hidrologi (Sungai dan Danau)
Negara ini mendapatkan nama sebelumnya, Volta Hulu, dari tiga sungai yang melintasinya: Sungai Volta Hitam (atau Mouhoun), Sungai Volta Putih (Nakambé), dan Sungai Volta Merah (Nazinon). Volta Hitam adalah salah satu dari hanya dua sungai di negara ini yang mengalir sepanjang tahun, yang lainnya adalah Sungai Komoé, yang mengalir ke barat daya. DAS Sungai Niger juga mengaliri 27% permukaan negara.
Anak-anak sungai Niger - Béli, Gorouol, Goudébo, dan Dargol - adalah aliran musiman dan hanya mengalir selama empat hingga enam bulan setahun. Namun, mereka masih bisa banjir dan meluap. Negara ini juga memiliki banyak danau - yang utama adalah Tingrela, Bam, dan Dem. Negara ini juga memiliki kolam-kolam besar, seperti Oursi, Béli, Yomboli, dan Markoye. Kekurangan air sering menjadi masalah, terutama di bagian utara negara itu.
Sumber daya air di Burkina Faso sangat penting untuk pertanian, konsumsi domestik, dan industri. Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan menjadi tantangan signifikan, terutama dengan meningkatnya variabilitas iklim dan tekanan populasi.
4.4. Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Sumber daya mineral utama Burkina Faso termasuk emas, mangan, tembaga, batu kapur, fosfat, batu apung, dan garam. Emas merupakan komoditas ekspor utama dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara. Cadangan mangan juga cukup besar.
Burkina Faso terletak dalam dua ekoregion darat: sabana Akasia Sahel dan sabana Sudan Barat.
Luas tutupan hutan di Burkina Faso sekitar 23% dari total luas daratan, setara dengan 6.216.400 hektar (ha) hutan pada tahun 2020, turun dari 7.716.600 hektar (ha) pada tahun 1990. Pada tahun 2020, hutan yang beregenerasi secara alami mencakup 6.039.300 hektar (ha) dan hutan tanaman mencakup 177.100 hektar (ha). Dari hutan yang beregenerasi secara alami, 0% dilaporkan sebagai hutan primer (terdiri dari spesies pohon asli tanpa indikasi aktivitas manusia yang terlihat jelas) dan sekitar 16% dari kawasan hutan ditemukan di dalam kawasan lindung. Untuk tahun 2015, 100% kawasan hutan dilaporkan berada di bawah kepemilikan publik.
Keanekaragaman hayati flora dan fauna representatif di antaranya adalah gajah afrika, singa, macan tutul, dan berbagai jenis antelop serta burung. Beberapa taman nasional dan kawasan lindung telah didirikan untuk melindungi ekosistem dan satwa liar ini, termasuk:
- Taman Nasional W di timur yang melintasi Burkina Faso, Benin, dan Niger.
- Cagar Alam Arly (Taman Nasional Arly di timur).
- Hutan Lindung Léraba-Comoé dan Cagar Parsial Satwa Liar di barat.
- Mare aux Hippopotames di barat.
Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan isu lingkungan seperti deforestasi, desertifikasi (penggurunan), dan degradasi lahan menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan organisasi lingkungan. Tantangan ini diperburuk oleh perubahan iklim dan praktik penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan. Upaya konservasi dan rehabilitasi lingkungan terus dilakukan, meskipun menghadapi berbagai kendala.
5. Politik
Burkina Faso menganut sistem semi-presidensial yang sering terganggu kudeta militer. Meskipun memiliki sistem multi-partai, aktivitas politik terbatas, dan situasi hak asasi manusia menghadapi tantangan akibat krisis keamanan.

5.1. Struktur Pemerintahan dan Konstitusi
Konstitusi 2 Juni 1991 membentuk pemerintahan semi-presidensial: parlemennya dapat dibubarkan oleh Presiden Republik, yang akan dipilih untuk masa jabatan tujuh tahun. Pada tahun 2000, konstitusi diubah untuk mengurangi masa jabatan presiden menjadi lima tahun dan menetapkan batas masa jabatan menjadi dua, mencegah pemilihan ulang berturut-turut. Amandemen tersebut mulai berlaku selama pemilihan umum 2005.
Parlemen terdiri dari satu kamar yang dikenal sebagai Majelis Nasional, yang memiliki 111 kursi dengan anggota dipilih untuk masa jabatan lima tahun. Ada juga kamar konstitusional, yang terdiri dari sepuluh anggota, dan dewan ekonomi dan sosial yang perannya murni konsultatif. Konstitusi 1991 menciptakan parlemen bikameral, tetapi majelis tinggi (Kamar Perwakilan) dihapuskan pada tahun 2002.
Eksekutif dipimpin oleh Presiden sebagai kepala negara, dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Presiden menunjuk Perdana Menteri dengan persetujuan Majelis Nasional. Yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung, pengadilan banding, dan pengadilan tingkat pertama.
Pada tahun 2015, Presiden Kaboré berjanji untuk merevisi konstitusi 1991. Revisi tersebut selesai pada tahun 2018. Salah satu syaratnya adalah mencegah individu mana pun menjabat sebagai presiden lebih dari sepuluh tahun baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut dan menyediakan metode untuk memakzulkan presiden. Referendum mengenai konstitusi untuk Republik Kelima dijadwalkan pada 24 Maret 2019, namun tidak terlaksana.
Setelah kudeta Januari 2022, militer membubarkan parlemen, pemerintah, dan konstitusi. Pada 31 Januari, junta militer memulihkan konstitusi, tetapi konstitusi tersebut ditangguhkan lagi setelah kudeta September 2022. Saat ini, negara dipimpin oleh pemerintahan militer transisi di bawah Kapten Ibrahim Traoré. Piagam transisi yang disetujui pada Maret 2022 mengizinkan transisi yang dipimpin militer selama 3 tahun, yang kemudian diperpanjang hingga 5 tahun pada Mei 2024, dengan pemilihan umum dijadwalkan pada tahun 2029. Perubahan ini mencerminkan ketidakstabilan politik yang berkelanjutan dan tantangan dalam mengembalikan tata kelola konstitusional.
5.2. Partai Politik dan Pemilihan Umum
Burkina Faso menganut sistem multi-partai, meskipun aktivitas partai politik seringkali dibatasi atau dipengaruhi oleh gejolak politik dan intervensi militer. Sebelum kudeta 2022, beberapa partai politik utama yang aktif meliputi:
- Gerakan Rakyat untuk Kemajuan (Mouvement du Peuple pour le Progrès - MPP): Partai yang didirikan oleh Roch Marc Christian Kaboré, yang memenangkan pemilihan presiden pada 2015 dan 2020.
- Kongres untuk Demokrasi dan Kemajuan (Congrès pour la Démocratie et le Progrès - CDP): Partai mantan Presiden Blaise Compaoré, yang menjadi oposisi utama setelah kejatuhannya pada 2014.
- Persatuan untuk Kemajuan dan Reformasi (Union pour le Progrès et le Changement - UPC): Dipimpin oleh Zéphirin Diabré, menjadi salah satu kekuatan oposisi signifikan.
Sejarah pemilihan presiden dan parlemen di Burkina Faso diwarnai oleh berbagai kontroversi, boikot, dan tuduhan kecurangan, terutama selama era Compaoré. Pemilihan umum pasca-pemberontakan 2014 dianggap lebih bebas dan adil, meskipun tantangan terkait keamanan dan logistik tetap ada.
Setelah kudeta Januari dan September 2022, aktivitas partai politik secara efektif dibatasi oleh pemerintahan militer. Piagam transisi yang diadopsi mengatur penyelenggaraan pemilihan umum di akhir periode transisi, namun jadwal pastinya dan kondisi partisipasi partai politik masih belum sepenuhnya jelas di tengah krisis keamanan yang sedang berlangsung. Pembatasan ini berdampak pada dinamika politik dan perkembangan demokrasi di negara tersebut.
5.3. Hak Asasi Manusia
Situasi hak asasi manusia di Burkina Faso menghadapi tantangan serius, terutama diperburuk oleh krisis keamanan akibat pemberontakan jihadis dan ketidakstabilan politik. Kebebasan politik sangat dibatasi. Organisasi hak asasi manusia telah mengkritik pemerintahan Compaoré atas berbagai tindakan kekerasan yang disponsori negara terhadap jurnalis dan anggota masyarakat yang aktif secara politik lainnya.
