1. Kehidupan Awal dan Kenaikan Takhta
Awal kehidupan Kaisar Duy Tân ditandai dengan latar belakang keluarga yang kompleks di tengah dominasi kolonial Prancis, yang akhirnya mengantarkannya ke takhta pada usia yang sangat muda, sebuah keputusan yang diharapkan Prancis akan mempermudah kontrol mereka.
1.1. Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga
Kaisar Duy Tân, yang nama lahirnya adalah Nguyễn Phúc Vĩnh San (Nguyễn Phúc Vĩnh SanBahasa Vietnam), lahir pada tanggal 19 September 1900 di Huế, ibu kota Vietnam. Ia adalah putra kedelapan dari Kaisar Thành Thái dan selir bernama Nguyễn Thị Định (Nguyễn Thị ĐịnhBahasa Vietnam). Lingkungan keluarganya diwarnai oleh ketegangan dengan pemerintah kolonial Prancis, yang menyebabkan ayahnya, Kaisar Thành Thái, digulingkan.
1.2. Kenaikan Takhta sebagai Kaisar
Pada bulan September 1907, ayah Duy Tân, Kaisar Thành Thái, yang secara terbuka menentang kekuasaan Prancis dan menunjukkan perilaku yang dianggap tidak menentu (beberapa berspekulasi bahwa ini disengaja untuk menyembunyikan penentangannya dari Prancis), dinyatakan gila oleh otoritas kolonial Prancis. Ia kemudian digulingkan dan diasingkan ke Vũng Tàu. Pemerintah Prancis, yang bertujuan untuk mengamankan kendali yang lebih besar atas istana kekaisaran, memutuskan untuk menyerahkan takhta kepada Nguyễn Phúc Vĩnh San, yang saat itu baru berusia tujuh tahun. Prancis berharap bahwa seorang kaisar yang begitu muda akan mudah dipengaruhi dan dibesarkan untuk bersikap pro-Prancis, sehingga meminimalkan perlawanan terhadap rezim kolonial mereka. Duy Tân kemudian naik takhta dengan nama pemerintahan "Duy Tân", yang berarti "pembaruan" atau "teman reformasi".


Proses penobatannya yang formal menandai awal dari pemerintahannya yang singkat namun penuh gejolak.

2. Masa Pemerintahan dan Perlawanan terhadap Kolonialisme Prancis
Selama masa pemerintahannya, Kaisar Duy Tân secara bertahap menyadari sejauh mana kendali kolonial Prancis atas negaranya dan memulai upaya rahasia untuk melawan dominasi mereka.
2.1. Awal Pemerintahan dan Kesadaran Berangsur-angsur
Meskipun Prancis berusaha mendidik Duy Tân untuk mendukung mereka, upaya ini sebagian besar gagal. Seiring bertambahnya usia, ia menyadari bahwa meskipun ia diperlakukan sebagai kaisar, otoritas kolonialalah yang sebenarnya memegang kendali dan ditaati. Pada usia 13 tahun, ia membaca ulang perjanjian yang ditandatangani antara Vietnam dan Prancis, termasuk Perjanjian Patenôtre tahun 1884, dan menemukan bahwa perjanjian tersebut bersifat tidak adil. Ia meminta para menterinya, seperti Nguyễn Hữu Bài, untuk meminta pemerintah kolonial menandatangani perjanjian yang lebih setara, namun tidak ada yang berani melakukannya, bahkan beberapa menganggapnya gila.
Kesadaran ini diperkuat oleh insiden pada tahun 1912, ketika Komisaris Prancis untuk Annam, Georges Marie Joseph Mahé, memulai kampanye pencarian emas yang intensif, termasuk menggali di Pagoda Thiên Mụ dan Istana Kekaisaran Huế. Duy Tân memprotes keras tindakan-tindakan sewenang-wenang ini, tetapi Mahé mengabaikannya. Duy Tân bahkan memerintahkan penutupan istana, dan hanya membuka kembali setelah Gubernur Jenderal Indocina, Albert Pierre Sarraut, turun tangan. Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam di hati Kaisar Duy Tân yang masih remaja, mengikis kepercayaannya pada Prancis dan bahkan pada para menteri yang patuh pada kolonial.