Isu-isu hak asasi manusia utama meliputi:
- Kebebasan Pers dan Berekspresi: Meskipun ada media independen, jurnalis sering menghadapi intimidasi, ancaman, dan kekerasan, terutama ketika melaporkan isu-isu sensitif seperti korupsi atau operasi militer. Kasus pembunuhan jurnalis Norbert Zongo pada tahun 1998 tetap menjadi simbol impunitas. Di bawah pemerintahan militer, pembatasan terhadap media dan kebebasan berekspresi cenderung meningkat.
- Represi Politik: Aktivis politik, pembela hak asasi manusia, dan anggota oposisi sering menghadapi pelecehan, penangkapan sewenang-wenang, dan pembatasan hak untuk berkumpul dan berserikat. Kudeta militer telah lebih lanjut mempersempit ruang sipil.
- Hak-hak Perempuan dan Anak: Meskipun ada kemajuan legislatif, perempuan dan anak-anak terus menghadapi diskriminasi dan kekerasan. Pemotongan kelamin perempuan (FGM), perkawinan anak, dan kekerasan dalam rumah tangga masih lazim. Di daerah konflik, perempuan dan anak-anak sangat rentan terhadap kekerasan seksual, penculikan, dan perekrutan oleh kelompok bersenjata. Akses anak perempuan terhadap pendidikan juga masih menjadi tantangan.
- Perlindungan Warga Sipil di Daerah Konflik: Warga sipil, terutama di wilayah utara dan timur, menjadi korban kekerasan dari kelompok jihadis dan, dalam beberapa kasus, dari pasukan keamanan negara selama operasi kontra-terorisme. Pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan pengungsian paksa telah dilaporkan secara luas. Akses bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah ini seringkali terhambat.
- Hak-hak Minoritas dan Kelompok Rentan: Kelompok etnis tertentu, seperti Fulani, sering mengalami stigmatisasi dan menjadi sasaran kekerasan karena dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok jihadis. Pengungsi internal dan komunitas tuan rumah menghadapi kondisi hidup yang sulit dan persaingan sumber daya.
Pemerintah Burkina Faso, termasuk pemerintahan transisi militer saat ini, telah menyatakan komitmen untuk mengatasi masalah keamanan dan melindungi warga sipil. Namun, tantangan tetap besar. Komunitas internasional, termasuk PBB dan organisasi hak asasi manusia regional dan internasional, terus memantau situasi dan menyerukan penghormatan terhadap hak asasi manusia, akuntabilitas atas pelanggaran, dan pemulihan tata kelola demokratis.
6. Pembagian Administratif
Burkina Faso dibagi menjadi 13 region administratif. Region-region ini kemudian dibagi lagi menjadi 45 provinsi, dan provinsi-provinsi tersebut selanjutnya dibagi menjadi 351 departemen (komune). Setiap region dipimpin oleh seorang Gubernur. Sistem pembagian administratif ini bertujuan untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan memfasilitasi pembangunan daerah.
Berikut adalah daftar 13 region di Burkina Faso:
- Boucle du Mouhoun
- Cascades
- Centre (meliputi ibu kota Ouagadougou)
- Centre-Est
- Centre-Nord
- Centre-Ouest
- Centre-Sud
- Est
- Hauts-Bassins (meliputi kota terbesar kedua, Bobo-Dioulasso)
- Nord
- Plateau-Central
- Sahel
- Sud-Ouest
Kota-kota utama di Burkina Faso selain Ouagadougou dan Bobo-Dioulasso antara lain Koudougou, Ouahigouya, Banfora, Kaya, dan Fada N'gourma. Peran unit-unit administratif ini mencakup implementasi kebijakan nasional di tingkat lokal, koordinasi program pembangunan, penyediaan layanan publik dasar, dan pemeliharaan ketertiban umum, meskipun kapasitas mereka seringkali terbatas oleh sumber daya dan tantangan keamanan di beberapa wilayah.
7. Militer dan Keamanan
Angkatan Bersenjata Burkina Faso (Forces Armées Nationales - FAN) terdiri dari Angkatan Darat (Armée de Terre), Angkatan Udara (Force Aérienne de Burkina Faso - FABF), Gendarmerie Nasional, dan Milisi Rakyat (yang merupakan pasukan cadangan paruh waktu). Perkiraan jumlah personel aktif Angkatan Darat adalah sekitar 6.000 orang, dengan tambahan Milisi Rakyat yang terdiri dari warga sipil berusia antara 25 dan 35 tahun yang dilatih dalam tugas militer dan sipil. Anggaran militer secara historis merupakan sekitar 1,2% dari PDB negara, namun angka ini kemungkinan meningkat signifikan akibat krisis keamanan.
Misi utama angkatan bersenjata adalah mempertahankan integritas teritorial negara, melindungi warga negara dan asetnya, serta berpartisipasi dalam misi penjaga perdamaian internasional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fokus utama telah beralih ke upaya kontra-pemberontakan melawan kelompok jihadis yang aktif di wilayah utara dan timur negara.
Militer Burkina Faso telah beberapa kali melakukan intervensi dalam politik, termasuk serangkaian kudeta yang terakhir terjadi pada Januari dan September 2022, yang membawa pemerintahan militer saat ini ke tampuk kekuasaan. Resimen Keamanan Presiden (Régiment de la Sécurité Présidentielle - RSP) yang elit pernah menjadi unit kuat yang terlibat dalam politik, namun dibubarkan setelah upaya kudeta pada tahun 2015.
Organisasi kepolisian utama meliputi:
- Gendarmerie Nasional: Diatur secara militer dan beroperasi di bawah Kementerian Pertahanan. Anggotanya terutama bertugas di daerah pedesaan dan di sepanjang perbatasan, menangani keamanan publik dan investigasi kriminal.
- Kepolisian Nasional: Di bawah Kementerian Keamanan, bertanggung jawab atas penegakan hukum di perkotaan.
- Kepolisian Kota: Di beberapa kotamadya, dikendalikan oleh Kementerian Administrasi Teritorial.
Situasi keamanan domestik sangat parah akibat pemberontakan jihadis yang dimulai sekitar tahun 2015. Kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan ISIS telah melakukan serangan terhadap sasaran militer dan sipil, menyebabkan ribuan kematian dan pengungsian lebih dari dua juta orang. Dampaknya terhadap masyarakat sipil sangat menghancurkan, termasuk hilangnya nyawa, pengungsian massal, penutupan sekolah dan fasilitas kesehatan, serta meningkatnya kerawanan pangan. Pasukan keamanan, meskipun mendapat dukungan internasional, berjuang untuk mengatasi ancaman ini. Dalam upaya meningkatkan keamanan, pemerintah telah merekrut relawan sipil ke dalam unit Relawan untuk Pertahanan Tanah Air (VDP) untuk membantu militer, sebuah langkah yang menuai kontroversi terkait pelatihan dan akuntabilitas mereka.
8. Hubungan Luar Negeri
Burkina Faso adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Afrika (AU), Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), La Francophonie, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Namun, setelah kudeta militer pada tahun 2022, keanggotaan Burkina Faso di AU dan ECOWAS ditangguhkan. Pada Januari 2024, Burkina Faso, bersama dengan Mali dan Niger, mengumumkan penarikan diri dari ECOWAS, dengan alasan bahwa organisasi tersebut telah menyimpang dari cita-cita pendirinya dan berada di bawah pengaruh kekuatan asing. Ketiga negara ini kemudian membentuk Aliansi Negara-Negara Sahel pada September 2023 sebagai pakta pertahanan bersama.
Secara historis, kebijakan luar negeri Burkina Faso berfokus pada non-blok, meskipun hubungan dekat dengan Prancis, bekas kekuatan kolonial, tetap signifikan dalam aspek ekonomi, militer, dan budaya. Namun, sentimen anti-Prancis meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah kudeta 2022, yang menyebabkan pemerintah militer meminta penarikan pasukan Prancis dari negara tersebut pada awal 2023 dan mengakhiri perjanjian militer bilateral. Pemerintah transisi telah berupaya mendiversifikasi mitra internasionalnya, termasuk memperkuat hubungan dengan Rusia.
Hubungan dengan negara-negara tetangga di kawasan Sahel sangat penting, terutama dalam konteks kerja sama keamanan untuk mengatasi pemberontakan jihadis lintas batas. Burkina Faso adalah anggota G5 Sahel hingga Desember 2023, ketika negara itu, bersama Niger dan Mali, menarik diri dari organisasi tersebut.
Hubungan dengan negara-negara mitra utama lainnya termasuk negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Tiongkok (setelah memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan pada 2018). Bantuan pembangunan dan kerja sama ekonomi menjadi aspek penting dalam hubungan ini.
Mengenai hubungan dengan Indonesia, belum ada informasi spesifik yang menonjol dalam sumber yang diberikan yang memerlukan sub-bagian terpisah. Hubungan bilateral kemungkinan besar berfokus pada kerja sama dalam kerangka organisasi internasional seperti PBB, OKI, dan Gerakan Non-Blok, serta potensi kerja sama ekonomi dan budaya yang saling menguntungkan. Isu-isu global seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan pemberantasan terorisme juga menjadi area potensial untuk kolaborasi.
9. Ekonomi
Ekonomi Burkina Faso bergantung pada pertanian dan pertambangan emas, namun dilanda kemiskinan dan ketidakstabilan. Infrastruktur masih terbatas, dan investasi R&D rendah meski ada upaya peningkatan.
9.1. Struktur dan Tren Ekonomi
Struktur ekonomi Burkina Faso didominasi oleh sektor pertanian, yang menyumbang sekitar 32% dari PDB dan mempekerjakan sekitar 80% dari populasi aktif. Tingkat kemiskinan tetap tinggi, dengan sebagian besar penduduk terlibat dalam pertanian subsisten. Negara ini sangat bergantung pada bantuan internasional dan pinjaman untuk membiayai pembangunan dan defisit anggaran.
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi didorong oleh produksi emas dan peningkatan investasi infrastruktur. Namun, tren ekonomi terkini dipengaruhi oleh ketidakstabilan politik, krisis keamanan yang meningkat, dampak perubahan iklim terhadap pertanian, dan fluktuasi harga komoditas global. Masalah inflasi dan utang publik juga menjadi perhatian. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,4%, namun defisit publik meningkat menjadi 7,7% dari PDB. Prospek ekonomi jangka pendek dan menengah tetap rapuh, dengan risiko termasuk harga minyak yang tinggi (impor), harga emas dan kapas yang lebih rendah (ekspor), serta ancaman teroris dan pemogokan buruh. Tingkat kemiskinan sedikit menurun antara 2009 dan 2014, dari 46% menjadi 40,1%, tetapi tetap tinggi. Krisis keamanan sejak 2015 telah mengganggu pasar, perdagangan, dan mata pencaharian, terutama di wilayah utara dan timur, memperburuk kerentanan ekonomi.
Pemerintah, termasuk rezim militer saat ini, telah menyusun rencana pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi defisit anggaran dan mempertahankan pengeluaran penting untuk layanan sosial dan investasi publik prioritas, seringkali dengan dukungan dari lembaga seperti Dana Moneter Internasional. Dari perspektif kesetaraan sosial, tantangan utama adalah memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi inklusif dan manfaatnya dirasakan oleh kelompok rentan, serta mengatasi ketimpangan regional dan gender.
9.2. Sektor Utama
Ekonomi Burkina Faso bergantung pada beberapa sektor utama, terutama pertanian dan pertambangan. Sektor jasa masih kurang berkembang.
9.2.1. Pertanian dan Peternakan
Pertanian adalah tulang punggung ekonomi, mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja dan berkontribusi signifikan terhadap PDB. Tanaman pangan utama meliputi sorgum, jawawut, jagung, kacang tanah, dan beras. Kapas adalah tanaman komersial utama dan komoditas ekspor penting, meskipun produksinya rentan terhadap fluktuasi harga global dan kondisi iklim. Biji wijen juga merupakan produk ekspor yang signifikan.
Sektor peternakan juga memainkan peran penting dalam ekonomi, terutama di daerah pedesaan, menyediakan sumber pendapatan dan makanan. Jenis ternak utama meliputi sapi, domba, kambing, dan unggas.
Sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim, termasuk pola curah hujan yang tidak teratur, kekeringan, dan banjir. Ketidakamanan yang meluas di banyak wilayah pertanian juga telah mengganggu produksi, menyebabkan petani meninggalkan lahan mereka, dan memperburuk kerawanan pangan. Upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan menghadapi tantangan besar ini. Kebijakan pemerintah seringkali berfokus pada peningkatan akses terhadap input pertanian, teknik pertanian yang lebih baik, dan infrastruktur irigasi, namun implementasinya terhambat oleh kendala sumber daya dan keamanan.
9.2.2. Pertambangan

Sektor pertambangan, khususnya emas, telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan sumber pendapatan ekspor yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Burkina Faso adalah salah satu produsen emas terbesar di Afrika. Produksi emas meningkat pesat dari 5 ton pada tahun 2008 menjadi sekitar 55 ton yang diharapkan pada tahun 2018. Selain emas, negara ini juga memiliki cadangan mangan, seng, timbal, tembaga, nikel, dan batu kapur, meskipun eksploitasi sumber daya ini masih terbatas.
Industri pertambangan sebagian besar didominasi oleh perusahaan multinasional asing, tetapi juga melibatkan sejumlah besar penambang skala kecil dan artisanal. Meskipun memberikan kontribusi ekonomi yang penting, sektor ini juga menghadapi tantangan sosial dan lingkungan. Isu-isu seperti hak-hak pekerja, kondisi kerja yang aman, penggunaan tenaga kerja anak (terutama di pertambangan artisanal), pembagian manfaat yang adil dengan komunitas lokal, dan dampak ekologis dari kegiatan penambangan (seperti penggunaan sianida dan merkuri, serta degradasi lahan) menjadi perhatian utama. Pemerintah berupaya untuk meningkatkan tata kelola sektor ini dan memastikan bahwa kekayaan mineral negara memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat, namun penegakan hukum dan kapasitas pengawasan masih lemah. Konflik terkait lahan dan akses ke sumber daya antara perusahaan tambang, penambang artisanal, dan komunitas lokal juga sering terjadi.
9.3. Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi merupakan kunci untuk pembangunan nasional Burkina Faso, namun negara ini masih menghadapi banyak tantangan di bidang ini.
9.3.1. Transportasi

Infrastruktur transportasi di Burkina Faso relatif kurang berkembang. Jaringan jalan raya mencakup sekitar 15.00 K km, di mana hanya sekitar 2.50 K km yang beraspal. Kondisi jalan, terutama di daerah pedesaan, seringkali buruk dan sulit dilalui selama musim hujan.
Satu-satunya jalur kereta api adalah jalur kereta api Abidjan-Niger, yang membentang dari Kaya di Burkina Faso melalui Ouagadougou, Koudougou, Bobo-Dioulasso, dan Banfora, hingga ke Abidjan di Pantai Gading. Jalur ini penting untuk perdagangan, tetapi sering mengalami masalah operasional dan memerlukan modernisasi.
Transportasi udara dilayani oleh dua bandara internasional utama: Bandara Internasional Ouagadougou dan Bandara Bobo-Dioulasso. Bandara Ouagadougou memiliki penerbangan reguler ke banyak tujuan di Afrika Barat serta beberapa kota di Eropa dan Timur Tengah. Beberapa bandara regional yang lebih kecil juga ada.
Kurangnya infrastruktur transportasi yang memadai menghambat perdagangan, mobilitas, dan akses ke layanan dasar, serta meningkatkan biaya logistik.
9.3.2. Energi
Pasokan energi di Burkina Faso sangat terbatas dan negara ini sangat bergantung pada impor produk minyak bumi dan listrik dari negara tetangga seperti Pantai Gading dan Ghana. Akses terhadap listrik masih rendah, terutama di daerah pedesaan. Biaya energi yang tinggi juga menjadi kendala bagi pembangunan ekonomi dan sosial.
Pemerintah berupaya untuk meningkatkan produksi energi domestik dan mendiversifikasi sumber energi, dengan fokus pada pengembangan energi terbarukan, khususnya tenaga surya. Burkina Faso memiliki potensi tenaga surya yang besar. Salah satu proyek penting adalah pembangkit listrik tenaga surya Zagtouli, dekat Ouagadougou, yang diresmikan pada tahun 2017 dan pada saat itu merupakan fasilitas tenaga surya terbesar di Afrika Barat dengan kapasitas 33 megawatt. Berbagai proyek tenaga surya lainnya sedang dikembangkan oleh sektor publik dan swasta.
Namun, tantangan dalam sektor energi tetap signifikan, termasuk kebutuhan akan investasi besar dalam infrastruktur pembangkit dan transmisi, serta peningkatan efisiensi energi. Memastikan akses energi yang merata dan terjangkau bagi seluruh penduduk, terutama kelompok rentan dan di daerah pedesaan, merupakan prioritas penting untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup.
9.3.3. Pengelolaan Air dan Sanitasi
Akses terhadap air minum bersih dan sanitasi yang layak masih menjadi tantangan besar di Burkina Faso, meskipun telah ada kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut UNICEF, akses terhadap air minum meningkat dari 39% menjadi 76% di daerah pedesaan antara tahun 1990 dan 2015, dan dari 75% menjadi 97% di daerah perkotaan pada periode yang sama. Namun, kualitas air dan keberlanjutan pasokan seringkali menjadi masalah.