Pada usia 15 tahun, Duy Tân memanggil enam menteri perwaliannya dan menuntut agar mereka menandatangani permintaan kepada Komisaris Prancis untuk perjanjian yang setara. Para menteri menolak karena takut akan kemarahan Prancis, dan malah meminta ibunda Duy Tân untuk membujuknya agar menyerah. Sejak saat itu, Duy Tân tidak hanya membenci Prancis tetapi juga membenci para menteri di istananya.
2.2. Sistem Perwalian (Regency)
Selama masa pemerintahan Duy Tân, yang berusia muda, Prancis mendirikan sistem perwalian yang secara efektif mengendalikan kekuasaan. Perwalian ini terdiri dari enam menteri senior Vietnam:
- Tôn Thất Hân
- Nguyễn Hữu Bài
- Huỳnh Côn
- Nguyễn Phúc Miên Lịch
- Lê Trinh
- Cao Xuân Dục
Meskipun para menteri ini secara nominal memegang kekuasaan, mereka tunduk pada kendali Komisaris Prancis. Selain itu, Kaisar Duy Tân juga berada di bawah pengaruh para Perdana Menteri Prancis yang secara de facto bertindak sebagai wali utama, yang menjabat selama periode pemerintahannya:
Perdana Menteri Prancis | Periode Jabatan |
---|---|
Georges Clemenceau | September 1907 - Juli 1909 |
Aristide Briand | Juli 1909 - Maret 1911 |
Ernest Monis | Maret 1911 - Juni 1911 |
Joseph Caillaux | Juni 1911 - Januari 1912 |
Raymond Poincaré | Januari 1912 - Januari 1913 |
Aristide Briand | Januari 1913 - Maret 1913 |
Louis Barthou | Maret 1913 - Desember 1913 |
Gaston Doumergue | Desember 1913 - Juni 1914 |
Alexandre Ribot | Juni 1914 - Juni 1914 |
René Viviani | Juni 1914 - Oktober 1915 |
Aristide Briand | Oktober 1915 - Mei 1916 |
Sistem ini memastikan bahwa keputusan-keputusan penting di Vietnam tetap berada di tangan Prancis, meskipun ada kaisar di takhta.

2.3. Pemberontakan Anti-Prancis 1916
Seiring beranjak dewasa, Kaisar Duy Tân berada di bawah pengaruh para mandarin yang sangat menentang pemerintahan kolonial, terutama Trần Cao Vân. Terinspirasi oleh gerakan nasionalis Việt Nam Quang phục Hội yang didirikan oleh Phan Bội Châu pada tahun 1912, Duy Tân mulai merencanakan pemberontakan rahasia bersama Trần Cao Vân, Thái Phiên, dan pemimpin revolusioner lainnya, termasuk Nguyễn Quang Siêu dan Tôn Thất Đề.
Melalui supir pribadinya, Phạm Hữu Khánh, yang juga anggota Việt Nam Quang phục Hội, Duy Tân menerima surat dari Trần Cao Vân dan Thái Phiên. Pada April 1916, saat Duy Tân berlibur di pantai Cửa Tùng, ia bertemu mereka secara rahasia di Hậu hồ (Danau Belakang) dan menyatakan dukungannya untuk pemberontakan. Rencana aksi ini ditetapkan pada pukul 01:00 dini hari tanggal 3 Mei 1916. Pasukan revolusioner bermaksud menduduki Istana Kekaisaran Huế, serta jalan-jalan utama di Provinsi Quảng Nam dan Quảng Ngãi, merebut senjata, dan membantu Duy Tân melarikan diri secara rahasia dari Huế. Sinyal dimulainya pemberontakan adalah tembakan meriam dari Hai Van Pass. Rencana juga termasuk menyerang markas Prancis di Trấn Bình Đài dekat Istana Kekaisaran dan menculik personel Prancis keturunan Jerman.
Namun, pada akhir April, rahasia pemberontakan terungkap. Seorang pejabat di Provinsi Quảng Ngãi, Võ An, membocorkan informasi setelah anggota bawah organisasi tersebut ditangkap dan disiksa. Komisaris Prancis, Charles, juga melihat tanda-tanda yang tidak biasa, seperti keluarga prajurit Vietnam yang meninggalkan Huế dan aktivitas mencurigakan di Quảng Nam. Prancis segera mengambil tindakan pencegahan: senjata prajurit Vietnam disita, dan mereka dilarang keluar dari barak. Baik Duy Tân maupun Trần Cao Vân dan Thái Phiên tidak mengetahui bahwa rencana mereka telah terbongkar.