Badan Air dan Sanitasi Nasional (Office National de l'Eau et de l'Assainissement - ONEA), sebuah perusahaan utilitas milik negara yang dikelola secara komersial, telah memainkan peran penting dalam meningkatkan produksi dan akses air bersih, terutama di pusat-pusat perkotaan utama. ONEA dianggap sebagai salah satu perusahaan utilitas berkinerja terbaik di Afrika, dengan tingkat kehilangan air melalui kebocoran yang relatif rendah dan peningkatan pendapatan tahunan yang stabil.
Meskipun demikian, tantangan tetap ada, termasuk kesulitan sebagian pelanggan dalam membayar layanan, dan kebutuhan akan bantuan internasional untuk memperluas infrastruktur. Di daerah pedesaan, banyak komunitas masih bergantung pada sumur tradisional dan sumber air permukaan yang tidak aman. Sanitasi yang buruk juga berkontribusi pada penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air.
Krisis keamanan telah memperburuk situasi, dengan pengungsian massal yang memberi tekanan pada sumber daya air dan fasilitas sanitasi yang ada di daerah penerima pengungsi. Upaya untuk meningkatkan akses universal terhadap air bersih dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, mengurangi kemiskinin, dan mendukung pembangunan sosial-ekonomi, terutama bagi kelompok rentan.
9.4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) di Burkina Faso relatif rendah, sekitar 0,20% dari PDB pada tahun 2009, salah satu rasio terendah di Afrika Barat. Namun, jumlah peneliti per juta penduduk (48 peneliti pada tahun 2010) lebih tinggi dari rata-rata Afrika Sub-Sahara dan beberapa negara tetangga seperti Ghana dan Nigeria, meskipun jauh di bawah Senegal. Mayoritas peneliti bekerja di sektor kesehatan (46%), diikuti oleh teknik (16%), ilmu alam (13%), ilmu pertanian (9%), humaniora (7%), dan ilmu sosial (4%).
Pada Januari 2011, pemerintah membentuk Kementerian Riset Ilmiah dan Inovasi, menandakan niat untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai prioritas pembangunan. Pada tahun 2012, Burkina Faso mengadopsi Kebijakan Nasional untuk Riset Ilmiah dan Teknis, dengan tujuan strategis untuk mengembangkan R&D serta aplikasi dan komersialisasi hasil penelitian. Prioritas utama termasuk peningkatan ketahanan pangan dan swasembada melalui peningkatan kapasitas dalam ilmu pertanian dan lingkungan. Prioritas lainnya adalah mempromosikan sistem kesehatan yang inovatif, efektif, dan dapat diakses, serta mengembangkan ilmu terapan, teknologi, dan ilmu sosial dan humaniora.
Untuk melengkapi kebijakan riset nasional, pemerintah telah menyiapkan Strategi Nasional untuk Mempopulerkan Teknologi, Penemuan, dan Inovasi (2012) dan Strategi Inovasi Nasional (2014). Pada tahun 2013, Burkina Faso mengesahkan Undang-Undang Sains, Teknologi, dan Inovasi yang membentuk tiga mekanisme untuk membiayai penelitian dan inovasi: Dana Nasional untuk Pendidikan dan Penelitian, Dana Nasional untuk Penelitian dan Inovasi untuk Pembangunan, dan Forum Penelitian Ilmiah dan Inovasi Teknologi.
Lembaga terkait lainnya termasuk berbagai universitas dan pusat penelitian. Meskipun ada upaya kebijakan, implementasi dan dampak nyata dari promosi ilmu pengetahuan dan teknologi masih menghadapi tantangan terkait pendanaan yang terbatas, kurangnya infrastruktur penelitian, dan "brain drain" (migrasi tenaga ahli). Pada Indeks Inovasi Global tahun 2024, Burkina Faso menempati peringkat ke-129.
10. Masyarakat
Masyarakat Burkina Faso memiliki populasi muda, beragam etnis dengan orang Mossi sebagai mayoritas, dan multibahasa. Islam dan Kekristenan dominan. Sektor pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan menghadapi tantangan signifikan.
10.1. Demografi

Populasi | |
---|---|
Tahun | Juta |
1950 | 4.3 |
2000 | 11.6 |
2024 | 23.2 |
Burkina Faso memiliki populasi yang diperkirakan sekitar 23,286 juta jiwa pada tahun 2024. Tingkat pertumbuhan populasi tinggi, sekitar 3,05% pada tahun 2014, didorong oleh tingkat kesuburan yang juga tinggi, diperkirakan 5,93 anak per wanita pada tahun 2014, salah satu yang tertinggi di dunia. Hal ini menghasilkan struktur usia yang sangat muda, dengan usia median penduduk adalah 17 tahun pada tahun 2014. Sekitar 47,5% populasi berusia di bawah 14 tahun.
Harapan hidup rata-rata pada tahun 2016 diperkirakan 60 tahun untuk pria dan 61 tahun untuk wanita. Urbanisasi meningkat, tetapi mayoritas penduduk masih tinggal di daerah pedesaan. Kepadatan penduduk bervariasi, dengan konsentrasi tertinggi di wilayah tengah dan selatan, terkadang melebihi 48 jiwa/km². Ratusan ribu warga Burkinabè secara teratur bermigrasi ke Pantai Gading dan Ghana, terutama untuk pekerjaan pertanian musiman. Arus pekerja ini dipengaruhi oleh peristiwa eksternal; upaya kudeta September 2002 di Pantai Gading dan pertempuran berikutnya menyebabkan ratusan ribu warga Burkinabè kembali ke Burkina Faso, yang berdampak pada ekonomi regional. Krisis keamanan internal sejak 2015 juga telah menyebabkan lebih dari satu juta orang menjadi pengungsi internal, yang memberikan tekanan besar pada sumber daya dan layanan di daerah penerima.
Pada tahun 2009, laporan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Manusia melaporkan bahwa perbudakan di Burkina Faso masih ada dan anak-anak Burkinabè sering menjadi korban. Perbudakan di negara-negara Sahel secara umum adalah institusi yang mengakar dengan sejarah panjang yang berasal dari perdagangan budak trans-Sahara. Pada tahun 2018, diperkirakan 82.000 orang di negara itu hidup dalam "perbudakan modern" menurut Indeks Perbudakan Global.
Kota-kota terbesar menurut sensus 2019 adalah:
- Ouagadougou (Ibu kota, Region Centre): 2.415.266 jiwa
- Bobo-Dioulasso (Region Hauts-Bassins): 904.920 jiwa
- Koudougou (Region Centre-Ouest): 160.239 jiwa
- Saaba (Region Centre): 136.011 jiwa
- Ouahigouya (Region Nord): 124.587 jiwa
10.2. Kelompok Etnis

Populasi Burkina Faso yang berjumlah sekitar 23 juta jiwa terdiri dari dua kelompok budaya etnis utama Afrika Barat: Voltaik dan Mandé (yang bahasa umumnya adalah Dioula). Kelompok etnis terbesar adalah orang Mossi, yang merupakan sekitar 40-50% dari populasi. Orang Mossi mengklaim keturunan dari para pejuang yang bermigrasi ke Burkina Faso saat ini dari Ghana utara sekitar tahun 1100 M. Mereka mendirikan sebuah kekaisaran yang berlangsung lebih dari 800 tahun. Sebagian besar petani, kerajaan Mossi dipimpin oleh Mogho Naba, yang istananya berada di Ouagadougou.
Kelompok etnis penting lainnya meliputi:
- Fulani (Peul): Sekitar 9,3%, tersebar luas, terutama di utara, dan secara tradisional adalah penggembala nomaden.
- Gurma (Gourmanché): Sekitar 6,1%, tinggal di bagian timur.
- Orang Bobo: Tinggal di wilayah barat, terkenal dengan seni topeng mereka.
- Gurunsi: Kelompok yang terdiri dari beberapa sub-kelompok di selatan.
- Senufo: Ditemukan di barat daya.
- Lobi: Di barat daya, dikenal karena arsitektur benteng mereka.
- Bissa: Sekitar 3,2%, di selatan-tengah.
- Orang Samo: Di barat laut.
- Marka (Dafing): Kelompok Mande di barat.
- Kelompok-kelompok kecil lainnya termasuk Dogon, Tuareg, dan Hausa.
Burkina Faso adalah negara yang terintegrasi secara etnis dan sekuler. Meskipun ada keragaman etnis, hubungan antar-etnis umumnya damai, meskipun krisis keamanan baru-baru ini telah menimbulkan beberapa ketegangan, terutama terhadap komunitas Fulani yang kadang-kadang distigmatisasi. Perlindungan hak-hak minoritas dan promosi kohesi sosial menjadi penting dalam konteks ini. Karakteristik budaya dan peran sosial masing-masing kelompok etnis memperkaya lanskap budaya negara.
10.3. Bahasa
Bahasa | Persentase |
---|---|
Mooré | 40,5% |
Fula | 9,3% |
Gourmanché | 6,1% |
Bambara | 4,9% |
Bissa | 3,2% |
Bwamu | 2,1% |
Dagara | 2,0% |
San | 1,9% |
Lobiri | 1,8% |
Lyélé | 1,7% |
Bobo | 1,4% |
Sénoufo | 1,4% |
Nuni | 1,2% |
Dafing | 1,1% |
Tamasheq | 1,0% |
Kassem | 0,7% |
Gouin | 0,4% |
Dogon | 0,3% |
Songhai | 0,3% |
Gourounsi | 0,3% |
Ko | 0,1% |
Koussassé | 0,1% |
Sembla | 0,1% |
Siamou | 0,1% |
Bahasa Nasional Lainnya | 5,0% |
Bahasa Afrika Lainnya | 0,2% |
Prancis | 1,3% |
Bahasa Non-Pribumi Lainnya | 0,1% |
Burkina Faso adalah negara multibahasa. Bahasa kerja adalah bahasa Prancis, yang diperkenalkan selama periode kolonial, dan bahasa Inggris. Pada Desember 2023, karena memburuknya hubungan antara Burkina Faso dan pemerintah Prancis, pemerintah Burkina Faso mengumumkan akan mengangkat (Mooré, Bissa, Dioula, dan Fula) menjadi status bahasa resmi. Pada Januari 2024, bahasa Prancis dicabut statusnya sebagai bahasa resmi, menjadi bahasa kerja bersama bahasa Inggris.
Diperkirakan ada 69 bahasa yang dituturkan di negara ini, di mana sekitar 60 di antaranya adalah bahasa asli. Bahasa Mooré adalah bahasa yang paling banyak dituturkan di Burkina Faso, digunakan oleh sekitar separuh populasi, terutama di wilayah tengah sekitar ibu kota, Ouagadougou.
Menurut sensus 2006, bahasa-bahasa yang dituturkan secara asli di Burkina Faso adalah Mooré oleh 40,5% populasi, Fula oleh 9,3%, Gourmanché oleh 6,1%, Bambara oleh 4,9%, Bissa oleh 3,2%, Bwamu oleh 2,1%, Dagara oleh 2%, San oleh 1,9%, Lobiri oleh 1,8%, Lyélé oleh 1,7%, Bobo dan Sénoufo masing-masing oleh 1,4%, Nuni oleh 1,2%, Dafing oleh 1,1%, Tamasheq oleh 1%, Kassem oleh 0,7%, Gouin oleh 0,4%, Dogon, Songhai, dan Gourounsi masing-masing oleh 0,3%, Ko, Koussassé, Sembla, dan Siamou masing-masing oleh 0,1%, bahasa nasional lainnya oleh 5%, bahasa Afrika lainnya oleh 0,2%, Prancis (bahasa resmi saat itu) oleh 1,3%, dan bahasa non-pribumi lainnya oleh 0,1%.
Di wilayah barat, bahasa-bahasa Mandé banyak dituturkan, yang paling dominan adalah Dioula (juga dikenal sebagai Jula), yang lainnya termasuk Bobo, Samo, dan Marka. Fula tersebar luas, terutama di utara. Gourmanché dituturkan di timur, sedangkan Bissa dituturkan di selatan.
Penggunaan bahasa-bahasa nasional dalam pendidikan dan administrasi publik masih terbatas, meskipun ada upaya untuk mempromosikannya. Bahasa Prancis tetap dominan dalam urusan resmi, pendidikan tinggi, dan media. Status baru bahasa-bahasa nasional sebagai bahasa resmi dan Prancis serta Inggris sebagai bahasa kerja mencerminkan pergeseran politik dan upaya untuk memperkuat identitas nasional serta memfasilitasi komunikasi internasional yang lebih luas.
10.4. Agama

Statistik keyakinan agama di Burkina Faso tidak begitu akurat karena agama Kristen dan Islam biasanya dijalankan bersamaan dengan keyakinan agama lokal. Sensus pemerintah Burkina Faso tahun 2019 melaporkan bahwa 63,8% populasi mempraktikkan Islam, dan mayoritas kelompok ini menganut cabang Sunni, sementara minoritas kecil menganut Islam Syiah. Sejumlah besar Muslim Sunni mengidentifikasi diri dengan tarekat Sufi Tijaniyah.
Sensus 2019 juga menemukan bahwa 26,3% populasi adalah Kristen (20,1% adalah Katolik Roma dan 6,2% adalah anggota denominasi Protestan), dan 9,0% mengikuti kepercayaan adat tradisional seperti agama Dogon, 0,2% mengikuti agama lain, dan 0,7% tidak beragama. Menurut sensus 2010, 61,6% adalah Muslim, 23,2% Katolik Roma, 6,7% Protestan, 7,3% animisme, dan 1,2% agama lainnya.
Animis adalah kelompok agama terbesar di Region Sud-Ouest negara itu, membentuk 48,1% dari total populasinya.
Secara tradisional, Burkina Faso dikenal dengan toleransi beragamanya dan koeksistensi damai antara berbagai komunitas agama. Namun, meningkatnya serangan oleh kelompok jihadis sejak 2015 telah menimbulkan ketegangan dan menargetkan baik Muslim maupun Kristen, serta simbol-simbol negara dan kepercayaan tradisional. Para pemimpin agama dari berbagai denominasi telah memainkan peran penting dalam mempromosikan dialog antaragama dan perdamaian. Pengaruh sosial agama cukup signifikan, dengan lembaga-lembaga keagamaan seringkali menyediakan layanan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
10.5. Pendidikan
Pendidikan di Burkina Faso dibagi menjadi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Sistem ini mengikuti model Prancis, dengan sekolah dasar selama 6 tahun, sekolah menengah pertama 4 tahun, dan sekolah menengah atas 3 tahun. Pendidikan wajib secara teori berlangsung selama 10 tahun (dasar dan menengah pertama). Bahasa pengantar utama adalah bahasa Prancis, meskipun ada upaya untuk memperkenalkan bahasa-bahasa nasional dalam pendidikan dasar.
Indikator pendidikan utama menunjukkan tantangan yang signifikan. Tingkat partisipasi sekolah, terutama di tingkat menengah dan tinggi, masih rendah. Tingkat melek huruf orang dewasa (usia 15 tahun ke atas) diperkirakan 21,8% pada tahun 2003 (29,4% untuk pria, 15,2% untuk wanita), dan meskipun ada upaya untuk meningkatkannya menjadi 25,3% pada tahun 2008, Burkina Faso tetap menjadi salah satu negara dengan tingkat melek huruf terendah di dunia.
Masalah dalam lingkungan pendidikan meliputi:
- Biaya sekolah: Meskipun pendidikan dasar secara resmi gratis, biaya tidak langsung seperti seragam, buku, dan kontribusi orang tua dapat menjadi penghalang bagi keluarga miskin. Biaya sekolah menengah (sekitar 50 USD per tahun pada suatu waktu) seringkali tidak terjangkau.
- Rendahnya tingkat partisipasi anak perempuan: Anak perempuan masih menghadapi hambatan budaya dan ekonomi yang lebih besar untuk mengakses dan menyelesaikan pendidikan dibandingkan anak laki-laki, meskipun ada peningkatan karena kebijakan pemerintah yang membuat sekolah lebih murah untuk anak perempuan dan memberikan lebih banyak beasiswa.
- Kualitas pendidikan: Kelas yang padat, kurangnya guru yang berkualitas dan terlatih, serta kurangnya materi pembelajaran dan infrastruktur yang memadai mempengaruhi kualitas pendidikan.
- Akses di daerah pedesaan dan konflik: Akses ke sekolah sangat terbatas di banyak daerah pedesaan. Krisis keamanan telah menyebabkan penutupan ribuan sekolah di wilayah yang terkena dampak, merampas hak atas pendidikan bagi ratusan ribu anak.
Untuk melanjutkan dari sekolah dasar ke menengah pertama, menengah pertama ke menengah atas, atau menengah atas ke perguruan tinggi, ujian nasional harus lulus.