Pada malam 2 Mei 1916, Trần Cao Vân dan Thái Phiên bergerak maju dengan pemberontakan. Duy Tân berhasil melarikan diri dari Kota Kekaisaran Huế. Namun, tanpa dukungan militer yang diharapkan, pemberontakan dengan cepat dipadamkan oleh pemerintah kolonial. Meskipun ada laporan tentang pasukan pemberontak di Tam Kỳ yang berhasil membunuh satu peleton Prancis, mereka segera diatasi.
2.4. Pelengseran dan Pengasingan
Setelah kegagalan pemberontakan, pemerintah kolonial Prancis melancarkan operasi pencarian dan penangkapan besar-besaran. Pada tanggal 6 Mei 1916, Duy Tân, Trần Cao Vân, dan Thái Phiên ditangkap saat bersembunyi di sebuah kuil di selatan Istana Kekaisaran Huế. Trần Cao Vân, Thái Phiên, Nguyễn Quang Siêu, dan Tôn Thất Đề segera dipenggal atas perintah Hồ Đắc Trung.
Pemerintah Prancis awalnya berniat mengembalikan Duy Tân ke takhta, tetapi ia menolak untuk terus menjadi boneka Prancis. Karena usianya yang masih muda dan untuk menghindari situasi yang lebih buruk, Duy Tân tidak dieksekusi melainkan dilengserkan. Prancis kemudian mengangkat Pangeran Nguyễn Phúc Bửu Đảo, yang dikenal sebagai Khải Định, sebagai kaisar baru.
Pada tanggal 3 November 1916, Duy Tân diasingkan bersama ayahnya, Kaisar Thành Thái, ke Pulau Réunion di Samudra Hindia. Mereka tiba di Réunion pada tanggal 20 November.
3. Kehidupan di Pengasingan dan Partisipasi dalam Gerakan Kemerdekaan
Di Pulau Réunion, Duy Tân menjalani kehidupan yang sederhana namun tetap aktif, terutama selama Perang Dunia II, di mana ia berkontribusi pada perjuangan kemerdekaan.
3.1. Kehidupan di Pulau Réunion

Setibanya di Pulau Réunion, mantan kaisar dan keluarganya menolak villa mewah yang ditawarkan oleh Prancis, memilih untuk menyewa sebuah kamar kecil di Saint-Denis. Ia menjalani kehidupan yang sederhana, bergaul dengan kelompok teman-teman terpilih dan menghindari banyak kontak dengan orang Prancis.
Duy Tân menunjukkan semangat belajar yang tinggi. Ia mendaftar di sekolah hukum, belajar bahasa asing, dan mengambil kursus radio telekomunikasi. Ia kemudian membuka toko "Radio - Laboratoire" yang menjual dan memperbaiki radio. Ia juga berhasil meraih gelar Baccalauréat dari Lycée Leconte de Lisle. Selain itu, Duy Tân aktif dalam kegiatan sosial dan budaya, bergabung dengan klub musik dan Freemasonry, serta memenangkan banyak pacuan kuda sebagai seorang pembalap kuda. Ia juga menulis banyak artikel dan puisi di surat kabar seperti Le Peuple dan Le Progrès dengan nama samaran "Georges Dry". Pada tahun 1924, puisinya "Variations sur une lyre briée" (Variasi pada Harpa yang Rusak) memenangkan hadiah pertama sastra dari Akademi Ilmu Pengetahuan dan Sastra La Réunion.
Meskipun Duy Tân menentang kolonialisme, ia hanya sekali mengungkit keterlibatannya dalam pemberontakan 1916 dalam suratnya pada 5 Juni 1936 kepada Marius Moutet, Menteri Koloni Prancis, untuk meminta izin pindah ke Prancis. Namun, surat-surat lain yang dikirimnya kepada pemerintah Prancis dari tahun 1936 hingga 1940 untuk melayani di Angkatan Darat Prancis tidak menyebutkan pemberontakan tersebut. Semua permintaannya ditolak karena berkas pribadinya yang dideklasifikasi kemudian mencatat bahwa ia "sulit disuap, sangat independen... bersekongkol untuk meninggalkan Réunion dan membangun kembali takhta Annam."

Aktivitasnya di Réunion mencerminkan semangat kemerdekaannya yang tidak padam, meskipun ia hidup di pengasingan.