Institusi pendidikan tinggi utama meliputi Universitas Ouagadougou (sekarang Universitas Joseph Ki-Zerbo), Universitas Politeknik Bobo-Dioulasso, dan Universitas Koudougou. Ada beberapa perguruan tinggi swasta kecil di Ouagadougou, tetapi hanya terjangkau oleh sebagian kecil populasi.
Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan adalah sekitar 4% dari PDB pada tahun 2010. Upaya perbaikan terus dilakukan oleh pemerintah dan mitra pembangunan, tetapi tantangan tetap besar, terutama dalam konteks kemiskinan, pertumbuhan populasi yang cepat, dan krisis keamanan.
10.6. Kesehatan
Situasi kesehatan di Burkina Faso ditandai oleh tantangan yang signifikan, meskipun ada beberapa kemajuan dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2016, harapan hidup rata-rata saat lahir diperkirakan 60 tahun untuk pria dan 61 tahun untuk wanita. Angka kematian bayi di bawah lima tahun dan angka kematian bayi adalah 76 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2018.
Penyakit utama yang menjadi beban kesehatan masyarakat meliputi:
- Malaria: Penyebab utama morbiditas dan mortalitas, terutama pada anak-anak di bawah lima tahun.
- Penyakit pernapasan akut.
- Penyakit diare.
- HIV/AIDS: Prevalensi HIV pada orang dewasa (usia 15-49 tahun) diperkirakan 1,0% pada tahun 2012. Ada penurunan prevalensi di antara wanita hamil yang menghadiri klinik antenatal.
- Tuberkulosis.
- Demam berdarah dengue: Wabah demam berdarah pada tahun 2016 menewaskan 20 pasien, dengan kasus dilaporkan dari semua 12 distrik Ouagadougou.
- Penyakit tropis terabaikan lainnya.
Infrastruktur medis dan sumber daya manusia kesehatan masih sangat terbatas. Pada tahun 2010, kepadatan dokter hanya 0,05 per 1.000 penduduk. Pada tahun 2009, diperkirakan hanya ada 10 dokter per 100.000 orang. Selain itu, ada 41 perawat dan 13 bidan per 100.000 orang. Pengeluaran pemerintah pusat untuk kesehatan adalah 3% dari PDB pada tahun 2001, dan 6,5% dari PDB pada tahun 2011.
Salah satu isu kesehatan masyarakat yang signifikan adalah praktik pemotongan kelamin perempuan (FGM). Menurut laporan WHO tahun 2005, diperkirakan 72,5% anak perempuan dan wanita Burkina Faso telah mengalami FGM, yang dilakukan menurut ritual tradisional. Meskipun ada undang-undang yang melarang praktik ini, FGM masih tersebar luas.
Kesenjangan dalam akses terhadap layanan kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok sosial ekonomi yang berbeda, masih besar. Krisis keamanan telah semakin memperburuk situasi, dengan penutupan fasilitas kesehatan di daerah konflik dan kesulitan bagi petugas kesehatan untuk bekerja dengan aman. Upaya pemerintah dan mitra internasional difokuskan pada penguatan sistem kesehatan, peningkatan akses ke layanan dasar, pengendalian penyakit, dan peningkatan kesehatan ibu dan anak.
10.7. Ketahanan Pangan
Burkina Faso menghadapi masalah kekurangan pangan kronis dan malnutrisi, terutama di kalangan anak-anak dan perempuan. Kerentanan produksi pertanian terhadap perubahan iklim, termasuk kekeringan dan banjir, serta tanah yang kurang subur dan kurangnya infrastruktur irigasi, berkontribusi signifikan terhadap kerawanan pangan. Selain itu, kemiskinan yang meluas membatasi kemampuan rumah tangga untuk membeli makanan yang cukup dan bergizi.
Menurut Indeks Kelaparan Global (GHI) 2024, Burkina Faso menempati peringkat ke-98 dari 127 negara dan memiliki tingkat kelaparan yang serius dengan skor 24,6. Diperkirakan lebih dari 1,5 juta anak berisiko mengalami kerawanan pangan, dengan sekitar 350.000 anak membutuhkan bantuan medis darurat. Namun, hanya sekitar sepertiga dari anak-anak ini yang benar-benar menerima perhatian medis yang memadai. Hanya 11,4% anak di bawah usia dua tahun yang menerima jumlah makanan harian yang direkomendasikan. Pertumbuhan terhambat (stunting) akibat kerawanan pangan merupakan masalah serius, yang mempengaruhi setidaknya sepertiga populasi dari tahun 2008 hingga 2012. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung menyelesaikan sekolah lebih sedikit daripada anak-anak dengan perkembangan pertumbuhan normal.
Tingkat kekurangan mikronutrien juga tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (DHS) 2010, 49% wanita dan 88% anak di bawah usia lima tahun menderita anemia. Empat puluh persen kematian bayi dapat dikaitkan dengan malnutrisi, dan angka kematian bayi ini telah mengurangi total tenaga kerja Burkina Faso sebesar 13,6%.
Tingkat kerawanan pangan dan dampak yang menyertainya bahkan lebih lazim pada populasi pedesaan dibandingkan perkotaan, karena akses ke layanan kesehatan di daerah pedesaan jauh lebih terbatas dan kesadaran serta pendidikan tentang kebutuhan gizi anak lebih rendah.
Krisis keamanan sejak 2015 telah memperburuk situasi ketahanan pangan secara drastis. Kekerasan telah menyebabkan pengungsian massal petani dari tanah mereka, mengganggu kegiatan pertanian, dan menghalangi akses ke pasar. Laporan USAID Oktober 2018 menyatakan bahwa kekeringan dan banjir tetap menjadi masalah, dan bahwa "kekerasan dan ketidakamanan mengganggu pasar, perdagangan, dan kegiatan mata pencaharian di beberapa bagian wilayah utara dan timur Burkina Faso."
Upaya domestik dan internasional untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Program Pangan Dunia (WFP), Bank Dunia, dan berbagai LSM. Program-program ini berfokus pada bantuan pangan darurat, dukungan nutrisi untuk kelompok rentan (terutama anak-anak dan wanita hamil), program makanan sekolah, peningkatan produktivitas pertanian, dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mengatasi guncangan iklim dan krisis pangan. Namun, skala kebutuhan seringkali melebihi sumber daya yang tersedia, terutama dalam konteks krisis yang semakin kompleks.
11. Budaya
Budaya Burkina Faso sangat beragam, tercermin dalam seni dan kerajinan tradisional (topeng, tekstil), musik etnis, sastra lisan dan modern, serta sinema (FESPACO). Kuliner khas, olahraga populer, dan Situs Warisan Dunia UNESCO juga menjadi bagian penting budayanya.
11.1. Seni dan Kerajinan


Seni dan kerajinan tradisional Burkina Faso sangat beragam dan berakar kuat dalam praktik budaya dan spiritual berbagai kelompok etnis. Topeng, patung, dan tekstil adalah beberapa bentuk seni yang paling terkenal.
- Topeng: Topeng memainkan peran sentral dalam ritual dan upacara banyak kelompok etnis, termasuk Mossi, Bobo, Bwa, dan Gurunsi. Topeng-topeng ini, yang seringkali mewakili roh alam, leluhur, atau hewan, digunakan dalam tarian untuk menandai peristiwa penting seperti panen, pemakaman, dan inisiasi. Setiap kelompok etnis memiliki gaya dan makna topeng yang khas.
- Patung: Patung kayu, perunggu, dan tanah liat juga merupakan bentuk seni penting, seringkali terkait dengan praktik keagamaan dan sosial. Patung-patung ini dapat mewakili tokoh leluhur, dewa, atau simbol kesuburan dan perlindungan.
- Tekstil: Pembuatan tekstil, termasuk tenun dan pewarnaan, adalah kerajinan tradisional yang penting. Kain tenun tangan, seperti faso dan fani (kain tenun khas Burkina Faso), dihargai karena pola dan kualitasnya. Teknik pewarnaan celup ikat (tie-dye) dan batik juga populer.
Selain seni tradisional, seni rupa kontemporer juga berkembang di Burkina Faso, terutama di Ouagadougou, dengan banyak seniman yang mengeksplorasi tema dan teknik modern. Sebagian besar kerajinan yang diproduksi juga ditujukan untuk industri pariwisata yang sedang berkembang.
Acara seni utama yang mempromosikan seni dan kerajinan adalah Pameran Kerajinan Internasional Ouagadougou (Salon International de l'Artisanat de Ouagadougou - SIAO). Diadakan setiap dua tahun, SIAO adalah salah satu pameran dagang seni dan kerajinan terpenting di Afrika, menarik peserta pameran dan pembeli dari seluruh dunia.