3.2. Dinas dalam Perang Dunia II
Ketika Perang Dunia II pecah dan Nazi Jerman menduduki Prancis, Kaisar Duy Tân menunjukkan dukungan kuatnya terhadap Pasukan Prancis Merdeka yang dipimpin oleh Charles de Gaulle. Ia melihat De Gaulle sebagai idola dan model untuk perjuangan penyelamatan negaranya. Meskipun "Prancis bebas" dan "Prancis kolonial" adalah satu negara yang sama, Duy Tân memanfaatkan pengetahuannya tentang radio untuk mengumpulkan intelijen dari luar dan meneruskannya kepada pasukan perlawanan Prancis bebas. Tindakannya ini menyebabkan ia ditahan selama enam minggu oleh otoritas Vichy di Réunion.
Setelah Réunion dibebaskan dari rezim Vichy pada tahun 1942, Duy Tân bergabung dengan Pasukan Prancis Merdeka. Ia bertugas sebagai operator radio di kapal perusak Prancis Léopard, dan mendapatkan pangkat Letnan Dua. Ia terus menunjukkan dedikasi dan dinaikkan pangkat secara bertahap: menjadi Letnan Satu pada tahun 1943, Kapten pada Desember 1944, Mayor pada Juli 1945, dan akhirnya Letnan Kolonel pada September 1945, melayani di markas Divisi Infanteri Kolonial ke-9 di Schwarzwald, Jerman. Pada 29 Agustus 1945, ia menyerukan kerja sama antara Vietnam dan Prancis melalui hubungan persahabatan, mendukung Vietnam yang merdeka dan bersatu dengan otoritas luar negeri dan pertahanan yang sementara didelegasikan kepada Prancis.
3.3. Diskusi tentang Kepulangan ke Vietnam
Seiring berakhirnya Perang Dunia II dan Prancis menghadapi kekalahan dari Viet Minh di Indocina, serta rezim Kaisar Bảo Đại yang terbukti tidak mampu mendapatkan dukungan publik, pemimpin Prancis Charles de Gaulle mempertimbangkan untuk membawa kembali Duy Tân ke Vietnam sebagai kaisar. Duy Tân, yang masih sangat populer di kalangan rakyat Vietnam karena patriotisme dan penentangannya terhadap Prancis, bertemu dengan De Gaulle pada 14 Desember 1945 di Paris.
Dalam memoarnya, Jenderal De Gaulle menyebut Duy Tân sebagai "sosok yang penuh keteguhan. Meskipun diasingkan selama 30 tahun, citranya tidak pernah pudar dalam jiwa rakyat Vietnam." Duy Tân sangat optimis setelah pertemuan ini, percaya bahwa pemerintah Prancis akan mengembalikannya ke takhta sebagai kaisar Vietnam dan bahwa kedua belah pihak akan mencapai serangkaian kesepakatan. Ia bahkan menyatakan bahwa De Gaulle akan menemaninya kembali ke Vietnam pada awal Maret 1946. Duy Tân meyakini bahwa kembalinya ia akan membantu negaranya mencapai kemerdekaan dan persatuan tanpa perang saudara yang merusak. Ia ingin rakyat Vietnam menyadari persaudaraan mereka, terlepas dari rezim politik-komunis, sosialis, monarki, atau lainnya-yang terpenting adalah menyelamatkan bangsa Vietnam dari perpecahan.
4. Kematian
Kepulangan Duy Tân ke Vietnam, yang penuh harapan, berakhir dengan tragis sebelum ia dapat tiba.

4.1. Penyebab Kematian
Pada tanggal 24 Desember 1945, Duy Tân menaiki pesawat militer Prancis Lockheed C-60 dari Paris menuju Réunion untuk mengunjungi keluarganya sebelum melaksanakan misi barunya di Vietnam. Pada 26 Desember 1945, sekitar pukul 18:30 GMT, pesawatnya jatuh di dekat desa Bassako, di distrik M'Baiki, yang sekarang menjadi bagian dari Republik Afrika Tengah. Semua awak dan penumpang di dalam pesawat tewas, termasuk Duy Tân, yang berusia 45 tahun. Banyak yang berspekulasi tentang penyebab kecelakaan ini, dengan beberapa rumor menyebar bahwa ia dibunuh oleh Viet Minh yang melihatnya sebagai ancaman terhadap Ho Chi Minh. Namun, tidak ada bukti konkret yang mendukung teori konspirasi ini.
4.2. Penghargaan Pasca Kematian
Sebagai pengakuan atas jasa-jasanya selama Perang Dunia II dalam Pasukan Prancis Merdeka, pemerintah Prancis secara anumerta menganugerahinya penghargaan tertinggi. Ia menerima Grand Cross of the Legion of Honour, Officer's Médaille de la Résistance, dan diangkat sebagai Companion of the Ordre de la Libération. Ini adalah pengakuan atas kontribusinya dalam perjuangan melawan rezim Vichy dan kekuatan Axis.
5. Warisan dan Penilaian
Warisan Kaisar Duy Tân sangat memengaruhi identitas nasional Vietnam, dan ia terus dihormati atas semangat patriotisme dan perlawanannya.
5.1. Pengembalian dan Pemakaman Kembali Jenazah
Pada tahun 1987, putra Duy Tân, Pangeran Bảo Vàng, bersama keluarga kerajaan Vietnam, mengambil jenazah ayahnya dari Afrika. Jenazahnya diangkut dari M'Baiki, Republik Afrika Tengah, ke Paris pada 28 Maret 1987, di mana upacara pemakaman Buddhis diadakan di Pagoda Internasional Vincennes. Setelah itu, pada 4 April 1987, jenazahnya dibawa pulang ke Vietnam dalam upacara tradisional dan dimakamkan kembali di An Lăng di Huế, di samping makam kakeknya, Kaisar Dục Đức. Prosesi pengembalian jenazah ini menjadi peristiwa penting yang menandai kembalinya seorang simbol perlawanan ke tanah airnya. Pada tahun 2001, Pangeran Bảo Vàng menulis buku berjudul Duy Tân, Empereur d'Annam 1900-1945 tentang kehidupan ayahnya.
5.2. Penghormatan dan Pengaruh

Kaisar Duy Tân dihormati secara luas di Vietnam dan di kalangan diaspora Vietnam. Banyak kota di Vietnam yang menamai jalan-jalan utamanya dengan namanya, seperti di Hanoi, Móng Cái, Đồng Hới, dan Đà Nẵng. Di Kota Ho Chi Minh (sebelumnya Saigon), jalan Garcerie lama diubah namanya menjadi jalan Duy Tân selama era Vietnam Selatan, sebuah jalan yang dikenal karena keindahannya dan disebutkan dalam lagu "Trả lại em yêu" karya Phạm Duy. Meskipun namanya kemudian diubah menjadi jalan Phạm Ngọc Thạch pada tahun 1985, kenangan akan jalan Duy Tân tetap ada. Di kota Saint-Denis, Réunion, sebuah boulevard dan jembatan diresmikan pada 5 Desember 1992, dengan nama "Boulevard dan Jembatan Vĩnh San" untuk menghormatinya.
Pengaruhnya meluas hingga ke institusi pendidikan, dengan berdirinya Universitas Duy Tân di Đà Nẵng, sebuah universitas swasta terkemuka. Partai Komunis Vietnam juga memberikan penilaian yang sangat tinggi terhadap Duy Tân karena perlawanannya terhadap kekuasaan kolonial Prancis, menjadikannya pahlawan nasional.
5.3. Anecdote dan Filosofi
Kaisar Duy Tân dikenal karena kecerdasannya dan pemikiran filosofisnya yang mendalam mengenai kemerdekaan dan persatuan Vietnam. Sebuah anekdot terkenal menggambarkan hal ini: suatu ketika, saat ia mencuci tangan yang kotor setelah bermain di pantai, ia bertanya kepada penjaga istana, "Ketika tangan kotor, kita gunakan air untuk mencucinya. Jika air kotor, dengan apa kita mencucinya?" Ketika penjaga istana tidak dapat menjawab, Duy Tân melanjutkan, "Air kotor harus dicuci dengan darah, mengerti?" Anekdot ini mencerminkan pandangannya tentang perlunya pengorbanan untuk mencapai pembebasan.
Dalam kesempatan lain, saat memancing dengan Nguyễn Hữu Bài dan tidak mendapatkan ikan, Duy Tân berkata, "Duduk di atas air tidak bisa menghentikan air, terlanjur melepaskan kail jadi terpaksa terus." Nguyễn Hữu Bài kemudian menjawab, "Memikirkan kehidupan dunia ini membuat muak, pasrah saja, tak peduli apa yang terjadi." Duy Tân mengkritik sikap pasrah ini, menegaskan, "Menurutku, hidup seperti itu sangat menyedihkan. Seseorang harus memiliki keinginan untuk mengatasi kesulitan agar hidup memiliki makna!"