11.2. Musik
Musik Burkina Faso sangat beragam, mencerminkan kekayaan budaya dari sekitar 60 kelompok etnis yang berbeda. Musik tradisional memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan upacara adat.
Kelompok etnis utama seperti Mossi (sekitar 40% populasi, berpusat di sekitar Ouagadougou), Gurunsi, Gurma, Dagaaba, dan Lobi di selatan (berbahasa Gur yang berkerabat dekat dengan bahasa Mossi), Fulani di utara dan timur (wilayah Sahel), serta kelompok berbahasa Mandé di selatan dan barat (seperti Samo, Bissa, Bobo, Senufo, dan Marka) masing-masing memiliki tradisi musik yang unik.
Alat musik tradisional yang umum digunakan meliputi berbagai jenis drum (seperti djembe dan tama), balafon (sejenis xilofon), kora (alat musik dawai seperti harpa-lute), seruling, dan berbagai alat musik perkusi lainnya. Musik tradisional sering dikaitkan dengan tarian dan penceritaan.
Musik populer kontemporer di Burkina Faso juga berkembang, meskipun belum menghasilkan bintang pan-Afrika yang besar. Sebagian besar musik populer dinyanyikan dalam bahasa Prancis, tetapi penggunaan bahasa-bahasa nasional juga meningkat. Genre musik populer mencakup campuran gaya lokal dengan pengaruh dari musik Afrika lainnya (seperti Afrobeat, highlife), reggae, hip hop, dan musik pop Barat. Beberapa musisi dan grup musik Burkinabè telah mendapatkan pengakuan di tingkat regional dan internasional.
11.3. Sastra

Sastra di Burkina Faso berakar pada tradisi lisan yang kaya, yang tetap penting hingga saat ini. Tradisi ini mencakup cerita rakyat, mitos, legenda, peribahasa, dan puisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pada tahun 1934, selama pendudukan Prancis, Dim-Dolobsom Ouédraogo menerbitkan Maximes, pensées et devinettes mossi (Pepatah, Pemikiran, dan Teka-teki Mossi), sebuah catatan sejarah lisan orang Mossi.
Tradisi lisan terus mempengaruhi penulis Burkinabè pada periode pasca-kemerdekaan tahun 1960-an, seperti Nazi Boni dan Roger Nikiema. Tahun 1960-an juga menyaksikan pertumbuhan jumlah penulis naskah drama yang diterbitkan. Sejak tahun 1970-an, sastra di Burkina Faso telah berkembang dengan lebih banyak penulis yang menerbitkan karya mereka dalam berbagai genre, termasuk novel, puisi, dan esai.
Beberapa penulis kontemporer terkemuka dari Burkina Faso telah mendapatkan pengakuan baik di dalam negeri maupun internasional. Tema-tema yang sering diangkat dalam sastra Burkinabè meliputi identitas budaya, sejarah kolonial dan pasca-kolonial, isu-isu sosial dan politik, serta kehidupan sehari-hari.
Bentuk sastra baru seperti slam poetry (puisi pertunjukan) juga semakin populer di negara ini, sebagian berkat upaya penyair slam seperti Malika Ouattara. Ia menggunakan keahliannya untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu seperti donor darah, albinisme, dan dampak COVID-19.
11.4. Sinema
Industri film Burkina Faso adalah bagian penting dari industri film Afrika Barat dan sinema Afrika secara keseluruhan. Kontribusi Burkina Faso terhadap sinema Afrika dimulai dengan pendirian festival film FESPACO (Festival Film dan Televisi Pan-Afrika Ouagadougou), yang diluncurkan sebagai pekan film pada tahun 1969. FESPACO diadakan setiap dua tahun di Ouagadougou dan merupakan festival film terbesar dan paling bergengsi di benua Afrika, menjadi platform penting bagi pembuat film Afrika untuk memamerkan karya mereka dan berjejaring.
Selama bertahun-tahun, markas besar Federasi Pembuat Film Pan-Afrika (FEPACI) berada di Ouagadougou, diselamatkan pada tahun 1983 dari periode tidak aktif oleh dukungan antusias dan pendanaan dari Presiden Thomas Sankara. (Pada tahun 2006, Sekretariat FEPACI pindah ke Afrika Selatan, tetapi markas besar organisasi masih di Ouagadougou.)
Beberapa sutradara paling terkenal dari Burkina Faso termasuk Gaston Kaboré, Idrissa Ouédraogo, dan Dani Kouyaté. Karya-karya mereka seringkali mengeksplorasi tema-tema sosial, budaya, dan politik Afrika, dan banyak di antaranya telah memenangkan penghargaan internasional di festival-festival film bergengsi.
Burkina Faso juga memproduksi serial televisi populer seperti Les Bobodiouf. Pembuat film yang dikenal secara internasional seperti Ouédraogo, Kaboré, Yameogo, dan Kouyaté juga membuat serial televisi populer. Industri film Burkina Faso, meskipun menghadapi tantangan pendanaan dan infrastruktur, terus memainkan peran penting dalam lanskap budaya Afrika.
11.5. Media

Media utama negara ini adalah layanan televisi dan radio gabungan yang disponsori negara, Radio Télévision du Burkina (RTB). RTB menyiarkan pada dua frekuensi gelombang medium (AM) dan beberapa frekuensi FM. Selain RTB, ada stasiun radio FM swasta yang berfokus pada olahraga, budaya, musik, dan agama. RTB juga menyelenggarakan siaran berita gelombang pendek di seluruh dunia (Radio Nationale Burkina) dalam bahasa Prancis dari ibu kota Ouagadougou menggunakan pemancar 100 kW pada frekuensi 4.815 dan 5.030 MHz.
Surat kabar, baik milik negara maupun swasta, juga beredar, meskipun jangkauannya mungkin terbatas terutama di luar daerah perkotaan. Media daring dan media sosial juga semakin populer, terutama di kalangan anak muda dan di perkotaan, menyediakan platform alternatif untuk informasi dan diskusi.
Upaya untuk mengembangkan pers dan media independen di Burkina Faso telah bersifat sporadis. Pada tahun 1998, jurnalis investigasi Norbert Zongo, saudaranya Ernest, sopirnya, dan seorang pria lainnya dibunuh oleh penyerang tak dikenal, dan jenazah mereka dibakar. Kejahatan tersebut tidak pernah terpecahkan. Namun, Komisi Penyelidikan independen kemudian menyimpulkan bahwa Norbert Zongo dibunuh karena alasan politik terkait pekerjaan investigasinya atas kematian David Ouédraogo, seorang sopir yang bekerja untuk François Compaoré, saudara laki-laki Presiden Blaise Compaoré.
Sejak kematian Norbert Zongo, beberapa protes mengenai penyelidikan Zongo dan perlakuan terhadap jurnalis telah dicegah atau dibubarkan oleh polisi dan pasukan keamanan pemerintah. Pada April 2007, pembawa acara radio reggae populer Karim Sama, yang programnya menampilkan lagu-lagu reggae diselingi dengan komentar kritis terhadap dugaan ketidakadilan dan korupsi pemerintah, menerima beberapa ancaman pembunuhan. Mobil pribadi Sama kemudian dibakar di luar stasiun radio swasta Ouaga FM oleh perusak tak dikenal. Sebagai tanggapan, Komite untuk Melindungi Jurnalis (CPJ) menulis surat kepada Presiden Compaoré untuk meminta pemerintahnya menyelidiki pengiriman ancaman pembunuhan melalui email kepada jurnalis dan komentator radio di Burkina Faso yang kritis terhadap pemerintah. Pada Desember 2008, polisi di Ouagadougou menanyai para pemimpin pawai protes yang menyerukan penyelidikan baru atas pembunuhan Zongo yang belum terpecahkan. Di antara para demonstran adalah Jean-Claude Meda, presiden Asosiasi Jurnalis Burkina Faso.
Isu kebebasan pers tetap menjadi perhatian di Burkina Faso, terutama dalam konteks ketidakstabilan politik dan krisis keamanan. Jurnalis sering menghadapi risiko intimidasi, ancaman, dan kekerasan fisik, yang dapat mengarah pada penyensoran diri. Peringkat negara ini dalam indeks kebebasan pers global bervariasi dari tahun ke tahun, mencerminkan kondisi yang fluktuatif.
11.6. Kuliner

Masakan khas Burkina Faso, seperti umumnya masakan Afrika Barat, didasarkan pada makanan pokok seperti sorgum, jawawut, beras, jagung, kacang tanah, kentang, kacang-kacangan, ubi, dan okra. Sumber protein hewani yang paling umum adalah ayam, telur ayam, dan ikan air tawar.