Ia juga pernah mengungkapkan filosofinya tentang persatuan nasional:
"Secara pribadi, kecintaanku pada tanah air Vietnam tidak mengizinkanku membuka pintu bagi konflik internal apa pun. Yang saya inginkan adalah semua warga Vietnam menyadari bahwa mereka adalah satu bangsa, dan kesadaran itu akan mendorong mereka membangun Vietnam yang layak disebut bangsa. Saya kira saya akan memenuhi tugas seorang warga Vietnam jika saya dapat membuat petani di Lạng Sơn, Huế, Cà Mau menyadari persaudaraan mereka. Persatuan ini dapat dicapai di bawah sistem apa pun: komunis, sosialis, royalis, atau monarki, itu tidak penting. Yang penting adalah menyelamatkan bangsa Vietnam dari bencana perpecahan."
6. Keluarga
Kaisar Duy Tân memiliki beberapa pasangan dan banyak anak, baik selama masa pemerintahannya yang singkat maupun selama pengasingannya di Réunion.

6.1. Pasangan dan Anak-anak
Duy Tân memiliki empat istri yang diketahui:
- Mai Thị Vàng (Mai Thị VàngBahasa Vietnam, 1899-1980): Istri pertamanya, ia menikah pada 16 Januari 1916. Ia menemani Duy Tân ke pengasingan, tetapi kembali ke Vietnam dua tahun kemudian karena tidak tahan dengan iklim. Meskipun Duy Tân mengajukan perceraian pada tahun 1925, Mai Thị Vàng tetap setia kepadanya seumur hidupnya, tidak pernah menikah lagi.
- Marie Anne Viale (lahir 1890): Istri keduanya, yang ia tinggali bersama di Réunion.
- Armand Viale (lahir 1919): Anak laki-laki pertama, yang mengambil nama keluarga ibunya.
- Fernande Antier (lahir 1913): Istri ketiganya, menikah pada tahun 1928. Mereka memiliki delapan anak, empat laki-laki dan empat perempuan. Sebagian besar anak-anaknya kemudian mengadopsi nama keluarga Vĩnh San pada tahun 1946.
- Thérèse Vinh-San (lahir 1928, meninggal muda)
- Rita Suzy Georgette Vinh-San (lahir 6 September 1929)
- Solange (lahir 1930, meninggal muda)
- Guy Georges Vĩnh San (Nguyễn Phúc Bảo Ngọc) (lahir 31 Januari 1933): Salah satu putranya yang aktif dalam kegiatan dan upacara Dinasti Nguyễn bersama istrinya, Monique. Mereka memiliki empat anak: Patrick, Chantal, Annick, dan Pascale Vĩnh San.
- Yves Claude Vĩnh San (Nguyễn Phúc Bảo Vàng) (lahir 8 April 1934): Putra yang bertanggung jawab atas pengembalian jenazah ayahnya ke Vietnam pada tahun 1987. Ia adalah Ketua Đại Nam Long tinh Viện (The Imperial Order of the Dragon of Annam), sebuah organisasi yang berfokus pada kegiatan kemanusiaan, pendidikan, dan budaya bagi masyarakat Vietnam. Ia memiliki sepuluh anak dengan istrinya, Jessy Tarby: Yves, Patrick, Johnny, Jerry, Thierry, Stéphanie, Cyril, Didier, Marie-Claude, Marilyn, dan Doris Vĩnh San.
- Joseph Roger Vĩnh San (Nguyễn Phúc Bảo Quý) (lahir 17 April 1938): Putra yang tinggal di Nha Trang, Khánh Hòa bersama istrinya, Lebreton Marguerite.
- Ginette (lahir 1940, meninggal muda)
- André (meninggal muda)
- Ernestine Yvette Maillot (lahir 1924): Istri keempat Duy Tân.
- Andrée Maillot Vinh-San (1945-2011): Putri yang lahir di Réunion.
Perlu dicatat bahwa Duy Tân tidak mendorong anak-anaknya yang lahir di Eropa untuk belajar bahasa Vietnam atau memahami budaya Vietnam. Banyak dari mereka dibaptis sesuai upacara Katolik.