Beberapa hidangan dan minuman khas meliputi:
- Tô (atau Saghbo dalam bahasa Mooré): Hidangan pokok yang terbuat dari tepung sorgum, jawawut, atau jagung yang dimasak menjadi bubur kental, mirip dengan fufu atau ugali. Biasanya disajikan dengan berbagai macam saus, seperti saus okra, saus daun baobab, atau saus daging/ikan.
- Fufu: Meskipun lebih umum di negara-negara Afrika Barat lainnya, fufu yang terbuat dari singkong, ubi, atau pisang tanduk yang ditumbuk juga dikenal.
- Riz Gras ("Nasi Gemuk"): Hidangan nasi yang dimasak dengan sayuran dan daging (biasanya ayam atau domba) dalam saus tomat, mirip dengan jollof rice.
- Poulet Yassa: Ayam yang dimarinasi dengan lemon, bawang, dan mustard, kemudian dipanggang atau direbus.
- Brochettes: Sate daging (biasanya sapi atau kambing) yang dipanggang.
- Banji atau Tuak Aren: Minuman fermentasi dari getah pohon aren.
- Zoom-koom: Minuman berbahan dasar air dan sereal (biasanya jawawut atau sorgum), seringkali diberi rasa jahe atau asam jawa, dan disajikan dingin. Dianggap sebagai minuman nasional Burkina Faso, terlihat seperti susu dan berwarna keputihan.
- Dolo: Bir tradisional yang terbuat dari sorgum atau jawawut yang difermentasi, populer di daerah pedesaan.
- Bissap: Minuman yang terbuat dari bunga rosela, seringkali diberi rasa mint atau vanila.
Pada masa krisis, salah satu kacang-kacangan asli Burkina Faso, Zamnè, dapat disajikan sebagai hidangan utama atau dalam saus.
Masakan Burkinabè sering menggunakan bahan-bahan lokal dan rempah-rempah untuk menciptakan rasa yang kaya. Makanan biasanya dimakan dengan tangan kanan. Berbagi makanan adalah aspek penting dari budaya dan keramahan Burkinabè.
11.7. Olahraga

Olahraga di Burkina Faso tersebar luas dan mencakup sepak bola, bola basket, bersepeda, uni rugbi, bola tangan, tenis, tinju, dan seni bela diri. Sepak bola adalah olahraga paling populer di Burkina Faso, dimainkan baik secara profesional maupun informal di kota-kota dan desa-desa di seluruh negeri. Tim nasional sepak bola dijuluki "Les Étalons" ("Kuda Jantan") mengacu pada kuda legendaris Putri Yennenga.
Pada tahun 1998, Burkina Faso menjadi tuan rumah Piala Afrika di mana Stadion Omnisport di Bobo-Dioulasso dibangun. Burkina Faso lolos ke Piala Afrika 2013 di Afrika Selatan dan mencapai final, tetapi kemudian kalah dari Nigeria 0-1. Negara ini belum pernah lolos ke Piala Dunia FIFA. Liga domestik utama adalah Liga Utama Burkina Faso.
Bola basket adalah olahraga lain yang sangat populer baik untuk pria maupun wanita. Tim nasional putra negara itu meraih tahun paling sukses pada 2013 ketika lolos ke AfroBasket, ajang bola basket utama di benua itu.
Pada Olimpiade Musim Panas 2020, atlet Hugues Fabrice Zango memenangkan medali Olimpiade pertama Burkina Faso, meraih perunggu dalam lompat jangkit putra.
Kriket juga mulai populer di Burkina Faso dengan Cricket Burkina Faso menjalankan liga 10 klub. Olahraga bersepeda juga populer, dengan Tour du Faso menjadi acara balap sepeda internasional tahunan yang penting di Afrika.
11.8. Festival dan Hari Libur Nasional
Burkina Faso memiliki sejumlah hari libur nasional dan festival budaya yang merayakan warisan sejarah, agama, dan tradisi negara tersebut.
Hari libur nasional utama meliputi:
- 1 Januari: Tahun Baru
- 3 Januari: Peringatan Pemberontakan 1966
- 8 Maret: Hari Perempuan Internasional
- Senin Paskah (tanggal bervariasi)
- 1 Mei: Hari Buruh
- Kenaikan Isa Almasih (tanggal bervariasi, 40 hari setelah Paskah)
- Pentakosta (tanggal bervariasi, 50 hari setelah Paskah)
- 4 Agustus: Hari Revolusi (peringatan perubahan nama negara dan revolusi Sankara)
- 5 Agustus: Hari Kemerdekaan (dari Prancis pada tahun 1960)
- 15 Agustus: Maria Diangkat ke Surga
- 15 Oktober: Peringatan Rektifikasi (kudeta Compaoré tahun 1987)
- 1 November: Hari Raya Semua Orang Kudus
- 11 Desember: Hari Proklamasi Republik (menjadi republik otonom pada tahun 1958)
- 25 Desember: Natal
Selain itu, hari raya Islam seperti Maulid Nabi Muhammad, Idulfitri, dan Iduladha juga merupakan hari libur nasional, dengan tanggal yang bervariasi sesuai kalender Hijriah.
Festival budaya perwakilan meliputi:
- FESPACO (Festival Film dan Televisi Pan-Afrika Ouagadougou): Diadakan setiap dua tahun di Ouagadougou, merupakan festival film terbesar di Afrika.
- SIAO (Pameran Kerajinan Internasional Ouagadougou): Diadakan setiap dua tahun, salah satu pameran dagang seni dan kerajinan terpenting di Afrika.
- FESTIMA (Festival International des Masques et des Arts): Merayakan topeng tradisional, diadakan setiap dua tahun di Dédougou.
- SNC (Semaine Nationale de la Culture - Pekan Budaya Nasional): Salah satu kegiatan budaya terpenting, diadakan setiap dua tahun di Bobo-Dioulasso, menampilkan berbagai bentuk seni, musik, tarian, dan tradisi dari seluruh negeri.
- Symposium de sculpture sur granit de Laongo: Diadakan setiap dua tahun di situs sekitar 35 km dari Ouagadougou, menampilkan karya pahat granit oleh seniman internasional.
Festival-festival ini memainkan peran penting dalam melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Burkina Faso serta mendorong pariwisata dan pertukaran budaya.
11.9. Situs Warisan Dunia
Burkina Faso memiliki tiga situs yang terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO, yang mengakui nilai budaya dan sejarahnya yang luar biasa:
1. Reruntuhan Loropéni: Ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 2009. Situs ini merupakan sisa-sisa benteng batu kuno yang mengesankan, dengan dinding setinggi hingga enam meter. Reruntuhan ini diyakini berasal dari setidaknya abad ke-11 Masehi dan terkait dengan perdagangan emas trans-Sahara. Identitas pasti pembangunnya dan tujuan pasti benteng ini masih menjadi bahan penelitian, tetapi situs ini memberikan kesaksian penting tentang peradaban yang pernah berkembang di wilayah tersebut. Ini adalah situs Warisan Dunia pertama Burkina Faso.
2. Kompleks W-Arly-Pendjari: Merupakan perluasan dari Taman Nasional W Niger yang sudah ada, situs ini menjadi situs lintas batas yang mencakup wilayah di Benin, Burkina Faso, dan Niger. Ditetapkan sebagai situs gabungan pada tahun 2017. Kompleks ini mewakili ekosistem sabana Sudan-Sahel yang utuh dan luas, dengan keanekaragaman hayati yang kaya, termasuk populasi signifikan mamalia besar seperti gajah, singa, citah, dan anjing liar Afrika. Taman Nasional Arly dan kawasan perburuan di sekitarnya merupakan bagian dari kontribusi Burkina Faso untuk situs ini.
3. Situs Metalurgi Besi Kuno Burkina Faso: Ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 2019. Situs ini terdiri dari lima elemen yang terletak di berbagai provinsi, termasuk tungku peleburan besi kuno, sisa-sisa tambang, dan jejak permukiman. Situs-situs ini memberikan bukti tentang tradisi metalurgi besi yang luas dan kuno di Burkina Faso, yang setidaknya berasal dari abad ke-8 SM. Teknologi metalurgi ini memainkan peran penting dalam perkembangan masyarakat di wilayah tersebut, mempengaruhi pertanian, perburuan, dan peperangan.
Situs-situs ini tidak hanya penting bagi Burkina Faso tetapi juga bagi pemahaman warisan budaya dan alam Afrika Barat secara keseluruhan. Upaya konservasi dan pengelolaan yang berkelanjutan sangat penting untuk melindungi nilai-nilai universal yang luar biasa dari situs-situs ini untuk generasi mendatang.